BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran IPA Tentang Gaya pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Setiap anak akan mengalami perkembangan secara bertahap dalam hidupnya, baik itu perkembangan fisik maupun perkembangan kognitif. Seorang ahli Psikologi Jean Piaget telah melaksanakan penelitian terkait perkembangan kognitif yang dialami oleh anak-anak. Piaget mengembangkan teori mengenai baga gkaian tahapan yang berbeda sewaktu mereka berkembang. Piaget imana kemampuan anak untuk berpikir dan mempertimbangkan hidup mereka secara logis dan berlangsung melalui satu ran (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 14) menyatakan bahwa: Perkembangan kognitif anak dapat dibedakan antara beberapa tahap sejalan dengan usianya, yaitu: - 0-2 tahun : Sensorimotor - 2-6 tahun : Praoperasional - 7-11 tahun : Operasional konkret - > 11 tahun : Operasional formal Berdasarkan penjelasan Piaget tersebut maka siswa kelas IV SD yang berusia antara 9-10 tahun berada pada tahap operasional konkret. Siswa seusia ini beraktifitas secara fungsional. Siswa berfikir harfiah sesuai dengan apa yang diberikan. Menurut Piaget, pada saat anak di SD, anak mulai menggunakan bentuk logika orang dewasa, namun logika itu hanya diaplikasikan hanya pada situasi konkret. Maksudnya, anak dapat berfikir logis tentang sesuatu yang dialami, tetapi tidak dalam situasi hipotesis (Anitah, 2009: 9). Menurut Sobur (2013: 132), pada periode sekolah dasar, anak mencapai objektivitas tertinggi, atau sering disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongandorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Masa ini juga 8 9 merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada masa ini, anak mulai “menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi. Pada waktu ini, anak kerap mengasingkan diri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas IV SD yaitu: 1) anak dapat berfikir logis tentang sesuatu yang dialami pada situasi yang nyata; 2) anak berada pada masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan rasa ingin tahu yang besar; 3) masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Melihat karakteristik siswa kelas IV yang rata-rata berada pada fase operasional konkret maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru menggunakan pendekatan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan serta berhubungan dengan hal-hal yang konkret. Penerapan pendekatan CTL dengan media benda konkret sangat tepat digunakan dalam kegiatan pembelajaran siswa kelas IV, khususnya dalam pembelajaran IPA. Dengan penerapan pendekatan CTL dengan media benda konkret, guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. b. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Belajar Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Gagne juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui instruksi. Instruksi yang dimaksud adalah perintah atau arahan dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru (Susanto, 2015: 1). Adapun Hamalik (2014: 36) menjelaskan bahwa belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman (learning 10 is defined as the modificator or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Dengan demikian, belajar bukan hanya mengingat atau menghafal saja, namun lebih luas daripada itu yakni mengalami. Hamalik juga menegaskan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku indvidu melalui interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Perubahan tingkah laku dalam belajar disebabkan oleh pengalaman atau latihan. Dari beberapa pendapat mengenai pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses interaksi antara individu dengan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan sehingga terjadi perubahan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu, memahami, dan mengerti serta adanya perubahan tingkah laku yang mencakup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) yang relative menetap. 2) Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses belajar mengajar. Penilaian hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru dan orang tua tentang kemajuan siswa dan perkembangan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar melalui berbagai kegiatan belajar mengajar yang telah dilakukan. Dimyati dan Mudjiono (2011: 250-251) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat 11 terselesaikannya bahan pelajaran terkait dengan tujuan penggal-penggal pengajaran. Lebih lanjut lagi, Susanto (2015: 5) mengungkapkan bahwa untuk mengetahui ketercapaian hasil belajar agar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Pendapat tersebut dipertegas oleh Sunal yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untuk membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi kebutuhan siswa. Dari beberapa pernyataan mengenai hasil belajar maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan kemampuan-kemampuan baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor yang dicapai peserta didik melalui pemahaman dalam menerima materi pelajaran atau dari penemuan mereka sendiri tentang materi pelajaran. Adapun pengukuran hasil belajar dapat dilakukan melalui evaluasi hasil belajar dengan tujuan mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, hasil belajar secara kognitif berupa nilai hasil belajar yang diperoleh melalui tes dengan menggunakan alat tes, yaitu lembar soal. 3) Pengertian Pembelajaran Hamalik (2014: 57) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tesusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mem-pengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Yang dimaksud manusia di sini yaitu peserta didik, guru, dan tenaga lain misalnya tenaga laboratorium. Material yang dimaksud meliputi buku-buku, papan, tulis, kapur, video, slide, dan alat lain atau dapat disebut dengan sumber dan media belajar. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer yang dapat disebut dengan lingkungan belajar. 12 Prosedur meliputi jadwal, metode penyampaian informasi, praktik, belajar, atau dapat disebut sebagai pengalaman belajar. Sementara Gagne dan Briggs (Warsita, 2008: 266) menyatakan bahwa, pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal. Pendapat senada diungkapkan oleh Sadiman dkk., bahwa pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik (Warsita, 2008: 266). Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 (Susanto, 2015: 19), pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar akan menjadi pengalaman belajar bagi peserta didik untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Achjar Chalil yang mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar (Putra, 2013: 16). Dari beberapa pendapat mengenai pengertian pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar pada lingkungan belajar yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya, serta menjadi pengalaman bagi peserta didik dalam meningkatkan pemahamannya. Di dalam proses pembelajaran, khususnya IPA, tidak hanya menekankan pada keterampilan siswa dalam proses kerja saja (keterampilan proses), tetapi juga perubahan perilaku siswa sebagai individu ke arah yang lebih baik (sikap ilmiah). Keterampilan siswa dalam pembelajaran IPA disebut 13 keterampilan proses yang meliputi: mengamati, bereksperimen, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Adapun sikap ilmiah yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sikap ingin tahu, sikap respect terhadap data/fakta, sikap berpikir terbuka dan kerjasama, serta sikap ketekunan. 