BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut para ahli seperti Robbin & Coulter (2004, p.6), menjelaskan manajemen ialah proses sebagai pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif melalui orang lain. Kemudian definisi lain diungkapkan bahwa manajemen sebagai ”seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi ini, dikemukan oleh Follett dalam Handoko (2012, p.3), mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuantujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan atau dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan – pekerjaan itu sendiri. Lebih lanjut penjelasan tentang definisi manajemen menurut Hersey, Blanchard & Johnson (2000, p.7), adalah manajemen sebagai proses bekerja dengan melalui individu dan kelompok serta sumber daya lainnya (seperti peralatan, modal, dan teknologi) untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya definisi yang sama diungkapkan oleh Hasibuan (2005, p.1), menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu, dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efesien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dari beberapa definisi mengenai manajemen dari beberapa para ahli maka dapat disimpulkan manajemen adalah proses mengatur semua aktivitas organisasi melalui individu atau kelompok agar kegiatan kerja terorganisir dengan efektif dan efesien untuk mencapai tujuan (goal) organisasi. 2.1.1.1 Fungsi Manajemen Menurut Robbins (2006, p.11), fungsi manajemen terbagi dalam empat fungsi yang setiap fungsinya saling berkaitan. Empat fungsi manajemen tersebut terdiri dari: 9 10 1) Planning (Merencanakan) Merencanakan ialah mencakup mendefinisikan tujuan, penetapan strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatankegiatan. Hal tersebut dilakukan agar departemen sumber daya manusia dapat menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 2) Organizing (Mengatur) Menentukan tugas-tugas apa saja yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas dikelompokan, siapa yang melapor kepada siapa, dan ditingkat mana keputusan-keputusan harus dibuat. 3) Leading (Memimpin) Meliputi kegiatan memotivasi bawahan, mengarahkan, menyeleksi saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan konflik. 4) Controlling (Pengendalian) Memantau kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa semua orang mencapai apa yang telah direncanakan, dan mengoreksi penyimpanganpenyimpangan yang signifikan. Jadi, kesimpulan dari fungsi manajemen adalah proses melakukan aktivitas dalam merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan pada anggota organisasi untuk mencapai sasaran atau goal organisasi yang sudah ditetapkan. 2.1.2 Teori Manajemen Sumber Daya Manusia Teori definisi manajemen sumber daya manusia diungkapkan oleh beberapa ahli salah satunya Bohlander dan Snell (2010, p.4), mendefiniskan manajemen sumber daya manusia adalah proses pengelolaan bakat manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya pendapat lain Murtie (2012, p.1), manajemen sumber daya manusia adalah sebuah bagian dari ilmu manajemen yang mempelajari hubungan antar manusia sebagai aset dan sumber daya perusahaan serta bagaimana mengelolanya agar benar-benar dapat menjalankan tugas dan wewenang masingmasing dengan baik dan tidak terpaksa. 11 Berdasarkan Mathis dan Jackson (2008, p.34), manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan sistem rancangan format dalam suatu organisasi untuk menentukan efektivitas dan efesiensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi. Adapun menurut Handoko (2012, p.4), manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Lebih lanjut Dessler (2008, p.2), menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan, lalu menurut Mondy (2010, p.2), menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan individu untuk mencapai tujuan organisasi, pada dasarnya, semua manajer menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lain, ini memerlukan manajemen sumber daya manusia yang efektif. Dari beberapa definisi mengenai manajemen sumber daya manusia dari beberapa para ahli yang telah disebutkan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sumber daya manusia merupakan keseluruhan tindakan program pengelolaan sumber daya dengan manusia sebagai aset perusahaan, dengan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia untuk mengatur, mengkoordinasi sumber daya manusia secara efektif sesuai tujuan perusahaan untuk mencapai goal organisasi. 2.1.2.1 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk mencapai tujuan, strategi, misi, dan kebijakan dari perusahaan, manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi-fungsinya sehingga perusahaan dapat bersaing secara baik dengan perusahaan lainnya. Menurut Bohlander dan Snell (2010, p.150-151), fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia sebagai berikut: 1) Recruitment Karyawan merupakan seseorang yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Untuk itu sebelum perusahaan dijalankan maka pihak perusahaan akan melakukan suatu proses yang disebut dengan proses pencarian para karyawan. Proses pencarian para 12 karyawan dilakukan berdasarkan standarisasi perusahaan. Standarisasi tersebut haruslah berkaitan dengan kriteria-kriteria yang dibutuhkan perusahaan, seperti contohnya seorang karyawan haruslah mempunyai pengetahuan yang baik dan cakap, kemampuan intelektual, efisiensi dalam bekerja, karakter khusus yang baik dan beberapa pemikiran yang nantinya dapat membantu sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. 