Referat NYERI PUNGGUNG Oleh: dr. Huldani UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN BANJARMASIN JANUARI, 2012 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul...................................................................................... i Kata Pengantar ..................................................................................... ii Daftar Isi............................................................................................... iii Daftar Gambar ...................................................................................... iv BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 4 2.1. Definisi .............................................................................. 4 2.2. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang .......................... 4 2.3. Klasifikasi ......................................................................... 8 2.4. Etiologi .............................................................................. 10 2.5. Epidemiologi ..................................................................... 11 2.6 Faktor Risiko ..................................................................... 13 2.7. Patofisiologi ...................................................................... 14 2.8. Diagnosis ........................................................................... 16 2.9 Penatalaksanaan ................................................................ 23 BAB III ALGORITMA NYERI PUNGGUNG ................................ 29 BAB IV TABEL KOMPARASI ....................................................... 31 BAB V RESUME DAN KESIMPULAN ........................................ 33 BAB VI PENUTUP .......................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA ii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Penampang Tulang Belakang Potongan Transversal …. 6 Gambar 2.2 Penampang Tulang Belakang Potongan Sagital …..…... 6 Gambar 2.3 Kolumna Spinalis ……………………………………… 7 Gambar 2.4 Kompresi Radix Saraf L5 dan S1 oleh Diskus yang Mengalami Herniasi.……………. ……………………. Gambar 2.5 Pola Dermatomal Nyeri Radikuler …………………….. iii 7 10 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di daerah leher. Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf (1). Nyeri punggung biasanya dirasakan sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat bertambah buruk dengan postur tubuh yang tidak sesuai pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk yang salah, atau mengangkat barang yang terlalu berat (2). Dalam satu penelitian dikatakan bahwa kurang lebih 60-80% individu setidaknya pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Sebagian besar (75%) penderita akan mencari pertolongan medis dan 25% di antaranya perlu dirawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (3). Pentingnya nyeri punggung dan leher ditandai sebagai berikut: (a) biaya yang dihabiskan selama menderita nyeri punggung ±100 milyar dollar per tahun, termasuk biaya kesehatan secara langsung ditambah biaya karena produktivitas yang menurun, (b) gejala nyeri punggung merupakan penyebab utama disabilitas pada individu yang berusia <45 tahun, (c) nyeri punggung bawah merupakan penyebab paling sering kedua untuk berobat ke dokter di Amerika, (d) ±1% populasi Amerika tidak mampu bekerja dalam waktu yang lama karena menderita nyeri punggung (4). iv Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya adalah penderita berumur antara 41-60 tahun (5). 1.2.Rumusan masalah Tingginya insidensi penyakit ini mengharuskan tingginya kontak pasien dengan tenaga medis sehingga diperlukan pembelajaran agar kasus seperti ini dapat ditangani dengan tepat sebagaimana penanganan penyakit lainnya yang sering ditemui. Dengan demikian, rumusan masalah pada tinjauan pustaka ini adalah: 1. Bagaimana algoritma diagnosis nyeri punggung yang tepat? 2. Bagaimana algoritma pengelolaan nyeri punggung yang tepat? 