4) Prinsip Pembelajaran Dimyati dan Mudjiono (2009: 42-49) mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran antara lain: (a) Prinsip Perhatian dan Motivasi. Di dalam proses pembelajaran perhatian akan muncul dari diri siswa apabila pelajaran yang diberikan merupakan bahan pelajaran yang menarik dan dibutuhkan oleh siswa.; (b) Prinsip Keaktifan. Saat proses pembelajaran siswa harus aktif belajar dan guru hanya membimbing dan mengarahkan; (c) Prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman. Prinsip ini berhubungan dengan prinsip aktivitas dimana seseorang harus dan akan terlibat secara langsung dalam melakukan segala aktifitasnya; (d) Prinsip Pengulangan. Belajar adalah melebihi daya-daya dengan pengulangan dimaksudkan agar setiap daya yang dimiliki manusia dapat terarah sehingga menjadi lebih peka dan berkembang; (e) Prinsip Tantangan. Untuk mencapai tujuan tersebut siswa akan dihadapkan pada sejumlah masalah dan tantangan yaitu mempelajari materi; (f) Prinsip Balikan atau Penguatan. Siswa akan lebih semangat dalam belajar bila mendapatkan penguatan yang baik atau hasil belajar yang memuaskan dirinya dan akan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya; (g) Prinsip Perbedaan Individual. Di dalam proses pembelajaran guru sebaiknya harus memberikan perhatian dan motivasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan tiap individu Dari berbagai uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip pembelajaran meliputi: prinsip perhatian dan motivasi, prinsip keaktifan, prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman, prinsip pengulangan, prinsip tantangan, prinsip balikan atau penguatan, dan 14 prinsip perbedaan individual. Di dalam penelitian ini, prinsip pembelajaran yang ditekankan yaitu: prinsip keaktifan, keterlibatan langsung, dan prinsip balikan atau penguatan. 5) Tujuan Pembelajaran Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala, 2012: 62). Tujuan pembelajaran suatu program atau bidang pelajaran ditinjau dari hasil belajar akan muncul tiga ranah/aspek, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. a) Tujuan Pembelajaran Ranah Kognitif Taksonomi ini mengelompokkan ranah kognitif ke dalam enam kategori. Keenam kategori itu mencakup keterampilan intelektual dari tingkat rendah sampai dengan tingkat tinggi. Keenam kategori itu tersusun secara hierarkis yang berarti tujuan pada tingkat di atasnya. b) Tujuan Pembelajaran Ranah Afektif Tujuan pembelajaran ranah afektif berorientasi pada nilai dan sikap. Tujuan pembelajaran tersebut menggambarkan proses seseorang dalam mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu menjadi pedoman dalam bertingkah laku. c) Tujuan Pembelajaran Ranah Psikomotorik Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik secara hierarkis dibagi menjadi lima kategori, yaitu: peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan naturalisasi (Hosnan, 2014: 10-12). Tujuan pembelajaran di atas, sesuai dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2009: 18) yang menyatakan belajar merupakan proses internal yang kompleks. Di dalam proses internal tersebut terlibat seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 15 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan kreativitas berfikir siswa sesuai kompetensi yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik demi terwujudnya efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan siswa. Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan tujuan pembelajaran yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat tercapai dengan maksimal. 6) Faktor yang Memengaruhi Pembelajaran Slameto (2010: 54-71) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern; (a) Faktor Intern. Di dalam faktor intern terdapat tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan; (b) Faktor Ekstern. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga meliputi cara orang tua dalam mendidik anaknya, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah meliputi metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar siswa, dan tugas rumah. Faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media (radio, TV, surat kabar, majalah, dll), teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Dari pendapat mengenai faktor-faktor yang dapat memengaruhi pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran meliputi faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Faktor ekstern yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. 16 Metode guru mengajar merupakan faktor ekstern dalam pembelajaran. Maka dari itu, diperlukan pendekatan serta penggunaan media yang tepat agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media benda konkret sesuai untuk pembelajaran IPA di kelas IV. Jika guru menerapkan pendekatan CTL dengan media benda konkret sesuai dengan langkah-langkah yang tepat, maka pembelajaran akan meningkat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. c. Hakikat IPA 1) Pengertian IPA Menurut Sukarno (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 23) IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang menawarkan cara-cara agar dapat memahami kejadian-kejadian di alam ini. Carin dan Sund (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 24) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis, tersusun secara teratur, berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Menurut Wahyana (Trianto, 2012: 136), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Berdasarkan definisi-definisi yang disampaikan di atas, penulis menyimpulkan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan yang disusun secara sistematis tentang benda dan gejala-gejalanya yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan, dan pembuktian (metode ilmiah) serta menggunakan dan mengembangkan sikap ilmiah. Menurut Bundu (2006: 11-13), hakikat sains (IPA) mencakup tiga hal yaitu: 17 a) Sains/IPA sebagai proses IPA sebagai proses adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara tertentu untuk memperoleh illmu sehingga dapat mengembangkan ilmu itu selanjutnya. Dengan kata lain, IPA sebagai proses menyangkut proses atau cara kerja untuk memperoleh hasil (produk). Tabel 2.1 Keterampilan Proses dan Ciri-cirinya Keterampilan Proses Ciri Aktivitas Observasi - Menggunakan alat indra sebanyak (Mengamati) mungkin - Mengumpulkan fakta yang relevan dan memadai Klasifikasi - Mencari perbedaan, mengontraskan, (Menggolongkan) mencari kesamaan, membandingkan dan mencari dasar penggolongan Aplikasi Konsep - Menghitung, menjelaskan peristiwa, (Menerapkan Konsep) menjelaskan konsep yang dipelajari pada situasi baru Prediksi - Menggunakan pola, menghubungkan pola (Meramalkan) yang ada, dan memperkirakan peristiwa yang akan terjadi. Interpretasi - Mencatat hasil pengamatan. (Menafsirkan) - Menghubungkan hasil pengamatan - Membuat kesimpulan Menggunakan Alat - Berlatih menggunakan alat/bahan. - Menjelaskan