2) Selection Tahap selanjutnya adalah perusahaan akan menjalankan sebuah proses yang disebut dengan proses penyeleksian. Calon karyawan yang telah memberikan data mengenai data diri mereka atau data yang berhubungan dengan spesifikasi sebuah pekerjaan akan diseleksi dan dipilih oleh perusahaan berdasarkan kualifikasinya. Dalam tahap penyeleksian biasanya perusahaan. melakukan suatu proses calon karyawan di mana kriteria dan data calon karyawan tersebut sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Dalam tahap tersebut perusahaan melakukan pendataan dan pencatatan, dan kemudian perusahaan akan memasukkan dan mengkategorikan calon karyawan tersebut kepada deskripsi pekerjaan atau yang biasa disebut job description. Arti dari job description adalah penetapan akan sebuah pekerjaan, tanggung jawab dan kewajiban seorang karyawan dalam melakukan tugasnya. 3) Training dan developing Tahap selanjutnya adalah proses pelatihan dan pengembangan dimana dalam tahap ini karyawan yang telah diterima oleh perusahaan harus melakukan beberapa proses pelatihan dan pengembangan sehingga nantinya karyawan tersebut menjadi terbiasa kepada pekerjaan yang ada dalam perusahaan tersebut. Proses tersebut karyawan baru akan diberikan baik itu materi teori maupun praktek kerja lapangan. 4) Performance appraisal Proses ini haruslah didukung dan dibantu dengan kemampuan dan keahlian karyawan dalam mengembangkan dan membuat suatu inovasi terhadap pekerjaannya. Apabila karyawan tersebut dapat bekerja sesuai 13 target atau bekerja melebihi batas kemampuan dan standarisasi perusahaan maka karyawan tersebut berhak atas suatu penghargaan yang didasari kepada kinerja. 5) Compensation management Tahap yang terakhir adalah proses pemberian kompensasi dimana setiap karyawan bekerja atas keinginan pencapaian akan suatu materi, sedangkan di lain pihak perusahaan sangat membutuhkan karyawan untuk dapat menggunakan kemampuan dan keahlian mereka untuk dapat menjalankan perusahaan tersebut. Selain itu juga perusahaan membutuhkan karyawan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu berupa keuntungan. 2.1.3 Definisi Stres Kerja (Job stress) Beberapa para ahli menjelaskan tentang definisi stres kerja. Menurut Robbins (2007, p.597), stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang,kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat di inginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Secara khusus stres terkait dengan kendala dan tuntutan. Kendala adalah kekuataan yang mencegah individu dari melakukan apa yang di inginkan, sedangkan tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang sangat di inginkan, kemudian menurut Greenberg dan Baron (2004, p.122), stres adalah pola emosi dan reaksi fisiologis yang terjadi dalam menanggapi tuntutan dari dalam atau luar organisasi. Hellriegel and Slocum (2004), menyatakan stres kerja ialah suatu perasaan tekanan yang di alami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Sementara itu Ross dan Altmaie menyebutkan bahwa stres kerja merupakan akumulasi dari sejumlah sumber-sumber stres yaitu situasi-situasi pekerjaan yang dianggap sebagai tekanan bagi kebanyakan orang. Lebih lanjut disebutkan bahwa stres kerja merupakan interaksi antara sejumlah kondisi pekerjaan dengan karakteristik yang dimiliki oleh pekerja dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja. (dalam Nayaputera, 2011, p.21) 14 Menurut Sunyoto (2012, p.61), menyatakan bahwa stres mempunyai arti berbeda-beda bagi masing-masing individu. Kemampuan setiap orang beraneka ragam dalam mengatasi jumlah,intensitas, jenis dan lamanya stres. Orang lebih mudah membicarakan ketegangan daripada stres. Stres merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antara individu dan lingkungan yaitu interaksi antara stimulasi dan respons, dengan demikian stres kerja (job stress) adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik secara berlebihan pada seseorang. Stres bukanlah sesuatu yang aneh atau yang tidak berkaitan dengan keadaan normal yang terjadi pada orang yang normal atau tidak semua stres bersifat negatif. Stres kerja yang dialami oleh karyawan akibat lingkungan yang dihadapinya akan mempengaruhi kinerja dan kepuasaan kerjanya. Pendapat lain diungkapkan oleh Davis (dalam Suharsono, 2012, p.171), stres kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang saat bekerja. Dari beberapa definisi mengenai stres kerja dari beberapa para ahli dapat disimpulkan yaitu stres kerja merupakan kondisi yang membuat seseorang menjadi stres karena banyaknya tuntutan,tekanan dan beban kerja yang berlebihan di luar kemampuan saat bekerja, yang akan mempengaruhi kinerjanya. 