1.3.Tujuan Tinjauan kepustakaan ini bertujuan menjelaskan dasar teori nyeri punggung yang terdiri atas definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis. v 1.4.Manfaat Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa kedokteran dan praktisi kesehatan agar dapat menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan yang tepat pada kasus nyeri punggung. vi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Nyeri punggung adalah nyeri yang dirasakan di bagian punggung yang berasal dari otot, persarafan, tulang, sendi atau struktur lain di daerah tulang belakang. Tulang belakang adalah suatu kompleks yang menghubungkan jaringan saraf, sendi, otot, tendon, dan ligamen, dan semua struktur tersebut dapat menimbulkan rasa nyeri (6). Nyeri punggung diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf (1). Nyeri punggung adalah masalah yang sering dirasakan kebanyakan orang dalam hidup mereka. Nyeri punggung biasanya dirasakan sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat bertambah buruk dengan postur tubuh yang tidak sesuai pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk yang salah, atau mengangkat barang yang terlalu berat (2). 2.2. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang Tulang belakang adalah struktur yang kompleks, yang terbagi menjadi bagian anterior dan posterior. Tulang belakanh terdiri dati korpus vertebra yang silindris, dihubungkan oleh diskus intervertebralis, dan dilekatkan oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Bagian posterior lebih lunak dan terdiri dari pedikulus dan lamina yang membentuk kanalis spinalis. Bagian posterior dihubungkan satu sama lain oleh sendi facet (disebut juga sendi apofisial atau zygoapofisial) superior dan inferior. Sendi facet dan sendi sacroiliaka, yang vii dilapisi oleh sinovia, diskus intervertebralis yang kompresibel, dan ligamen yang elastic, yang berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari tulang belakang (7). Stabilitas tulang belakang tergantung dari integritas korpus vertebrae, diskus intervertebralis dan struktur penunjang yakni otot dan ligament. Meskipun ligamen yang menopang tulang belakang sangat kuat, stabilitas tulang belakang tetap dipengaruhi aktivitas refleks maupun volunteer dari otot sacrospinalis, abdomen, gluteus maximus, dan otot hamstring (7). Struktur tulang belakang yang peka terhadap nyeri adalah periosteum vertebrae, dura, sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai struktur ini dapat menjelaskan penyebab nyeri punggung tanpa kompresi radix saraf. Nucleus pulposus dari diskus intervertebral tidak peka terhadap nyeri dalam situasi yang normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal merupakan struktur yang paling peka terhadap gerkana dan mudah mengalami trauma (4). viii Gambar 2.1. Penampang Tulang Belakang Potongan Transversal (4) Gambar 2.2. Penampang Tulang Belakang Potongan Sagital (4) ix Gambar 2.3. Kolumna Spinalis (4) Gambar 2.4. Kompresi Radix Saraf L5 dan S1 oleh Diskus yang Mengalami Herniasi (4) x 2.3. Klasifikasi Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat menyebar ke area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul, atau tajam atau tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya dapat menyebar sampai lengan dan tangan atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala lain selain nyeri. Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan, dan mati rasa (6). Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri punggung bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang ekor. Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (±12 minggu), kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu) (6). Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu (4) : 1. Nyeri lokal, yang disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive terhadap nyeri yang menekan atau mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat dengan bagian punggung yang sakit. 2. Nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral abdomen atau pelvis. Nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen atau pelvis tetapi dibarengi dengan nyeri punggung dan biasanya tidak terpengaruh dengan posisi tubuh tertentu. Pasien dapat juga mempermasalahkan nyeri punggungnya saja. 3. Nyeri yang berasal dari tulang belakang, dapat timbul dari punggung atau dialihkan ke bagian bokong atau tungkai. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian atas dapat menimbulkan nyeri alih ke regio lumbal, xi pangkal paha, atau paha bagian atas. Penyakit yang melibatkan tulang belakang lumbal bagian bawah dapat menimbulkan nyeri alih ke bagian bokong, paha bagian belakang, atau betis dan tungkai (jarang). Injeksi provokatif pada struktur tulang belakang bagian lumbal yang sensitif terhadap nyeri dapat menimbulkan nyeri tungkai yang tidak mengikuti distribusi dermatomal. Nyeri sclerotomal ini dapat menjelaskan kasus nyeri di bagian punggung dan tungkai tanpa adanya bukti penekanan radix saraf. 