BAB 2 - Library Binus

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Definisi Manajemen
Menurut para ahli seperti Robbin & Coulter (2004, p.6), menjelaskan
manajemen ialah proses sebagai pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan
sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif melalui orang
lain. Kemudian definisi lain diungkapkan bahwa manajemen sebagai ”seni untuk
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi ini, dikemukan oleh Follett
dalam Handoko (2012, p.3), mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuantujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai
pekerjaan yang diperlukan atau dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan –
pekerjaan itu sendiri.
Lebih lanjut penjelasan tentang definisi manajemen menurut Hersey,
Blanchard & Johnson (2000, p.7), adalah manajemen sebagai proses bekerja dengan
melalui individu dan kelompok serta sumber daya lainnya (seperti peralatan, modal,
dan teknologi) untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya definisi yang sama
diungkapkan oleh Hasibuan (2005, p.1), menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu,
dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efesien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Dari beberapa definisi mengenai manajemen dari beberapa para ahli maka
dapat disimpulkan manajemen adalah proses mengatur semua aktivitas organisasi
melalui individu atau kelompok agar kegiatan kerja terorganisir dengan efektif dan
efesien untuk mencapai tujuan (goal) organisasi.
2.1.1.1 Fungsi Manajemen
Menurut Robbins (2006, p.11), fungsi manajemen terbagi dalam empat fungsi
yang setiap fungsinya saling berkaitan. Empat fungsi manajemen tersebut terdiri dari:
9
10
1) Planning (Merencanakan)
Merencanakan ialah mencakup mendefinisikan tujuan, penetapan strategi,
dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatankegiatan. Hal tersebut dilakukan agar departemen sumber daya manusia
dapat menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
2) Organizing (Mengatur)
Menentukan tugas-tugas apa saja yang dikerjakan, siapa yang
mengerjakan, bagaimana tugas-tugas dikelompokan, siapa yang melapor
kepada siapa, dan ditingkat mana keputusan-keputusan harus dibuat.
3) Leading (Memimpin)
Meliputi kegiatan memotivasi bawahan, mengarahkan, menyeleksi
saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan konflik.
4) Controlling (Pengendalian)
Memantau kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa semua orang
mencapai apa yang telah direncanakan, dan mengoreksi penyimpanganpenyimpangan yang signifikan.
Jadi, kesimpulan dari fungsi manajemen adalah proses melakukan aktivitas
dalam merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan
pada anggota organisasi untuk mencapai sasaran atau goal organisasi yang sudah
ditetapkan.
2.1.2 Teori Manajemen Sumber Daya Manusia
Teori definisi manajemen sumber daya manusia diungkapkan oleh beberapa
ahli salah satunya Bohlander dan Snell (2010, p.4), mendefiniskan manajemen
sumber daya manusia adalah proses pengelolaan bakat manusia untuk mencapai
tujuan organisasi. Selanjutnya pendapat lain Murtie (2012, p.1), manajemen sumber
daya manusia adalah sebuah bagian dari ilmu manajemen yang mempelajari
hubungan antar manusia sebagai aset dan sumber daya perusahaan serta bagaimana
mengelolanya agar benar-benar dapat menjalankan tugas dan wewenang masingmasing dengan baik dan tidak terpaksa.
11
Berdasarkan Mathis dan Jackson (2008, p.34), manajemen sumber daya
manusia berhubungan dengan sistem rancangan format dalam suatu organisasi untuk
menentukan efektivitas dan efesiensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan
sasaran suatu organisasi. Adapun menurut Handoko (2012, p.4), manajemen sumber
daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan
penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu
maupun organisasi.
Lebih lanjut Dessler (2008, p.2), menyatakan bahwa manajemen sumber daya
manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi
kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan,
serta masalah keadilan, lalu menurut Mondy (2010, p.2), menjelaskan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan individu untuk mencapai
tujuan organisasi, pada dasarnya, semua manajer menyelesaikan pekerjaan melalui
usaha orang lain, ini memerlukan manajemen sumber daya manusia yang efektif.
Dari beberapa definisi mengenai manajemen sumber daya manusia dari
beberapa para ahli yang telah disebutkan diatas dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa sumber daya manusia merupakan keseluruhan tindakan program pengelolaan
sumber daya dengan manusia sebagai aset perusahaan, dengan mengembangkan
kemampuan sumber daya manusia untuk mengatur, mengkoordinasi sumber daya
manusia secara efektif sesuai tujuan perusahaan untuk mencapai goal organisasi.
2.1.2.1 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Untuk mencapai tujuan, strategi, misi, dan kebijakan dari perusahaan,
manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi-fungsinya sehingga perusahaan
dapat bersaing secara baik dengan perusahaan lainnya. Menurut Bohlander dan Snell
(2010, p.150-151), fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia sebagai berikut:
1) Recruitment
Karyawan merupakan seseorang yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam
menjalankan kegiatan perusahaan. Untuk itu sebelum perusahaan
dijalankan maka pihak perusahaan akan melakukan suatu proses yang
disebut dengan proses pencarian para karyawan. Proses pencarian para
12
karyawan dilakukan berdasarkan standarisasi perusahaan. Standarisasi
tersebut haruslah berkaitan dengan kriteria-kriteria yang dibutuhkan
perusahaan, seperti contohnya seorang karyawan haruslah mempunyai
pengetahuan yang baik dan cakap, kemampuan intelektual, efisiensi
dalam bekerja, karakter khusus yang baik dan beberapa pemikiran yang
nantinya dapat membantu sebuah perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya.
2) Selection
Tahap selanjutnya adalah perusahaan akan menjalankan sebuah proses