2.1.3.1 Gejala Stres Kerja Menurut Braham (2001, dalam Rivai dan Mulyadi, 2012), menjelaskan bahwa terdapat gejala stres berupa tanda-tanda berikut ini : a. Fisik yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, beruba selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung , kehilangan energi b. Emosional yaitu marah-marah, mudah tersinggung, dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis, dan depresi,gugup,agresif terhadap oranglain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang dan kelesuan mental. 15 c. Intelektual yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya di penuhi oleh satu pikiran saja. d. Interpersonal yaitu tindakan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun ,mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan dan mudah menyalahkan orang lain 2.1.3.2 Potensi Sumber Stres Kerja Beberapa potensi sumber stres yang menyebabkan timbulnya stres kerja pada karyawan (Robbins dan Judge, 2007, p.598-599) : 1. Faktor lingkungan : Ketidakpastian ekonomi : Selain mempengaruhi disain struktur sebuah perusahaan, ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stress para karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi. Ketidakpastian politis : Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stress, salah satu contohnya diantara karyawan masyarakat Amerika, dan ketidakpastian yang sama mempengaruhi karyawan di negara-negara seperti Venezuela. Ketidakpastian teknologis : Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat menyebabkan stress, karena inovas-inovasi baru yang dapat membuat ketrampilan dan pengalaman seorang karyawan jadi usang dalam waktu singkat, komputer, sistem robotik, otomatisasi dan berbagai bentuk inovasi teknologis lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan membuat mereka stress. 16 2. Faktor organisasi : Tuntutan tugas : Faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang,meliputi: desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik pekerjaan. Tuntutan peran : Adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada. Ambiguitas peran manakala ekspektasi peran tidak dipahami secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang harus ia lakukan. Tuntutan antar pribadi : Yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya dukungan dari perusahaan dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stress. 3. Faktor individual : Isu keluarga, masalah ekonomi pribadi, karakteristik kepribadiaan yang intern 2.1.3.3 Faktor-Faktor Lain Potensi Penyebab Stres Kerja Berikut ini adalah penyebab stres kerja menurut Suprihanto (2003, p.65 dalam Sunyoto, 2013, p.63-65) : a) Penyebab fisik meliputi : Kebisingan Kebisingan adalah bunyi atau suara tersebut yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbuklkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009), Apabila kebisingan terjadi secara terus-menerus dapat menjadi sumber stres bagi banyak orang terutama pada tenaga kerja. 17 Kelelahan Kelelahan adalah perpaduan dari wujud penurunan fungsi mental dan fisik yang menghasilkan kurangnya semangat kerja sehingga mengakibatkan efektifitas dan efesiensi kerja menurun. (Saito, 1999 dalam Ariani, 2009, p.9), selanjutnya dampak dari kelelahan dapat menyebabkan stres karena kemampuan untuk bekerja menurun. Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun dan akan menimbulkan stres. Suhu dan kelembaban kelembaban merupakan jumlah kandungan uap air yang terkandung dalam massa udara pada suatu saat (waktu) dan wilayah (tempat) tertentu, selanjutnya suhu dan kelembaban udara sangat erat hubungannya, karena jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga akan berubah. Di musim penghujan suhu udara rendah, kelembaban tinggi, memungkinkan tumbuhnya jamur pada kertas, atau kertas menjadi bergelombang karena naik turunnya suhu udara. Bekerja pada suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun. b) Beban kerja Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Menpan, (dalam Dhania, 2010, p.16). Beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya. Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik, mental dan panggunaan waktu. Aspek fisik meliputi beban kerja berdasarkan kriteriakriteria fisik manusia. Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan aspek 18 pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja. c) Sifat pekerjaan Situasi baru : Situasi baru adalah keadaan baru yang ada pada diri individu baik itu di luar maupun di dalam dirinya, biasanya untuk menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi, seseorang akan terasa sangat tertekan sehingga dapat menimbuklkan stres. Ancaman pribadi Suatu tingkat control (pengawasan) yang terlalu ketat dari atasan menyebabkan seseorang terasa terancam kebebasannya. d) Kebebasan Kebebasan membuat mereka merasa ketidakpastian dalam pekerjaannya. Pendapat lain menurut Suharsono (2012, p.174), menyatakan penyebab stres ialah frustasi yang pada dasarnya merupakan adanya hambatan atas berbagai motivasi yang terdapat dalam individu sehingga tidak dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan. 2.1.3.4 Cara Menghadapi Stres kerja Tedapat dua cara untuk menghadapi stres kerja, menurut Invancevich, Konopaske dan Matteson (2006, p.303), sebagai berikut : 1. Problem-focused coping Tindakan yang di ambil oleh seseorang individu untuk menghadapi orang, situasi, atau peristiwa yang penuh tekanan kemudian merujuk pada tindakan yang diambil untuk berhadapan langsung dengan sumber stress. Sebagai contoh, pekerja yang memiliki seorang manajer yang kasar mungkin menghadapinya dengan cara absen dari tempat kerja. Absen ini akan memungkinkan pekerja tersebut menyingkir, selama beberapa waktu dari manajer yang kasar tersebut. 