8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran IPA Tentang Gaya pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
a. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
Setiap anak akan mengalami perkembangan secara bertahap dalam
hidupnya, baik itu perkembangan fisik maupun perkembangan kognitif.
Seorang ahli Psikologi Jean Piaget telah melaksanakan penelitian terkait
perkembangan kognitif yang dialami oleh anak-anak. Piaget mengembangkan teori mengenai baga gkaian tahapan yang berbeda sewaktu mereka
berkembang. Piaget imana kemampuan anak untuk berpikir dan mempertimbangkan hidup mereka secara logis dan berlangsung melalui satu ran
(Dimyati dan Mudjiono, 2009: 14) menyatakan bahwa:
Perkembangan kognitif anak dapat dibedakan antara beberapa tahap
sejalan dengan usianya, yaitu:
- 0-2 tahun
: Sensorimotor
- 2-6 tahun
: Praoperasional
- 7-11 tahun
: Operasional konkret
- > 11 tahun
: Operasional formal
Berdasarkan penjelasan Piaget tersebut maka siswa kelas IV SD
yang berusia antara 9-10 tahun berada pada tahap operasional konkret.
Siswa seusia ini beraktifitas secara fungsional. Siswa berfikir harfiah sesuai
dengan apa yang diberikan. Menurut Piaget, pada saat anak di SD, anak
mulai menggunakan bentuk logika orang dewasa, namun logika itu hanya
diaplikasikan hanya pada situasi konkret. Maksudnya, anak dapat berfikir
logis tentang sesuatu yang dialami, tetapi tidak dalam situasi hipotesis
(Anitah, 2009: 9).
Menurut Sobur (2013: 132), pada periode sekolah dasar, anak
mencapai objektivitas tertinggi, atau sering disebut sebagai masa
menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongandorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Masa ini juga
8
9
merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih,
menjelajah, dan bereksplorasi. Pada masa ini, anak mulai “menemukan diri
sendiri”, yaitu secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi. Pada
waktu ini, anak kerap mengasingkan diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
siswa kelas IV SD yaitu: 1) anak dapat berfikir logis tentang sesuatu yang
dialami pada situasi yang nyata; 2) anak berada pada masa menyelidik,
mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan
rasa ingin tahu yang besar; 3) masa pemusatan dan penimbunan tenaga
untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi.
Melihat karakteristik siswa kelas IV yang rata-rata berada pada fase
operasional konkret maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru
menggunakan pendekatan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan serta
berhubungan dengan hal-hal yang konkret. Penerapan pendekatan CTL
dengan media benda konkret sangat tepat digunakan dalam kegiatan
pembelajaran siswa kelas IV, khususnya dalam pembelajaran IPA. Dengan
penerapan pendekatan CTL dengan media benda konkret, guru mengaitkan
antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Hakikat Pembelajaran
1) Pengertian Belajar
Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai proses di
mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Gagne juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh
pengetahuan atau keterampilan melalui instruksi. Instruksi yang
dimaksud adalah perintah atau arahan dan bimbingan dari seorang
pendidik atau guru (Susanto, 2015: 1).
Adapun Hamalik (2014: 36) menjelaskan bahwa belajar adalah
memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman (learning
10
is defined as the modificator or strengthening of behavior through
experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses,
suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Dengan demikian,
belajar bukan hanya mengingat atau menghafal saja, namun lebih luas
daripada itu yakni mengalami. Hamalik juga menegaskan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku indvidu melalui interaksi
dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan
dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Perubahan tingkah laku dalam belajar disebabkan oleh
pengalaman atau latihan.
Dari beberapa pendapat mengenai pengertian belajar di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses interaksi
antara individu dengan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan
sehingga terjadi perubahan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi
tahu, memahami, dan mengerti serta adanya perubahan tingkah laku yang
mencakup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan
keterampilan (psikomotorik) yang relative menetap.
2) Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses belajar
mengajar. Penilaian hasil belajar dapat memberikan informasi kepada
guru dan orang tua tentang kemajuan siswa dan perkembangan siswa
dalam upaya mencapai tujuan belajar melalui berbagai kegiatan belajar
mengajar yang telah dilakukan.
Dimyati dan Mudjiono (2011: 250-251) menyatakan bahwa hasil
belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih
baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. Tingkat perkembangan
mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Adapun dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
11
terselesaikannya bahan pelajaran terkait dengan tujuan penggal-penggal
pengajaran.
Lebih lanjut lagi, Susanto (2015: 5) mengungkapkan bahwa untuk
mengetahui ketercapaian hasil belajar agar sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Pendapat tersebut
dipertegas oleh Sunal yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan
proses penggunaan informasi untuk membuat pertimbangan seberapa
efektif suatu program telah memenuhi kebutuhan siswa.
Dari beberapa pernyataan mengenai hasil belajar maka dapat
disimpulkan
bahwa
hasil
belajar
merupakan
suatu
perubahan
kemampuan-kemampuan baik dari aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor yang dicapai peserta didik melalui pemahaman dalam
menerima materi pelajaran atau dari penemuan mereka sendiri tentang
materi pelajaran. Adapun pengukuran hasil belajar dapat dilakukan
melalui evaluasi hasil belajar dengan tujuan mengetahui tingkat
keberhasilan yang dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, hasil belajar secara
kognitif berupa nilai hasil belajar yang diperoleh melalui tes dengan
menggunakan alat tes, yaitu lembar soal.
3) Pengertian Pembelajaran
Hamalik (2014: 57) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah
suatu kombinasi yang tesusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mem-pengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran. Yang dimaksud manusia di sini yaitu
peserta didik, guru, dan tenaga lain misalnya tenaga laboratorium.
Material yang dimaksud meliputi buku-buku, papan, tulis, kapur, video,
slide, dan alat lain atau dapat disebut dengan sumber dan media belajar.
Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio
visual, juga komputer yang dapat disebut dengan lingkungan belajar.
12
Prosedur meliputi jadwal, metode penyampaian informasi, praktik,
belajar, atau dapat disebut sebagai pengalaman belajar.
Sementara Gagne dan Briggs (Warsita, 2008: 266) menyatakan
bahwa, pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa
yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal.
Pendapat senada diungkapkan oleh Sadiman dkk., bahwa pembelajaran
adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber
belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik (Warsita, 2008:
266).
Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 (Susanto,
2015: 19), pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar akan
menjadi pengalaman belajar bagi peserta didik untuk dapat mencapai
tujuan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Achjar Chalil yang
mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa
dengan guru dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar (Putra, 2013:
16).
Dari beberapa pendapat mengenai pengertian pembelajaran, dapat
disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah proses interaksi
antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar pada lingkungan
belajar yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya, serta menjadi
pengalaman bagi peserta didik dalam meningkatkan pemahamannya. Di
dalam proses pembelajaran, khususnya IPA, tidak hanya menekankan
pada keterampilan siswa dalam proses kerja saja (keterampilan proses),
tetapi juga perubahan perilaku siswa sebagai individu ke arah yang lebih
baik (sikap ilmiah). Keterampilan siswa dalam pembelajaran IPA disebut
13
keterampilan
proses
yang
meliputi:
mengamati,
bereksperimen,
menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Adapun sikap ilmiah yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah sikap ingin tahu, sikap respect
terhadap data/fakta, sikap berpikir terbuka dan kerjasama, serta sikap
ketekunan.
