Modul Komunikasi Massa [TM10].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
KOMUNIKASI
MASSA
Fakultas
Program Studi
Disini diisi Fakultas
penerbit Modul
Program
Studi
2015
1
Tatap Muka
10
Kode MK
Disusun Oleh
MK10230
Siti Komsiah, S.IP, M.Si.
Abstract
Kompetensi
Pengaruh Media massa pada khalayak
dapat dijelaskan dengan beberapa
model. Pada model ini akan dijelaskan
model stimulus respon dimana media
massa secara langsung memberikan
stimulus pada khalayak dan
mendapatlan respon secara langsung
dari khalayak. Selanjutnya model
psikologi komstock khusus
mengungkapkan tentang pengaruh
televisi (TV) terhadap tingkah laku
seseorang. Pada model dua langkah
terjadi komunikasi dua tahap yang
pertama adalah komunikasi massa dan
tahap kedua adalah komunikasi antar
pribadi. Dan yang terakhir adalah
model difusi inovasi adanya inovasi
Setelah mengikuti mata kuliah ini
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
diharapkan
mahasiswa
dapat
:
Mengetahui dan mampu memahami
Model stimulus respons • Model
psikologi Komstock • Model dua
langkah Katz dan Lazarfeld • Model
divusi inovasi Roger – Shoemaker
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(penemuan), lalu disebarkan (difusi)
melalui media massa akan kuat
memengaruhi massa untuk
mengikutinya
Model-Model Komunikasi Massa
Pada modul ini kita akan membahas beberapa model komunikasi massa yang intinya adalah
melihat bagaimana pengaruh media massa terhadap khalayak. Model di mulai dari yang paling
sederhana yanitu model yang menjelaskan pengaruh media secara langsung pada khalayak
samapi dengan model yang sudah di pengaruhi oleh factor-faktor lainnya.
Model Stimulus Respon
Model stimulus - respons (S - R) adalah model komunikasi paling dasar. Model ini
dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya yang beraliran behavioristik. Model tersebut
menggambarkan hubungan stimulus-respons.
Stimulus
Respons
Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang sangat sederhana.
Bila seorang lelaki berkedip kepada seorang wanita, dan wanita itu kemudian tersipu malu,
atau bila saya tersenyum dan kemudian Anda membalas senyuman saya, itulah pola S - R.
Jadi model S – R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan – tulisan), isyarat-isyarat
2015
2
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
non verbal, gambar-gambar, tindakan-tindakan tertentu akan merangasang orang lain untuk
memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu Anda dapat menganggap proses
ini sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat
timbal balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi
(communication act) berikutnya.
Sebagai contoh, ketika seseorang yang Anda kagumi atau menarik perhatian Anda
tersenyum kepada Anda ketika berpapasan di jalan, boleh jadi Anda akan membalas
senyumannya karena Anda merasa senang. Pada gilirannya merasa mendapat sambutan,
orang tadi bertanya kepada Anda “Mau ke mana?” Lalu Anda menjawab, “Mau kuliah.” Ia
pun melambaikan tangan ketika berpisah, dan Anda membalas dengan lambaian tangan
pula. Di kampus, masih mengenang peristiwa sebelumnya yang menyenangkan, Anda juga
tersenyum-senyum kepada orang lain dan mendapatkan tanggapan dari teman Anda, “Kok
kamu tampak bahagia sekali, sih.” Begitulah seterusnya.
Pola S – R ini dapat pula berlangsung negatif, misalnya orang pertama menatap orang
kedua dengan tajam, dan orang kedua balik menatap, menunduk malu, memalingkan wajah,
atau membentak, “Apa lihat-lihat? Nantang, ya?” Atau, orang pertama melotot dan orang
kedua ketakutan.