2. Emotion-focused coping 19 Hal ini merujuk pada langkah-langkah yang diambil seseorang untuk berhadapan dengan perasaan dan emosi yang menekan. Sebagai contoh, karyawan sering berpergian sebagai bagian dari pekerjaannya mungkin dapat meringankan perasaan dan emosinya yang tertekan dengan berolah raga secara teratur atau dengan membaca buku fiksi ringan, jika aktivitas untuk menghadapi stres ini berhasil, perasaan karyawan tersebut terkendalikan. 2.1.3.5 Dampak Stres kerja dalam organisasi Menurut Robbins (2003, p.382 dalam Suharsono 2012, p.176-177), mengidentifikasikan dampak atau konsekuensi stres seperti dibawah ini : a. Gangguan fisiologis Gangguan fisiologis ini terutama merupakan hasil penelitian dari aspek medis (kesehatan). Gangguan yang ditimbulkan antara lain berubahnya metabolisme tubuh, bertambahnya detak jantuk dan lain-lain. b. Gejala psikologis Stres antara lain menimbulkan ketidakpuasaan dalam kerja selain itu dapat juga berupa ketegangan dalam kerja, perasaan mudah marah, rasa bosan dan akhirnya suka menunda-nunda pekerjaan. c. Gejala perilaku Perilaku yang sering muncul karena stres misalnya produktifitas kerja yang menurun, tingkat kemangkiran, keluar masuknya pegawai cukup tinggi. 2.1.3.6 Strategi Manajemen Stres kerja Menurut Sunyoto (2012, p.62-63), dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karyawan pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik, tetapi jika stres yang tinggi atau ringan berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. 20 Terdapat dua pendekatan yang tepat untuk mengelola stres yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi. Pendekatan Individu Dalam pendekatan individu seorang karyawan dapat berusaha sering untuk mengurangi level stres nya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu pengelolaan waktu,latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Pendekatan Organisasi Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya di kendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin di gunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapatan tujuan , redesain pekerjaan, pengambilan keputusan, komunikasi organisasional dan program kesejahterahaan. 2.1.4 Pengertian Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Robbins and Judge (2011, p.114), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi semua standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal, Sedangkan McShane dan Glinow (2010, p.108), memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjannya dan konteks pekerjaan dengan penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di pekerjaan yang di rasakan. Colquitt, Lepine, Wesson (2011, p.105 dalam Wibowo, 2013, p.131), menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja, lalu pendapat yang sama diungkapkan oleh Howel dan Dipboye dalam Munandar (2008, p.350), memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya,dengan kata 21 lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. kemudian pendapat yang sama selanjutnya menurut Kreitner dan Kinicki (2007, p.192), mengungkapkan bahwa kepuasan kerja pada dasarnya menunjukkan apa yang individu sukai pada pekerjaannya. Sutrisno (2010, p.74), kepuasan kerja merupakan suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan yang diterimadalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi menarik diri (pre-withdrawal cognition), intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa turnover (Kinicki, McKee-Ryan, Schriescheim & Carson, 2002 dalam Mueller 2003, p.2). Dari beberapa definisi mengenai kepuasan kerja yang telah disampaikan diatas maka dapat jelaskan bahwa kepuasan kerja mengacu pada ungkapan perasaan dan sikap karyawan terhadap pekerjaannya, bahwa pekerjaan-pekerjaan yang selama ini di lakukan mendapatkan hasil yang di harapkan oleh karyawan, membuat karyawan merasa puas untuk bisa meminimalisir perputaran karyawan di perusahaan. 2.1.4.1 Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja Menurut Sutrisno (2010, p.80), menambahkan, kepuasan kerja karyawan mempengaruhi banyak faktor, meliputi : a. Faktor Kepuasan Psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan. b. Faktor Kepuasan Sosial, yaitu Faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi rekan kerja yang 22 kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar. c. Faktor Kepuasan Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, kondisi kesehatan karyawan. d. Faktor Kepuasan Finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadan kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan,fasilitas yang diberikan serta promosi. 2.1.4.2 Efek Kepuasan Kerja Kepuasan kerja memiliki dampak perilaku bagi setiap individu atau kelompok dalam organisasi, pendapat Davis (1996 dalam Suharsono, 2012, p.112114) , menjelaskan terdapat dampak dari efek kepuasan kerja meliputi antara lain : 1. Produktifitas kerja Kepuasan kerja memiliki dampak terhadap produktifitas kerja. 