4) Prinsip Pembelajaran
Dimyati dan Mudjiono (2009: 42-49) mengemukakan beberapa
prinsip pembelajaran antara lain: (a) Prinsip Perhatian dan Motivasi. Di
dalam proses pembelajaran perhatian akan muncul dari diri siswa apabila
pelajaran yang diberikan merupakan bahan pelajaran yang menarik dan
dibutuhkan oleh siswa.; (b) Prinsip Keaktifan. Saat proses pembelajaran
siswa harus aktif belajar dan guru hanya membimbing dan mengarahkan;
(c) Prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman. Prinsip ini berhubungan dengan prinsip aktivitas dimana seseorang harus dan akan
terlibat secara langsung dalam melakukan segala aktifitasnya; (d) Prinsip
Pengulangan. Belajar adalah melebihi daya-daya dengan pengulangan
dimaksudkan agar setiap daya yang dimiliki manusia dapat terarah
sehingga menjadi lebih peka dan berkembang; (e) Prinsip Tantangan.
Untuk mencapai tujuan tersebut siswa akan dihadapkan pada sejumlah
masalah dan tantangan yaitu mempelajari materi; (f) Prinsip Balikan atau
Penguatan. Siswa akan lebih semangat dalam belajar bila mendapatkan
penguatan yang baik atau hasil belajar yang memuaskan dirinya dan akan
berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya; (g) Prinsip Perbedaan
Individual. Di dalam proses pembelajaran guru sebaiknya harus
memberikan perhatian dan motivasi yang berbeda sesuai dengan
kebutuhan tiap individu
Dari berbagai uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
prinsip pembelajaran meliputi: prinsip perhatian dan motivasi, prinsip
keaktifan,
prinsip
keterlibatan
langsung/berpengalaman,
prinsip
pengulangan, prinsip tantangan, prinsip balikan atau penguatan, dan
14
prinsip perbedaan individual. Di dalam penelitian ini, prinsip
pembelajaran yang ditekankan yaitu: prinsip keaktifan, keterlibatan
langsung, dan prinsip balikan atau penguatan.
5) Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan
kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
mengkonstruksi
pengetahuan
baru
sebagai
upaya
meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala, 2012: 62).
Tujuan pembelajaran suatu program atau bidang pelajaran
ditinjau dari hasil belajar akan muncul tiga ranah/aspek, yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a) Tujuan Pembelajaran Ranah Kognitif
Taksonomi ini mengelompokkan ranah kognitif ke dalam enam
kategori. Keenam kategori itu mencakup keterampilan intelektual dari
tingkat rendah sampai dengan tingkat tinggi. Keenam kategori itu
tersusun secara hierarkis yang berarti tujuan pada tingkat di atasnya.
b) Tujuan Pembelajaran Ranah Afektif
Tujuan pembelajaran ranah afektif berorientasi pada nilai dan sikap.
Tujuan pembelajaran tersebut menggambarkan proses seseorang
dalam mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu
menjadi pedoman dalam bertingkah laku.
c) Tujuan Pembelajaran Ranah Psikomotorik
Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik secara hierarkis dibagi
menjadi lima kategori, yaitu: peniruan, manipulasi, ketetapan,
artikulasi, dan naturalisasi (Hosnan, 2014: 10-12).
Tujuan pembelajaran di atas, sesuai dengan pendapat Dimyati dan
Mudjiono (2009: 18) yang menyatakan belajar merupakan proses internal
yang kompleks. Di dalam proses internal tersebut terlibat seluruh mental
yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
15
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran
adalah
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan
kreativitas berfikir siswa sesuai kompetensi yang meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik demi terwujudnya efektifitas kegiatan belajar
yang dilakukan siswa.
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan tujuan
pembelajaran yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
dapat tercapai dengan maksimal.
6) Faktor yang Memengaruhi Pembelajaran
Slameto (2010: 54-71) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu faktor
intern dan faktor ekstern; (a) Faktor Intern. Di dalam faktor intern
terdapat tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kelelahan; (b) Faktor Ekstern. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap
belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga meliputi cara
orang tua dalam mendidik anaknya, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan latar belakang
kebudayaan. Faktor sekolah meliputi metode mengajar guru, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar siswa, dan tugas rumah. Faktor masyarakat
meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media (radio, TV, surat
kabar, majalah, dll), teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Dari pendapat mengenai faktor-faktor yang dapat memengaruhi
pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi pembelajaran meliputi faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kelelahan. Faktor ekstern yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat.
16
Metode guru mengajar merupakan faktor ekstern dalam
pembelajaran. Maka dari itu, diperlukan pendekatan serta penggunaan
media yang tepat agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media
benda konkret sesuai untuk pembelajaran IPA di kelas IV. Jika guru
menerapkan pendekatan CTL dengan media benda konkret sesuai dengan
langkah-langkah yang tepat, maka pembelajaran akan meningkat dan
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
c. Hakikat IPA
1) Pengertian IPA
Menurut Sukarno (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 23) IPA
adalah ilmu yang mempelajari tentang menawarkan cara-cara agar dapat
memahami kejadian-kejadian di alam ini. Carin dan Sund (Wisudawati
dan Sulistyowati, 2014: 24) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan
yang sistematis, tersusun secara teratur, berlaku umum dan berupa
kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.
Menurut Wahyana
(Trianto, 2012: 136), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai
oleh adanya kumpulan fakta tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap
ilmiah.
Berdasarkan definisi-definisi yang disampaikan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan yang disusun secara
sistematis tentang benda dan gejala-gejalanya yang diperoleh dari
pengalaman, pengamatan, dan pembuktian (metode ilmiah) serta
menggunakan dan mengembangkan sikap ilmiah.
Menurut Bundu (2006: 11-13), hakikat sains (IPA) mencakup tiga
hal yaitu:
17
a) Sains/IPA sebagai proses
IPA sebagai proses adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji
fenomena alam dengan cara tertentu untuk memperoleh illmu
sehingga dapat mengembangkan ilmu itu selanjutnya. Dengan kata
lain, IPA sebagai proses menyangkut proses atau cara kerja untuk
memperoleh hasil (produk).
Tabel 2.1 Keterampilan Proses dan Ciri-cirinya
Keterampilan Proses
Ciri Aktivitas
Observasi
- Menggunakan alat indra sebanyak
(Mengamati)
mungkin
- Mengumpulkan fakta yang relevan dan
memadai
Klasifikasi
- Mencari
perbedaan,
mengontraskan,
(Menggolongkan)
mencari kesamaan, membandingkan dan
mencari dasar penggolongan
Aplikasi Konsep
- Menghitung,
menjelaskan
peristiwa,
(Menerapkan Konsep)
menjelaskan konsep yang dipelajari pada
situasi baru
Prediksi
- Menggunakan pola, menghubungkan pola
(Meramalkan)
yang ada, dan memperkirakan peristiwa
yang akan terjadi.
Interpretasi
- Mencatat hasil pengamatan.
(Menafsirkan)
- Menghubungkan hasil pengamatan
- Membuat kesimpulan
Menggunakan Alat
- Berlatih menggunakan alat/bahan.
- Menjelaskan bagaimana alat digunakan
Eksperimen
- Menentukan alat dan bahan yang
(Merencanakan dan
digunakan
Melakukan
- Menentukan variabel
Percobaan)
- Menentukan apa yang diamati dan diukur
- Menentukan langkah kegiatan.
