MODUL PERKULIAHAN KOMUNIKASI MASSA Fakultas Program Studi Disini diisi Fakultas penerbit Modul Program Studi 2015 1 Tatap Muka 10 Kode MK Disusun Oleh MK10230 Siti Komsiah, S.IP, M.Si. Abstract Kompetensi Pengaruh Media massa pada khalayak dapat dijelaskan dengan beberapa model. Pada model ini akan dijelaskan model stimulus respon dimana media massa secara langsung memberikan stimulus pada khalayak dan mendapatlan respon secara langsung dari khalayak. Selanjutnya model psikologi komstock khusus mengungkapkan tentang pengaruh televisi (TV) terhadap tingkah laku seseorang. Pada model dua langkah terjadi komunikasi dua tahap yang pertama adalah komunikasi massa dan tahap kedua adalah komunikasi antar pribadi. Dan yang terakhir adalah model difusi inovasi adanya inovasi Setelah mengikuti mata kuliah ini Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si diharapkan mahasiswa dapat : Mengetahui dan mampu memahami Model stimulus respons • Model psikologi Komstock • Model dua langkah Katz dan Lazarfeld • Model divusi inovasi Roger – Shoemaker Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (penemuan), lalu disebarkan (difusi) melalui media massa akan kuat memengaruhi massa untuk mengikutinya Model-Model Komunikasi Massa Pada modul ini kita akan membahas beberapa model komunikasi massa yang intinya adalah melihat bagaimana pengaruh media massa terhadap khalayak. Model di mulai dari yang paling sederhana yanitu model yang menjelaskan pengaruh media secara langsung pada khalayak samapi dengan model yang sudah di pengaruhi oleh factor-faktor lainnya. Model Stimulus Respon Model stimulus - respons (S - R) adalah model komunikasi paling dasar. Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya yang beraliran behavioristik. Model tersebut menggambarkan hubungan stimulus-respons. Stimulus Respons Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang sangat sederhana. Bila seorang lelaki berkedip kepada seorang wanita, dan wanita itu kemudian tersipu malu, atau bila saya tersenyum dan kemudian Anda membalas senyuman saya, itulah pola S - R. Jadi model S – R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan – tulisan), isyarat-isyarat 2015 2 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id non verbal, gambar-gambar, tindakan-tindakan tertentu akan merangasang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu Anda dapat menganggap proses ini sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi (communication act) berikutnya. Sebagai contoh, ketika seseorang yang Anda kagumi atau menarik perhatian Anda tersenyum kepada Anda ketika berpapasan di jalan, boleh jadi Anda akan membalas senyumannya karena Anda merasa senang. Pada gilirannya merasa mendapat sambutan, orang tadi bertanya kepada Anda “Mau ke mana?” Lalu Anda menjawab, “Mau kuliah.” Ia pun melambaikan tangan ketika berpisah, dan Anda membalas dengan lambaian tangan pula. Di kampus, masih mengenang peristiwa sebelumnya yang menyenangkan, Anda juga tersenyum-senyum kepada orang lain dan mendapatkan tanggapan dari teman Anda, “Kok kamu tampak bahagia sekali, sih.” Begitulah seterusnya. Pola S – R ini dapat pula berlangsung negatif, misalnya orang pertama menatap orang kedua dengan tajam, dan orang kedua balik menatap, menunduk malu, memalingkan wajah, atau membentak, “Apa lihat-lihat? Nantang, ya?” Atau, orang pertama melotot dan orang kedua ketakutan. Model S – R mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses khususnyaa yang berkenaan dengan faktor manusia. Secara implisit ada asumsi dalam model S – R ini bahwa perilaku (respons) manusia dapat diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap statis; manusia dianggap berperilaku karena kekuatan dari luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendak, keinginan, atau kemauan bebasnya. Model ini lebih sesuai bila diterapkan pada sistem pengendalian suhu udara alih-alih pada perilaku manusia. (Deddy Mulyana, 2007: 143-145) Model Psikologi Komstock Model yang dibuat oleh Comstock ini secara khusus mengungkapkan tentang pengaruh televisi (TV) terhadap tingkah laku seseorang menurut model ini, TV dapat disejajarkan dengan pengalaman, tindakan atau observasi perorangan yang dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pemahaman ataupun tingkah laku. Dengan demikian, TV tidak hanya dipandang mampu mengajarkan tingkah