4. Nyeri punggung radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari tulang punggung region lumbal sampai tungkai sesuai daerah perjalanan radix saraf. Batuk, bersin, atau kontraksi volunteer dari otot abdomen (mengangkat barang berat atau pada saat mengejan) dapat menimbulkan nyeri yang menyebar. Rasa nyeri dapat bertambah buruk dalam posisi yang dapat meregangkan saraf dan radix saraf. Saraf femoral (radix L2, L3, dan L4) melewati paha bagian depan dan tidak akan teregang dengan posisi duduk. Gambaran tentang nyeri saja biasanya tidak bisa digunakan untuk membedakan nyeri sklerotomal dan radikulopati. 5. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, walaupun tak jelas, biasanya dikaitkan dengan banyak gangguan tulang belakang. Spasme otot biasanya dikaitkan dengan postur abnormal, otot paraspinal yang teregang, dan rasa nyeri yang tumpul. xii Gambar 2.5. Pola Dermatomal Nyeri Radikuler (15) 2.4. Etiologi Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, amupun struktur lain yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain (4): 1. Kelainan kongenital/kelainan perkembangan: spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis. 2. Trauma minor: regangan, cedera whiplash. 3. Fraktur: traumatik - jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atraumatik – osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen. 4. Herniasi diskus intervertebral. xiii 5. Degeneratif: kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis reumatoid). 6. Arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter). 7. Neoplasma – metastasis, hematologic, tumor tulang primer. 8. Infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus, meningitis, arachnoiditis lumbalis. 9. Metabolik: osteoporosis – hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis (misalnya penyakit paget). 10. Vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral. 11. Lainnya: nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit, sindrom nyeri kronik. 2.5. Epidemiologi Nyeri muskuloskeletal sering terjadi dan sering dikaitkan dengan kecacatan yang wajar dan biaya kesehatan yang tinggi, dan nyeri punggung merupakan kelainan muskuloskeletal yang paling sering terjadi. Perkiraan total biaya yang dikeluarkan untuk mengobati nyeri punggung di Inggris saja pada tahun 2000 menghabiskan dana sebesar 12,3 juta poundsterling. Nyeri punggung prevalensinya sangat tinggi dan memiliki dampak besar pada lingkungan sosial dan individu. Penyakit ini menyerang satu dari lima orang dalam waktu yang xiv bersamaan dan pada usia 30 tahun setengah populasi akan mengalami paling tidak satu episode nyeri punggung (8). Pentingnya nyeri punggung dan leher ditandai sebagai berikut: (a) biaya yang dihabiskan selama menderita nyeri punggung ±100 milyar dollar per tahun, termasuk biaya kesehatan secara langsung ditambah biaya karena produktivitas yang menurun, (b) gejala nyeri punggung merupakan penyebab utama disabilitas pada individu yang berusia <45 tahun, (c) nyeri punggung bawah merupakan penyebab paling sering kedua untuk berobat ke dokter di Amerika, (d) ±1% populasi Amerika tidak mampu bekerja dalam waktu yang lama karena menderita nyeri punggung (4). Nyeri punggung bawah merupakan penyebab tersering kelima seseorang berobat ke dokter di Amerika. Kira-kira seperempat warga Amerika berusia dewasa dilaporkan menderita nyeri punggung bawah yang berlangsung paling tidak seharian penuh dalam 3 bulan terakhir, dan 7,6% warga dilaporkan menderita 1 episode nyeri punggung bawah yang parah dalam waktu 1 tahun. Nyeri punggung bawah juga sangat mahal pembiayaannya: total biaya kesehatan tambahan untuk nyeri punggung di Amerika diperkirakan mencapai 26,3 milyar dollar pada tahun 1998. Sebagai tambahan, biaya yang hilang secara tidak langsung karena kehilangan waktu bekerja sangat penting, diperkirakan 2% dana cadangan Amerika dikeluarkan untuk mengatasi cedera punggung (9). Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB xv sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya adalah penderita berumur antara 41-60 tahun (5). 2.6. Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya nyeri punggung adalah usia, kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan (10,16). Postur tubuh yang tegak tergantung pada lekukan tulang belakang yang normal, dan lekukan tersebut bukan penyebab nyeri punggung. Obesitas yang menyebabkan bobot abdomen menjadi berat, dan proses kehamilan pada tahap lanjut, dapat mengubah kelengkungan tulang belakang dan menyebabkan nyeri punggung. Dalam kasus kehamilan, rasa nyeri biasanya menghilang setelah proses kelahiran. Beberapa kegiatan, seperti jogging dan berlari di permukaan yang rata, angkat berat, dan duduk lama (terutama di mobil, truk, dan kursi yang tidak nyaman), dapat menyebabkan nyeri punggung. Namun demikian, faktor psikologis xvi memegang peranan yang cukup kuat dalam menyebabkan nyeri punggung kronik (17). Faktor risiko nyeri pinggang belum sepenuhnya jelas. Faktor risiko yang paling sering dilaporkan untuk nyeri pinggang adalah beban kerja fisik yang berat seperti mengangkat, posisi tubuh membungkuk, dan getaran seluruh tubuh. Gaya hidup juga dianggap sebagai faktor risiko dari nyeri pinggang. Merokok, kurangnya latihan fisik, dan jam tidur yang pendek meningkatkan risiko nyeri pinggang. Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang jelas antara konsumsi alkohol dan nyeri pinggang. Hubungan antara nyeri pinggang dan faktor psikososial juga telah dilaporkan. Pekerja pengolah pangan diketahui sebagai populasi yang berisiko tinggi mengalami nyeri pinggang karena mereka bekerja dalam posisi membungkuk, mengangkat bahan yang berat, di lantai yang basah, dan suhu yang panas (18). Faktor yang berperan menyebabkan nyeri punggung bawah pada remaja antara lain: perkembangan yang sangat pesat, kurangnya fleksibilitas dari otot kuadriceps dan hamstring, bekerja sambil sekolah, dan merokok (11). 2.7. Patofisiologi Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah xvii satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia (10). Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf (10). Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal (10). Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu, kimiawi dan campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran saraf bebas yang mempunyai spesifikasi. Di sini terjadi potensial aksi dan impuls ini diteruskan ke pusat nyeri. Serabut saraf yang berasal dari reseptor ke ganglion masuk ke kornu posterior dan berganti neuron. Di sini ada dua kelompok neuron, yaitu: (a) yang berganti neuron di lamina I yang kemudian menyilang linea mediana membentuk jaras anterolateral yang langsung ke talamus, sistem ini disebut system neospinotalamik yang menghantarkan rangsangan nyeri secara cepat. Kelompok (b) bersinaps di lamina V kemudian menyilang linea mediana membentuk jaras anterolateral dan bersinaps di substantia retikularis batang otak xviii dan di talamus. Sistem ini disebut system paleospinotalamik yang mengantarkan perasaan nyeri yang kronik dan yang kurang terlokalisasi (19). Percobaan-percobaan decade terakhir menunjukkan adanya sistem nyeri yang desenden, yang menghambat nyeri. Daerah periakuaduktus dan nucleus rafe magnus merupakan bagian penting sistem ini. Rangsangan di tempat ini akan menghambat nyeri (19). 2.8. Diagnosis 2.7.1. Anamnesis Dalam anamnesis perlu diketahui: 1. Awitan Penyebab mekanis nyeri punggung menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap (10). 2. Lama dan frekuensi serangan Nyeri punggung akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu (10). 3. Lokasi dan penyebaran Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau xix hanya di tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang tetap (10). 4. Faktor yang memperberat/memperingan Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring (10). 5. Kualitas/intensitas Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara nyeri punggung dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada nyeri punggung dengan rasio 8020% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri nyeri punggung lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala nyeri punggung yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara mekanis. Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB, xx namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng. Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi(10). 2.7.2. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi : Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral (10). Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita: Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah. Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal. xxi Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect). Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama. Nyeri pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik (10). 2. Palpasi : Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis. xxii Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1. Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN (10). 3. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya (10). 4. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris (10). 5. Tanda-tanda rangsangan meningeal : Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahanlahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) xxiii dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. xxiv Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul nyeri (10). 2.7.2. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED) dan morfologi darah tepi (penting untuk mengidentifikasi infeksi atau myeloma), kalsium, fosfor, asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika ada kecurigaan metastasis karsinoma prostat), elektroforesis protein serum (protein myeloma), dalam kasus khusus, dapat diperisa tes tuberculin atau tes Brucella, tes faktor rheumatoid, dan penggolongan HLA (jika curiga adanya ankylosing spondylitis) (7). 2. Pemeriksaan Radiologis : Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin nyeri pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet dan penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran korpus vertebrae (spondilolistesis), infiltasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral (7). CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang (10). xxv MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena (10). MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma. Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor. 2.9. Penatalaksanaan 2.8.1. Terapi Non Farmakologis 1. Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti biasanya. 2. Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri. 3. Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas sehari-harinya dalam 4-6 minggu. xxvi 4. Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang membutuhkan obat penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu (12). 5. Modalitas lain: (a) intervensi fisik: orthosis, pemijatan, mobilisasi, manipulasi, traksi, (b) modalitas termal: ultrasound terapeutik, diatermi, bantalan pemanas (kering atau lembab), pemanas inframerah, hidroterapi, kantong es (dengan atau tanpa pemijatan) (c) terapi elektrik: stimulasi galvanic, arus interferensial, arus mikro, stimulasi saraf transkutaneus elektrik, stimulasi neuromuscular, (d) terapi olahraga: terapi rentang gerakan, program penguatan (isometric, kinetik), program latihan aerobic, program latihan aqua, control neuromuscular, koreksi postural, (e) magnet, (f) terapi meridian: akupunktur, elektroakupunktur, (g) terapj laser, (h) terapi lingkungan:; biofeedback dan relaksasi, (i) intervensi edukasi, (j) terapi kombinasi atau multimodalitas (13). 2.8.2. Terapi Farmakologis 1. Asetaminofen Penggunaan asetaminofen dosis penuh (2 sampai 4 g per hari) sebagai terapi lini pertama didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan beberapa pedoman terapi (rekomendasi A). Harus diketahui bahwa pada pasien dengan riwayat alkoholisme, sedang puasa, memiliki penyakit liver, mengonsumsi obat tertentu (terutama antikonvulsan), atau orang tua yang lemah, toksisitas hati dapat terjadi pada dosis yang direkomendasikan. Selanjutnya, toksisitas asetaminofen meningkat xxvii secara substansial jika dikonsumsi bersamaan dengan dengan inhibitor siklooksigenase-2 spesifik (COX-2) atau obat-obat anti-inflamasi (NSAID). 2. NSAID Ada bukti kuat keberhasilan penggunaan NSAID pada nyeri akut dan bukti moderat pada nyeri kronis (rekomendasi A). NSAID direkomendasikan oleh sebagian besar pedoman pengobatan. Semua NSAID tampaknya memiliki khasiat yang sama. Mempertimbangkan manfaat dibandingkan efek samping, American Geriatrics Society merekomendasikan COX-2 inhibitor sebagai terapi lini pertama dibandingkan NSAID non spesifik. Salisilat non-asetil (kolin magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti efektif dan memiliki lebih sedikit efek samping gastrointestinal dibandingkan NSAID non spesifik dengan biaya lebih rendah daripada lebih agen selektif. Jika NSAID non spesifik yang dipilih, sitoproteksi lambung harus dipertimbangkan berdasarkan profil risiko pasien. NSAID harus dipertimbangkan ketika peradangan diyakini memainkan peran penting dalam proses produksi nyeri. 