- Menentukan bagaimana data diolah dan
disimpulkan
Mengkomunikasikan - Membaca grafik, Tabel atau diagram
- Menjelaskan hasil percobaan
- Mendiskusikan hasil percobaan
- Menyampaikan laporan secara sistematis
Mengajukan
- Bertanya dan meminta penjelasan
Pertanyaan
- Bertanya tentang latar belakang hipotesis.
(Hadiat dalam Bundu, 2006: 31)
18
Keterampilan proses yang akan dinilai yaitu observasi,
eksperimen, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Keterampilan
proses tersebut akan dinilai pada saat pelaksanaan pembelajaran
berlangsung yang digabung dengan nilai evaluasi.
b) Sains/IPA sebagai produk
IPA sebagai produk berisi prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan
teori-teori yang dapat menjelaskan alam dan berbagai fenomena alam.
Prinsip-prinsip,
hukum-hukum,
dan
teori-teori
tersebut
dapat
dikembangkan untuk memenuhi rasa ingin tahu manusia mengenai
suatu hal yang perlu diselidiki.
c) Sains/IPA sebagai sikap ilmiah
Sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki para ilmuan dalam
mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya bersikap
objektif terhadap fakta, hati-hati, bertanggung jawab, berhati terbuka,
selalu ingin meneliti, dan lain sebagainya. Dengan memiliki sikap
ilmiah, seorang peneliti akan bersikap jujur, cermat, hati-hati, tidak
mudah gegabah, dan kritis terhadap apa yang sedang ditelitinya.
Menurut Harlen (dalam Bundu, 2006: 140) sikap ilmiah siswa SD
dikelompokkan menjadi: (1) curiosity (sikap ingin tahu), (2) respect
for evidence (sikap respek terhadap data), (3) critical reflection (sikap
refleksi kritis), (4) perseverance (sikap ketekunan), (5) creativity and
inventiveness (sikap kreatif dan penemuan), (6) open mindedness
(sikap berpikiran terbuka), (7) co-operation with others (sikap bekerja
sama dengan yang lain), (8) wilingness to tolerate uncertainty (sikap
keinginan menerima ketidakpastian), (9) sensitivity to environment
(sikap sensitif terhadap lingkungan).
Sikap yang akan dinilai pada penelitian ini yaitu sikap ingin
tahu, sikap berpikir terbuka dan kerjasama, sikap respect terhadap
data/fakta, dan sikap tekun.
19
2) Pembelajaran IPA
Menurut pendapat (Rohanah, 2015: 1) Pembelajaran IPA menekankan pemberian pengalaman langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sikap ilmiah
tersebut diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut (Rigiarti, dkk, 2013: 2) pembelajaran
IPA diarahkan pada proses penemuan melalui inkuiri secara langsung
dalam mempelajari diri sendiri dan alam sekitar sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam selanjutnya dapat menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Samatowa (2006: 5) menyatakan bahwa beberapa aspek penting
yang dapat diperhatikan guru dalam memberdayakan anak melalui
pembelajaran IPA yaitu: (1) pentingnya memahami bahwa pada saat
memulai kegiatan pembelajarannya, anak telah memiliki berbagai
konsepsi, pengetahuan yang relevan dengan apa yang mereka pelajari;
(2) aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam menjadi
hal utama dalam pembelajaran IPA; (3) bertanya menjadi bagian yang
penting dalam setiap pembelajaran IPA, bahkan menjadi bagian yang
paling utama dalam pembelajaran; (4) pembelajaran IPA memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan suatu masalah (Gede: 2013).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA adalah suatu proses pembelajaran tentang benda dan
gejala-gejalanya yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan, dan
pembuktian (metode ilmiah) melalui inquiry dan discovery serta
menggunakan sikap ilmiah dan berbagai kegiatan nyata untuk
mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
Di dalam penelitian ini, peneliti merapkan pendekatan Contextual
Teaching
and
Learning
(CTL)
dengan
media
konkret
dalam
pembelajaran IPA tentang gaya. Keterampilan proses yang digunakan
20
dalam pembelajaran IPA tentang gaya meliputi: pengamatan, percobaan,
penarikan kesimpulan, dan pengomunikasian hasil percobaan. Adapun
sikap ilmiah yang digunakan dan dikembangkan meliputi: sikap ingin
tahu, sikap berpikir terbuka dan kerjasama, sikap respect terhadap
data/fakta, dan sikap tekun.
3) Fungsi dan Tujuan IPA
Adapun fungsi sains di Sekolah Dasar adalah untuk menguasai
konsep dan manfaat sains dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan tujuan
mata pelajaran sains pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.
b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
f)
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
dengan media benda konkret sudah sesuai dengan fungsi dan tujuan IPA
yaitu siswa diajak berpikir kritis dan kreatif sehingga dapat membuat
21
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan fenomena-fenomena
yang terjadi dalam konteks kehidupan keseharian mereka.
4) Ruang Lingkup IPA Kelas IV di Sekolah Dasar
Ruang lingkup IPA di sekolah dasar dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (2007: 106), meliputi aspek-aspek seperti: a) makhluk
hidup dan proses kehidupan, seperti manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; b) benda atau materi,
sifat-sifat dan kegunaannya, meliputi: cair, padat, dan gas; c) energi dan
perubahannya, meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet. Listrik, cahaya, dan
pesawat sederhana; d) bumi dan alam semesta yang meliputi: tanah,
bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Aspek yang diambil
peneliti dalam penelitian ini yaitu aspek energi dan perubahannya tentang
gaya.
5) Materi IPA tentang Gaya
Materi IPA kelas IV SD yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu tentang gaya. Adapun Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) IPA di kelas IV SD tentang gaya disajikan dalam tabel 2.1
sebagai berikut.
Tabel. 2.2 SK dan KD IPA Kelas IV SD tentang Gaya
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
7. Memahami gaya dapat
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan
mengubah gerak dan
bahwa gaya (dorongan dan tarikan)
/atau bentuk suatu
dapat mengubah gerak suatu benda
benda
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan
bahwa gaya (dorongan dan tarikan)
dapat mengubah bentuk suatu benda
Peneliti menentukan tujuh indikator yang terdiri dari: (1) menjelaskan pengertian gaya; (2) menyebutkan jenis-jenis gaya; (3) mendemonstrasikan bahwa gaya dapat mengubah gerak suatu benda; (4)
mendemonstrasikan bahwa gaya dapat mengubah bentuk suatu benda; (5)
22
mendemonstrasikan bahwa gaya dapat memengaruhi keadaan benda di
dalam air; (6) menyimpulkan hasil percobaan; (7) mengomunikasikan
hasil percobaan. Pemilihan ini disesuaikan berdasar-kan hasil identifikasi
masalah yang menunjukkan bahwa siswa kelas IV SD Negeri 2 Maron
sebagian besar masih mengalami kesulitan dalam memahami materi
tentang gaya.
KTSP (2007) menyebutkan bahwa salah satu materi yang
diajarkan di kelas IV (empat) semester 2 meliputi aspek energi dan
perubahannya, salah satunya adalah materi tentang gaya.
Materi tentang gaya di kelas IV SD menurut Aprilia dan Achyar
(2009:119-126) berisi tentang hal-hal berikut ini:
a) Pengertian Gaya
Gaya dalam IPA tidak sama dengan gaya yang kita kenal
dalam kehidupan sehari-hari. Gaya yang dimaksud adalah suatu
tindakan berupa tarikan atau dorongan terhadap suatu benda.
Contohnya mendorong lemari,
menarik kursi, dan memukul bola
kasti. Jika kita melakukan dorongan atau tarikan terhadap suatu benda,
berarti kita telah melakukan gaya terhadap benda tersebut.