laku, tetapi juga mampu bertindak sebagai stimulus 2015 3 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (rangsangan) untuk membangkitkan tingkah laku yang telah dipelajari dan sumber-sumber lain. Gambaran mengenai proses pengaruh TV menurut model ini adalah sebagai berikut: Apabila seseorang menonton suatu acara TV yang menggambarkan suatu tingkah laku tertentu maka ia akan mendapatkan masukan-masukan (input) yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Masukan utama adalah gambaran mengenai aksi tertentu (TV act). Masukan-masukan lainnya mencakup tingkat kesenangan, getaran yang ditimbulkan dalam diri penonton (arousal), daya tank (attractiveness), minat atau kepentingan (interest) dan motivasi (motivation) untuk bertindak sesuai dengan apa yang disajikan dalam acara TV tersebut (semuanya ini secara kolektif disebut sebagai TV arousal), serta aksi-aksi alternatif atau bentukbentuk tingkah laku iainnya yang ditayangkan TV dalam konteks yang sama. Di samping itu ada dua faktor lainnya yang menjadi masukan, yakni: persepsi mengenai akibat sebagaimana digambarkan dalam TV (TV perceived consequences), dan persepsi mengenai realitas dan apa yang digambarkan dalam TV (TV perceived reality). Proporsi utama dan model ini adalah: Suatu gambaran mengenai tingkah laku yang disampaikan TV akan mendorong khalayak untuk cenderung mempelajarinya. Semakin menonjol atau dianggap penting (secara psikologis) gambaran tingkah laku tersebut oleh seseorang, semakin kuat getaran-getaran yang muncul (arousal), dan semakin kuat pengaruhnya terhadap pembentukan tingkah laku dan orang tersebut) Gambar model pengaruh TV dan Comstock ini adalah sebagai berikut. 2015 4 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Input : Masukan-masukan berupa pesan-pesan dan atribut-atribut yang menyertainya Tv Arousal : Getaran motivasi yang merangsang penonton untuk munculnya meniru / melakukan tingkah laku yang digambarkan dalam TV TV perceived : Persepsi mengenai akibat dan tingkah laku consequences 2015 5 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si sebagaimana digambarkan dalam TV Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id TV perceived reality : Persepsi mengenai realitas dan tingkah laku yang digambarkan dalam TV TV alternatives : Tingkah laku sosial lainnya yang digambarkan TV Act : Kemungkinan ditirunya tingkah laku yang digambarkan dalam TV Upportunity : Kesempatan atau peluang untuk melakukan tingkah laku yang digambarkan dalam TV dalam kehidupan sehari-hari Dispaly behaviour : Penampilan tingkah laku sosial sebagaimana digambarkan melalui TV dalam kehidupan sehari-hari II – 0 : Kemungkinan tidak ada (nol) P0 : Kemungkinan ada NO : Kesempatan atau peluang tidak ada Point of entry : Titik masuk (jalur masuk) Model dua langkah Katz & Lazarfeld Model komunikasi dua tahap (two steps flow of communication) dikemukakan oleh Paul Lazarsfeld dan Elihu Katz. Disebut dua tahap karena model komunikasi ini dimulai dengan tahap pertama sebagai proses komunikasi massa dan tahap berikutnya atau kedua sebagai proses komunikasi antarpesona. Model ini menggambarkan bahwa pesan lewat media massa diterima oleh individuindividu yang menaruh perhatian lebih pada media massa, sehingga mereka menjadi orang yang terinformasi (well informed). Mereka itu adalah para opinion leader, yang akan 2015 6 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menginterpretasikan setiap pesan yang diterimanya sesuai dengan frame of reference dan field of experience. Selanjutnya para opinion leader akan menyampaikan pesan yang telah ia interpretasikan itu kepada individu-individu lainnya secara antarpesona, mungkin menggunakan bahasa daerah setempat disertai contoh-contoh yang sesuai dengan kondisi setempat pula. Sebagaimana dipahami bersama bahwa media massa kurang efektif di dalam mengubah peilaku khalayaknya, karena media massa hanya akan membuat khalayak sadar (aware) akan suatu masalah. Itulah sebabnya mengapa dalam program-program pemerintah seperti misalnya masalah Keluarga Berencana, seringkali departemennya menggunakan para penyuluh KB. Begitu juga dengan para perusahaan, misalnya Unilever. Selain memasang iklan di media massa, mereka juga dibantu oleh para SPG (Sales Promotion Girl) yang mempromosikan produk-produk tersebut di mall atau di supermarket. Salah satu kekurangan dari proses ini