MAGISTER MANAJEMEN RUMAHSAKIT MODUL 8.0 REGULASI PELAYANAN KESEHATAN Fasilitator : Adi Utarini, dr, MSc, MPH, PhD MAGISTER MANAJEMEN RUMAHSAKIT Gedung IKM Lt. 2 Jln Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281 Telp. dan Fax. (0274) 581679, 551408 e-mail : [email protected] Regulasi Pelayanan Kesehatan Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment Regulasi Pelayanan Kesehatan Regulasi perijinan dan aktivitasnya 1. Pengertian dan tujuan regulasi Definisi regulasi menurut Stewart and Walshe (1992) adalah : “ the process of ensuring that standars and legal requirements are met for spesific service or public activies, in order to ensure that policies are fulfilled.” Berdasarkan definisi tersebut, pengertian regulasi adalah suatu aktivitas publik yang akan dilaksanakan oleh masyarakat harus memenuhi standar dan aturan sesuai kebijakan yang telah ditetapkan untuk suatu aktivitas pelayanan. Menurut Brennan dan Berwick (1996) regulasi diperlukan dengan tujuan: a) Mencegah biaya yang sangat tinggi; b) Keterbatasan informasi yang dimiliki oleh konsumen; c) Moral hazard; d) Kelangkaan; e) Mencegah monopoli; f) Mengutamakan kesejahteraan/keselamatan publik. 2. Peran regulator pemerintah Peran pemerintah menurut laporan Pembangunan Bank Dunia (1997) berjudul State in Chaging World, peran negara mempunyai 3 tingkatan, yaitu (1) peran minimal; (2) peran menengah; dan (3) peran sebagai pelaku kegiatan. Pada peran minimal, pemerintah bertugas untuk menyediakan pelayanan publik murni, misalnya pertahanan, tata hukum dan perundangan, hak cipta, manajemen ekonomi mikro dan kesehatan masyarakat. Selain itu peran pemerintah saat ini tidak dapat dipisahkan dari konsep good governance. Kovner (1995) menyatakan bahwa peran pemerintah ada tiga, yaitu sebagai : (1) Regulator; (2) Pemberi biaya; dan (3) Sebagai Pelaksana atau pelaku kegiatan. Dalam konteks good governance peran pemerintah dalam sektor kesehatan terdapat berbagai lembaga pemerintah yang beroperasi. Peran sebagai pelaksana dilakukan misalnya oleh rumah sakit pemerintah pusat atau daerah. Peran sebagai pemberi biaya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Peran sebagai regulator pelayanan kesehatan dapat dilakukan oleh Departemen Kesehatan ataupun Dinas Kesehatan propinsi dan kabupaten/kota (Trisnantoro, 2004) 2 Regulasi Pelayanan Kesehatan Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment Laporan WHO (2000) berjudul Health Systems Performance membedakan peran pemerintah sebagai pengarah (stewardship atau oversight), regulator (yang melaksanakan kegiatan regulasi) dan yang diregulasi (pelaku pelayanan kesehatan). Peran pengarah mencakup 3 aspek utama yaitu, (1) Menetapkan, melaksanakan dan memantau aturan main dalam sistem kesehatan; (2) Menjamin keseimbangan antar berbagai key player dalam sektor kesehatan (terutama pembayar, penyedia pelayanan dan pasien); dan (3) Menetapkan perencanaan stratejik bagi keseluruhan sistem kesehatan. Fungsi stewardship ini dapat dibagi dalam 6 subfungsi, yaitu perancangan sistem keseluruhan, penilaian kinerja, penetapan prioritas, advokasi intersektoral, regulasi dan perlindungan konsumen. Tidak seluruh subfungsi ini dapat dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi pemerintah harus menjamin bahwa fungsi tersebut ada, dilakukan oleh pihak tertentu dan berjalan. Selain itu, regulasi hanya merupakan satu dari 6 subfungsi dalam stewardship. Tabel 3. berikut ini menjabarkan lebih lanjut perbedaan antara peran sebagai pengarah, regulator dan yang diregulasi (pelaksana), dengan penekanan pada mutu pelayanan. Tabel 1. Perbedaan peran pemerintah sebagai lembaga pengarah, regulator dan pelaksana di bidang mutu pelayanan (Utarini,2001) Pemerintah sebagai Pemerintah sebagai Pemerintah sebagai Pengarah Regulator Pelaksana Menetapkan Melakukan pengawasan/ Mengelola institusi kebijakan