Model S – R mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses khususnyaa yang
berkenaan dengan faktor manusia. Secara implisit ada asumsi dalam model S – R ini bahwa
perilaku (respons) manusia dapat diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap statis;
manusia dianggap berperilaku karena kekuatan dari luar (stimulus), bukan berdasarkan
kehendak, keinginan, atau kemauan bebasnya. Model ini lebih sesuai bila diterapkan pada
sistem pengendalian suhu udara alih-alih pada perilaku manusia. (Deddy Mulyana, 2007:
143-145)
Model Psikologi Komstock
Model yang dibuat oleh Comstock ini secara khusus mengungkapkan tentang pengaruh
televisi (TV) terhadap tingkah laku seseorang menurut model ini, TV dapat disejajarkan
dengan pengalaman, tindakan atau observasi perorangan yang dapat menimbulkan
konsekuensi terhadap pemahaman ataupun tingkah laku. Dengan demikian, TV tidak hanya
dipandang mampu mengajarkan tingkah laku, tetapi juga mampu bertindak sebagai stimulus
2015
3
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(rangsangan) untuk membangkitkan tingkah laku yang telah dipelajari dan sumber-sumber
lain.
Gambaran mengenai proses pengaruh TV menurut model ini adalah sebagai berikut:
Apabila seseorang menonton suatu acara TV yang menggambarkan suatu tingkah laku
tertentu maka ia akan mendapatkan masukan-masukan (input) yang berkaitan dengan
tingkah laku tersebut. Masukan utama adalah gambaran mengenai aksi tertentu (TV act).
Masukan-masukan lainnya mencakup tingkat kesenangan, getaran yang ditimbulkan dalam
diri penonton (arousal), daya tank (attractiveness), minat atau kepentingan (interest) dan
motivasi (motivation) untuk bertindak sesuai dengan apa yang disajikan dalam acara TV
tersebut (semuanya ini secara kolektif disebut sebagai TV arousal), serta aksi-aksi alternatif
atau bentukbentuk tingkah laku iainnya yang ditayangkan TV dalam konteks yang sama. Di
samping itu ada dua faktor lainnya yang menjadi masukan, yakni: persepsi mengenai akibat
sebagaimana digambarkan dalam TV (TV perceived consequences), dan persepsi mengenai
realitas dan apa yang digambarkan dalam TV (TV perceived reality).
Proporsi utama dan model ini adalah: Suatu gambaran mengenai tingkah laku yang
disampaikan TV akan mendorong khalayak untuk cenderung mempelajarinya. Semakin
menonjol atau dianggap penting (secara psikologis) gambaran tingkah laku tersebut oleh
seseorang, semakin kuat getaran-getaran yang muncul (arousal), dan semakin kuat
pengaruhnya terhadap pembentukan tingkah laku dan orang tersebut) Gambar model
pengaruh TV dan Comstock ini adalah sebagai berikut.
2015
4
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Input
: Masukan-masukan berupa pesan-pesan dan
atribut-atribut yang menyertainya
Tv Arousal
: Getaran
motivasi
yang
merangsang
penonton
untuk
munculnya
meniru
/
melakukan tingkah laku yang digambarkan
dalam TV
TV
perceived : Persepsi mengenai akibat dan tingkah laku
consequences
2015
5
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
sebagaimana digambarkan dalam TV
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
TV perceived reality
: Persepsi mengenai realitas dan tingkah laku
yang digambarkan dalam TV
TV alternatives
: Tingkah
laku
sosial
lainnya
yang
digambarkan TV
Act
: Kemungkinan ditirunya tingkah laku yang
digambarkan dalam TV
Upportunity
: Kesempatan atau peluang untuk melakukan
tingkah laku yang digambarkan dalam TV
dalam kehidupan sehari-hari
Dispaly behaviour
: Penampilan tingkah laku sosial sebagaimana
digambarkan melalui TV dalam kehidupan
sehari-hari
II – 0
: Kemungkinan tidak ada (nol)
P0
: Kemungkinan ada
NO
: Kesempatan atau peluang tidak ada
Point of entry
: Titik masuk (jalur masuk)
Model dua langkah Katz & Lazarfeld
Model komunikasi dua tahap (two steps flow of communication) dikemukakan oleh Paul
Lazarsfeld dan Elihu Katz. Disebut dua tahap karena model komunikasi ini dimulai dengan
tahap pertama sebagai proses komunikasi massa dan tahap berikutnya atau kedua sebagai
proses komunikasi antarpesona.