2. Kemangkiran Kemangkiran pada dasarnya adalah ketidakhadiran individu atau kelompok dalam aktivitas kerja organisasi atau perusahaan. Kemudian tingkat kepuasaan kerja seseorang dapat mempengaruhi tingkat kemangkiran dalam aktivitas kerja. 3. Pergantian Pegawai (Turnover) Kepuasan kerja juga dapat berpengaruh terhadap tingkat keluar masuknya pegawai dalam suatu organisasi. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja maka akan membuat semakin kecil tingkat keluar masuknya pegawai dan sebaliknya semakin kecil tingkat kepuasan kerja maka semakin tinggi tingkat keluar masuknya pegawai dalam suatu organisasi 4. Pencurian: menurut Keith Davis menjelaskan bahwa meskipun dapat berperilaku sebagai pencuri. Salah satunya mereka tidak puas karena 23 merasa di perlakukan tidak adil dan frustasi. Dan menurut karyawan itu perbuatan yang di benarkan karena sebagai bentuk balasan dari tindakan organisasi yang dianggap tidak adil. 2.1.4.3 Pengukuran Kepuasan Kerja Pengukuran kepuasan kerja menurut para ahli mengenai pengukuran kepuasan kerja, berdasarkan pandangan Schermerhor, John, Hunt, Osborn and UhlBien (2011, p.73), mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat diketahui melalui observasi dan interprestasi secara hati-hati tentang apa yang di katakana dan dilakukan orang sambil melakukan pekerjaannya. Dalam hal ini ada dua model yang disarankan untuk dapat di pergunakan yaitu The Minnesota Satisfaction Quesitionnaire dan Job Discriptive Index.: 1. The Minnesota Satisfaction Quesitionnaire (MSQ) mengukur kepuasan antara lain dengan : Kondisi kerja Kesempatan untuk maju Kebebasan untuk menggunakan pertimbangan sendiri Memuji karena telah melakukan pekerjaan baik Perasaan dan penyelesaian 2. Job Discriptive Index mengukur kepuasan kerja dari lima segi yaitu: Pekerjaan itu sendiri Kualitas pengawasan Hubungan dengan rekan sekerja Peluang promosi Bayaran 2.1.4.4 Konsekuensi ketidakpuasan kerja karyawan Menurut Robbins,1998 (dalam Munandar, 2008, p.367-368), menyatakan bahwa ketidakpuasaan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan kedalam berbagai macam cara misalnya meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat 24 mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi , menghindari sebagaian dari tanggung jawab pekerjaan mereka. Terdapat empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan sebagai berikut : Keluar (Exit) : Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain. Menyuarakan (Voice) : Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau datang terlambat , upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak. Mengabaikan (Neglect) : Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk termasuk misalnya, sering absen, atau datang terlambat , upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak. Kesetiaan (Loyality) : Ketidakpuasan kerja yang di ungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi. 2.1.5 Turnover Intention 2.1.5.1 Definisi Intensi Turnover Definisi intensi, menurut Anwar dkk dalam Salim dan Astuti (2010, p.6), menunjukkan bahwa intensi merupakan probilitas atau kemungkinan yang bersifat subjektif yaitu perkiraan seseorang mengenai seberapa besar kenyamanannya untuk melakukan suatu tindakan tertentu , artinya mengukur intensi adalah mengukur kemungkinan seseorang dalam melakukan perilaku tertentu, selanjutnya menurut Panggabean (2004, p.141), keinginan berpindah kerja adalah keinginan dari individu untuk meninggalkan pekerjaannya sekarang, dengan terlebih dahulu mengevaluasi terhadap pekerjaan sekarang dan berpikir berapa besar biaya untuk meninggalkan perusahaan (pindah), serta jika sudah memutuskan untuk berpindah, individu tersebut 25 akan meninggalkan perusahaan untuk waktu yang akan datang. Pernyataan definisi yang sama diungkapkan oleh Siagian (2008, p.297), keinginan berpindah kerja adalah keinginan seseorang untuk keluar dari organisasi tempat dia bekerja Arti intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu Robbins and Judge (2007) menjelaskan bahwa perputaran karyawan (employee turnover) adalah pengunduran diri permanen secara sukarela maupun tidak sukarela dari suatu organisasi, kemudian definisi lain diungkap (Mathis, 2006, p.125), bahwa perputaraan adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Perputaraan karyawan yang tinggi mengakibatkan bengkaknya biaya perekrutmen, seleksi, dan pelatihan. Sementara itu keinginan berpindah (Turnover Intention) yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Meningkatnya tinggi turnover pada perusahaan karyawan akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah di investasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti di korbankan, maupun biaya rekruitmen dan pelatihan kembali (Suwandi dan indiriantoro, 1999 dalam Agustina, 2008). Dari beberapa pendapat para ahli mengenai turnover intention dapat di simpulkan bahwa keinginan niat seseorang (karyawan) untuk berpindah kerja atau meninggalkan pekerjaannya yang sekarang dengan mengharapkan pekerjaan yang lebih baik dan bisa meningkatkan taraf kehidupan mereka. 