untuk regulasi pelayanan publik Peran lembaga regula‐ tor dan lembaga penyedia pelayanan Menjamin Menjamin bahwa Efisiensi dan survival tercapainya lembaga penyedia institusi pelayanan Tujuan indikator mutu kese‐ pelayanan di suatu pu‐blik dengan hatan wilayah wilayah memberikan pelayanan yang dengan menetapkan pelayanan yang bermutu bermutu kebijakan regulasi mutu Unit Fokus pada wilayah Fokus pada berbagai Fasilitas pelayanan analisis jenis fasilitas pelayanan kesehatan pemerin‐ kese‐hatan modern dan tah, terutama tradi‐sional, milik Puskes‐mas dan pemerintah dan swasta rumahsakit. di suatu wila‐yah Konse Mengembangkan Melaksanakan regulasi Bersaing dengan 3 Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment Regulasi Pelayanan Kesehatan kuensi Persya­ ratan Pemerintah sebagai Pemerintah sebagai Pengarah Regulator kebijakan sistem mutu penyedia regulasi wilayah pelayanan - Mempunyai - Merupakan lembaga sistem informasi yang diakui oleh kesehat‐an peme‐rintah dan pelayanan publik mempunyai dan swasta yang kredibilitas dalam terintegrasi melak sanakan regulasi mutu - Mengembangkan standar institusi & standar pelayanan - Mempunyai surveyor ‐ surveyor yang handal sesuai kebutuhan dan objektif wilayah (optimal) Pemerintah sebagai Pelaksana swasta Sistem manajemen organisasi yang baik 3. Cakupan Aktivitas Regulasi Secara umum aktifitas regulasi bertujuan untuk mencapai perbaikan mutu yang berkelanjutan sehingga dapat memberikan pelayanan yang aman kepada masyarakat (patient/community safety). Aktifitas regulasi mutu secara umum terdiri dari lisensi, sertifikasi dan akreditasi. Lisensi, akreditasi dan sertifikasi adalah tiga cara utama dalam aktifitas regulasi pelayanan kesehatan. Ketiga istilah tersebut seringkali dianggap sama artinya dan digunakan secara bergantian sehingga membingungkan. Definisi istilah lisensi yang komprehensif adalah menurut Rooney & Ostenberg, 1999. Lisensi adalah suatu proses pemberian ijin oleh pemerintah kepada prktisi individual atau lembaga pelayanan kesehatan untuk melaksanakan atau terlibat dalam suatu profesi atau pekerjaan. Regulasi lisensi pada umumnya dikembangkan untuk menjamin bahwa organisasi atau individu tenaga kesehatan tersebut dapat memenuhi standart menimal untuk melindungi kesehatan dan keselamatan public. Pemberian lisensi kepada individu tenaga kesehatan umumnya diberikan setelah adanya ujian tertentu serta dapat diperbaharui secara periodic melalui pembayaran fee dan atau bukti mengikuti pemngambangan profesi kelanjutan atau bukti kompetensi professional. Pemberian lisensi kepada lembaga pelayanan kesehatan diberikan setelah kunjungan inspeksi yang menetapkan apakah telah dipenuhi standar kesehatan dan keselamatan. Monitoring lisensi merupakan persyaratan yang harus selalu dipenuhi oleh lembaga pelayan kesehatan untuk dapat tetap memberikan pelayanan. Akreditasi adalah suatu proses penilaian dan pengakuan yang dilakukan oleh badan yang diakui (biasanya non pemerintah) yang menyatakan bahwa lembaga pelayanan kesehatan tersebut telah memnuhi standart dan dipublikasikan. Standar akreditasi dianggap sebagai standar optimal yang dapat di capai, serta dirancang untuk selalu dapar memacu 4 Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment Regulasi Pelayanan Kesehatan peningkatan mutu pelayanan di lembaga tersbeut. Keputusan akreditasi di putuskan oleh tim setelah kunjungan periodic. Tim tersebut terdiri dari peerreviewer, biasanya setiap 23 tahun. Akreditasi seringkali perupakan proses sukarela sehingga lembaga pelayanan dapat memilih untuk berpartisipasi atau tidak, dan bukan proses yang diwajibkan oleh undang undang atau peraturan. Sertifikasi adalah sebuah proses evaluasidan pengakuan oleh pemerintah ataupun LSM bahwa seseorang atau lemabga telah memnuhi standart atau criteria tertentu. Meskipun sertifikasi dan akreditasi seringkali digunakan