Model ini menggambarkan bahwa pesan lewat media massa diterima oleh individuindividu yang menaruh perhatian lebih pada media massa, sehingga mereka menjadi orang
yang terinformasi (well informed). Mereka itu adalah para opinion leader, yang akan
2015
6
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menginterpretasikan setiap pesan yang diterimanya sesuai dengan frame of reference dan
field of experience.
Selanjutnya para opinion leader akan menyampaikan pesan yang telah ia interpretasikan
itu kepada individu-individu lainnya secara antarpesona, mungkin menggunakan bahasa
daerah setempat disertai contoh-contoh yang sesuai dengan kondisi setempat pula.
Sebagaimana dipahami bersama bahwa media massa kurang efektif di dalam mengubah
peilaku khalayaknya, karena media massa hanya akan membuat khalayak sadar (aware)
akan suatu masalah. Itulah sebabnya mengapa dalam program-program pemerintah seperti
misalnya masalah Keluarga Berencana, seringkali departemennya menggunakan para
penyuluh KB. Begitu juga dengan para perusahaan, misalnya Unilever. Selain memasang
iklan di media massa, mereka juga dibantu oleh para SPG (Sales Promotion Girl) yang
mempromosikan produk-produk tersebut di mall atau di supermarket. Salah satu kekurangan
dari proses ini adalah, pada proses transmisi mungkin saja pesan terdistorsi bila opinion
leader kurang tepat dalam menginterpretasi pesan atau bila opinion leader punya
kepentingan lain.
Berikut ini adalah gambaran model komunikasi dua tahap menurut pemahaman penulis
:
Komunikator
2015
7
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
pesan
media
Komunikan/opinion leader
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pesan
Tahap 1
Proses komunikasi massa
komunikan
komunikan
komunikan
komunikan
Tahap 2
Proses komunikasi antarpersonal
Opinion leader di Indonesia nampaknya masih amat diperlukan karena kondisi
masyarakat Indonesia relatif banyak yang belum diterpa media massa. Penyebabnya
mungkin karena kurangnya daya beli masyarakat, dapat juga karena pendidikan yang belum
memadai sehingga mereka tidak dapat menangkap pesan secara utuh (terutama untuk media
cetak), atau karena tingkat kepatuhan kepada tokoh panutan tertentu.
Contoh: pada masa kampanye Pemilu, partai-partai peserta Pemilu berlomba-lomba
memanfaatkan para opinion leader. Pimpinan pesantren (kiai) seringkali dipersuasi oleh
partai tertentu agar mengajak para santrinya untuk memilih partai tersebut dengan imingiming bantuan fasilitas gedung pesantren maupun isinya. Para santri itu serta merta akan
patuh pada kiai tanpa sebuah penolakan.
Apabila variasi volume informasi dari opinion leader menyebabkan efek yang positif
pada khalayak, maka akan menguntungkan pihak sumber. Namun jika variasi dari opinion
leader bersifat negatif, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya pengikisan (erosi) volume
informasi. Dengan perkataan lain, para opinion leader ini menjadi “kunci” atau “penjaga
gawang” (gate keepers). Dalam hal keberhasilan komunikasi melalui media massa, seperti
dikemukakan oleh Wilbur Schramm dan William Porter (1982), model komunikasi dua
tahap ini meskipun bermanfaat dan jelas tetapi terlalu sederhana. Pada satu sisi, model ini
sudah tidak berlaku, karena banyak informasi yang diterima langsung dari media. Media
massa pada saat ini, khususnya televisi memperoleh kredibilitas yang tinggi. Banyak orang
menerima pesan dari radio siaran ataupun televisi sebagai kebenaran tanpa membutuhkan
pendapat orang lain. Pada sisi lain, konsep opinion leader (pemuka pendapat) harus ditelaah
lebih mendalam.