2.1.5.1 Jenis-Jenis Perputaran Karyawan Menurut Heneman dan Judge (2003 dalam Andestia, 2012, p.17-p18), terdapat dua jenis perputaran atau perpindahan karyawan yaitu : 1. Voluntary Turnover, yaitu perpindahan yang diinginkan oleh karyawan sendiri karena alasan tertentu, seperti tidak ada kesempatan untuk promosi, pelatihan, masalah keluarga dan lain-lain. 2. Involuntary Turnover, yaitu perpindahan karyawan karena keputusan perusahaan seperti tidak memperpanjang kontrak karyawan karena kurang 26 disiplin atau kinerja yang kurang baik dan perampingan perusahaan yang harus mengurangi jumlah karyawannya. 2.1.5.2 Faktor-faktor yang Berperan pada Turnover Intention Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover intention cukup kompleks dan saling berkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah usia, lama kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja dan kebudayaan perusahaan ( Novliadi, 2007 dalam Nayaputera, 2011, p.40). a. Usia Pekerja dengan usia muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi daripada pekerja-pekerja dengan usia yang lebih tua. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan intensi turnover dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah tingkat intensi turnover-nya. Hal ini mungkin disebabkan karyawan yang usianya lebih tua enggan untuk berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat baru, atau karena energi yang sudah berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu didapat di tempat yang baru walaupun gaji dan fasilitas yang diterima lebih besar. Sedangkan tingkat turnover pada tenaga kerja berusia muda cenderung lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka masih memliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara tersebut. Selain itu tenaga kerja dengan usia muda lebih mungkin memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarga lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah mobilitas pekerjaan. b. Lama Kerja 27 Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukan adanya korelasi negatif antara masa kerja dengan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnover-nya. c. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap dorongan untuk melakukan turnover. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan mereka akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat pendidikannya terbatas. d. Keikatan Terhadap Perusahaan Keikatan terhadap perusahaan memiliki korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover. Berarti semakin tinggi tingkat keikatan seseorang terhadap perusahaan akan semakin kecil ia mempunyai intensi untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan, dan sebaliknya. Seseorang yang mempunyai rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung ialah menurunnya dorongan untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan. e. Kepuasan Kerja Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang. Semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk melakukan turnover. Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover memiliki banyak aspek. Diantara aspek-aspek itu adalah ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan, kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji, promosi, dan hubungan interpersonal. f. Budaya Perusahaan Budaya merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang bekerja di dalam perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi 28 mereka, menentukan dan mengharapkan bagaimana cara individu bekerja sehari-hari dan dapat membuat individu tersebut merasa senang dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan Robbins (1998) menyatakan bahwa budaya perusahaan yang kuat mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu dan secara langsung mengurangi turnover. 2.1.5.3 Pengukuran Intensi Turnover Menurut Abelson (1987, dalam Nayaputera 2011, p.39) didefinisikan intensi turnover sebagai suatu keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Beberapa komponen pengukuran intensi turnover sebagai berikut : 1. Adanya pikiran untuk keluar 2. Keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain 3. Mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain 4. Adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi Kemudian Abelson (1987), menyatakan bahwa sebagian besar karyawan yang meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dapat di kategorikan atas perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindarkan (avoidable voluntary turnover) dan perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan (unvoidablevoluntary turnover) . avoidable voluntary turnover dapat disebabkan karena alasan berupa gaji, kondisi kerja, atasan atau ada organisasi lain yang di rasakan lebih baik sedangkan perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan dapat disebabkan karena perubahan jalur karir atau faktor keluarga. ( dalam Nayaputera, 2011, p.45) 2.1.5.4 Alasan Karyawan Berhenti Menurut Aamodt (2010 dalam Andestia, 2012, p.18-19), terdapat lima alasan karyawan meninggalkan pekerjaan mereka yaitu : 1. Alasan yang tidak dapat dihindari (Unvoidable Reasons) 29 Misalnya karyawan yang harus pindah karena menikah dengan karyawan disatu perusahaan, masalah kesehatan, masalah keluarga (misalnya seseorang keluar karena harus mengurus anak-anaknya di rumah) dan sebagainya. 2. Kemajuan (Advancement) Banyak karyawan yang meninggalkan perusahaan untuk mencari pekerjaan dengan bayaran yang lebih baik dan untuk kemajuan dirinya. 