secara bergantian namun akreditasi umumnya di terapkan pada lembaga sedangkan sertifikasi diterapkan kepada pada indivisu dan lembaga. Seritfikasi pada indivisu diberikan apabila individu tersebut mempunyai tambahan keahlian sehingga kedudukannya tidak menggantikan lisensi. Sednagkan sertifikasi pada lembaga diberikan apabila lembaga tersebut mempunyai tambahan pelayanan yang telah terstandar dan kedudukannya juga tidak menggantikan lisensi. Perbedaan utama anatara ketiga istilah tersebut terutama terletak pada prosesnya (yaitu bersifat sukarela atau wajib) dan standart yang digunakan (yaitu standar minimal atau optimal). Lisensi bersifat wajib dan menggunakan standart minimal, sedangkan sertifikasi dan akreditasi bersifat sukarela dengan standar optimal serta dilaksanakan oleh organisasi non pemerintah. Roa dan Rooney (1999) di dalam Utarini dan Djasri (2004) menyajikan dalam bentuk tabel, seperti di bawah ini. Tabel 3. Ciri utama akreditasi, lisensi dan sertifikasi LISENSI Standard Minimal Tujuan Melindungi safety dan meminimalkan risiko Sasaran Sifat Persyaratan SERTIFIKASI Maksimal Melakukan pengembang an profesional yang up­to­ date Individu dan Individu, pelayanan lembaga pelayanan dan lembaga pelayanan Wajib Sukarela Bagian dari regulasi Evaluasi persyaratan untuk menjamin yang ditetapkan, standar/kompetensi pendi‐dikan /pelatihan minimum, kunjungan tamba‐han, dan ke lembaga kompetensi di bidang tertentu (untuk individu), atau menun‐ jukkan bahwa lembaga mempunyai pelayanan, AKREDITASI Maksimal Memacu upaya perbaikan secara kontinyu Lembaga pelayanan dan pelayanan Tergantung sistem Kepatuhan terhadap standard, on­site evaluation; kepatuhan tersebut tidak diharus‐kan oleh hukum dan/ atau regulasi tertentu 5 Regulasi Pelayanan Kesehatan LISENSI Pelaksana Contoh Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment SERTIFIKASI teknologi atau kapasitas khusus Pemerintah dan/atau Konsil/Organisasi lembaga yang Profesi ditunjuk Lisensi dokter, ATLS/ACLS, Case lisensi bidan, lisensi manager certification, dokter gigi; lisensi Certification Program rumah sa‐kit, apotek, for Healthcare Quality laboratori‐um, Professionals (CPHQ), puskesmas, RB, BP ISO 9000 AKREDITASI Tergantung sistem: pemerintah atau LSM Akreditasi rumah sakit, akreditasi baby/mother friendly hospital, akreditasi pelayanan medik dasar Pelayanan regulasi yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun badan independen memberikan jaminan bahwa regulasi tersebut memberikan jaminan untuk masyarakat secara umum dan bukan kelompok tertentu saja. Regulasi lisensi menurut Osterweis (1996) diberikan kepada pihak yang memenuhi syarat pendidikan, pelatihan, dan berpengalaman untuk melakukan suatu upaya pelayanan tertentu di wilayah tertentu. Definisi menurut Rooney & Ostenberg, 1999. Lisensi adalah suatu proses pemberian ijin oleh pemerintah kepada praktisi individual atau lembaga pelayanan kesehatan untuk melaksanakan atau terlibat dalam suatu profesi/pekerjaan. Regulasi lisensi pada umumnya dikembangkan untuk menjamin bahwa organisasi atau individu tenaga kesehatan tersebut dapat memenuhi standar minimal untuk melindungi kesehatan dan keselamatan publik. Pemberian lisensi kepada lembaga pelayanan diberikan setelah kunjungan inspeksi yang menetapkan apakah telah dipenuhi standar kesehatan dan keselamatan. Monitoring lisensi merupakan persyaratan yang harus selalu dipenuhi oleh lembaga pelayanan kesehatan untuk tetap memberikan pelayanan. 4. Paradigma regulasi Peran pemerintah dalam regulasi pelayanan sangat dipicu dengan semakin maraknya sektor swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan, mulai dari praktek mandiri, praktek berkelompok, laboratorium, apotek, klinik‐klinik hingga rumah sakit. Fakta ini semakin mendorong pemerintah untuk segera bergerak dari peran sebagai penyedia pelayanan (dengan konsekuensi berkompetisi dengan swasta) menjadi peran sebagai regulator pelayanan (dengan konsekuensi meregulasi penyedia pelayanan pemerintah dan swasta). 