2015
8
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Penelitian komunikasi selama 25 tahun terakhir telah banyak mengambil manfaat dari
penggunaan model komunikasi dua tahap. Penelitian komunikasi dua tahap ini menunjukkan
pula beberapa kelemahan, antara lain melupakan “waktu” sebagai salah satu variabel yang
sama sekali diabaikan.
Beberapa kelemahan dalam komunikasi dua tahap, yaitu :
a.
Model tersebut menyatakan bahwa individu yang aktif dalam mencari informasi hanya
pemuka pendapat, sedangkan anggota masyarakat pada umumnya pasif. Kegiatan
pemuka pendapat dianggap sebagai usaha untuk memperoleh kesempatan berperan
sebagai pemrakarsa komunikasi. Dalam kenyataannya ada model komunikasi yang
menunjukkan bahwa pemuka pendapat ada yang aktif, tetapi ada juga yang pasif dalam
mencari informasi. Di samping itu terbukti pula bahwa pemuka pendapat sering
memainkan peranan aktif maupun pasif dalam situasi komunikasi.
b.
Pandangan bahwa proses komunikasi massa ada dua tahap, membatasi proses
analisisnya, sebab proses komunikasi dapat terjadi dalam dua tahap atau lebih. Dalam
kasus tertentu, dapat saja terjadi proses komunikasi satu tahap, misalnya media massa
langsung memengaruhi khalayak. Dalam kasus lain, media massa menimbulkan proses
komunikasi yang bertahap banyak (multi stages).
c.
Model komunikasi dua tahap menunjukkan betapa bergantungnya pemuka pendapat
akan informasi pada mass media. Tetapi kini, terdapat petunjuk kuat yang membuktikan
bahwa pemuka pendapat memperoleh informasi melalui saluran-saluran yang bukan
media massa. Bagi pemuka pendapat di negara sedang berkembang, di mana media
massa belum tersebar sampai ke desa, saluran komunikasi yang berperan adalah kontak
dengan para penyuluh pembangunan (extension agent). Para pemuka pendapat berusaha
untuk memanfaatkan saluran komunikasi yang dipandang penting oleh mereka dalam
rangka untuk menyebarluaskan informasi pada masyarakatnya, dan saluran tersebut
tidak terbatas pada media massa.
d.
Penelitian tahun 1940, yang menghasilkan model komunikasi dua tahap, mengabaikan
perilaku khalayak berdasarkan “waktu” pengenalan ide baru. Penelitian tentang difusi
dan inovasi menunjukkan bahwa mereka yang mengenal lebih dahulu ide baru (early
knowers) ternyata lebih banyak memanfaatkan media massa dibandingkan dengan
mereka yang mengenal ide baru kemudian (later knowers). Dengan demikian para
2015
9
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pemuka pendapat pada umumnya adalah pengenal awal ide baru, dan ketergantungan
mereka pada media massa lebih banyak ditentukan oleh kedudukan mereka sebagai
pengenal awal (early knowers) daripada sebagai pemimpin masyarakat.
e.
Pelbagai saluran komunikasi berperan dalam pelbagai tahap penerimaan inovasi dan
pengambilan keputusan. Model komunikasi dua tahap tidak menunjukkan adanya
perbedaan peranan dari pelbagai saluran komunikasi dalam hubungannya dengan tahaptahap inovasi. Studi mengenai difusi inovasi menunjukkan beberapa tahap, seperti:
1) tahap penyadaraan (awareness stage)
2) tahap pembujukan (persuasion stage)
3) tahap keputusan (decision stage)
4) tahap pemantapan (confirmation stage)
f.
Adanya pemisahan khalayak antara pemuka pendapat dengan masyarakat pengikut
(followers). Padahal tidak selamanya mereka yang bukan pemimpin (non leaders)
adalah pengikut dari pemuka pendapat.