3. Relaksan Otot Bukti yang mendukung penggunaan relaksan otot masih kurang jelas (rekomendasi B). Sebuah tinjauan dari 14 percobaan acak terkontrol moderat berkualitas menunjukkan bahwa cyclobenzaprine lebih efektif daripada plasebo dalam pengelolaan nyeri leher dan punggung. Namun, xxviii efeknya minimal dengan efek samping yang lebih besar. Efek tertinggi terjadi dalam 4 hari pertama terapi. Kesimpulan serupa juga sama untuk obat lain yang sejenis. Baclofen dan Tizanidine memiliki lebih sedikit potensi kecanduan daripada relaksan otot lainnya. Relaksan otot tidak dianjurkan untuk WAD fase akut karena bukti tentang manfaatnya masih belum jelas. 4. Opioid Sebuah badan literatur ekstensif melaporkan efektivitas jangka pendek opioid dalam berbagai sindrom nyeri (rekomendasi A). Namun, tidak ada penelitian acak berkualitas tinggi untuk menunjukkan manfaat dan keamanan opioid jangka panjang untuk setiap indikasi pemberiannya. Kegunaan opioid pada nyeri leher harus seimbang dengan efek samping yang ditimbulkan seperti sembelit, sedasi, dan ketergantungan. Beberapa pihak mendukung penggunaan opioid dalam berbagai sindrom nyeri ketika strategi lain tidak melngurangi rasa sakit secara adekuat, dan ada bukti jelas bahwa obat ini tidak merugikan pasien dan memberikan peningkatan yang signifikan dan berkelanjutan. 5. Antidepresan ajuvan dan Antikonvulsan Meskipun tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol untuk penggunaan agen ini secara khusus pada nyeri leher, penggunaannya, terutama dalam nyeri kronis dan neuropatik, secara didukung secara luas oleh berbagai literatur (rekomendasi A). Juga harus dicatat bahwa dalam xxix sindrom nyeri kronis, depresi sering terjadi bersamaan, dan pengobatan depresi secara agresif sering memberikan bermanfaat. 6. Hipnotik sedatif Tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol yang cukup panjang untuk menunjukkan manfaat dan keamanan jangka panjang obat ini untuk mengobati nyeri. Selain menghilangkan rasa sakit yang secara khusus disebabkan oleh kejang otot, obat ini bukan penghilang rasa sakit yang efektif. 7. Steroid Injeksi steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk nyeri leher radikuler dan nyeri punggung bawah. Hasil uji coba dibagi antara hasil yang positif dan negatif. Perbedaan hasil yang didapat merupakan akibat, setidaknya sebagian, dari penyakit yang berbeda antar kelompok pasien dan perbedaan teknik. Uji coba terakhir dengan pemilihan pasien yang lebih hati-hati dan teknik terstandar telah menunjukkan hasil yang lebih positif. Oleh karena itu keputusan untuk mempertimbangkan penggunaan steroid epidural pada setiap pasien merupakan latihan dalam penilaian klinis. Tidak ada ada alasan yang jelas dalam penggunaan injeksi steroid epidural pada nyeri nonradicular. Penggunaan steroid untuk nyeri radikuler harus jelas (rekomendasi B). Beberapa pihak merekomendasikan penggunaan injeksi steroid epidural, sedangkan yang lain tidak. Percobaan sederhana yang mempelajari manfaat klinis steroid sistemik masih belum meyakinkan, dan uji klinis xxx untuk membandingkan steroid oral dan epidural masih belum ada. Injeksi steroid intraartikular belum terbukti dapat menghilangkan rasa sakit jangka panjang yang efektif, dan penggunaan steroid tidak dianjurkan untuk mengobati WAD kronis (14). xxxi BAB III ALGORITMA NYERI PUNGGUNG 3.1. Algoritma untuk pengelolaan pasien dengan nyeri leher (14) Nyeri leher Anamnesis dan Pemeriksaan fisik Evaluasi awal WAD Foto rontgen Radikulopat i Nyeri leher aksial Asetaminofen, inhibitor COX2, relaksan otot, kembali ke rutinitas lebih awal Imobilisasi dan konsultasi segera Infeksi atau neoplasma Pemeriksaan Lab dan pencitraan Konsultasi 1-2 minggu Pertimbangkan penggunaan opioid, antidepresan, dan modalitas fisik 4-6 minggu Antidepresan dan antikonvulsan pertimbangkan MRI Foto rontgen xxxii Mielopati MR I Konsultasi 3.2. Algoritma untuk pengelolaan pasien dengan nyeri pinggang (20) Nyeri Pinggang Kronis Tanpa Herniasi Diskus Blok Saraf Sendi Facet (Lidocaine) Blok Saraf Sendi Facet Positif Diagnosis: Nyeri Sendi Facet Nyeri (+) Blok Saraf Sendi Facet Negatif Gejala