Gaya adalah sesuatu yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan kecepatan dan perubahan bentuk suatu benda. Menurut
materi IPA di SD, gaya dikenal sebagai tarikan dan dorongan. Materi
Gaya pada kelas IV ini membahas tentang pengaruh gaya (tarikan dan
dorongan) terhadap gerak dan bentuk benda.
Gambar 2.1 Memukul Bola Kasti
23
b) Jenis-Jenis Gaya
Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menemukan gaya
dengan jenis yang berbeda satu dan yang lainnya. Setiap gaya yang
dilakukan memerlukan tenaga. Berdasarkan sumber tenaga yang
diperlukan, gaya dibedakan menjadi beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut.
(1) Gaya Otot
Gaya otot merupakan gaya yang dihasilkan oleh tenaga otot.
Contoh gaya otot adalah pada saat kita menarik atau mendorong
meja, membawa belanjaan ibu, dan menendang bola.
Gambar 2.2 Contoh Gaya Otot
(2) Gaya Gesek antara Dua Benda
Gaya gesek merupakan gaya yang terjadi karena bersentuhannya
dua permukaan benda. Contoh gaya gesek adalah gaya yang
bekerja pada rem sepeda.
Gambar 2.3 Contoh Gaya Gesek Dua Benda
(3) Gaya Magnet
Gaya magnet merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan atau
dorongan dari magnet. Contoh gaya magnet adalah, tertariknya
paku ketika didekatkan dengan magnet.
24
Gambar 2.4 Contoh Gaya Magnet
(4) Gaya Gravitasi
Gaya gravitasi merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan
bumi. Contoh gaya gravitasi adalah jatuhnya buah dari atas pohon
dengan sendirinya. Semua benda yang dilempar ke atas akan tetap
kembali ke bawah karena pengaruh gravitasi bumi.
Gambar 2.5 Contoh Gaya Gravitasi Bumi
(5) Gaya Listrik
Gaya listrik merupakan gaya yang terjadi karena aliran muatan
listrik. Aliran muatan listrik ini ditimbulkan oleh sumber energi
listrik. Contoh gaya listrik adalah bergeraknya kipas angin karena
dihubungkan dengan sumber energi listrik.
Gambar 2.6 Contoh Gaya Listrik
c) Gaya Mempengaruhi Gerak dan Bentuk Benda
Gaya mengakibatkan adanya perubahan pada benda.
Dengan kata lain, gaya dapat mempengaruhi suatu benda.
Pengaruh gaya terhadap benda adalah sebagai berikut:
25
(1) Gaya Dapat Menggerakkan Benda Diam
Benda diam akan bergerak jika diberi gaya. Contohnya,
bola akan melambung ke udara jika kita tendang. Lemari akan
bergeser jika kita dorong. Sepeda akan berjalan jika kita kayuh.
Batu akan bergerak jika kita lempar.
Gambar 2.7 Contoh Gaya Dapat Menggerakkan Benda Diam
(2) Gaya Dapat Membuat Benda Bergerak Menjadi Diam
Contoh benda yang bergerak adalah sepeda yang
dikayuh, sepeda motor yang sedang bergerak, kelereng yang
menggelinding dan sebagainya. Benda-benda yang bergerak
tersebut dapat berhenti atau diam jika diberi gaya. Sepeda yang
bergerak akan berhenti jika direm. Sepeda motor yang sedang
bergerak
akan
berhenti
jika
direm.
Kelereng
yang
menggelinding akan berhenti jika kita tahan dengan tangan
atau kaki.
Mengerem sepeda dan sepeda motor termasuk bentuk
gaya. Begitu pula dengan menahan kelereng dengan tangan
juga termasuk bentuk gaya. Dengan demikian, gaya dapat
membuat benda bergerak menjadi diam.
Gambar 2.8 Contoh Gaya Dapat Membuat Benda Bergerak
Menjadi Diam
26
(3) Gaya Dapat Mengubah Kecepatan Gerak Benda
Mobil yang sedang bergerak, jika kita amati kecepatan
mobil tersebut tidak akan sama. Kamu bisa melihatnya pada
speedometer. Gerak mobil terkadang cepat dan terkadang
lambat. Ketika jalan lengang, pengemudi akan menginjak
gasnya. Akibatnya, mobil akan melaju kencang. Namun, ketika
ada mobil yang lain di depannya, pengemudi akan menginjak
rem. Akibatnya, laju mobil akan melambat. Injakan gas dan
injakan rem termasuk bentuk gaya. Oleh karena itu, gaya dapat
mempengaruhi kecepatan gerak benda.
(4) Gaya Dapat Mengubah Arah Gerak Benda
Sepeda tidak hanya dapat berjalan lurus. Sepeda dapat
kita belokkan ke arah yang dibutuhkan. Jika ingin mengubah
arah sepeda, kita cukup membelokkan setangnya. Hasilnya,
arah sepeda akan berubah.
Gambar 2.9 Contoh Gaya Dapat Merubah Arah Gerak Benda
(5) Gaya Dapat Mengubah Bentuk Benda
Gaya dapat mengubah bentuk suatu benda. Karet
gelang yang semula berbentuk lingkaran berubah bentuk ketika
ditarik. Tarikan pada karet gelang termasuk bentuk gaya. Hal
tersebut membuktikan bahwa gaya dapat mengubah bentuk
benda.
Gambar 2.10 Contoh Gaya Dapat Mengubah Bentuk Benda
27
(6) Gaya Dapat Memengaruhi Keadaan Benda di Dalam Air
Gaya menyebabkan benda bisa mengapung di permukaan. Benda yang masuk ke dalam air akan dikenai gaya
tekan ke atas sehingga benda muncul kembali ke permukaan.
Gaya tekan ke atas dipengaruhi oleh luas permukaan benda.
Benda yang permukaannya lebar mendapat banyak gaya tekan
ke atas. Akibatnya, benda itu akan mengapung di permukaan.
Benda yang permukaannya sempit mendapat sedikit gaya
tekan ke atas. Akibatnya, benda itu akan tenggelam. Inilah
penyebab batu tenggelam ketika dilempar ke dalam air.
Keadaan benda di dalam air dipengaruhi oleh gaya tekan ke
atas dan berat benda.
(a) Jika gaya tekan ke atas lebih besar dari berat benda, maka
benda akan terapung.
Gambar 2.11 Terapung
(b) Jika gaya tekan ke atas lebih kecil dari berat benda, maka
benda akan tenggelam.
Gambar 2.11 Tenggelam
Dari pengertian pembelajaran, IPA, dan materi IPA pada kelas IV
tentang gaya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA tentang gaya pada
siswa kelas IV adalah proses interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar
pada lingkungan belajar yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan
28
pembelajaran melalui pengamatan, dan pem-buktian (metode ilmiah)
menggunakan dan mengembangkan sikap ilmiah serta meningkatkan
pembelajaran IPA siswa kelas IV materi tentang gaya khususnya gaya dapat
memengaruhi gerak benda dan gaya dapat mengubah bentuk benda.
2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Media
Benda Konkret
a. Pendekatan Pembelajaran
1) Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Di dalam KBBI (2007), pengertian pendekatan adalah proses,
perbuatan, cara mendekati; usaha dalam rangka aktivitas pengamatan
untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode
untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan.
Sementara itu, Hosnan (2014: 32) mengartikan pendekatan
pembelajaran sebagai: a) perspektif (sudut pandang; pandangan) teori
yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memilih model, metode,
dan teknik pembelajaran; b) suatu proses atau perbuatan yang digunakan
guru untuk menyajikan bahan pelajaran; c) titik tolak atau sudut pandang
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan di
dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguat-kan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoritis ter-tentu.