Kritik utama yang ditujukan pada model komunikasi dua tahap adalah kenyataan
bahwasanya proses komunikasi massa tidak berjalan sederhana dua tahap semata-mata. Dari
model komunikasi dua tahap ini, ada dua penemuan yang menonjol yang sangat bermanfaat
bagi peneliti komunikasi, yakni diberikannya perhatian khusus pada peranan pemuka
pendapat sebagai sumber informasi. (Elvinaro Ardianto, 2014: 69-73)
Model Divusi Inovasi
Artikel berjudul The Pepople’s Choice yang ditulis oleh Paul Lazarfeld, Bernard
Barelson, dan H. Gauder pada tahun 1944 menjadi titik awal munculnya teori difusiinovasi. Di dalam teori difusi-inovasi dikatakan bahwa komunikator yang mendapatkan
pesan dari media massa sangat kuat untuk memengaruhi orang-orang. Dengan demikian,
adanya inovasi (penemuan), lalu disebarkan (difusi) melalui media massa akan kuat
memengaruhi massa untuk mengikutinya.
Teori ini di awal perkembangannya mendudukkan peran pemimpin opini dalam
memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Artinya, media massa mempunyai pengaruh
yang kuat dalam menyebarkan penemuan baru. Apalagi jika penemuan baru itu kemudian
2015
10
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diteruskan oleh para pemuka masyarakat. Akan tetapi, difusi-inovasi juga bisa langsung
mengenai khalayaknya. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) difusi adalah proses di mana
penemuan disebarkan kepada masyarakat yang menjadi anggota sistem sosial.
Sebelum ditemukan kondom sebagai salah satu alat kontrasepsi, masyarakat biasa
melakukan family planning dengan melalukan senggama terputus (coitus interuptus).
Artinya, air mani ditumpahkan dan jangan sampai masuk untuk bertemu dengan sel telur.
Saat ini di televisi sangat gencar diiklankan tentang alat kontrasepsi tersebut. Sesuatu yang
baru itu menimbulkan keingintahuan masyarakat. Orang kemudian menjadi tahu bahwa ada
kondom untuk menekan angka kelahiran. Lalu masyarakat ingin mencobanya, sehingga saat
ini alat kontrasepsi tersebut sudah banyak dipakai. Jadi ada inovasi (kondom), disebarkan
melalui media massa (difusi) lalu dipakai oleh masyarakat (adopter).
Kondisi psikologis masyarakat yang selalu suka dengan hal-hal baru tersebut sangat
dimanfaatkan oleh produsen. Apalagi dalam masyarakat yang cenderung sangat konsumtif.
Pabrik sepeda motor Honda sangat menyadari akan hal itu. Sebenarnya antara sepeda motor
Grand Astrea, Impressa, Legenda, Kharisma, Supra X, Supra Fit mesinnya hampir sama,
tetapi karena bentuknya berbeda satu sama lain dan terus dikembangkan, tidak sedikit
masyarakat yang tetap tertarik untuk membelinya. Ada berbagai alasan yang mendasarinya,
entah alasan gengsi atau karena memang senang dengan hal-hal yang baru; entah karena
mempunyai uang lebih atau uang pas-pasan, tetapi agar dianggap orang modern.
Lepas dari motif yang melatarbelakangi kepemilikan sepeda motor tersebut, yang jelas
hal itu menggambarkan bahwa setiap inovasi baru akan menimbulkan keinginan kuat
masyarakat untuk mengadopsinya. Adopsi sebuah inovasi baru akan berjalan secara baik
atau tidak, dengan kuantitas pemakai yang besar atau tidak, sangat tergantung dari peran
media massa di dalam menyebarkan pesan-pesannya. Dengan demikian, teori difusi-inovasi
mendudukkan peran media massa sebagai agen perubahan sosial di masyarakat yang tidak
bisa dianggap remeh.
Jika disimpulkan, menurut teori ini sesuatu yang baru akan menimbulkan keingintahuan
masyarakat untuk mengetahuinya. Seseorang yang menemukan hal baru cenderung untuk
menyosialisasikan dan menyebarkan kepada orang lain. Jadi sangat cocol, penemu ingin
menyebarkan, sementara orang lain ingin mengetahuinya. Lalu, dipakailah media massa
2015
11
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
untuk memperkenalkan penemuan baru tersebut. Jadi antara penemu, pemakai, dan media
massa sama-sama diuntungkan.
Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru, inovasi, atau proses baru ke seluruh
masyarakat. Inovasi yang dimaksud dalam hal ini ada bermacam-macam, misalnya
penemuan lensa kontak, komputer, pengajaran yang lebih baik, pendidikan hadap masalah
(seperti yang dikemukakan Paulo Freire), pengolahan bercocok tanam yang baik, dan lainlain. Adopsi mengacu pada reaksi positif orang terhadap inovasi dan pemanfaatannya.
Hubungannya dengan proses adopsi, William McEwen seperti dikutip Josep A. Devito
(1997) mengidentifikasi tiga tahap berikut
1.
Pada tahap akusisi informasi orang memperoleh dan memahami informasi tentang
inovasi. Sekedar contoh, seorang dosen belajar tentang ancangan baru untuk memberi
kuliah di kelas yang jumlahnya besar.
2.
Pada tahap evaluasi informasi, orang mengevaluasi tentang informasi. Misalnya, dosen
tersebut menyadari bahwa metode baru itu lebih efektif daripada metode yang lama.
3.
Pada tahap adopsi atau penolakan orang mengadopsi (melaksanakan) atau menolak
inovasi. Misalnya, dosen tersebut mulai mengajar dengan menggunakan metode baru
tersebut.
Hal ini berarti bahwa seseorang menolak atau menerima inovasi tidak akan terjadi
secara bersamaan. Paling tidak ada lima tipe adopter yang bisa dilihat pada gambar di bawah
ini.
2015
12
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Inovator adalah mereka yang pertama-tama mengadopsi inovasi. Inovator ini belum
tentu pencetus gagasan baru, tetapi merekalah yang memperkenalkan secara cukup luas.
Adopter awal (kadang-kadang dinamai pembawa pengaruh yang sering diperankan oleh
pemimpin opini) melegitimasi gagasan dan membuatnya diterima oleh masyarakat pada
umumnya. Mayoritas awal mengikuti pembawa pengaruh dan melegitimasi lebih jauh
inovasi itu. Mayoritas akhir mengadopsi inovasi agak belakangan. Orang-orang yang masuk
dalam kelompok ini mengikuti pembawa pengaruh (mayoritas awal), sedangkan kelompok
tertinggal (laggards) adalah kelompok akhir yang mengadopsi inovasi. Bisa jadi mereka
akhirnya menerima inovasi yang sudah diikuti oleh tiga kelompok sebelumnya.
Kelima kelompok ini mencakup hampir 100 persen. Bagian sisanya adalah die hard
(kepala batu). Kelompok ini tidak pernah mengadopsi inovasi. Kelompok ini misalnya dosen
yang tidak pernah mau menggunakan metode baru yang lebih efektif dalam proses belajar
mengajar atau juru masak yang tidak pernah menggunakan blender atau food processor.
Para adopter awal ini biasanya berusia lebih muda dibanding adopter akhir dan berstatus
sosial lebih tinggi pula. Mereka ini memiliki pekerjaan yang lebih spesialis, lebih empatik,
dan kurang dogmatis. Mereka juga kebanyakan lebih terbuka terhadap perubahan, lebih
kosmopolitan, dan biasanya pula pemuka masyarakat. (Nurudin, 2014: 187-191)
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. 2014. Komunikasi Massa Suatu Pengantar:Edisi Revisi. Bandung. Simbiosa
Rekatama Media.
Nurudin. 2014. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada
McQuail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa: Edisi 6 Buku 2. Jakarta. Salemba Humanika.
Sumber lain :
2015
13
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(http://belajar-komunikasi.blogspot.co.id/2011/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhireaksi.html)
(http://widyo.staff.gunadarma.ac.id/downloads/model-model.kom.pdf)
(http://www.himikomunib.org/2012/12/teori-ketergantungan-dependency-theory.html)
(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Chemmy.pdf)
2015
14
Komunikasi Massa
Siti Komsiah, S.IP., M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download