yang disebut dengan proses penyeleksian. Calon karyawan yang telah
memberikan data mengenai data diri mereka atau data yang berhubungan
dengan spesifikasi sebuah pekerjaan akan diseleksi dan dipilih oleh
perusahaan berdasarkan kualifikasinya. Dalam tahap penyeleksian
biasanya perusahaan. melakukan suatu proses calon karyawan di mana
kriteria dan data calon karyawan tersebut sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan. Dalam tahap tersebut perusahaan melakukan pendataan dan
pencatatan,
dan
kemudian
perusahaan
akan
memasukkan
dan
mengkategorikan calon karyawan tersebut kepada deskripsi pekerjaan
atau yang biasa disebut job description. Arti dari job description adalah
penetapan akan sebuah pekerjaan, tanggung jawab dan kewajiban seorang
karyawan dalam melakukan tugasnya.
3) Training dan developing
Tahap selanjutnya adalah proses pelatihan dan pengembangan dimana
dalam tahap ini karyawan yang telah diterima oleh perusahaan harus
melakukan beberapa proses pelatihan dan pengembangan sehingga
nantinya karyawan tersebut menjadi terbiasa kepada pekerjaan yang ada
dalam perusahaan tersebut. Proses tersebut karyawan baru akan diberikan
baik itu materi teori maupun praktek kerja lapangan.
4) Performance appraisal
Proses ini haruslah didukung dan dibantu dengan kemampuan dan
keahlian karyawan dalam mengembangkan dan membuat suatu inovasi
terhadap pekerjaannya. Apabila karyawan tersebut dapat bekerja sesuai
13
target atau bekerja melebihi batas kemampuan dan standarisasi
perusahaan maka karyawan tersebut berhak atas suatu penghargaan yang
didasari kepada kinerja.
5) Compensation management
Tahap yang terakhir adalah proses pemberian kompensasi dimana setiap
karyawan bekerja atas keinginan pencapaian akan suatu materi,
sedangkan di lain pihak perusahaan sangat membutuhkan karyawan untuk
dapat menggunakan kemampuan dan keahlian mereka untuk dapat
menjalankan
perusahaan
tersebut.
Selain
itu
juga
perusahaan
membutuhkan karyawan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu berupa
keuntungan.
2.1.3
Definisi Stres Kerja (Job stress)
Beberapa para ahli menjelaskan tentang definisi stres kerja. Menurut Robbins
(2007, p.597), stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi
peluang,kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat di inginkannya
dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Secara khusus
stres terkait dengan kendala dan tuntutan. Kendala adalah kekuataan yang mencegah
individu dari melakukan apa yang di inginkan, sedangkan tuntutan adalah hilangnya
sesuatu yang sangat di inginkan, kemudian menurut Greenberg dan Baron (2004,
p.122), stres adalah pola emosi dan reaksi fisiologis yang terjadi dalam menanggapi
tuntutan dari dalam atau luar organisasi.
Hellriegel and Slocum (2004), menyatakan stres kerja ialah suatu perasaan
tekanan yang di alami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Sementara itu Ross
dan Altmaie menyebutkan bahwa stres kerja merupakan akumulasi dari sejumlah
sumber-sumber stres yaitu situasi-situasi pekerjaan yang dianggap sebagai tekanan
bagi kebanyakan orang. Lebih lanjut disebutkan bahwa stres kerja merupakan
interaksi antara sejumlah kondisi pekerjaan dengan karakteristik yang dimiliki oleh
pekerja dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja. (dalam
Nayaputera, 2011, p.21)
14
Menurut Sunyoto (2012, p.61), menyatakan bahwa stres mempunyai arti
berbeda-beda bagi masing-masing individu. Kemampuan setiap orang beraneka
ragam dalam mengatasi jumlah,intensitas, jenis dan lamanya stres. Orang lebih
mudah membicarakan ketegangan daripada stres. Stres merupakan sesuatu yang
menyangkut interaksi antara individu dan lingkungan yaitu interaksi antara stimulasi
dan respons, dengan demikian stres kerja (job stress) adalah konsekuensi setiap
tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik
secara berlebihan pada seseorang. Stres bukanlah sesuatu yang aneh atau yang tidak
berkaitan dengan keadaan normal yang terjadi pada orang yang normal atau tidak
semua stres bersifat negatif. Stres kerja yang dialami oleh karyawan akibat
lingkungan yang dihadapinya akan mempengaruhi kinerja dan kepuasaan kerjanya.
Pendapat lain diungkapkan oleh Davis (dalam Suharsono, 2012, p.171), stres kerja
adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi
fisik seseorang saat bekerja.
Dari beberapa definisi mengenai stres kerja dari beberapa para ahli dapat
disimpulkan yaitu stres kerja merupakan kondisi yang membuat seseorang menjadi
stres karena banyaknya tuntutan,tekanan dan beban kerja yang berlebihan di luar
kemampuan saat bekerja, yang akan mempengaruhi kinerjanya.
2.1.3.1 Gejala Stres Kerja
Menurut Braham (2001, dalam Rivai dan Mulyadi, 2012), menjelaskan
bahwa terdapat gejala stres berupa tanda-tanda berikut ini :
a. Fisik yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal,
punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang,
keringat berlebihan, beruba selera makan, tekanan darah tinggi atau
serangan jantung , kehilangan energi
b. Emosional yaitu marah-marah, mudah tersinggung, dan terlalu sensitif,
gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah
menangis, dan depresi,gugup,agresif terhadap oranglain dan mudah
bermusuhan serta mudah menyerang dan kelesuan mental.
15
c. Intelektual yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit
untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya di penuhi
oleh satu pikiran saja.
d. Interpersonal yaitu tindakan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada
orang lain menurun ,mudah mengingkari janji pada orang lain, senang
mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup
diri secara berlebihan dan mudah menyalahkan orang lain
2.1.3.2 Potensi Sumber Stres Kerja
Beberapa potensi sumber stres yang menyebabkan timbulnya stres kerja pada
karyawan (Robbins dan Judge, 2007, p.598-599) :
1. Faktor lingkungan :

Ketidakpastian ekonomi :
Selain
mempengaruhi
disain
struktur
sebuah
perusahaan,
ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stress para
karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi.