Menurut pendapat Roy Killen, ada dua pendekatan dalam
pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher
centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student
centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan
strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pendekatan deduktif
atau pembelajaraan ekspositori. Sementara itu, pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery
dan inkuiri, serta strategi pembelajaran induktif (Sanjaya 2014: 127).
29
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pendekatan adalah suatu
cara yang dijadikan sudut pandang atau titik tolak yang akan dilakukan
dalam proses pembelajaran agar suatu pembelajaran itu dapat berhasil
dan mencapai tujuan yang diinginkan, dengan cara meng-aktifkan peserta
didik atau menjadikan siswa sebagai pusat dalam pembelajaran itu
(student center).
2) Macam-macam Pendekatan Pembelajaran
Menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 109-135) macammacam pendekatan pembelajaran IPA adalah sebagai berikut:
a) Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Teacher Centered Approach
dan Student Centered Approach
Pada pendekatan pembelajaran berdasarkan teacher centered, guru
berperan aktif lebih banyak dibandingkan peserta didiknya karena
guru mrngelola dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas.
Pendekatan
pembelajaran
student
centered
approach
sangat
dianjurkan untuk dilaksanakan baik untuk tingkat pendidikan dasar,
menengah maupun pendidikan tinggi. Pendekatan ini melibatkan
peran aktif peserta didik dalam memahami suatu materi dan dapat
tersimpan kuat dalam otak, karena mereka mengalami sendiri melalui
praktik dan dituntut mampu mengajarkan sesuatu kepada orang lain.
b) Pendekatan Konsep dan Pendekatan Proses
Pendekatan konsep yaitu siswa dibimbing memahami suatu bahasan
yang memahami konsep-konsep yang terkandung di dalamnya.
Pendekatan proses yaitu mengembangkan kemampuan siswa dalam
keterampilan proses atau langkah-langkah ilmiah seperti melakukan
pengamatan,
menafsirkan
data,
dan
mengomunikasikan
hasil
pengamatan.
c) Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran ysng bermula dari
keadaan umum ke khusus sebagai pendekatan pembelajaran yang
30
bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti oleh contohcontoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu ke dalam
keadaan khusus. Pendekatan induktif menyajikan sejumlah keadaan
khusus kemudian disimpulkan menjadi suatu fakta, prinsip, dan
aturan. Pendekatan ini mampu meningkatkan resistensi peserta didik
dalam memahami konsep.
d) Pendekatan Discovery-Inquiry
Pendekatan discovery-Inquiry sebenarnya merupakan satu kesatuan
yang saling melengkapi. Keinginan yang ingin dioptimalkan dalam
pendekatan ini adalah proses mental, kemampuan berpikir kritis,
kemampuan berpikir deduktif-induktif, kemampuan berkomunikasi,
peningkatan motivasi, dan peningkatan daya resitasi peserta didik.
e) Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Merupakan suatu pendekatan yang membantu guru mengaitkan
konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi
siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warganegara dan
tenaga kerja. CTL menekankan pada berfikir tingkat tinggi, transfer
pengetahuan
lintas
disiplin
akademik,
dan
pengumpulan,
penganalisisan, pensitesisan informasi dan data dari berbagai sumber
titik pandang.
f) Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan yang menekankan
pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat
keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan berfokus pada
pembelajaran secara mendalam dengan pengalaman yang relevan,
materi pembelajaran terintegrasi, dan disusun sendiri oleh siswa.
g) Pendekatan Science, Environment, Technology, Society (SETS)
Pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA dapat dilaksanakan
dengan mengajak peserta didik mengaitkan konsep IPA dengan unsur-
31
unsur dalam SETS. Pendekatan ini akan mengarahkan peserta didik
belajar bermakna, seperti tercantum dalam kompetensi yang harus
dicapai dalam kurikulum 2013.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Di dalam
pendekatan CTL peserta didik diajak berpikir kritis dan kreatif sehingga
dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
fenomena-fenomena yang terjadi dalam konteks kehidupan keseharian
mereka. Pendekatan ini juga membantu peserta didik tumbuh dan
berkembang dengan sikap saling bekerja sama, saling menghormati
perbedaan untuk kreativitas, mampu mengorganisasi diri untuk mencapai
standar yang tinggi dan menggunakan penilaian autentik.
3) Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
a) Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sering
juga disebut dengan istilah kontekstual. Menurut Nurhadi (2003)
pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Wisudawati dan
Sulistyowati, 2014: 121-122).
Pendapat lain dari Borko dan Putnam yang mengemukakan
bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru memilih konteks
pembelajaran yang tepat bagi peserta didik dengan cara mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata serta budaya yang berlaku
dalam masyarakat peserta didik. Penyampaian pemahaman, penyajian
ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang ada dalam
materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan
kehidupan sehari-hari (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 122).
32
Sejalan dengan pendapat tersebut Shoimin (2014: 42) dalam
bukunya mengemukakan bahwa Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dan situasi dunia nyata siswa serta
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari,
dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiri),
masyarakat
belajar
(learning
comunity),
pemodelan
(modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic
assesment).
Berdasarkan ketiga pendapat mengenai pengertian pendekatan
CTL tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL adalah suatu
proses pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang
diajarkan dengan kehidupan siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen
utama
pembelajaran
efektif,
yakni
konstruktivisme,
bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian
sebenarnya.
b) Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL)
Menurut pendapat (Shoimin, 2014: 42), karakteristik CTL
yaitu: (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan dan
tidak membosankan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran
terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8)
sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10) dinding dan
lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,
artikel, humor, dan lain-lain, (11) laporan kepada orang tua bukan
33
hanya rapor, melainkan hasil karya siswa, laporan hasil praktikum,
karangan siswa, dan lain-lain.
Menurut Sanjaya (2014: 256) terdapat lima karakteristik
penting CTL, yaitu:
(1) Pendekatan CTL merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari
tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan
demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
(2) Pendekatan CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan
baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran
dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian
memperhatikan detailnya.
(3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk
dipahami dan diyakini.
(4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge),
artinya
pengetahuan
dan
pengalaman
yang
diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,
sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
(5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan
balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa karakteristik
pendekatan
CTL
adalah
mengarah
pada
pembelajaran
yang
dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan, aktif, kreatif,
produktif, kerjasama, kebermaknaan dalam pembelajaran, dan
diarahkan dalam konteks kehidupan nyata. Seperti saat pembelajaran,
34
siswa diajak untuk berada di lingkungan nyata dan alamiah sehingga
siswa mendapatkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.
c) Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL)
Menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 50), secara garis
besar langkah-langkah penerapan CTL dikembangkan dari komponen
utama CTL sebagai berikut:
(1) Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
(Konstruktivisme).
(2) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (Bertanya).
(3) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
(Inkuiri).
(4) Ciptakan
“masyarakat
belajar”
(belajar
dalam
kelompok-
kelompok) (Masyarakat belajar).
(5) Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran (Pemodelan).
(6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan (Refleksi).
(7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
(Penilaian autentik).