3. Kebutuhan yang tidak terpenuhi (Unmet Needs) Karyawan yang kebutuhannya tidak terpenuhi akan merasa tidak puas dan berkeinginan untuk meninggalkan perusahaan, misalnya seseorang karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi, tetapi pekerjaannya hanya melibatkan sedikit kontrak dengan orang lain. 4. Melarikan diri / menghindar (Escape) Alasan umum mengapa banyak karyawan meninggalkan perusahaan yaitu karena menghindar dari orang-orang , kondisi pekerjaan dan beban kerja. 5. Harapan yang tidak terpenuhi ( Unmet Expectations) Karyawan yang datang ke suatu perusahaan dengan harapan yang beragam seperti gaji, kondisi pekerjaan, kesempatan untuk maju/berkembang, dan budaya organisasi, ketika kenyataan berbeda dengan harapan karyawan akan merasa kurang puas dan meninggalkan perusahaan. Sementara menurut Mathis (2006, p.126), terdapat banyak alasan karyawan yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh organisasi meliputi : 1. Karyawan pindah ke daerah geografis 2. Karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah karena alasan keluarga 3. Suami atau istri karyawan di pindahkan. 4. Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi. 2.1.5.5 Indikasi Terjadinya Turnover Intention Menurut Harnoto (2002, p.2 dalam Wijaya, 2012, p.40-42), turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan , antara lain 30 : absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya” indikasi tersebut bisa di gunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intention karyawan dalam sebuah perusahaan, berikut penjelasan indikasi terjadinya turnover intention : 1. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja biasanya ditandai dengan absensi meningkat dengan tingkat tanggung jawab karyawan yang menurun dibandingkan sebelumnya. 2. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang di pandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terrhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja , lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang di tekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang di bebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. 31 2.1.5.6 Dampak Turnover Intention terhadap Organisasi Menurut Harnoto (dalam Andestia, 2012, p.19), Turnover ini merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan. Tentu hal ini akan merugikan perusahaan. Sebab, apabila seorang karyawan meninggalkan perusahaan akan membawa berbagai biaya seperti: a. Biaya penarikan karyawan. Menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan mempelajari penggantian. b. Biaya latihan. Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan karyawan yang dilatih. c. Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan baru tersebut. d. Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi. e. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan. f. Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya. g. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru. h. Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan penyerahan. Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi, menunjukkan bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya atau cara pembinaannya. 2.1.6 Hubungan Antar Variabel 2.1.6.1 Hubungan stres kerja dengan turnover intention karyawan Menurut Robbin (2006), akibat stress yang di kaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktifitas, turnover karyawan tinggi, tingkat absensi yang tinggi dan kecelakaan kerja sedangkan menurut Cox (Gibson, 1987 dalam Hermita, 2011), yang mengidentifikasi lima jenis konsekuensi dampak stress yang 32 potensial. Salah satu berdampak jelas pada organisasi adalah keabsenan,pergantian karyawan yang tinggi, rendahnya produktifitas, keterasingan dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keikatan dan kesetiaan terhadap organisasi. Leontaridi & Ward (2002, dalam Noor dan Maad, 2008), menemukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat stress dan keinginan karyawan untuk berhenti. Tingginya tingkat stress juga mempengaruhi tingginya tingkat turnover karyawan (Kavanagh, 2005, cropanzano, rapp, and Bryne, 2003, dalam Noor dan Maad, 2008), selanjutnya stres kerja berhubungan positif dengan keputusan karyawan untuk meninggalkan karyawan. Banyaknya stress mempunyai hubungan positif yang signifikan terhadap turnover Intention (layne, Hohenshil & Singh 2001 dalam Noor dan Maad, 2008). 2.1.6.2 Hubungan kepuasan kerja dengan turnover intention karyawan Menurut Robbins (2006), dalam bukunya Perilaku Organisasi, dampak kepuasaan kerja pada kinerja karyawan meliputi beberapa hal diantaranya terhadap produktifitas,keabsenan, dan pengunduran diri. Hal ini di perkuat oleh Handoko yang menyebutkan bahwa meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor pengaruh lainnyaa, kepuasaan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan keabsensi. perusahaan bisa mengharapkan bahwa bila kepuasaan kerja meningkat, maka perputaran karyawan dan absensi menurun atau sebaliknya. ( dalam Manurung dan Ratnawati, 2012). 