Ketidakpastian politis :
Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stress, salah satu
contohnya
diantara
karyawan
masyarakat
Amerika,
dan
ketidakpastian yang sama mempengaruhi karyawan di negara-negara
seperti Venezuela.

Ketidakpastian teknologis :
Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat
menyebabkan stress, karena inovas-inovasi baru yang dapat membuat
ketrampilan dan pengalaman seorang karyawan jadi usang dalam
waktu singkat, komputer, sistem robotik, otomatisasi dan berbagai
bentuk inovasi teknologis lain yang serupa merupakan ancaman bagi
banyak orang dan membuat mereka stress.
16
2. Faktor organisasi :

Tuntutan tugas :
Faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang,meliputi: desain
pekerjaan
individual
(otonomi,
keragaman
tugas,
tingkat
otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik pekerjaan.

Tuntutan peran :
Adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan
diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada.
Ambiguitas peran manakala ekspektasi peran tidak dipahami
secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang harus ia lakukan.

Tuntutan antar pribadi :
Yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya
dukungan dari perusahaan dan hubungan antarpribadi yang buruk
dapat menyebabkan stress.
3. Faktor individual :
Isu keluarga, masalah ekonomi pribadi, karakteristik kepribadiaan
yang intern
2.1.3.3 Faktor-Faktor Lain Potensi Penyebab Stres Kerja
Berikut ini adalah penyebab stres kerja menurut Suprihanto (2003, p.65
dalam Sunyoto, 2013, p.63-65) :
a) Penyebab fisik meliputi :

Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi atau suara tersebut yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapat menimbuklkan gangguan pendengaran
(Suma’mur, 2009), Apabila kebisingan terjadi secara terus-menerus
dapat menjadi sumber stres bagi banyak orang terutama pada tenaga
kerja.
17

Kelelahan
Kelelahan adalah perpaduan dari wujud penurunan fungsi mental dan
fisik yang menghasilkan kurangnya semangat kerja sehingga
mengakibatkan efektifitas dan efesiensi kerja menurun. (Saito, 1999
dalam Ariani, 2009, p.9), selanjutnya dampak dari kelelahan dapat
menyebabkan stres karena kemampuan untuk bekerja menurun.
Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun dan
akan menimbulkan stres.

Suhu dan kelembaban
kelembaban merupakan jumlah kandungan uap air yang terkandung
dalam massa udara pada suatu saat (waktu) dan wilayah (tempat)
tertentu, selanjutnya suhu dan kelembaban udara sangat erat
hubungannya, karena jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga
akan berubah. Di musim penghujan suhu udara rendah, kelembaban
tinggi, memungkinkan tumbuhnya jamur pada kertas, atau kertas
menjadi bergelombang karena naik turunnya suhu udara. Bekerja pada
suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja.
Secara
umum,
kondisi
yang panas
dan
lembab
cenderung
meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga
pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun.
b) Beban kerja
Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam
jangka waktu tertentu. Menurut Menpan, (dalam Dhania, 2010, p.16).
Beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam
diri seseorang sehingga menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh
tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin
terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya.
Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik, mental dan
panggunaan waktu. Aspek fisik meliputi beban kerja berdasarkan kriteriakriteria fisik manusia. Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja
dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan aspek
18
pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan
waktu untuk bekerja.
c) Sifat pekerjaan
 Situasi baru :
Situasi baru adalah keadaan baru yang ada pada diri individu baik itu
di luar maupun di dalam dirinya, biasanya untuk menghadapi situasi
baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi, seseorang akan terasa
sangat tertekan sehingga dapat menimbuklkan stres.
 Ancaman pribadi
Suatu tingkat control (pengawasan) yang terlalu ketat dari atasan
menyebabkan seseorang terasa terancam kebebasannya.
d) Kebebasan
Kebebasan membuat mereka merasa ketidakpastian dalam pekerjaannya.
Pendapat lain menurut Suharsono (2012, p.174), menyatakan penyebab stres
ialah frustasi yang pada dasarnya merupakan adanya hambatan atas berbagai
motivasi yang terdapat dalam individu sehingga tidak dapat mencapai hasil sesuai
dengan tujuan yang telah di tetapkan.
2.1.3.4 Cara Menghadapi Stres kerja
Tedapat dua cara untuk menghadapi stres kerja, menurut Invancevich,
Konopaske dan Matteson (2006, p.303), sebagai berikut :
1. Problem-focused coping
Tindakan yang di ambil oleh seseorang individu untuk menghadapi orang,
situasi, atau peristiwa yang penuh tekanan kemudian merujuk pada
tindakan yang diambil untuk berhadapan langsung dengan sumber stress.
Sebagai contoh, pekerja yang memiliki seorang manajer yang kasar
mungkin menghadapinya dengan cara absen dari tempat kerja. Absen ini
akan memungkinkan pekerja tersebut menyingkir, selama beberapa waktu
dari manajer yang kasar tersebut.
2. Emotion-focused coping
19
Hal ini merujuk pada langkah-langkah yang diambil seseorang untuk
berhadapan dengan perasaan dan emosi yang menekan. Sebagai contoh,
karyawan sering berpergian sebagai bagian dari pekerjaannya mungkin
dapat meringankan perasaan dan emosinya yang tertekan dengan berolah
raga secara teratur atau dengan membaca buku fiksi ringan, jika aktivitas
untuk menghadapi stres ini berhasil, perasaan karyawan tersebut
terkendalikan.
2.1.3.5 Dampak Stres kerja dalam organisasi
Menurut Robbins (2003, p.382 dalam Suharsono 2012, p.176-177),
mengidentifikasikan dampak atau konsekuensi stres seperti dibawah ini :
a. Gangguan fisiologis
Gangguan fisiologis ini terutama merupakan hasil penelitian dari aspek
medis (kesehatan). Gangguan yang ditimbulkan antara lain berubahnya
metabolisme tubuh, bertambahnya detak jantuk dan lain-lain.
b. Gejala psikologis
Stres antara lain menimbulkan ketidakpuasaan dalam kerja selain itu
dapat juga berupa ketegangan dalam kerja, perasaan mudah marah, rasa
bosan dan akhirnya suka menunda-nunda pekerjaan.
c. Gejala perilaku
Perilaku yang sering muncul karena stres misalnya produktifitas kerja
yang menurun, tingkat kemangkiran, keluar masuknya pegawai cukup
tinggi.
2.1.3.6 Strategi Manajemen Stres kerja
Menurut Sunyoto (2012, p.62-63), dari sudut pandang organisasi, manajemen
mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya
karyawan pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini
akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik, tetapi jika stres yang
tinggi atau ringan berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan.
20
Terdapat dua pendekatan yang tepat untuk mengelola stres yaitu pendekatan individu
dan pendekatan organisasi.