Berdasarkan paparan di atas maka peneliti menentukan
langkah-langkah dalam pendekatan CTL sebagai berikut : (1) konstruktivisme, guru mengkonstruksi pengetahuan siswa, (2) bertanya,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya ataupun
sebaliknya guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk
membangkitkan respon siswa. (3) inkuiri, guru membimbing siswa
untuk menemukan informasi baru, (4) masyarakat belajar, guru
mengajak siswa untuk membentuk kelompok dalam kelas. Pembentukan dilakukan secara merata oleh guru. Pembentukan kelompok
ini memiliki tujuan agar terjalin kerja sama dan berkembangnnya
35
keterampilan siswa berkomunikasi dalam kelas, (5) pemodelan, guru
membimbing siswa melakukan percobaan untuk memperoleh data, (6)
refleksi, guru mengajak siswa bersama-sama melakukan refleksi atau
melihat kembali apa yang telah mereka pelajari sekilas, dan (7)
penilaian autentik, guru melakukan penilaian sebenarnya.
d) Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL)
Setiap pendekatan pembelajaran sudah tentu memiliki
kelebihan dan kelemahan. Begitu pula dengan pendekatan CTL.
Kelebihan pendekatan CTL dinyatakan oleh Putra (2013: 256) antara
lain:
(1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil, karena siswa
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata.
(2) Pembelajaran
lebih
produktif
dan
mampu
menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa.
(3) Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada
aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
(4) Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat
untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk
menguji data hasil temuan di lapangan.
(5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil
dari pemberian oleh guru.
(6) Penerapan pembelajaran kontekstual bisa menciptakan suasana
pembelajaran yang bermakna.
Menurut Shoimin (2014: 44) kelebihan Contextual Teaching
and Learning (CTL), yaitu:
(1) Pembelajaran kontekstual dapat menekankan aktivitas berpikir
siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
36
(2) Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan
dengan menghafal, melainkan proses berpengalaman dalam
kehidupan nyata.
(3) Kelas dalam kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, melainkan sebagai tempat untuk menguji data hasil
temuan mereka di lapangan.
(4) Materi pelajaran ditentukan oleh siswa sendiri, bukan hasil
pemberian dari orang lain.
Kelemahan pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) menurut Hosnan (2014: 279) adalah:
(1) Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru
adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi
siswa.
(2) Guru hanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa
agar menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri untuk belajar.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai
beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan CTL secara umum
yaitu memberikan pembelajaran yang bermakna kepada siswa
sehingga tercipta kondisi belajar yang menyenangkan. Konsep-konsep
pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa. Sedangkan
kelemahan CTL secara umum yaitu guru hanya berperan sebagai
pembimbing dan fasilitator dalam pembelajaran dengan harapan siswa
mampu menemukan konsep-konsep berdasarkan idenya masingmasing. Adanya kelebihan dan kelemahan pendekatan CTL tersebut,
maka peneliti berusaha untuk mengembangkan kelebihan-kelebihan
CTL yang ada dengan menerapkan ketujuh komponen utamanya
37
secara benar. Di dalam pembelajaran guru berusaha mengurangi
kelemahan yang ada dengan melakukan perhatian dan bimbingan yang
ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
baik.
b. Media Pembelajaran
1) Pengertian Media Pembelajaran
Mengenai
pengertian
media
pembelajaran,
Hamidjojo
mendefinisikan media pembelajaran sebagai media yang pengguanaannya diintegrasikan dengan dengan tujuan dan isi pelajaran yang bermaksud untuk mempertinggi kegiatan belajar mengajar dalam segi mutu
(Hosnan, 2014: 111).
Menurut pendapat Hadi Miarso, media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada
diri pembelajar (Sanaky, 2013: 4).
Gerlach dan Elly (1980: 244) menyatakan: “A medium, conceived
is any person, materials or event that establish condition which enable
the learner to acquire knowledge, skill, and attitude.”menurut Gerlach
secara umum media meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang
memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap
(Sanjaya, 2014: 163).
Menurut Arsyad (2011: 4-5) “Media adalah komponen sumber
belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di
lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa salah
satu yang mengandung materi instruksional dalam lingkungan belajar
siswa yang dapat membawa pesan dan dari guru kepada siswa serta dapat
38
merangsang siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
2) Macam-macam Media Pembelajaran
Menurut (Asyhar, 2011: 44), media pembelajaran dikelompokkan
menjadi empat macam. Berikut ini penjelasannya:
a) Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan
indera penglihatan semata-mata dari siswa. Dengan media ini,
pengalaman belajar yang dialami siswa sangat tergantung pada
kemampuan penglihatannya. Media visual yang sering digunakan
dalam pembelajaran dikelompokkan menjadi: (1) benda realita atau
benda nyata; (2) model dan prototipe; (3) media cetak; dan (4) media
grafis.
b) Media audio adalah jenis media yang digunakan dalam proses
pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran siswa.
Pengalaman
belajar
yang
akan
didapatkan
adalah
dengan
mengandalkan kemampuan indera pendengaran. Oleh karena itu,
media audio hanya mampu memanipulasi suara semata. Contoh media
audio yang umum digunakan yaitu tape recorder, radio, dan CD
player.
c) Media audio-visual adalah jenis media yang digunakan dalam
kegiatan
pembelajaran
dengan
melibatkan
pendengaran
dan
penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan
informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa verbal
dan nonverbal yang mengandalkan penglihatan dan pendengaran.
Beberapa contoh media audio-visual adalah film, video, program TV
dan lain-lain.
d) Multimedia yaitu media yang melibatkan beberapa jenis mediadan
peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan
pembelajaran.
Pembelajaran
multimedia
melibatkan
indera
penglihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual
39
gerak, dan audio serta media interaktif berbasis komputer dan
teknologi komunikasi informasi.
Mengenai macam-macam media, Arsyad (2011: 33-34) mengelompokkan media menjadi dua kategori luas, yaitu pilihan media
tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir. Pilihan media
tradisional terdiri dari: (1) visual diam yang diproyeksikan, (2) visual
yang tak diproyeksikan, (3) audio, (4) penyajian multimedia, (5) visual
dinamis yang diproyeksikan, (6) cetak, (7) permainan, dan (8) relia.
Pilihan media teknologi mutakhir terdiri dari; (1) media berbasis
telekomunikasi, dan (2) media berbasis mikroprosesor.
Sudjana dan Rivai (2010: 3) juga menyatakan bahwa ada
beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam proses pengajaran.
Jenis media tersebut yaitu:
a) Media grafis, media ini sering disebut juga media dua dimensi yakni
media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Dengan media
grafis guru dapat menyalurkan pesan dan informasi melalui simbolsimbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian,
memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau
konsep yang mudah terlupakan apabila hanya dilakukan melalui
penjelasan verbal. Beberapa contoh media grafis antara lain gambar,
foto, grafik, kartun, karikatur, puzzle, diagram, komik dan lain-lain.
b) Media tiga dimensi meliputi model padat, model susun, model kerja,
diorama dan lain-lain.
c) Media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan
lain-lain.
d) Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan jenis media yaitu
media visual, media audio, media audio-visual, media multimedia, media
grafis, media tiga dimensi, media yang tidak diproyeksikan, dan media
relia. Media yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian adalah
40
media relia atau sering dikenal dengan media konkret. Media benda
konkret merupakan media yang tidak diproyeksikan, selain itu media
konkret masuk dalam media visual dan media tiga dimensi.
3) Media Konkret
a) Pengertian Media Konkret
Media konkret dapat juga diartikan sebagai media nyata,
realita, atau realia. Asyhar (2011: 54) mengemukakan bahwa benda
nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar, atau di alami oleh
siswa sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka.
Sejalan dengan pendapat Asyhar, Sanaky (2013: 128) berpendapat,
”Benda asli adalah benda dalam keadaan sebenarnya dan seutuhnya”.