6 Regulasi Pelayanan Kesehatan Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment Di daerah‐daerah yang masyarakat dan/atau pemerintahnya kaya (misalnya DIY, Bali, Riau, DKI), fenomena berkembangnya sektor swasta jelas terlihat (Utarini,2004) Menurut Ogus (1994, dalam Kumaranayake, et al, 2000), terdapat dua pendekatan regulasi pelayanan. Pendekatan pertama adalah pendekatan sosial, yang lebih menekankan pada pengembangan berbagai standar (misalnya untuk menjamin mutu dan keamanan minimal), baik standar profesi, standar pelayanan ataupun standar perijinan lembaga. Tujuan pendekatan ini adalah meningkatkan keadilan dan mutu pelayanan kesehatan (Harding, 2000). Dalam pendekatan sosial, variabel yang menjadi fokus regulasi adalah market entry dan mutu pelayanan. Sebagai contoh, seorang dokter untuk praktek di suatu wilayah harus melalui proses perijinan untuk menilai kompetensi minimal dokter tersebut dan perijinan untuk tempat prakteknya. Dengan demikian terdapat proses “pengujian” sebelum memasuki pasar. Pendekatan kedua adalah pendekatan ekonomik yang melihat peran regulasi dalam kaitannya dengan mekanisme pasar. Pendekatan ini bertujuan untuk mencegah monopoli pelayanan kesehatan, kelangkaan pelayanan kesehatan tertentu, ataupun pelayanan yang berlebih (Harding, 2000 dan Kumaranayake et al., 2000). Regulasi terjadi apabila pemerintah berusaha mengkontrol atau mempengaruhi aktivitas‐aktivitas individu atau lembaga melalui harga, kuantitas, kualitas dan distribusi. Pandangan Walshe mengenai regulasi lebih dipengaruhi oleh pendekatan ini. Walshe (2002) melihat regulasi sebagai suatu usaha secara terus menerus yang dilakukan oleh lembaga publik untuk mengkontrol aktivitas yang bernilai bagi masyarakat. Dalam pandangan ahli ekonomi, regulasi tersebut dibutuhkan karena adanya kegagalan mekanisme pasar, dimana regulasi diharapkan dapat mewujudkan apa yang tidak terwujud dalam mekanisme pasar seperti efisiensi, keadilan, kualitas, ketersediaan, dan sebagainya. Kedua pendekatan di atas digunakan dalam mengembangkan regulasi pelayanan. Contohnya dalam hal pendirian apotek. Selain apotek harus memenuhi persyaratan dalam perijinan apotek, apakah diperlukan pengaturan distribusi apotek sehingga aksesibilitasnya lebih tinggi? Berapa sesungguhnya estimasi jumlah rumah sakit yang diperlukan di DIY? Apakah hal‐hal tersebut diserahkan pada mekanisme pasar (sehingga tidak dibatasi jumlah dan tidak ada regulasi mengenai lokasi pendirian atau distribusi apotek/rumah sakit) ataukah diperlukan regulasi yang lebih jelas? Sasaran regulasi dapat dilihat dengan pendekatan proses produksi pelayanan kesehatan (input, output, outcome) dimana regulasi input akan mengkontrol tarif (biaya/gaji), jumlah, dan mutu SDM, obat, peralatan, bangunan, dan sebagainya. Regulasi output akan mengkontrol tarif, jumlah, dan mutu lembaga pelayanan kesehatan (organisasi). Kedua macam regulasi inilah yang umumnya berkembang, sedangkan regulasi outcome untuk mewujudkan outcome kesehatan baik dari segi pembiayaan kesehatan (tarif), kemudahan 7 Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment Regulasi Pelayanan Kesehatan akses (jumlah) dan status kesehatan masyarakat (mutu) sangatlah kompleks dan belum berkembang di negara‐negara berkembang. Instrumen regulasi secara umum dapat menggunakan tiga macam kategori, yakni melalui: hukum (kontrol), insentif, regulasi insentif dan tekanan pasar. Instrumen yang biasa digunakan adalah instrumen kontrol melalui mekanisme hukum yang dapat berbentuk seperti: Regulasi harga, kapasitas, market entry dan tingkat pelayanan, anti­trust dan struktur pasar, mutu pelayanan, dan lisensi lembaga pelayanan. Regulasi yang lebih kompleks adalah regulasi yang