bagaimana alat digunakan Eksperimen - Menentukan alat dan bahan yang (Merencanakan dan digunakan Melakukan - Menentukan variabel Percobaan) - Menentukan apa yang diamati dan diukur - Menentukan langkah kegiatan. - Menentukan bagaimana data diolah dan disimpulkan Mengkomunikasikan - Membaca grafik, Tabel atau diagram - Menjelaskan hasil percobaan - Mendiskusikan hasil percobaan - Menyampaikan laporan secara sistematis Mengajukan - Bertanya dan meminta penjelasan Pertanyaan - Bertanya tentang latar belakang hipotesis. (Hadiat dalam Bundu, 2006: 31) 18 Keterampilan proses yang akan dinilai yaitu observasi, eksperimen, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Keterampilan proses tersebut akan dinilai pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung yang digabung dengan nilai evaluasi. b) Sains/IPA sebagai produk IPA sebagai produk berisi prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori yang dapat menjelaskan alam dan berbagai fenomena alam. Prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori tersebut dapat dikembangkan untuk memenuhi rasa ingin tahu manusia mengenai suatu hal yang perlu diselidiki. c) Sains/IPA sebagai sikap ilmiah Sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki para ilmuan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya bersikap objektif terhadap fakta, hati-hati, bertanggung jawab, berhati terbuka, selalu ingin meneliti, dan lain sebagainya. Dengan memiliki sikap ilmiah, seorang peneliti akan bersikap jujur, cermat, hati-hati, tidak mudah gegabah, dan kritis terhadap apa yang sedang ditelitinya. Menurut Harlen (dalam Bundu, 2006: 140) sikap ilmiah siswa SD dikelompokkan menjadi: (1) curiosity (sikap ingin tahu), (2) respect for evidence (sikap respek terhadap data), (3) critical reflection (sikap refleksi kritis), (4) perseverance (sikap ketekunan), (5) creativity and inventiveness (sikap kreatif dan penemuan), (6) open mindedness (sikap berpikiran terbuka), (7) co-operation with others (sikap bekerja sama dengan yang lain), (8) wilingness to tolerate uncertainty (sikap keinginan menerima ketidakpastian), (9) sensitivity to environment (sikap sensitif terhadap lingkungan). Sikap yang akan dinilai pada penelitian ini yaitu sikap ingin tahu, sikap berpikir terbuka dan kerjasama, sikap respect terhadap data/fakta, dan sikap tekun. 19 2) Pembelajaran IPA Menurut pendapat (Rohanah, 2015: 1) Pembelajaran IPA menekankan pemberian pengalaman langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sikap ilmiah tersebut diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut (Rigiarti, dkk, 2013: 2) pembelajaran IPA diarahkan pada proses penemuan melalui inkuiri secara langsung dalam mempelajari diri sendiri dan alam sekitar sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam selanjutnya dapat menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Samatowa (2006: 5) menyatakan bahwa beberapa aspek penting yang dapat diperhatikan guru dalam memberdayakan anak melalui pembelajaran IPA yaitu: (1) pentingnya memahami bahwa pada saat memulai kegiatan pembelajarannya, anak telah memiliki berbagai konsepsi, pengetahuan yang relevan dengan apa yang mereka pelajari; (2) aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam menjadi hal utama dalam pembelajaran IPA; (3) bertanya menjadi bagian yang penting dalam setiap pembelajaran IPA, bahkan menjadi bagian yang paling utama dalam pembelajaran; (4) pembelajaran IPA memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan suatu masalah (Gede: 2013). Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah suatu proses pembelajaran tentang benda dan gejala-gejalanya yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan, dan pembuktian (metode ilmiah) melalui inquiry dan discovery serta menggunakan sikap ilmiah dan berbagai kegiatan nyata untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Di dalam penelitian ini, peneliti merapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dalam pembelajaran IPA tentang gaya. Keterampilan proses yang digunakan 20 dalam pembelajaran IPA tentang gaya meliputi: pengamatan, percobaan, penarikan kesimpulan, dan pengomunikasian hasil percobaan. Adapun sikap ilmiah yang digunakan dan dikembangkan meliputi: sikap ingin tahu, sikap berpikir terbuka dan kerjasama, sikap respect terhadap data/fakta, dan sikap tekun. 3) Fungsi dan Tujuan IPA Adapun fungsi sains di Sekolah Dasar adalah untuk menguasai konsep dan manfaat sains dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan tujuan mata pelajaran sains pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2007 adalah sebagai berikut: a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya. b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media benda konkret sudah sesuai dengan fungsi dan tujuan IPA yaitu siswa diajak berpikir kritis dan kreatif sehingga dapat membuat 21 hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam konteks kehidupan keseharian mereka. 4) Ruang Lingkup IPA Kelas IV di Sekolah Dasar Ruang lingkup IPA di sekolah dasar dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2007: 106), meliputi aspek-aspek seperti: a) makhluk hidup dan proses kehidupan, seperti manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; b) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya, meliputi: cair, padat, dan gas; c) energi dan perubahannya, meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet. Listrik, cahaya, dan pesawat sederhana; d) bumi dan alam semesta yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Aspek yang diambil peneliti dalam penelitian ini yaitu aspek energi dan perubahannya tentang gaya. 5) Materi IPA tentang Gaya Materi IPA kelas IV SD yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tentang gaya. Adapun Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di kelas IV SD tentang gaya disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut. Tabel. 2.2 SK dan KD IPA Kelas IV SD tentang Gaya Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 7. Memahami gaya dapat 7.1 Menyimpulkan hasil percobaan mengubah gerak dan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) /atau bentuk suatu dapat mengubah gerak suatu benda benda 7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda Peneliti menentukan tujuh indikator yang terdiri dari: (1) menjelaskan pengertian gaya; (2) menyebutkan jenis-jenis gaya; (3) mendemonstrasikan bahwa gaya dapat mengubah gerak suatu benda; (4) mendemonstrasikan bahwa gaya dapat mengubah bentuk suatu benda; (5) 22 mendemonstrasikan bahwa gaya dapat memengaruhi keadaan benda di dalam air; (6) menyimpulkan hasil percobaan; (7) mengomunikasikan hasil percobaan. Pemilihan ini disesuaikan berdasar-kan hasil identifikasi masalah yang menunjukkan bahwa siswa kelas IV SD Negeri 2 Maron sebagian besar masih mengalami kesulitan dalam memahami materi tentang gaya. KTSP (2007) menyebutkan bahwa salah satu materi yang diajarkan di kelas IV (empat) semester 2 meliputi aspek energi dan perubahannya, salah satunya adalah materi tentang gaya. Materi tentang gaya di kelas IV SD menurut Aprilia dan Achyar (2009:119-126) berisi tentang hal-hal berikut ini: a) Pengertian Gaya Gaya dalam IPA tidak sama dengan gaya yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari. Gaya yang dimaksud adalah suatu tindakan berupa tarikan atau dorongan terhadap suatu benda. Contohnya mendorong lemari, menarik kursi, dan memukul bola kasti. Jika kita melakukan dorongan atau tarikan terhadap suatu benda, berarti kita telah melakukan gaya terhadap benda tersebut. Gaya adalah sesuatu yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan dan perubahan bentuk suatu benda. Menurut materi IPA di SD, gaya dikenal sebagai tarikan dan dorongan. Materi Gaya pada kelas IV ini membahas tentang pengaruh gaya (tarikan dan dorongan) terhadap gerak dan bentuk benda. Gambar 2.1 Memukul Bola Kasti 23 b) Jenis-Jenis Gaya Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menemukan gaya dengan jenis yang berbeda satu dan yang lainnya. Setiap gaya yang dilakukan memerlukan tenaga. Berdasarkan sumber tenaga yang diperlukan, gaya dibedakan menjadi beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. (1) Gaya Otot Gaya otot merupakan gaya yang dihasilkan oleh tenaga otot. Contoh gaya otot adalah pada saat kita menarik atau mendorong meja, membawa belanjaan ibu, dan menendang bola. Gambar 2.2 Contoh Gaya Otot (2) Gaya Gesek antara Dua Benda Gaya gesek merupakan gaya yang terjadi karena bersentuhannya dua permukaan benda. Contoh gaya gesek adalah gaya yang bekerja pada rem sepeda. Gambar 2.3 Contoh Gaya Gesek Dua Benda (3) Gaya Magnet Gaya magnet merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan atau dorongan dari magnet. Contoh gaya magnet adalah, tertariknya paku ketika didekatkan dengan magnet. 24 Gambar 2.4 Contoh Gaya Magnet (4) Gaya Gravitasi Gaya gravitasi merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan bumi. Contoh gaya gravitasi adalah jatuhnya buah dari atas pohon dengan sendirinya. Semua benda yang dilempar ke atas akan tetap kembali ke bawah karena pengaruh gravitasi bumi. Gambar 2.5 Contoh Gaya Gravitasi Bumi (5) Gaya Listrik Gaya listrik merupakan gaya yang terjadi karena aliran muatan listrik. Aliran muatan listrik ini ditimbulkan oleh sumber energi listrik. Contoh gaya listrik adalah bergeraknya kipas angin karena dihubungkan dengan sumber energi listrik. Gambar 2.6 Contoh Gaya Listrik c) Gaya Mempengaruhi Gerak dan Bentuk Benda Gaya mengakibatkan adanya perubahan pada benda. Dengan kata lain, gaya dapat mempengaruhi suatu benda. Pengaruh gaya terhadap benda adalah sebagai berikut: 25 (1) Gaya Dapat Menggerakkan Benda Diam Benda diam akan bergerak jika diberi gaya. Contohnya, bola akan melambung ke udara jika kita tendang. Lemari akan bergeser jika kita dorong. Sepeda akan berjalan jika kita kayuh. Batu akan bergerak jika kita lempar. Gambar 2.7 Contoh Gaya Dapat Menggerakkan Benda Diam (2) Gaya Dapat Membuat Benda Bergerak Menjadi Diam Contoh benda yang bergerak adalah sepeda yang dikayuh, sepeda motor yang sedang bergerak, kelereng yang menggelinding dan sebagainya. Benda-benda yang bergerak tersebut dapat berhenti atau diam jika diberi gaya. Sepeda yang bergerak akan berhenti jika direm. Sepeda motor yang sedang bergerak akan berhenti jika direm. Kelereng yang menggelinding akan berhenti jika kita tahan dengan tangan atau kaki. Mengerem sepeda dan sepeda motor termasuk bentuk gaya. Begitu pula dengan menahan kelereng dengan tangan juga termasuk bentuk gaya. Dengan demikian, gaya dapat membuat benda bergerak menjadi diam. Gambar 2.8 Contoh Gaya Dapat Membuat Benda Bergerak Menjadi Diam 26 (3) Gaya Dapat Mengubah Kecepatan Gerak Benda Mobil yang sedang bergerak, jika kita amati kecepatan mobil tersebut tidak akan sama. Kamu bisa melihatnya pada speedometer. Gerak mobil terkadang cepat dan terkadang lambat. Ketika jalan lengang, pengemudi akan menginjak gasnya. Akibatnya, mobil akan melaju kencang. Namun, ketika ada mobil yang lain di depannya, pengemudi akan menginjak rem. Akibatnya, laju mobil akan melambat. Injakan gas dan injakan rem termasuk bentuk gaya. Oleh karena itu, gaya dapat mempengaruhi kecepatan gerak benda. (4) Gaya Dapat Mengubah Arah Gerak Benda Sepeda tidak hanya dapat berjalan lurus. Sepeda dapat kita belokkan ke arah yang dibutuhkan. Jika ingin mengubah arah sepeda, kita cukup membelokkan setangnya. Hasilnya, arah sepeda akan berubah. Gambar 2.9 Contoh Gaya Dapat Merubah Arah Gerak Benda (5) Gaya Dapat Mengubah Bentuk Benda Gaya dapat mengubah bentuk suatu benda. Karet gelang yang semula berbentuk lingkaran berubah bentuk ketika ditarik. Tarikan pada karet gelang termasuk bentuk gaya. Hal tersebut membuktikan bahwa gaya dapat mengubah bentuk benda. Gambar 2.10 Contoh Gaya Dapat Mengubah Bentuk Benda 27 (6) Gaya Dapat Memengaruhi Keadaan Benda di Dalam Air Gaya menyebabkan benda bisa mengapung di permukaan. Benda yang masuk ke dalam air akan dikenai gaya tekan ke atas sehingga benda muncul kembali ke permukaan. Gaya tekan ke atas dipengaruhi oleh luas permukaan benda. Benda yang permukaannya lebar mendapat banyak gaya tekan ke atas. Akibatnya, benda itu akan mengapung di permukaan. Benda yang permukaannya sempit mendapat sedikit gaya tekan ke atas. Akibatnya, benda itu akan tenggelam. Inilah penyebab batu tenggelam ketika dilempar ke dalam air. Keadaan benda di dalam air dipengaruhi oleh gaya tekan ke atas dan berat benda. (a) Jika gaya tekan ke atas lebih besar dari berat benda, maka benda akan terapung. Gambar 2.11 Terapung (b) Jika gaya tekan ke atas lebih kecil dari berat benda, maka benda akan tenggelam. Gambar 2.11 Tenggelam Dari pengertian pembelajaran, IPA, dan materi IPA pada kelas IV tentang gaya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA tentang gaya pada siswa kelas IV adalah proses interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar pada lingkungan belajar yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan 28 pembelajaran melalui pengamatan, dan pem-buktian (metode ilmiah) menggunakan dan mengembangkan sikap ilmiah serta meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas IV materi tentang gaya khususnya gaya dapat memengaruhi gerak benda dan gaya dapat mengubah bentuk benda. 2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Media Benda Konkret a. Pendekatan Pembelajaran 1) Pengertian Pendekatan Pembelajaran Di dalam KBBI (2007), pengertian pendekatan adalah proses, perbuatan, cara mendekati; usaha dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan. Sementara itu, Hosnan (2014: 32) mengartikan pendekatan pembelajaran sebagai: a) perspektif (sudut pandang; pandangan) teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memilih model, metode, dan teknik pembelajaran; b) suatu proses atau perbuatan yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran; c) titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguat-kan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis ter-tentu. Menurut pendapat Roy Killen, ada dua pendekatan dalam pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pendekatan deduktif atau pembelajaraan ekspositori. Sementara itu, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri, serta strategi pembelajaran induktif (Sanjaya 2014: 127). 