2.2 Kerangka Pemikiran Stres Kerja (X1) Turnover Intentions (Y) Kepuasan Kerja (X2) Gambar 2.1 Paradigma Kerangka Pemikiran 33 Dalam model ini memiliki tiga variable yang sudah diuraikan yaitu : variabel kepuasan kerja (X1), variabel stres kerja (X2) dan variable turnover intentions (Y) 2.3 Hipotesis Hpotesis dalam penelitian ini terdapat dua bentuk hipotesis yaitu hipotesis asosiatif untuk tujuan kedua sampai tujuan keempat, menurut Sugiyono (2010, p.9798), hipotesis asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. (Sugiyono, 2010, p.100-101). Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang ada adalah sebagai berikut: T-2: Menganalisis pengaruh stres kerja terhadap turnover intention karyawan di CV.Rizky Darussalam Ho2 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap turnover intention. Ha2 = Ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap turnover intention T-3 : Menganalisis pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap terjadinya turnover Intention karyawan di CV.Rizky Darussalam Ho3 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepuasaan kerja terhadap turnover intention. Ha3 = Ada pengaruh yang signifikan antara kepuasaan kerja terhadap turnover intention 34 T-4 : Menganalisis pengaruh secara simultan stres kerja dan kepuasan kerja tehadap turnover intention karyawan di CV. Rizky Darussalam Ho4 = Tidak ada pengaruh yang signifikan dan simultan antara stres kerja dan kepuasaan kerja terhadap turnover intention. Ha4 = Ada Pengaruh yang signifikan secara simultan antara stres kerja dan kepuasaan kerja terhadap turnover intention. 2.4 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Tabel 2.1 Kajian hasil penelitian terdahulu No 1 Pengarang Judul Objek Hasil Mosadeghrad, a study of Job stress, menyatakan bahwa Ferlie and relationship between quality of quality of working Rosenberg job stress,quality of working life life berpengaruh (2011) working life and and turnover negatife dengan turnover intention intention turnover intention among hospital dan job stress employees berpengaruh positife hubungan dengan employee quit. 2 (Shahzad, Work-life policies Work-life Menyatakan bahwa dkk, 2011) and job stress as policies,job hubungan negatif determinants of stress, antara work-life turnover intention of turnover policies dengan customer services intention turnover intention , representatives in dan hubungan pakistan. positif antara job stress dengan 35 turnover intention 3 4 Dhania (2010) Pengaruh stres kerja , Stres kerja, Stres kerja tidak Beban kerja terhadap beban kerja secara signifikan kepuasaan kerja dan kepuasaan mempengaruhi kerja kepuasaan kerja Manurung Analisis pengaruh Stres kerja, Stres kerja dan Ratnawati stres kerja dan kepuasan berpengaruh positif (2012) kepuasan kerja kerja, turnover terhadap turnover terhadap turnover intention Intention karyawan. intention karyawan, kepuasaan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover Intention karyawan. 5 Aydogdu dan An empirical study of Kepuasaan Turnover Intention Asikgil the relationship kerja, memiliki hubungan (2011) among Job komitmen signifikan negative Satisfaction, organisasi dan dengan kepuasaan Organizational turnover kerja dan komitmen commitment and intention organisasi. turnover Intention 6 Noor and Examining the work life work life conflict Maad (2008) relationship between conflict, stress dan stress work life conflict, and turnover signifikan stress and turnover intention hubungan positif intention among terhadap turnover marketing executives intention in Pakistan . 7 Jae Lee, Jung The effect of Participatory Participatory Joo, Johnson participatory Climate, Job Climate memiliki 36 (2009) management on satisfaction, hubungan yang internal stress, internal stress, positif dengan job overall job turnover satisfaction, satisfaction and intention Participatory Turnover Intention Climate memiliki among federah hubungan negatife probation officers dengan Internal Stress, Internal stress memiliki hubungan positif terhadap turnover intention, job satisfaction memiliki hubungan negatif dengan turnover intention 8 Widodo, ( Analisis pengaruh Keamanan Keamanan kerja 2010) keamanan kerja dan kerja, berpengaruh komitmen komitmen negatife terhadap organisasional organisasional turnover intention, terhadap turnover , turnover komitmen intention serta intention , organisasional dampaknya pada kinerja berpengaruh kinerja karyawan negatife terhadap outsourcing turnover intention, turnover intention berpengaruh negatife terhadap kinerja , keamanan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja dan 37 komitmen berpengaruh positif terhadap kinerja. 9 Nayaputera, Analisis pengaruh Kepuasan Intensi turnover (2011) kepuasan kerja dan kerja, stres dipengaruh secara stres kerja terhadap kerja dan negatife akan intensi turnover intensi kepuasan kerja , customer service turnover intensi turnover di employee di PT. pengaruhi secara Plaza Indonesia positif akan stres Reality TBK. kerja, kemudian kepuasan kerja dan stres kerja dipengaruh secara positif terhadap intensi turnover 10 Amalia, Hubungan antara Gaya Hubungan negatife (2012) gaya kepemimpinan kepemimpinan antara gaya path goal dan intensi kepemimpinan path turnover pada PT. goal Bank BNI Syariah (kepemimpinan Kantor Pusat Jakarta instrumentality, supportif dan partisipatif) dan intensi turnover Sumber : Jurnal dan tesis