Pendekatan Individu
Dalam pendekatan individu seorang karyawan dapat berusaha sering
untuk mengurangi level stres nya. Strategi yang bersifat individual yang
cukup efektif yaitu pengelolaan waktu,latihan fisik, latihan relaksasi dan
dukungan sosial.

Pendekatan Organisasi
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta
struktur organisasi yang semuanya di kendalikan oleh manajemen,
sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi
yang mungkin di gunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres
karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapatan tujuan ,
redesain pekerjaan, pengambilan keputusan, komunikasi organisasional
dan program kesejahterahaan.
2.1.4 Pengertian Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Robbins and Judge (2011, p.114), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakteristiknya. Pekerjaan
memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan
kebijakan organisasi, memenuhi semua standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja
kurang ideal, Sedangkan McShane dan Glinow (2010, p.108), memandang kepuasan
kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjannya dan konteks pekerjaan dengan
penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman
emosional di pekerjaan yang di rasakan.
Colquitt, Lepine, Wesson (2011, p.105 dalam Wibowo, 2013, p.131),
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang
diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja, lalu pendapat
yang sama diungkapkan oleh Howel dan Dipboye dalam Munandar (2008, p.350),
memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau
tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya,dengan kata
21
lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.
kemudian pendapat yang sama selanjutnya menurut Kreitner dan Kinicki (2007,
p.192), mengungkapkan bahwa kepuasan kerja pada dasarnya menunjukkan apa yang
individu sukai pada pekerjaannya.
Sutrisno (2010, p.74), kepuasan kerja merupakan suatu sikap karyawan
terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar
karyawan, imbalan yang diterimadalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor
fisik dan psikologis. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu
pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah
satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan
Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover.
Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi
menarik diri (pre-withdrawal cognition), intensi untuk pergi dan tindakan nyata
berupa turnover (Kinicki, McKee-Ryan, Schriescheim & Carson, 2002 dalam
Mueller 2003, p.2).
Dari beberapa definisi mengenai kepuasan kerja yang telah disampaikan diatas
maka dapat jelaskan bahwa kepuasan kerja mengacu pada ungkapan perasaan dan
sikap karyawan terhadap pekerjaannya, bahwa pekerjaan-pekerjaan yang selama ini
di lakukan mendapatkan hasil yang di harapkan oleh karyawan, membuat karyawan
merasa puas untuk bisa meminimalisir perputaran karyawan di perusahaan.
2.1.4.1 Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja
Menurut Sutrisno (2010, p.80), menambahkan, kepuasan kerja karyawan
mempengaruhi banyak faktor, meliputi :
a. Faktor Kepuasan Psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan
kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi minat, ketentraman dalam bekerja,
sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
b. Faktor Kepuasan Sosial, yaitu Faktor yang berhubungan dengan interaksi
sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan
yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi rekan kerja yang
22
kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah
yang wajar.
c.
Faktor Kepuasan Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi
fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi jenis
pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, kondisi kesehatan
karyawan.
d. Faktor Kepuasan Finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan
terhadan kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan
dapat terpenuhi. Hal ini meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial,
macam-macam tunjangan,fasilitas yang diberikan serta promosi.
2.1.4.2 Efek Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja memiliki dampak perilaku bagi setiap individu atau
kelompok dalam organisasi, pendapat Davis (1996 dalam Suharsono, 2012, p.112114) , menjelaskan terdapat dampak dari efek kepuasan kerja meliputi antara lain :
1. Produktifitas kerja
Kepuasan kerja memiliki dampak terhadap produktifitas kerja.
2. Kemangkiran
Kemangkiran pada dasarnya adalah ketidakhadiran individu atau
kelompok dalam aktivitas kerja organisasi atau perusahaan. Kemudian
tingkat kepuasaan kerja seseorang dapat
mempengaruhi tingkat
kemangkiran dalam aktivitas kerja.
3. Pergantian Pegawai (Turnover)
Kepuasan kerja juga dapat berpengaruh terhadap tingkat keluar masuknya
pegawai dalam suatu organisasi. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja
maka akan membuat semakin kecil tingkat keluar masuknya pegawai dan
sebaliknya semakin kecil tingkat kepuasan kerja maka semakin tinggi
tingkat keluar masuknya pegawai dalam suatu organisasi
4. Pencurian: menurut Keith Davis menjelaskan bahwa meskipun dapat
berperilaku sebagai pencuri. Salah satunya mereka tidak puas karena
23
merasa di perlakukan tidak adil dan frustasi. Dan menurut karyawan itu
perbuatan yang di benarkan karena sebagai bentuk balasan dari tindakan
organisasi yang dianggap tidak adil.
2.1.4.3 Pengukuran Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja menurut para ahli mengenai pengukuran
kepuasan kerja, berdasarkan pandangan Schermerhor, John, Hunt, Osborn and UhlBien (2011, p.73), mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat diketahui melalui
observasi dan interprestasi secara hati-hati tentang apa yang di katakana dan
dilakukan orang sambil melakukan pekerjaannya. Dalam hal ini ada dua model yang
disarankan untuk dapat di pergunakan yaitu The Minnesota Satisfaction
Quesitionnaire dan Job Discriptive Index.:
1. The Minnesota Satisfaction Quesitionnaire (MSQ) mengukur kepuasan
antara lain dengan :
 Kondisi kerja
 Kesempatan untuk maju
 Kebebasan untuk menggunakan pertimbangan sendiri
 Memuji karena telah melakukan pekerjaan baik
 Perasaan dan penyelesaian
2. Job Discriptive Index mengukur kepuasan kerja dari lima segi yaitu:
 Pekerjaan itu sendiri
 Kualitas pengawasan
 Hubungan dengan rekan sekerja
 Peluang promosi
 Bayaran
2.1.4.4 Konsekuensi ketidakpuasan kerja karyawan
Menurut Robbins,1998 (dalam Munandar, 2008, p.367-368), menyatakan
bahwa ketidakpuasaan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan
kedalam berbagai macam cara misalnya meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat
24
mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi , menghindari sebagaian
dari tanggung jawab pekerjaan mereka. Terdapat empat cara mengungkapkan
ketidakpuasan karyawan sebagai berikut :