29 Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pendekatan adalah suatu cara yang dijadikan sudut pandang atau titik tolak yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran agar suatu pembelajaran itu dapat berhasil dan mencapai tujuan yang diinginkan, dengan cara meng-aktifkan peserta didik atau menjadikan siswa sebagai pusat dalam pembelajaran itu (student center). 2) Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 109-135) macammacam pendekatan pembelajaran IPA adalah sebagai berikut: a) Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Teacher Centered Approach dan Student Centered Approach Pada pendekatan pembelajaran berdasarkan teacher centered, guru berperan aktif lebih banyak dibandingkan peserta didiknya karena guru mrngelola dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas. Pendekatan pembelajaran student centered approach sangat dianjurkan untuk dilaksanakan baik untuk tingkat pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Pendekatan ini melibatkan peran aktif peserta didik dalam memahami suatu materi dan dapat tersimpan kuat dalam otak, karena mereka mengalami sendiri melalui praktik dan dituntut mampu mengajarkan sesuatu kepada orang lain. b) Pendekatan Konsep dan Pendekatan Proses Pendekatan konsep yaitu siswa dibimbing memahami suatu bahasan yang memahami konsep-konsep yang terkandung di dalamnya. Pendekatan proses yaitu mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses atau langkah-langkah ilmiah seperti melakukan pengamatan, menafsirkan data, dan mengomunikasikan hasil pengamatan. c) Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif Pendekatan deduktif adalah proses penalaran ysng bermula dari keadaan umum ke khusus sebagai pendekatan pembelajaran yang 30 bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti oleh contohcontoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu ke dalam keadaan khusus. Pendekatan induktif menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian disimpulkan menjadi suatu fakta, prinsip, dan aturan. Pendekatan ini mampu meningkatkan resistensi peserta didik dalam memahami konsep. d) Pendekatan Discovery-Inquiry Pendekatan discovery-Inquiry sebenarnya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Keinginan yang ingin dioptimalkan dalam pendekatan ini adalah proses mental, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir deduktif-induktif, kemampuan berkomunikasi, peningkatan motivasi, dan peningkatan daya resitasi peserta didik. e) Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Merupakan suatu pendekatan yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warganegara dan tenaga kerja. CTL menekankan pada berfikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin akademik, dan pengumpulan, penganalisisan, pensitesisan informasi dan data dari berbagai sumber titik pandang. f) Pendekatan Konstruktivisme Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan yang menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan berfokus pada pembelajaran secara mendalam dengan pengalaman yang relevan, materi pembelajaran terintegrasi, dan disusun sendiri oleh siswa. g) Pendekatan Science, Environment, Technology, Society (SETS) Pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA dapat dilaksanakan dengan mengajak peserta didik mengaitkan konsep IPA dengan unsur- 31 unsur dalam SETS. Pendekatan ini akan mengarahkan peserta didik belajar bermakna, seperti tercantum dalam kompetensi yang harus dicapai dalam kurikulum 2013. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Di dalam pendekatan CTL peserta didik diajak berpikir kritis dan kreatif sehingga dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam konteks kehidupan keseharian mereka. Pendekatan ini juga membantu peserta didik tumbuh dan berkembang dengan sikap saling bekerja sama, saling menghormati perbedaan untuk kreativitas, mampu mengorganisasi diri untuk mencapai standar yang tinggi dan menggunakan penilaian autentik. 3) Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) a) Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sering juga disebut dengan istilah kontekstual. Menurut Nurhadi (2003) pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 121-122). Pendapat lain dari Borko dan Putnam yang mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi peserta didik dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata serta budaya yang berlaku dalam masyarakat peserta didik. Penyampaian pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan kehidupan sehari-hari (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 122). 32 Sejalan dengan pendapat tersebut Shoimin (2014: 42) dalam bukunya mengemukakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dan situasi dunia nyata siswa serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning comunity), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Berdasarkan ketiga pendapat mengenai pengertian pendekatan CTL tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL adalah suatu proses pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. b) Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut pendapat (Shoimin, 2014: 42), karakteristik CTL yaitu: (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10) dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain, (11) laporan kepada orang tua bukan 33 hanya rapor, melainkan hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain. Menurut Sanjaya (2014: 256) terdapat lima karakteristik penting CTL, yaitu: (1) Pendekatan CTL merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. (2) Pendekatan CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya. (3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini. (4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa. (5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa karakteristik pendekatan CTL adalah mengarah pada pembelajaran yang dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan, aktif, kreatif, produktif, kerjasama, kebermaknaan dalam pembelajaran, dan diarahkan dalam konteks kehidupan nyata. Seperti saat pembelajaran, 34 siswa diajak untuk berada di lingkungan nyata dan alamiah sehingga siswa mendapatkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. c) Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 50), secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dikembangkan dari komponen utama CTL sebagai berikut: (1) Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya (Konstruktivisme). (2) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (Bertanya). (3) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik (Inkuiri). (4) Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok- kelompok) (Masyarakat belajar). (5) Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran (Pemodelan). (6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan (Refleksi). (7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Penilaian autentik). Berdasarkan paparan di atas maka peneliti menentukan langkah-langkah dalam pendekatan CTL sebagai berikut : (1) konstruktivisme, guru mengkonstruksi pengetahuan siswa, (2) bertanya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya ataupun sebaliknya guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk membangkitkan respon siswa. (3) inkuiri, guru membimbing siswa untuk menemukan informasi baru, (4) masyarakat belajar, guru mengajak siswa