adalah, pada proses transmisi mungkin saja pesan terdistorsi bila opinion leader kurang tepat dalam menginterpretasi pesan atau bila opinion leader punya kepentingan lain. Berikut ini adalah gambaran model komunikasi dua tahap menurut pemahaman penulis : Komunikator 2015 7 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si pesan media Komunikan/opinion leader Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pesan Tahap 1 Proses komunikasi massa komunikan komunikan komunikan komunikan Tahap 2 Proses komunikasi antarpersonal Opinion leader di Indonesia nampaknya masih amat diperlukan karena kondisi masyarakat Indonesia relatif banyak yang belum diterpa media massa. Penyebabnya mungkin karena kurangnya daya beli masyarakat, dapat juga karena pendidikan yang belum memadai sehingga mereka tidak dapat menangkap pesan secara utuh (terutama untuk media cetak), atau karena tingkat kepatuhan kepada tokoh panutan tertentu. Contoh: pada masa kampanye Pemilu, partai-partai peserta Pemilu berlomba-lomba memanfaatkan para opinion leader. Pimpinan pesantren (kiai) seringkali dipersuasi oleh partai tertentu agar mengajak para santrinya untuk memilih partai tersebut dengan imingiming bantuan fasilitas gedung pesantren maupun isinya. Para santri itu serta merta akan patuh pada kiai tanpa sebuah penolakan. Apabila variasi volume informasi dari opinion leader menyebabkan efek yang positif pada khalayak, maka akan menguntungkan pihak sumber. Namun jika variasi dari opinion leader bersifat negatif, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya pengikisan (erosi) volume informasi. Dengan perkataan lain, para opinion leader ini menjadi “kunci” atau “penjaga gawang” (gate keepers). Dalam hal keberhasilan komunikasi melalui media massa, seperti dikemukakan oleh Wilbur Schramm dan William Porter (1982), model komunikasi dua tahap ini meskipun bermanfaat dan jelas tetapi terlalu sederhana. Pada satu sisi, model ini sudah tidak berlaku, karena banyak informasi yang diterima langsung dari media. Media massa pada saat ini, khususnya televisi memperoleh kredibilitas yang tinggi. Banyak orang menerima pesan dari radio siaran ataupun televisi sebagai kebenaran tanpa membutuhkan pendapat orang lain. Pada sisi lain, konsep opinion leader (pemuka pendapat) harus ditelaah lebih mendalam. 2015 8 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Penelitian komunikasi selama 25 tahun terakhir telah banyak mengambil manfaat dari penggunaan model komunikasi dua tahap. Penelitian komunikasi dua tahap ini menunjukkan pula beberapa kelemahan, antara lain melupakan “waktu” sebagai salah satu variabel yang sama sekali diabaikan. Beberapa kelemahan dalam komunikasi dua tahap, yaitu : a. Model tersebut menyatakan bahwa individu yang aktif dalam mencari informasi hanya pemuka pendapat, sedangkan anggota masyarakat pada umumnya pasif. Kegiatan pemuka pendapat dianggap sebagai usaha untuk memperoleh kesempatan berperan sebagai pemrakarsa komunikasi. Dalam kenyataannya ada model komunikasi yang menunjukkan bahwa pemuka pendapat ada yang aktif, tetapi ada juga yang pasif dalam mencari informasi. Di samping itu terbukti pula bahwa pemuka pendapat sering memainkan peranan aktif maupun pasif dalam situasi komunikasi. b. Pandangan bahwa proses komunikasi massa ada dua tahap, membatasi proses analisisnya, sebab proses komunikasi dapat terjadi dalam dua tahap atau lebih. Dalam kasus tertentu, dapat saja terjadi proses komunikasi satu tahap, misalnya media massa langsung memengaruhi khalayak. Dalam kasus lain, media massa menimbulkan proses komunikasi yang bertahap banyak (multi stages). c. Model komunikasi dua tahap menunjukkan betapa bergantungnya pemuka pendapat akan informasi pada mass media. Tetapi kini, terdapat petunjuk kuat yang membuktikan bahwa pemuka pendapat memperoleh informasi melalui saluran-saluran yang bukan media massa. Bagi pemuka pendapat di negara sedang berkembang, di mana media massa belum tersebar sampai ke desa, saluran komunikasi yang berperan adalah kontak dengan para penyuluh pembangunan (extension agent). Para pemuka pendapat berusaha untuk memanfaatkan saluran komunikasi yang dipandang penting oleh mereka dalam rangka untuk menyebarluaskan informasi pada masyarakatnya, dan saluran tersebut tidak terbatas pada media massa. d. Penelitian tahun 1940, yang menghasilkan model komunikasi