Keluar (Exit) : Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan
meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.

Menyuarakan (Voice) : Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui
sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk
misalnya
sering absen atau datang terlambat , upaya berkurang, kesalahan yang
dibuat makin banyak.

Mengabaikan (Neglect) : Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui
sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk termasuk misalnya,
sering absen, atau datang terlambat , upaya berkurang, kesalahan yang
dibuat makin banyak.

Kesetiaan (Loyality) : Ketidakpuasan kerja yang di ungkapkan dengan
menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk
membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa
organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk
memperbaiki kondisi.
2.1.5 Turnover Intention
2.1.5.1 Definisi Intensi Turnover
Definisi intensi, menurut Anwar dkk dalam Salim dan Astuti (2010, p.6),
menunjukkan bahwa intensi merupakan probilitas atau kemungkinan yang bersifat
subjektif yaitu perkiraan seseorang mengenai seberapa besar kenyamanannya untuk
melakukan suatu tindakan tertentu , artinya mengukur intensi adalah mengukur
kemungkinan seseorang dalam melakukan perilaku tertentu, selanjutnya menurut
Panggabean (2004, p.141), keinginan berpindah kerja adalah keinginan dari individu
untuk meninggalkan pekerjaannya sekarang, dengan terlebih dahulu mengevaluasi
terhadap pekerjaan sekarang dan berpikir berapa besar biaya untuk meninggalkan
perusahaan (pindah), serta jika sudah memutuskan untuk berpindah, individu tersebut
25
akan meninggalkan perusahaan untuk waktu yang akan datang. Pernyataan definisi
yang sama diungkapkan oleh Siagian (2008, p.297), keinginan berpindah kerja
adalah keinginan seseorang untuk keluar dari organisasi tempat dia bekerja Arti
intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu
Robbins and Judge (2007) menjelaskan bahwa perputaran karyawan
(employee turnover) adalah pengunduran diri permanen secara sukarela maupun
tidak sukarela dari suatu organisasi, kemudian definisi lain diungkap (Mathis, 2006,
p.125), bahwa perputaraan adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan
organisasi dan harus digantikan.
Perputaraan karyawan yang tinggi mengakibatkan bengkaknya biaya
perekrutmen, seleksi, dan pelatihan. Sementara itu keinginan berpindah (Turnover
Intention)
yang berujung pada
keputusan
karyawan
untuk
meninggalkan
pekerjaannya. Meningkatnya tinggi turnover pada perusahaan karyawan akan
semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang
sudah di investasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti di korbankan,
maupun biaya rekruitmen dan pelatihan kembali (Suwandi dan indiriantoro, 1999
dalam Agustina, 2008).
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai turnover intention dapat di
simpulkan bahwa keinginan niat seseorang (karyawan) untuk berpindah kerja atau
meninggalkan pekerjaannya yang sekarang dengan mengharapkan pekerjaan yang
lebih baik dan bisa meningkatkan taraf kehidupan mereka.
2.1.5.1 Jenis-Jenis Perputaran Karyawan
Menurut Heneman dan Judge (2003 dalam Andestia, 2012, p.17-p18),
terdapat dua jenis perputaran atau perpindahan karyawan yaitu :
1. Voluntary Turnover, yaitu perpindahan yang diinginkan oleh karyawan
sendiri karena alasan tertentu, seperti tidak ada kesempatan untuk
promosi, pelatihan, masalah keluarga dan lain-lain.
2. Involuntary Turnover, yaitu perpindahan karyawan karena keputusan
perusahaan seperti tidak memperpanjang kontrak karyawan karena kurang
26
disiplin atau kinerja yang kurang baik dan perampingan perusahaan yang
harus mengurangi jumlah karyawannya.
2.1.5.2 Faktor-faktor yang Berperan pada Turnover Intention
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover intention cukup
kompleks dan saling berkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
usia, lama kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja
dan kebudayaan perusahaan ( Novliadi, 2007 dalam Nayaputera, 2011, p.40).
a. Usia
Pekerja dengan usia muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi
daripada pekerja-pekerja dengan usia yang lebih tua. Penelitian-penelitian
terdahulu menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan
intensi turnover dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi
usia seseorang, semakin rendah tingkat intensi turnover-nya. Hal ini
mungkin disebabkan karyawan yang usianya lebih tua enggan untuk
berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung
jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja
dan memulai pekerjaan di tempat baru, atau karena energi yang sudah
berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu didapat di
tempat yang baru walaupun gaji dan fasilitas yang diterima lebih besar.
Sedangkan tingkat turnover pada tenaga kerja berusia muda cenderung
lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka masih memliki keinginan
untuk mencoba-coba pekerjaan serta ingin mendapatkan keyakinan diri
lebih besar melalui cara tersebut. Selain itu tenaga kerja dengan usia