untuk membentuk kelompok dalam kelas. Pembentukan dilakukan secara merata oleh guru. Pembentukan kelompok ini memiliki tujuan agar terjalin kerja sama dan berkembangnnya 35 keterampilan siswa berkomunikasi dalam kelas, (5) pemodelan, guru membimbing siswa melakukan percobaan untuk memperoleh data, (6) refleksi, guru mengajak siswa bersama-sama melakukan refleksi atau melihat kembali apa yang telah mereka pelajari sekilas, dan (7) penilaian autentik, guru melakukan penilaian sebenarnya. d) Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Setiap pendekatan pembelajaran sudah tentu memiliki kelebihan dan kelemahan. Begitu pula dengan pendekatan CTL. Kelebihan pendekatan CTL dinyatakan oleh Putra (2013: 256) antara lain: (1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil, karena siswa menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. (2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa. (3) Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. (4) Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan di lapangan. (5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil dari pemberian oleh guru. (6) Penerapan pembelajaran kontekstual bisa menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna. Menurut Shoimin (2014: 44) kelebihan Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu: (1) Pembelajaran kontekstual dapat menekankan aktivitas berpikir siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. 36 (2) Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan dengan menghafal, melainkan proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. (3) Kelas dalam kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, melainkan sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. (4) Materi pelajaran ditentukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain. Kelemahan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Hosnan (2014: 279) adalah: (1) Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa. (2) Guru hanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan CTL secara umum yaitu memberikan pembelajaran yang bermakna kepada siswa sehingga tercipta kondisi belajar yang menyenangkan. Konsep-konsep pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa. Sedangkan kelemahan CTL secara umum yaitu guru hanya berperan sebagai pembimbing dan fasilitator dalam pembelajaran dengan harapan siswa mampu menemukan konsep-konsep berdasarkan idenya masingmasing. Adanya kelebihan dan kelemahan pendekatan CTL tersebut, maka peneliti berusaha untuk mengembangkan kelebihan-kelebihan CTL yang ada dengan menerapkan ketujuh komponen utamanya 37 secara benar. Di dalam pembelajaran guru berusaha mengurangi kelemahan yang ada dengan melakukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. b. Media Pembelajaran 1) Pengertian Media Pembelajaran Mengenai pengertian media pembelajaran, Hamidjojo mendefinisikan media pembelajaran sebagai media yang pengguanaannya diintegrasikan dengan dengan tujuan dan isi pelajaran yang bermaksud untuk mempertinggi kegiatan belajar mengajar dalam segi mutu (Hosnan, 2014: 111). Menurut pendapat Hadi Miarso, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri pembelajar (Sanaky, 2013: 4). Gerlach dan Elly (1980: 244) menyatakan: “A medium, conceived is any person, materials or event that establish condition which enable the learner to acquire knowledge, skill, and attitude.”menurut Gerlach secara umum media meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Sanjaya, 2014: 163). Menurut Arsyad (2011: 4-5) “Media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar”. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa salah satu yang mengandung materi instruksional dalam lingkungan belajar siswa yang dapat membawa pesan dan dari guru kepada siswa serta dapat 38 merangsang siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 2) Macam-macam Media Pembelajaran Menurut (Asyhar, 2011: 44), media pembelajaran dikelompokkan menjadi empat macam. Berikut ini penjelasannya: a) Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari siswa. Dengan media ini, pengalaman belajar yang dialami siswa sangat tergantung pada kemampuan penglihatannya. Media visual yang sering digunakan dalam pembelajaran dikelompokkan menjadi: (1) benda realita atau benda nyata; (2) model dan prototipe; (3) media cetak; dan (4) media grafis. b) Media audio adalah jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran siswa. Pengalaman belajar yang akan didapatkan adalah dengan mengandalkan kemampuan indera pendengaran. Oleh karena itu, media audio hanya mampu memanipulasi suara semata. Contoh media audio yang umum digunakan yaitu tape recorder, radio, dan CD player. c) Media audio-visual adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa verbal dan nonverbal yang mengandalkan penglihatan dan pendengaran. Beberapa contoh media audio-visual adalah film, video, program TV dan lain-lain. d) Multimedia yaitu media yang melibatkan beberapa jenis mediadan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran. Pembelajaran multimedia melibatkan indera penglihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual 39 gerak, dan audio serta media interaktif berbasis komputer dan teknologi komunikasi informasi. Mengenai macam-macam media, Arsyad (2011: 33-34) mengelompokkan media menjadi dua kategori luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional terdiri dari: (1) visual diam yang diproyeksikan, (2) visual yang tak diproyeksikan, (3) audio, (4) penyajian multimedia, (5) visual dinamis yang diproyeksikan, (6) cetak, (7) permainan, dan (8) relia. Pilihan media teknologi mutakhir terdiri dari; (1) media berbasis telekomunikasi, dan (2) media berbasis mikroprosesor. Sudjana dan Rivai (2010: 3) juga menyatakan bahwa ada beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam proses pengajaran. Jenis media tersebut yaitu: a) Media grafis, media ini sering disebut juga media dua dimensi yakni media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Dengan media grafis guru dapat menyalurkan pesan dan informasi melalui simbolsimbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan apabila hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Beberapa contoh media grafis antara lain gambar, foto, grafik, kartun, karikatur, puzzle, diagram, komik dan lain-lain. b) Media tiga dimensi meliputi model padat, model susun, model kerja, diorama dan lain-lain. c) Media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain-lain. d) Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan jenis media yaitu media visual, media audio, media audio-visual, media multimedia, media grafis, media tiga dimensi, media yang tidak diproyeksikan, dan media relia. Media yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian adalah 40 media relia atau sering dikenal dengan media konkret. Media benda konkret merupakan media yang tidak diproyeksikan, selain itu media konkret masuk dalam media visual dan media tiga dimensi. 