dua tahap, mengabaikan perilaku khalayak berdasarkan “waktu” pengenalan ide baru. Penelitian tentang difusi dan inovasi menunjukkan bahwa mereka yang mengenal lebih dahulu ide baru (early knowers) ternyata lebih banyak memanfaatkan media massa dibandingkan dengan mereka yang mengenal ide baru kemudian (later knowers). Dengan demikian para 2015 9 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pemuka pendapat pada umumnya adalah pengenal awal ide baru, dan ketergantungan mereka pada media massa lebih banyak ditentukan oleh kedudukan mereka sebagai pengenal awal (early knowers) daripada sebagai pemimpin masyarakat. e. Pelbagai saluran komunikasi berperan dalam pelbagai tahap penerimaan inovasi dan pengambilan keputusan. Model komunikasi dua tahap tidak menunjukkan adanya perbedaan peranan dari pelbagai saluran komunikasi dalam hubungannya dengan tahaptahap inovasi. Studi mengenai difusi inovasi menunjukkan beberapa tahap, seperti: 1) tahap penyadaraan (awareness stage) 2) tahap pembujukan (persuasion stage) 3) tahap keputusan (decision stage) 4) tahap pemantapan (confirmation stage) f. Adanya pemisahan khalayak antara pemuka pendapat dengan masyarakat pengikut (followers). Padahal tidak selamanya mereka yang bukan pemimpin (non leaders) adalah pengikut dari pemuka pendapat. Kritik utama yang ditujukan pada model komunikasi dua tahap adalah kenyataan bahwasanya proses komunikasi massa tidak berjalan sederhana dua tahap semata-mata. Dari model komunikasi dua tahap ini, ada dua penemuan yang menonjol yang sangat bermanfaat bagi peneliti komunikasi, yakni diberikannya perhatian khusus pada peranan pemuka pendapat sebagai sumber informasi. (Elvinaro Ardianto, 2014: 69-73) Model Divusi Inovasi Artikel berjudul The Pepople’s Choice yang ditulis oleh Paul Lazarfeld, Bernard Barelson, dan H. Gauder pada tahun 1944 menjadi titik awal munculnya teori difusiinovasi. Di dalam teori difusi-inovasi dikatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk memengaruhi orang-orang. Dengan demikian, adanya inovasi (penemuan), lalu disebarkan (difusi) melalui media massa akan kuat memengaruhi massa untuk mengikutinya. Teori ini di awal perkembangannya mendudukkan peran pemimpin opini dalam memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Artinya, media massa mempunyai pengaruh yang kuat dalam menyebarkan penemuan baru. Apalagi jika penemuan baru itu kemudian 2015 10 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id diteruskan oleh para pemuka masyarakat. Akan tetapi, difusi-inovasi juga bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) difusi adalah proses di mana penemuan disebarkan kepada masyarakat yang menjadi anggota sistem sosial. Sebelum ditemukan kondom sebagai salah satu alat kontrasepsi, masyarakat biasa melakukan family planning dengan melalukan senggama terputus (coitus interuptus). Artinya, air mani ditumpahkan dan jangan sampai masuk untuk bertemu dengan sel telur. Saat ini di televisi sangat gencar diiklankan tentang alat kontrasepsi tersebut. Sesuatu yang baru itu menimbulkan keingintahuan masyarakat. Orang kemudian menjadi tahu bahwa ada kondom untuk menekan angka kelahiran. Lalu masyarakat ingin mencobanya, sehingga saat ini alat kontrasepsi tersebut sudah banyak dipakai. Jadi ada inovasi (kondom), disebarkan melalui media massa (difusi) lalu dipakai oleh masyarakat (adopter). Kondisi psikologis masyarakat yang selalu suka dengan hal-hal baru tersebut sangat dimanfaatkan oleh produsen. Apalagi dalam masyarakat yang cenderung sangat konsumtif. Pabrik sepeda motor Honda sangat menyadari akan hal itu. Sebenarnya antara sepeda motor Grand Astrea, Impressa, Legenda, Kharisma, Supra X, Supra Fit mesinnya hampir sama, tetapi karena bentuknya berbeda satu sama lain dan terus dikembangkan, tidak sedikit masyarakat yang tetap tertarik untuk membelinya. Ada berbagai alasan yang mendasarinya, entah alasan gengsi atau karena memang senang dengan hal-hal yang baru; entah karena mempunyai uang lebih atau uang pas-pasan, tetapi agar dianggap orang modern. Lepas dari motif yang melatarbelakangi kepemilikan sepeda motor tersebut, yang jelas hal itu menggambarkan bahwa setiap inovasi baru akan menimbulkan keinginan kuat masyarakat untuk mengadopsinya. Adopsi sebuah inovasi baru akan berjalan secara baik atau tidak, dengan kuantitas pemakai yang besar atau tidak, sangat