Berdasarkan
beberapa
pendapat
di
atas,
maka
dapat
disimpulkan bahwa media konkret merupakan media benda asli yang
masih dalam keadaan utuh, dalam ukuran yang sebenarnya, dan
dikenali sebagai wujud aslinya untuk memudahkan konsep yang akan
disampaikan kepada siswa, sehingga siswa merasa tertarik. Media ini
dapat berupa benda mati atau makhluk hidup.
Media konkret sangat tepat digunakan bersamaan dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) karena
memberikan pengalaman langsung dalam proses pembelajaran
sehingga membentuk atau mengembangkan pengetahuan dengan baik.
b) Karakteristik Media Konkret
Setiap jenis media, mempunyai karakteristik (kekhasan)
tertentu yang berbeda‑beda satu sama lain, begitu pula dengan media
konkret. Menurut Daryanto (2013: 29), media konkret memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) dapat dibawa langsung ke kelas; (2)
pemanfaatan media konkret tidak harus dihadirkan secara nyata dalam
ruang kelas, melainkan dapat juga dengan cara mengajak siswa
melihat langsung (observasi) benda nyata tersebut ke lokasinya; (3)
media
konkret
tergolong
sederhana
dalam
penggunaan
dan
41
pemanfaatannya, karena tanpa harus memerlukan keahlian khusus,
dapat dibuat sendiri oleh guru, serta bahannya mudah diperoleh di
lingkungan sekitar.
Menurut Sanaky (2013: 127-128), media konkret merupakan
alat yang paling efektif untuk mengikutsertakan berbagai indera
manusia dalam belajar. Hal ini disebabkan benda konkret memiliki
sifat keasliannya, mempunyai ukuran besar dan kecil, mempunyai
warna, mempunyai berat, dan ada kalanya disertai dengan gerak dan
bunyi.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa media
konkret memiliki karakteristik dapat dibawa di kelas secara langsung,
pemanfaatan media konkret tidak harus dihadirkan secara nyata dalam
ruang kelas, media konkret tergolong sederhana dalam penggunaan
dan pemanfaatannya, serta benda konkret memiliki sifat keasliannya.
c) Langkah-langkah Penggunaan Media Konkret
Penggunaan media konkret akan memudahkan siswa dalam
pembelajaran karena siswa akan memperoleh pengalaman nyata.
Langkah-langkah penggunaan media konkret menurut Padmono
(2011:43-44), yaitu:
(1) memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang
menarik perhatian siswa, (2) menjelaskan proses, benda nyata
tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak
sekadar benda (misal benda batu cadas, cristal), (3) menjawab
pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam
berinteraksi dengan benda nyata), (4) melengkapi perbandingan, (5) unit akhir atau puncak.
Menurut pendapat Sudjana dan Rivai (2010: 197) ada lima
langkah penggunaan media konkret, yaitu: (1) memperkenalkan unit,
perlu dipilih metode khusus yang akan memikat perhatian para siswa
dalam menghadapi kegiatan-kegiatan baru, (2) menjelaskan proses,
pengalaman nyata yang hidup tidak hanya dapat menyampaikan
42
informasi secara akurat terhadap penampilan benda-benda atau objek,
(3) menjawab pertanyaan-pertanyaan, keterlibatan para siswa kepada
unit bukan hanya sekadar memperoleh jawaban dari pertanyaan
orisinil yang diajukan mereka, tetapi berbagai pertanyaan baru akan
bermunculan kemudian, (4) melengkapi perbandingan, sebagian besar
dari studi sosial mengandung perbandingan tentang cara hidup kita
dengan kehidupan masyarakat yang berbeda tempat tinggal dan
waktunya, (5) unit akhir atau puncak, merangkum seluruh materi yang
pernah dipelajari siswa.
Berdasarkan pendapat tentang langkah penggunaan media
benda konkret yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah penggunaan media konkret adalah sebagai berikut:
(1) guru menunjukkan beberapa media benda konkret di depan kelas
disertai upaya menjaga ketenangan kelas dan siswa diminta
memperhatikan benda secara seksama;
(2) guru menjelaskan materi dengan siswa tentang cara berbicara yang
baik dalam mendeskripsikan benda tersebut;
(3) guru bertanya jawab dengan siswa tentang nama benda-benda dan
membimbing siswa untuk memahami ciri-ciri benda tersebut;
(4) guru melengkapi perbandingan karena adanya studi sosial yang
mengandung perbandingan tentang kehidupan masyara-kat yang
berbeda tempat tinggal;
(5) merangkum seluruh materi yang pernah dipelajari siswa.
d) Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret
Setiap media pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan
kekurangan, begitu juga dengan media benda konkret. Asyhar (2011:
55) berpendapat “Kelebihan dari media nyata ini adalah dapat
memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran
bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang”.
43
Sudjana & Rivai (2013: 196) menyatakan bahwa belajar
dengan menggunakan benda-benda asli memegang peranan yang
penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran. Sehubungan
dengan hal ini, Sumantri dan Permana (2001: 176) juga mengatakan
bahwa penggunaan media konkret memberikan pengalaman yang
berharga dan dapat membentuk sikap mental dan emosional yang
positif terhadap hidup dan kehidupan.
Berdasarkan uraian di atas, pada dasarnya media konkret
memiliki kelebihan yaitu memberikan pengalaman nyata kepada siswa
sehingga
pembelajaran
bersifat
lebih
konkret
dalam
upaya
memperbaiki proses pembelajaran.
Sanaky (2013: 129) berpendapat bahwa ”Belajar menggunakan
media konkret memerlukan biaya yang cukup besar”. Selanjutnya
Moedjiono (dalam Daryanto, 2013: 29) menjelaskan bahwa kelompok
media tiga dimensi dapat berwujud sebagai media benda asli yang
mempunyai kelemahan diantaranya: (1) tidak bisa menjangkau
sasaran dalam jumlah yang besar; (2) penyimpanan memerlukan ruang
yang besar; (3) perawatannya rumit.
Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
dapat
disimpulkan
kekurangan media konkret yaitu tidak semua bisa digunakan dalam
pembelajaran di kelas, tidak praktis, dan biaya yang dibutuhkan tidak
sedikit.
Berdasarkan penjelasan mengenai pendekatan
Contextual Teaching
and Learning (CTL) dan media benda konkret, maka dapat disimpulkan bahwa
pendekatan CTL dengan media benda konkret adalah suatu proses
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan
kehidupan siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapannya pada kehidupan sehari-hari melalui tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya
44
dengan mengkombinasikan media benda asli yang masih dalam keadaan utuh,
dalam ukuran yang sebenarnya, dan dikenali sebagai wujud aslinya untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
3. Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan pembanding dan referensi, peneliti akan menguraikan
sebuah penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Penelitian yang relevan dalam penelitian ini yaitu hasil penelitian oleh
Suryawati (2010) pada jurnal Procedia Social and Behavioral Sciences dari
www.sciencedirect.com merupakan penelitian yang relevan dengan judul “The
effectiveness of RANGKA contextual teaching and learning on students’
problem solving skills and scientific attitude”. Penelitian ini dirancang khusus
untuk mengukur efektivitas pengajaran dan pembelajaran Biologi pada
keterampilan pemecahan masalah siswa, dan sikap ilmiah di kalangan pelajar
sekolah menengah di Pekanbaru, Riau Indonesia. Persamaan penelitian yang
akan dilaksanakan peneliti dengan penelitian Suryawati yaitu sama-sama
menggunakan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran. Perbedaannya
adalah pada penelitian Suryawati subjeknya siswa SMP, sedangkan penelitian
ini subjeknya siswa SD khususnya kelas IV. Selain itu penelitian Suryawati
merupakan penelitian eksperimen semu, sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Hasil penelitian sebelumnya yang dialakukan oleh Hasruddin (2015).