muda lebih mungkin memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk
mendapat pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarga
lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah mobilitas
pekerjaan.
b. Lama Kerja
27
Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukan adanya korelasi
negatif antara masa kerja dengan turnover, yang berarti semakin lama
masa kerja semakin rendah kecenderungan turnover-nya.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap dorongan untuk melakukan
turnover. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi
akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan
mereka akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru daripada
mereka yang tingkat pendidikannya terbatas.
d. Keikatan Terhadap Perusahaan
Keikatan terhadap perusahaan memiliki korelasi yang negatif dan
signifikan terhadap turnover. Berarti semakin tinggi tingkat keikatan
seseorang terhadap perusahaan akan semakin kecil ia mempunyai intensi
untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan, dan sebaliknya. Seseorang
yang mempunyai rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia
bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of
belonging), rasa aman, tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang
positif. Akibat secara langsung ialah menurunnya dorongan untuk
berpindah pekerjaan dan perusahaan.
e. Kepuasan Kerja
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa
tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang. Semakin
tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat
dorongannya untuk melakukan turnover. Ketidakpuasan yang menjadi
penyebab turnover memiliki banyak aspek. Diantara aspek-aspek itu
adalah ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan, kondisi kerja,
mutu
pengawasan,
penghargaan,
gaji,
promosi,
dan
hubungan
interpersonal.
f. Budaya Perusahaan
Budaya merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi
pemikiran, perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang
bekerja di dalam perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi
28
mereka, menentukan dan mengharapkan bagaimana cara individu bekerja
sehari-hari dan dapat membuat individu tersebut merasa senang dalam
menjalankan tugasnya. Sedangkan Robbins (1998) menyatakan bahwa
budaya perusahaan yang kuat mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap perilaku individu dan secara langsung mengurangi turnover.
2.1.5.3 Pengukuran Intensi Turnover
Menurut Abelson (1987, dalam Nayaputera 2011, p.39) didefinisikan intensi
turnover sebagai suatu keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan
mencari alternatif pekerjaan lain. Beberapa komponen pengukuran intensi turnover
sebagai berikut :
1. Adanya pikiran untuk keluar
2. Keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain
3. Mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di
tempat lain
4. Adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi
Kemudian Abelson (1987), menyatakan bahwa sebagian besar karyawan
yang meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dapat di kategorikan atas
perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindarkan (avoidable voluntary turnover)
dan perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan (unvoidablevoluntary
turnover) . avoidable voluntary turnover dapat disebabkan karena alasan berupa gaji,
kondisi kerja, atasan atau ada organisasi lain yang di rasakan lebih baik sedangkan
perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan dapat disebabkan karena
perubahan jalur karir atau faktor keluarga. ( dalam Nayaputera, 2011, p.45)
2.1.5.4 Alasan Karyawan Berhenti
Menurut Aamodt (2010 dalam Andestia, 2012, p.18-19), terdapat lima alasan
karyawan meninggalkan pekerjaan mereka yaitu :
1. Alasan yang tidak dapat dihindari (Unvoidable Reasons)
29
Misalnya karyawan yang harus pindah karena menikah dengan karyawan
disatu perusahaan, masalah kesehatan, masalah keluarga (misalnya
seseorang keluar karena harus mengurus anak-anaknya di rumah) dan
sebagainya.
2. Kemajuan (Advancement)
Banyak karyawan yang meninggalkan perusahaan untuk mencari
pekerjaan dengan bayaran yang lebih baik dan untuk kemajuan dirinya.
3. Kebutuhan yang tidak terpenuhi (Unmet Needs)
Karyawan yang kebutuhannya tidak terpenuhi akan merasa tidak puas dan
berkeinginan untuk meninggalkan perusahaan, misalnya seseorang
karyawan
yang
memiliki
kebutuhan
sosial
yang
tinggi,
tetapi
pekerjaannya hanya melibatkan sedikit kontrak dengan orang lain.
4. Melarikan diri / menghindar (Escape)
Alasan umum mengapa banyak karyawan meninggalkan perusahaan yaitu
karena menghindar dari orang-orang , kondisi pekerjaan dan beban kerja.
5. Harapan yang tidak terpenuhi ( Unmet Expectations)
Karyawan yang datang ke suatu perusahaan dengan harapan yang
beragam
seperti
gaji,
kondisi
pekerjaan,
kesempatan
untuk
maju/berkembang, dan budaya organisasi, ketika kenyataan berbeda
dengan harapan karyawan akan merasa kurang puas dan meninggalkan
perusahaan.
Sementara menurut Mathis (2006, p.126), terdapat banyak alasan karyawan
yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh organisasi meliputi :
1. Karyawan pindah ke daerah geografis
2. Karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah karena alasan keluarga
3. Suami atau istri karyawan di pindahkan.
4. Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi.
2.1.5.5 Indikasi Terjadinya Turnover Intention
Menurut Harnoto (2002, p.2 dalam Wijaya, 2012, p.40-42), turnover
intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan , antara lain
30
: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar
tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun
keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat
berbeda dari biasanya” indikasi tersebut bisa di gunakan sebagai acuan untuk
memprediksikan turnover intention karyawan dalam sebuah perusahaan, berikut
penjelasan indikasi terjadinya turnover intention :
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja biasanya
ditandai dengan absensi meningkat dengan tingkat tanggung jawab
karyawan yang menurun dibandingkan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat
lainnya yang di pandang lebih mampu memenuhi semua keinginan
karyawan yang bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terrhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan
sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan
lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung,
maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja , lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada
atasan. Materi protes yang di tekankan biasanya berhubungan dengan
balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan
karyawan.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya.
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif.
Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas
yang di bebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh
dan berbeda dari biasanya menunjukkan karyawan ini akan melakukan
turnover.
31
2.1.5.6 Dampak Turnover Intention terhadap Organisasi
Menurut Harnoto (dalam Andestia, 2012, p.19), Turnover ini merupakan
petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi turnover, berarti semakin sering
terjadi pergantian karyawan. Tentu hal ini akan merugikan perusahaan. Sebab,
apabila seorang karyawan meninggalkan perusahaan akan membawa berbagai biaya
seperti:
a.
Biaya penarikan karyawan. Menyangkut waktu dan fasilitas untuk
wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan mempelajari
penggantian.
b.
Biaya latihan. Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan
karyawan yang dilatih.
c.
Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan
karyawan baru tersebut.
d.
Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi.
e.
Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan.
f.
Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya.
g.
Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.
h.
Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan
penyerahan.
Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi,
menunjukkan bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya
atau cara pembinaannya.
2.1.6
Hubungan Antar Variabel
2.1.6.1 Hubungan stres kerja dengan turnover intention karyawan
Menurut Robbin (2006), akibat stress yang di kaitkan dengan perilaku
mencakup perubahan dalam produktifitas, turnover karyawan tinggi, tingkat absensi
yang tinggi dan kecelakaan kerja sedangkan menurut Cox (Gibson, 1987 dalam
Hermita, 2011), yang mengidentifikasi lima jenis konsekuensi dampak stress yang
32
potensial. Salah satu berdampak jelas pada organisasi adalah keabsenan,pergantian
karyawan yang tinggi, rendahnya produktifitas, keterasingan dari rekan sekerja,
ketidakpuasan kerja, menurunnya keikatan dan kesetiaan terhadap organisasi.
Leontaridi & Ward (2002, dalam Noor dan Maad, 2008), menemukan adanya
hubungan yang signifikan antara tingkat stress dan keinginan karyawan untuk
berhenti. Tingginya tingkat stress juga mempengaruhi tingginya tingkat turnover
karyawan (Kavanagh, 2005, cropanzano, rapp, and Bryne, 2003, dalam Noor dan
Maad, 2008), selanjutnya stres kerja berhubungan positif dengan keputusan
karyawan untuk meninggalkan karyawan. Banyaknya stress mempunyai hubungan
positif yang signifikan terhadap turnover Intention (layne, Hohenshil & Singh 2001
dalam Noor dan Maad, 2008).
2.1.6.2 Hubungan kepuasan kerja dengan turnover intention karyawan
Menurut Robbins (2006), dalam bukunya Perilaku Organisasi, dampak
kepuasaan kerja pada kinerja karyawan meliputi beberapa hal diantaranya terhadap
produktifitas,keabsenan, dan pengunduran diri. Hal ini di perkuat oleh Handoko
yang menyebutkan bahwa meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak
faktor pengaruh lainnyaa, kepuasaan kerja mempengaruhi tingkat perputaran
karyawan dan keabsensi. perusahaan bisa mengharapkan bahwa bila kepuasaan kerja
meningkat, maka perputaran karyawan dan absensi menurun atau sebaliknya. ( dalam
Manurung dan Ratnawati, 2012).
2.2
Kerangka Pemikiran
Stres Kerja (X1)
Turnover Intentions (Y)
Kepuasan Kerja (X2)
Gambar 2.1 Paradigma Kerangka Pemikiran
33
Dalam model ini memiliki tiga variable yang sudah diuraikan yaitu : variabel
kepuasan kerja (X1), variabel stres kerja (X2) dan variable turnover intentions (Y)
2.3
Hipotesis