3) Media Konkret a) Pengertian Media Konkret Media konkret dapat juga diartikan sebagai media nyata, realita, atau realia. Asyhar (2011: 54) mengemukakan bahwa benda nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar, atau di alami oleh siswa sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Sejalan dengan pendapat Asyhar, Sanaky (2013: 128) berpendapat, ”Benda asli adalah benda dalam keadaan sebenarnya dan seutuhnya”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media konkret merupakan media benda asli yang masih dalam keadaan utuh, dalam ukuran yang sebenarnya, dan dikenali sebagai wujud aslinya untuk memudahkan konsep yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga siswa merasa tertarik. Media ini dapat berupa benda mati atau makhluk hidup. Media konkret sangat tepat digunakan bersamaan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) karena memberikan pengalaman langsung dalam proses pembelajaran sehingga membentuk atau mengembangkan pengetahuan dengan baik. b) Karakteristik Media Konkret Setiap jenis media, mempunyai karakteristik (kekhasan) tertentu yang berbeda‑beda satu sama lain, begitu pula dengan media konkret. Menurut Daryanto (2013: 29), media konkret memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) dapat dibawa langsung ke kelas; (2) pemanfaatan media konkret tidak harus dihadirkan secara nyata dalam ruang kelas, melainkan dapat juga dengan cara mengajak siswa melihat langsung (observasi) benda nyata tersebut ke lokasinya; (3) media konkret tergolong sederhana dalam penggunaan dan 41 pemanfaatannya, karena tanpa harus memerlukan keahlian khusus, dapat dibuat sendiri oleh guru, serta bahannya mudah diperoleh di lingkungan sekitar. Menurut Sanaky (2013: 127-128), media konkret merupakan alat yang paling efektif untuk mengikutsertakan berbagai indera manusia dalam belajar. Hal ini disebabkan benda konkret memiliki sifat keasliannya, mempunyai ukuran besar dan kecil, mempunyai warna, mempunyai berat, dan ada kalanya disertai dengan gerak dan bunyi. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa media konkret memiliki karakteristik dapat dibawa di kelas secara langsung, pemanfaatan media konkret tidak harus dihadirkan secara nyata dalam ruang kelas, media konkret tergolong sederhana dalam penggunaan dan pemanfaatannya, serta benda konkret memiliki sifat keasliannya. c) Langkah-langkah Penggunaan Media Konkret Penggunaan media konkret akan memudahkan siswa dalam pembelajaran karena siswa akan memperoleh pengalaman nyata. Langkah-langkah penggunaan media konkret menurut Padmono (2011:43-44), yaitu: (1) memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang menarik perhatian siswa, (2) menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak sekadar benda (misal benda batu cadas, cristal), (3) menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam berinteraksi dengan benda nyata), (4) melengkapi perbandingan, (5) unit akhir atau puncak. Menurut pendapat Sudjana dan Rivai (2010: 197) ada lima langkah penggunaan media konkret, yaitu: (1) memperkenalkan unit, perlu dipilih metode khusus yang akan memikat perhatian para siswa dalam menghadapi kegiatan-kegiatan baru, (2) menjelaskan proses, pengalaman nyata yang hidup tidak hanya dapat menyampaikan 42 informasi secara akurat terhadap penampilan benda-benda atau objek, (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan, keterlibatan para siswa kepada unit bukan hanya sekadar memperoleh jawaban dari pertanyaan orisinil yang diajukan mereka, tetapi berbagai pertanyaan baru akan bermunculan kemudian, (4) melengkapi perbandingan, sebagian besar dari studi sosial mengandung perbandingan tentang cara hidup kita dengan kehidupan masyarakat yang berbeda tempat tinggal dan waktunya, (5) unit akhir atau puncak, merangkum seluruh materi yang pernah dipelajari siswa. Berdasarkan pendapat tentang langkah penggunaan media benda konkret yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret adalah sebagai berikut: (1) guru menunjukkan beberapa media benda konkret di depan kelas disertai upaya menjaga ketenangan kelas dan siswa diminta memperhatikan benda secara seksama; (2) guru menjelaskan materi dengan siswa tentang cara berbicara yang baik dalam mendeskripsikan benda tersebut; (3) guru bertanya jawab dengan siswa tentang nama benda-benda dan membimbing siswa untuk memahami ciri-ciri benda tersebut; (4) guru melengkapi perbandingan karena adanya studi sosial yang mengandung perbandingan tentang kehidupan masyara-kat yang berbeda tempat tinggal; (5) merangkum seluruh materi yang pernah dipelajari siswa. d) Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret Setiap media pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan media benda konkret. Asyhar (2011: 55) berpendapat “Kelebihan dari media nyata ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang”. 43 Sudjana & Rivai (2013: 196) menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan benda-benda asli memegang peranan yang penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran. Sehubungan dengan hal ini, Sumantri dan Permana (2001: 176) juga mengatakan bahwa penggunaan media konkret memberikan pengalaman yang berharga dan dapat membentuk sikap mental dan emosional yang positif terhadap hidup dan kehidupan. Berdasarkan uraian di atas, pada dasarnya media konkret memiliki kelebihan yaitu memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran. Sanaky (2013: 129) berpendapat bahwa ”Belajar menggunakan media konkret memerlukan biaya yang cukup besar”. Selanjutnya Moedjiono (dalam Daryanto, 2013: 29) menjelaskan bahwa kelompok media tiga dimensi dapat berwujud sebagai media benda asli yang mempunyai kelemahan diantaranya: (1) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar; (2) penyimpanan memerlukan ruang yang besar; (3) perawatannya rumit. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan kekurangan media konkret yaitu tidak semua bisa digunakan dalam pembelajaran di kelas, tidak praktis, dan biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Berdasarkan penjelasan mengenai pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan media benda konkret, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL dengan media benda konkret adalah suatu proses pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya pada kehidupan sehari-hari melalui tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya 44 dengan mengkombinasikan media benda asli yang masih dalam keadaan utuh, dalam ukuran yang sebenarnya, dan dikenali sebagai wujud aslinya untuk mencapai tujuan pembelajaran. 3. Penelitian yang Relevan Sebagai bahan pembanding dan referensi, peneliti akan menguraikan sebuah penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang relevan dalam penelitian ini yaitu hasil penelitian oleh Suryawati (2010) pada jurnal Procedia Social and Behavioral Sciences dari www.sciencedirect.com merupakan penelitian yang relevan dengan judul “The effectiveness of RANGKA contextual teaching and learning on students’ problem solving skills and scientific attitude”. Penelitian ini dirancang khusus untuk mengukur efektivitas pengajaran dan pembelajaran Biologi pada keterampilan pemecahan masalah siswa, dan sikap ilmiah di kalangan pelajar sekolah menengah di Pekanbaru, Riau Indonesia. Persamaan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti dengan penelitian Suryawati yaitu sama-sama menggunakan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran. Perbedaannya adalah pada penelitian Suryawati subjeknya siswa SMP, sedangkan penelitian ini subjeknya siswa SD khususnya kelas IV. Selain itu penelitian Suryawati merupakan penelitian eksperimen semu, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil penelitian sebelumnya yang dialakukan oleh Hasruddin (2015). Penelitian Hasruddin berjudul Application of Contextual Learning to Improve Critical Thinking Ability of Students in Biology Teaching and Learning Strategies Class. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui penerapan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran Biologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan 18,5% dalam kemampuan berpikir kritis dari pertama ke siklus kedua setelah menerapkan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran Biologi. Dari hasilhasil penelitian tersebut ada perbedaan maupun persamaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Persamaan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti 45 dengan penelitian Hasruddin yaitu sama-sama menggunakan pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL). Perbedaannya adalah pada penelitian Hasruddin subjeknya mahasiswa pendidikan Biologi, sedangkan penelitian ini subjeknya siswa SD khususnya kelas IV. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ida Rosita (Mahasiswa PGSD FKIP UNS). Penelitian Rosita berjudul Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Peningkatan Pembelajaran IPA pada Siswa Kelas VI SDN 2 Kalirejo Kecamatan Karanggayam Tahun Ajaran 2014/2015, menghasilkan kesimpulan bahwa: penerapan pendekatan Kontekstual dapat meningkatkan pembelajaran dan hasil belajar IPA pada siswa kelas VI SDN 2 Kalirejo Kecamatan Karanggayam Tahun Ajaran 2014/2015 yang ditnjukkan dengan ketuntasan belajar siswa pada siklus I 59,10%, siklus II 75%, dan siklus III 86,37%. Dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas ada perbedaan maupun persamaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti antara lain: a) Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengimplementasikan pada pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan media benda konkret pada mata pelajaran IPA; b) Subjek pada penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas IV SD Negeri 2 Maron, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Tahun Ajaran 2015/2016; c) Hasil penelitian yang diharapkan adalah pembelajaran IPA pada siswa Kelas IV meningkat. Hasil penelitian sebelumnya yang dialakukan oleh Umi Muslikhatun (Mahasiswa Universitas Sebelas Maret). Penelitian Muslikhatun berjudul Penerapan Metode Group Investigation dengan Media Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas V SDN 3 Dorowati Tahun Ajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Group Investigation dengan media konkret yang dilaksanakan sesuai langkah yang tepat dapat meningkatkan pembelajaran IPA pada siswa kelas V SD. Persamaan penelitian Muslikhatun dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu sama-sama menggunakan media konkret untuk meningkatkan 46 pembelajaran IPA. Perbedaannya adalah penelitian Muslikhatun menggunakan metode Group Investigation, sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 2 Maron tahun ajaran 2015/2016. Pada penelitian Muslikhatun subjeknya siswa kelas V SDN 3 Dorowati tahun ajaran 2014/2015. Berdasarkan keempat penelitian tersebut, secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dapat meningkatkan pembelajaran. B. Kerangka Berpikir Pada kondisi awal (sebelum tindakan), guru masih menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru. Selama ini, penyampaian mata pelajaran IPA pada siswa kelas IV di SD Negeri 2 Maron guru masih mengandalkan metode ceramah, pembelajaran masih bersifat text book dan guru kurang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Kegiatan pembelajaran yang demikian kurang menarik minat siswa sehingga antusias siswa dalam kegiatan belajar mengajar menjadi berkurang. Akibatnya suasana kelas tidak kondusif, seperti siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah, minat, dan antusiasme untuk belajar, munculnya kejenuhan dan kebosanan pada diri siswa untuk belajar. Suasana kelas yang demikian berpengaruh pada perolehan hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Hal tersebut menimbulkan hasil belajar siswa yang rendah dan di bawah KKM yaitu 70. Pendekatan CTL merupakan suatu proses pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks pribadi, sosial, dan budaya sehingga siswa benar-benar memperoleh pemahaman tentang apa yang telah dipelajarinya. Dengan menerapkan pendekatan CTL siswa tidak akan merasa 47 bosan dengan pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga siswa akan aktif dalam belajar. Untuk itu, diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat. Untuk mempermudah pemahaman siswa dalam menerima materi pelajaran diperlukan suatu media. Salah satu media yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA yaitu media konkret. Media konkret memiliki kelebihan yaitu memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Media konkret sangat tepat digunakan bersamaan dengan pendekatan CTL karena memberikan pengalaman langsung dalam proses pembelajaran sehingga membentuk atau mengembangkan pengetahuan dengan baik. Adapun langkah-langkah pembelajaran CTL dengan media konkret yaitu: (1) konstruktivisme; (2) bertanya; (3) inkuiri; (4) masyarakat belajar; (5) pemodelan dengan media konkret; (6) refleksi; dan (7) penilaian autentik. Penerapan pendekatan CTL dengan media konkret dilaksanakan selama tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan dengan materi yang berbeda. Pada siklus I membahas tentang pengertian gaya dan jenis-jenis gaya, siklus II membahas tentang gaya dapat mengubah gerak suatu benda, dan siklus III akan membahas tentang gaya dapat mengubah bentuk benda dan gaya dapat mempengaruhi keadaan benda di dalam air. Penelitian ini akan dihentikan jika telah mencapai indikator kinerja yang ditargetkan yaitu 85% dengan KKM =70 sehingga siklus dapat dihentikan dengan perolehan hasil yang telah memenuhi target. Penerapan pendekatan CTL dengan media konkret diharapkan akan menimbulkan rasa senang pada diri siswa dan siswa tidak merasa bosan dengan pembelajaran yang sedang dijalani sehingga siswa akan aktif dalam pembelajaran, siswa lebih antusias dalam menjawab pertanyaan guru, siswa aktif dalam berdiskusi, dan pembelajaran akan lebih bermakna. Kondisi akhir yang diharapkan setelah peneliti menerapkan pendekatan CTL dengan media konkret yaitu siswa mampu belajar IPA tentang gaya dengan baik dan hasil pembelajaran siswa kelas IV SD Negeri 2 Maron pada mata pelajaran IPA akan meningkat mencapai 85% dengan nilai KKM yaitu =70 dari seluruh siswa. Bagan kerangka 48 berpikir penerapan pendekatan CTL dengan media benda konkret dalam peningkatan pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN 2 Maron tahun ajaran 2015/2016 dapat digambarkan pada gambar 2.13 berikut. Gambar 2.13 Bagan Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini yaitu: penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media benda konkret dapat meningkatkan pembelajaran IPA tentang gaya siswa kelas IV SD Negeri 2 Maron tahun ajaran 2015/ 2016.