mendesak timbulnya respons positif provider terhadap insentif (baik insentif ekonomi maupun non‐ekonomi). Di tingkat yang lebih tinggi lagi terdapat regulasi yang bertujuan untuk merubah struktur pasar sehingga muncul tekanan pasar yang mengarah ke perilaku provider yang dituju. Secara singkat variabel, sasaran dan instrumen regulasi dapat terlihat pada gambar 1. Variabel Market entry Harga Kuantitas Distribusi Kualitas Nilai kompetisi → → Sasaran Input ↓ Output ↓ Outcome Cara Hukum Insentif Regulasi insentif Tekanan pasar Gambar 1. Proses regulasi (Kumaranayake, et al, 2000) Sebagai gambaran disajikan perijinan rumah sakit yang berlaku di Yogyakarta. Dimana terdapat dua tahap perijinan yaitu tahap perijinan awal dan perijinan operasional. Tabel 3. Data Perijinan Rumah Sakit yang berlaku di Yogyakarta IJIN-IJIN AWAL 1. 2. 3. Akte pendirian RS Sertifikat tanah Ijin tetangga 4. 5. 6. Keterangan domosili NPWP Ijin Lokasi/Kawasan a. Setifikat tanah b. PBB terakhir c. KTP pemohon d. Gambar lokasi bangunan INSTANSI PEMBERI IJIN Notaris BPN Pemkot/Pemkab/Dinas Perekonomian Kelurahan Kantor Pajak Bapeda (K) 8 Regulasi Pelayanan Kesehatan Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment IJIN-IJIN AWAL 7. Ijin prinsip Walikota/Bupati 8. 9. Ijin penanaman modal Ijin Usaha 10. 11. Amdal/UKL/UPL Ijin Mendirikan Bangunan a. Gambar denah bangunan b. Gambar situasi bangunan c. Gambar tampak dan potongan bangunan d. Sertifikat tanah e. KTP pemohon f. PBB terakhir 12. Ijin UU gangguan (HO) a. Sertifikat tanah b. IMB dan IPB c. KTP pemohon d. Akta pendirian notaris e. PBB terakhir f. NPWPD/NPWPRD g. Rekomendasi lokasi dari dinas tata kota h. Gambar situasi tempat usaha i. Denah tempat usaha j. Materai IJIN MENDIRIKAN RUMAH SAKIT a. Akte pendirian PT b. Sertifikat tanah c. IMB d. HO e. Studi kelayakan f. Amdal/UKL/UPL g. Surat permohonan h. Surat pernyataan sanggup mentaati peraturan INSTANSI PEMBERI IJIN Pemkot/Pemkab/Dinas Perekonomian BKPMD (P) Pemkot/Pemkab/Dinas Perekonomian KPDL (K) Dinas Tata Kota (K) Kantor lingkungan hidup(K) Dinas Kesehatan (K) IJIN OPERASIONAL SEMENTARA a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. Dinkes (K/P) Akte pendirian PT/Yayasan/Lembaga Sertifikat tanah IIMB HO Ijin mendirikan rumah sakit Ijin Bapeten untuk alat rontgen Amdal/UKL/UPL Surat permohonan Surat pernyataan sanggup men-taati peraturan Daftar ketenagaan medis, para-medis dan non paramedis Data kepegawaian direktur (ijasah, SP, SIP, surat lolos butuh/SK pensiun, SK pengangkatan seba-gai direktur, surat pernyataan kesanggupan sbg direktur) Data kepegawaian tenaga medis /dokter (ijasah, SP, SIP, surat perjanjian kerja, surat ijin atasan bila ybs PNS). Data kepegawaian paramedis (Ijasah, SIP bagi perawat, SIB bagi bidan) 9 Regulasi Pelayanan Kesehatan Blok 4Corporate-Clinical Governanceand Business Environment IJIN OPERASIONAL SEMENTARA n. 13. 14. 15. 16. 17. Daftar inventaris alat medis, pe-nunjang medis dan non medis o. Daftar tarif pelayanan p. Denah situasi, bangunan, jaringan listrik, air dan air limbah. q. Hasil pemeriksaan air minum 6 bulan terakhir r. Dokumen UKL/UPL/Amdal s. Rencana pemenuhan tenaga dok-ter spesialis t. Perjanjian pemilik dan pengelola u. Struktur organisasi rumah sakit Ijin Penggunaan bangunan a. Denah bangunan Ijin Instalasi Alarm Kebakaran a. Gambar instalasi alat pencegahan bahaya kebakaran Ijin Deep well a. Ijin lokasi b. IMB c. HO d. Peta topografi skala 1:50.000 e. Peta situasi skala 1:1.000 f. Informasi pengeboran air bawah tanah g. Dokumen UKL dan UPL h. Surat kesanggupan pemasangan water meter i. Materai Ijin Pemakaian Lift Ijin Instalasi Listrik a. Permohonan tertulis b. Rekening tetangga terdekat c. Foto Copy KTP pemohon Dinkes (K/P) Dinas Kesehatan (K) Kantor pemadam kebakaran (K) Bapedalda Depnaker (K) PLN (K) Daftar Pustaka Disadur dari Tesis Inni Hikmatin, MMR 2005 10