Hpotesis dalam penelitian ini terdapat dua bentuk hipotesis yaitu hipotesis
asosiatif untuk tujuan kedua sampai tujuan keempat, menurut Sugiyono (2010, p.9798), hipotesis asosiatif
adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah
asosiatif, yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. (Sugiyono,
2010, p.100-101).
Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang ada
adalah sebagai berikut:
T-2:
Menganalisis pengaruh stres kerja terhadap turnover intention karyawan di
CV.Rizky Darussalam
Ho2 =
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap turnover
intention.
Ha2 =
Ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap turnover intention
T-3 :
Menganalisis pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap terjadinya
turnover Intention karyawan di CV.Rizky Darussalam
Ho3 =
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepuasaan kerja terhadap turnover
intention.
Ha3 =
Ada pengaruh yang signifikan antara kepuasaan kerja terhadap turnover
intention
34
T-4 :
Menganalisis pengaruh secara simultan stres kerja dan kepuasan kerja
tehadap turnover intention karyawan di CV. Rizky Darussalam
Ho4 =
Tidak ada pengaruh yang signifikan dan simultan antara stres kerja dan
kepuasaan kerja terhadap turnover intention.
Ha4 =
Ada Pengaruh yang signifikan secara simultan antara stres kerja dan
kepuasaan kerja terhadap turnover intention.
2.4
Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tabel 2.1 Kajian hasil penelitian terdahulu
No
1
Pengarang
Judul
Objek
Hasil
Mosadeghrad,
a study of
Job stress,
menyatakan bahwa
Ferlie and
relationship between
quality of
quality of working
Rosenberg
job stress,quality of
working life
life berpengaruh
(2011)
working life and
and turnover
negatife dengan
turnover intention
intention
turnover intention
among hospital
dan job stress
employees
berpengaruh
positife hubungan
dengan employee
quit.
2
(Shahzad,
Work-life policies
Work-life
Menyatakan bahwa
dkk, 2011)
and job stress as
policies,job
hubungan negatif
determinants of
stress,
antara work-life
turnover intention of
turnover
policies dengan
customer services
intention
turnover intention ,
representatives in
dan hubungan
pakistan.
positif antara job
stress dengan
35
turnover intention
3
4
Dhania (2010) Pengaruh stres kerja ,
Stres kerja,
Stres kerja tidak
Beban kerja terhadap
beban kerja
secara signifikan
kepuasaan kerja
dan kepuasaan
mempengaruhi
kerja
kepuasaan kerja
Manurung
Analisis pengaruh
Stres kerja,
Stres kerja
dan Ratnawati
stres kerja dan
kepuasan
berpengaruh positif
(2012)
kepuasan kerja
kerja, turnover terhadap turnover
terhadap turnover
intention
Intention karyawan.
intention karyawan,
kepuasaan kerja
berpengaruh
negatif terhadap
turnover Intention
karyawan.
5
Aydogdu dan
An empirical study of
Kepuasaan
Turnover Intention
Asikgil
the relationship
kerja,
memiliki hubungan
(2011)
among Job
komitmen
signifikan negative
Satisfaction,
organisasi dan
dengan kepuasaan
Organizational
turnover
kerja dan komitmen
commitment and
intention
organisasi.
turnover Intention
6
Noor and
Examining the
work life
work life conflict
Maad (2008)
relationship between
conflict, stress
dan stress
work life conflict,
and turnover
signifikan
stress and turnover
intention
hubungan positif
intention among
terhadap turnover
marketing executives
intention
in Pakistan .
7
Jae Lee, Jung
The effect of
Participatory
Participatory
Joo, Johnson
participatory
Climate, Job
Climate memiliki
36
(2009)
management on
satisfaction,
hubungan yang
internal stress,
internal stress, positif dengan job
overall job
turnover
satisfaction,
satisfaction and
intention
Participatory
Turnover Intention
Climate memiliki
among federah
hubungan negatife
probation officers
dengan Internal
Stress, Internal
stress memiliki
hubungan positif
terhadap turnover
intention, job
satisfaction
memiliki hubungan
negatif dengan
turnover intention
8
Widodo, (
Analisis pengaruh
Keamanan
Keamanan kerja
2010)
keamanan kerja dan
kerja,
berpengaruh
komitmen
komitmen
negatife terhadap
organisasional
organisasional
turnover intention,
terhadap turnover
, turnover
komitmen
intention serta
intention ,
organisasional
dampaknya pada
kinerja
berpengaruh
kinerja karyawan
negatife terhadap
outsourcing
turnover intention,
turnover intention
berpengaruh
negatife terhadap
kinerja , keamanan
kerja berpengaruh
positif terhadap
kinerja dan
37
komitmen
berpengaruh positif
terhadap kinerja.
9
Nayaputera,
Analisis pengaruh
Kepuasan
Intensi turnover
(2011)
kepuasan kerja dan
kerja, stres
dipengaruh secara
stres kerja terhadap
kerja dan
negatife akan
intensi turnover
intensi
kepuasan kerja ,
customer service
turnover
intensi turnover di
employee di PT.
pengaruhi secara
Plaza Indonesia
positif akan stres
Reality TBK.
kerja, kemudian
kepuasan kerja dan
stres kerja
dipengaruh secara
positif terhadap
intensi turnover
10
Amalia,
Hubungan antara
Gaya
Hubungan negatife
(2012)
gaya kepemimpinan
kepemimpinan antara gaya
path goal dan intensi
kepemimpinan path
turnover pada PT.
goal
Bank BNI Syariah
(kepemimpinan
Kantor Pusat Jakarta
instrumentality,
supportif dan
partisipatif) dan
intensi turnover
Sumber : Jurnal dan tesis
Download