tergantung dari peran media massa di dalam menyebarkan pesan-pesannya. Dengan demikian, teori difusi-inovasi mendudukkan peran media massa sebagai agen perubahan sosial di masyarakat yang tidak bisa dianggap remeh. Jika disimpulkan, menurut teori ini sesuatu yang baru akan menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk mengetahuinya. Seseorang yang menemukan hal baru cenderung untuk menyosialisasikan dan menyebarkan kepada orang lain. Jadi sangat cocol, penemu ingin menyebarkan, sementara orang lain ingin mengetahuinya. Lalu, dipakailah media massa 2015 11 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id untuk memperkenalkan penemuan baru tersebut. Jadi antara penemu, pemakai, dan media massa sama-sama diuntungkan. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru, inovasi, atau proses baru ke seluruh masyarakat. Inovasi yang dimaksud dalam hal ini ada bermacam-macam, misalnya penemuan lensa kontak, komputer, pengajaran yang lebih baik, pendidikan hadap masalah (seperti yang dikemukakan Paulo Freire), pengolahan bercocok tanam yang baik, dan lainlain. Adopsi mengacu pada reaksi positif orang terhadap inovasi dan pemanfaatannya. Hubungannya dengan proses adopsi, William McEwen seperti dikutip Josep A. Devito (1997) mengidentifikasi tiga tahap berikut 1. Pada tahap akusisi informasi orang memperoleh dan memahami informasi tentang inovasi. Sekedar contoh, seorang dosen belajar tentang ancangan baru untuk memberi kuliah di kelas yang jumlahnya besar. 2. Pada tahap evaluasi informasi, orang mengevaluasi tentang informasi. Misalnya, dosen tersebut menyadari bahwa metode baru itu lebih efektif daripada metode yang lama. 3. Pada tahap adopsi atau penolakan orang mengadopsi (melaksanakan) atau menolak inovasi. Misalnya, dosen tersebut mulai mengajar dengan menggunakan metode baru tersebut. Hal ini berarti bahwa seseorang menolak atau menerima inovasi tidak akan terjadi secara bersamaan. Paling tidak ada lima tipe adopter yang bisa dilihat pada gambar di bawah ini. 2015 12 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Inovator adalah mereka yang pertama-tama mengadopsi inovasi. Inovator ini belum tentu pencetus gagasan baru, tetapi merekalah yang memperkenalkan secara cukup luas. Adopter awal (kadang-kadang dinamai pembawa pengaruh yang sering diperankan oleh pemimpin opini) melegitimasi gagasan dan membuatnya diterima oleh masyarakat pada umumnya. Mayoritas awal mengikuti pembawa pengaruh dan melegitimasi lebih jauh inovasi itu. Mayoritas akhir mengadopsi inovasi agak belakangan. Orang-orang yang masuk dalam kelompok ini mengikuti pembawa pengaruh (mayoritas awal), sedangkan kelompok tertinggal (laggards) adalah kelompok akhir yang mengadopsi inovasi. Bisa jadi mereka akhirnya menerima inovasi yang sudah diikuti oleh tiga kelompok sebelumnya. Kelima kelompok ini mencakup hampir 100 persen. Bagian sisanya adalah die hard (kepala batu). Kelompok ini tidak pernah mengadopsi inovasi. Kelompok ini misalnya dosen yang tidak pernah mau menggunakan metode baru yang lebih efektif dalam proses belajar mengajar atau juru masak yang tidak pernah menggunakan blender atau food processor. Para adopter awal ini biasanya berusia lebih muda dibanding adopter akhir dan berstatus sosial lebih tinggi pula. Mereka ini memiliki pekerjaan yang lebih spesialis, lebih empatik, dan kurang dogmatis. Mereka juga kebanyakan lebih terbuka terhadap perubahan, lebih kosmopolitan, dan biasanya pula pemuka masyarakat. (Nurudin, 2014: 187-191) DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro. 2014. Komunikasi Massa Suatu Pengantar:Edisi Revisi. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Nurudin. 2014. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada McQuail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa: Edisi 6 Buku 2. Jakarta. Salemba Humanika. Sumber lain : 2015 13 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (http://belajar-komunikasi.blogspot.co.id/2011/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhireaksi.html) (http://widyo.staff.gunadarma.ac.id/downloads/model-model.kom.pdf) (http://www.himikomunib.org/2012/12/teori-ketergantungan-dependency-theory.html) (http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Chemmy.pdf) 2015 14 Komunikasi Massa Siti Komsiah, S.IP., M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id