Penelitian Hasruddin berjudul Application of Contextual Learning to Improve
Critical Thinking Ability of Students in Biology Teaching and Learning
Strategies Class. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa melalui penerapan pembelajaran kontekstual pada
pembelajaran Biologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan
18,5% dalam kemampuan berpikir kritis dari pertama ke siklus kedua setelah
menerapkan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran Biologi. Dari hasilhasil penelitian tersebut ada perbedaan maupun persamaan dengan penelitian
yang akan dilaksanakan. Persamaan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti
45
dengan penelitian Hasruddin yaitu sama-sama menggunakan pendekatan
Contextual Teaching And Learning (CTL). Perbedaannya adalah pada
penelitian Hasruddin subjeknya mahasiswa pendidikan Biologi, sedangkan
penelitian ini subjeknya siswa SD khususnya kelas IV.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ida Rosita
(Mahasiswa PGSD FKIP UNS). Penelitian Rosita berjudul Penerapan
Pendekatan Kontekstual dalam Peningkatan Pembelajaran IPA pada Siswa
Kelas VI SDN 2 Kalirejo Kecamatan Karanggayam Tahun Ajaran 2014/2015,
menghasilkan kesimpulan bahwa: penerapan pendekatan Kontekstual dapat
meningkatkan pembelajaran dan hasil belajar IPA pada siswa kelas VI SDN 2
Kalirejo Kecamatan Karanggayam Tahun Ajaran 2014/2015 yang ditnjukkan
dengan ketuntasan belajar siswa pada siklus I 59,10%, siklus II 75%, dan siklus
III 86,37%. Dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas ada perbedaan maupun
persamaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun penelitian yang
akan dilaksanakan oleh peneliti antara lain: a) Jenis penelitian ini adalah
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengimplementasikan pada pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) dan media benda konkret pada mata
pelajaran IPA; b) Subjek pada penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas
IV SD Negeri 2 Maron, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Tahun
Ajaran 2015/2016; c) Hasil penelitian yang diharapkan adalah pembelajaran
IPA pada siswa Kelas IV meningkat.
Hasil penelitian sebelumnya yang dialakukan oleh Umi Muslikhatun
(Mahasiswa Universitas Sebelas Maret). Penelitian Muslikhatun berjudul
Penerapan Metode Group Investigation dengan Media Konkret dalam
Peningkatan Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas V SDN 3 Dorowati Tahun
Ajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode
Group Investigation dengan media konkret yang dilaksanakan sesuai langkah
yang tepat dapat meningkatkan pembelajaran IPA pada siswa kelas V SD.
Persamaan penelitian Muslikhatun dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis yaitu sama-sama menggunakan media konkret untuk meningkatkan
46
pembelajaran IPA. Perbedaannya adalah penelitian Muslikhatun menggunakan
metode
Group
Investigation,
sedangkan
penelitian
ini
menggunakan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas IV SDN 2 Maron tahun ajaran 2015/2016. Pada penelitian
Muslikhatun subjeknya siswa kelas V SDN 3 Dorowati tahun ajaran
2014/2015.
Berdasarkan keempat penelitian tersebut, secara umum dapat ditarik
kesimpulan bahwa penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) dengan media konkret dapat meningkatkan pembelajaran.
B. Kerangka Berpikir
Pada kondisi awal (sebelum tindakan), guru masih menggunakan
pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru. Selama
ini, penyampaian mata pelajaran IPA pada siswa kelas IV di SD Negeri 2 Maron
guru masih mengandalkan metode ceramah, pembelajaran masih bersifat text book
dan guru kurang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Kegiatan
pembelajaran yang demikian kurang menarik minat siswa sehingga antusias siswa
dalam kegiatan belajar mengajar menjadi berkurang. Akibatnya suasana kelas
tidak kondusif, seperti siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah, minat,
dan antusiasme untuk belajar, munculnya kejenuhan dan kebosanan pada diri
siswa untuk belajar. Suasana kelas yang demikian berpengaruh pada perolehan
hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Hal tersebut menimbulkan hasil
belajar siswa yang rendah dan di bawah KKM yaitu 70.
Pendekatan CTL merupakan suatu proses pembelajaran yang membantu
guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks pribadi, sosial, dan
budaya sehingga siswa benar-benar memperoleh pemahaman tentang apa yang
telah dipelajarinya. Dengan menerapkan pendekatan CTL siswa tidak akan merasa
47
bosan dengan pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga siswa akan aktif
dalam belajar. Untuk itu, diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.
Untuk mempermudah pemahaman siswa dalam menerima materi pelajaran
diperlukan suatu media. Salah satu media yang dapat digunakan oleh guru dalam
pembelajaran IPA yaitu media konkret. Media konkret memiliki kelebihan yaitu
memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Media konkret sangat tepat
digunakan bersamaan dengan pendekatan CTL karena memberikan pengalaman
langsung dalam proses pembelajaran sehingga membentuk atau mengembangkan
pengetahuan dengan baik. Adapun langkah-langkah pembelajaran CTL dengan
media konkret yaitu: (1) konstruktivisme; (2) bertanya; (3) inkuiri; (4) masyarakat
belajar; (5) pemodelan dengan media konkret; (6) refleksi; dan (7) penilaian
autentik.
Penerapan pendekatan CTL dengan media konkret dilaksanakan selama
tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan dengan materi yang berbeda.
Pada siklus I membahas tentang pengertian gaya dan jenis-jenis gaya, siklus II
membahas tentang gaya dapat mengubah gerak suatu benda, dan siklus III akan
membahas tentang gaya dapat mengubah bentuk benda dan gaya dapat
mempengaruhi keadaan benda di dalam air. Penelitian ini akan dihentikan jika
telah mencapai indikator kinerja yang ditargetkan yaitu 85% dengan KKM =70
sehingga siklus dapat dihentikan dengan perolehan hasil yang telah memenuhi
target.
Penerapan pendekatan CTL dengan media konkret diharapkan akan
menimbulkan rasa senang pada diri siswa dan siswa tidak merasa bosan dengan
pembelajaran yang sedang dijalani sehingga siswa akan aktif dalam pembelajaran,
siswa lebih antusias dalam menjawab pertanyaan guru, siswa aktif dalam
berdiskusi, dan pembelajaran akan lebih bermakna. Kondisi akhir yang
diharapkan setelah peneliti menerapkan pendekatan CTL dengan media konkret
yaitu siswa mampu belajar IPA tentang gaya dengan baik dan hasil pembelajaran
siswa kelas IV SD Negeri 2 Maron pada mata pelajaran IPA akan meningkat
mencapai 85% dengan nilai KKM yaitu =70 dari seluruh siswa. Bagan kerangka
48
berpikir penerapan pendekatan CTL dengan media benda konkret dalam
peningkatan pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN 2 Maron tahun ajaran
2015/2016 dapat digambarkan pada gambar 2.13 berikut.
Gambar 2.13 Bagan Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini yaitu: penerapan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan media benda konkret dapat meningkatkan pembelajaran
IPA tentang gaya siswa kelas IV SD Negeri 2 Maron tahun ajaran 2015/ 2016.
Download