Sendi Sakroiliaka (-) Gejala Sendi Sakroiliaka (+) Diskografi Provokatif Injeksi Sendi Sacroiliaka Nyeri (-) Diagnosis: Nyeri Diskogenik Blok Sendi Sacroiliaka (+) Diagnosis: Nyeri Sendi Sacroiliaka Nyeri (+) Diagnosis: Nyeri Diskogenik xxxiii Blok Sendi Sacroiliaka (-) Diskografi Provokatif Nyeri (-) Injeksi Epidural BAB IV TABEL KOMPARASI Myelu Diskus Sendi Facet Tajam Tajam Tajam Dalam Dalam Mudah Mudah Mudah Sulit Sulit (+) (+) (+) (-) (-) Luas Luas Luas Sempit Sempit Punggung>T Punggung>T m Kualita s Nyeri Lokalis asi Parestes ia Area Kepara han Modifik asi Sendi Radix Leher Tungkai>Pun Tungkai>Pun Sacroiliaka ggung ggung ungkai ungkai Memburuk Memburuk Memburuk Memburuk Memb uruk dengan posisi dengan posisi dengan posisi dengan posisi dengan posisi fleksi fleksi ekstensi ekstensi Pinggang Pinggang fleksi Pola penyeb aran Mengi kuti Mengikuti Mengikuti sampai sampai distribu distribusi distribusi pinggul, pinggul, si radix radix saraf radix saraf paha, dan paha, dan pangkal paha pangkal paha Jarang Jarang saraf Penyeb aran sampai Sering Sering Sering bawah lutut xxxiv Ganggu an fungsi sensori Mungk Mungkin Mungkin Jarang Jarang Obyektif Obyektif Subyektif Subyektif Mungkin ada Mungkin ada Jarang Jarang Mungkin ada Mungkin ada Tidak ada Tidak ada Nyeri sampai Nyeri sampai Hanya nyeri Hanya nyeri tungkai tungkai pinggang pinggang (+) (+) (+) (-) (-) (+) (-) (-) (-) (-) in k Kelema han motorik Atrofi Obyekt if Mungk in ada Ganggu an reflex Mungk in ada Ekstens Nyeri i sampai tungkai tungkai Tanda ketegan gan radix saraf Ganggu an fungsi otonom xxxv BAB V RESUME DAN KESIMPULAN 5.1. Rangkuman/ Resume Nyeri leher adalah nyeri yang dihasilkan dari interaksi yang kompleks antara otot dan ligamen serta faktor yang berhubungan dengan postur, kebiasaan tidur, posisi kerja, stress, kelelahan otot kronis, adaptasi postural dari nyeri primer lain (bahu, sendi temporo mandibular, kranioservikal), atau perubahan degeneratif dari diskus servikalis dan sendinya. Nyeri leher dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan seperti spondilosis servikalis, infeksi, neoplasma, rheumatoid arthritis, tortikolis spasmodik, trauma (WAD), dan fibromialgia. 5.2. Kesimpulan Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di daerah leher. Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf. Nyeri punggung merupakan masalah klasik manusia yang menyebabkan banyaknya pengeluaran biaya dan seringnya kunjungan ke dokter. Nyeri punggung menyebabkan morbiditas yang besar dan sering menyebabkan individu tidak dapat bekerja. Nyeri punggung dapat di bedakan berdasarkan lokasi dan penyebabnya yakni kelainan myelum, kelainan radix, kelainan diskus, kelainan sendi facet, dan kelainan sendi sacroiliaka. xxxvi Nyeri punggung dapat diatasi dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang baik. Tatalaksana nyeri punggung meliputi terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. 5.3. Saran Nyeri pungung merupakan masalah di bidang neurologi yang memiliki angka kejadian yang cukup sering. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam dari praktisi kesehatan terutama yang berada di lini terdepan untuk mengenali dan menyaring kasus yang ditemukan di masyarakat agar penanganan tepat dan cepat dapat segera dilaksanakan. Masih diperlukan pembahasan lebih lanjut dan mendalam mengenai berbagai kasus neurologi lainnya. xxxvii DAFTAR PUSTAKA 1. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/back+pain 2. http://www.nhs.uk/conditions/back-pain/Pages/Introduction.aspx 3. Sudirman S, Hargiyanto. Kajian teknologi kesehatan atas perbedaan efek analgesia dari elektroakupunktur dengan frekuensi rendah, kombinasi, dan tinggi, pada nyeri punggung bawah. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2011; 14(2): 203-208. 4. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York: McGrawHill, 2008. 5. Purba JS, Ng DS. Nyeri punggung bawah: patofisiologi, terapi farmakologi dan non-farmakologi akupunktur. Medicinus 2008; 21(2): 38-42. 6. en.wikipedia.org/wiki/Back_pain 7. Ropper AH, Brown RH. Pain in the back, neck, and extremities. Dalam Adams and Victor’s: Principles of Neurology. Eight Edition. New York: McGrawHill, 2005. 8. Docking RE, Fleming J, Brayne C, et al. Epidemiology of back pain in older adults: prevalence and risk factors for back pain onset. Rheumatology 2011; 50: 164-1653. 9. Chou R, Qaseem A, Snow V, et al. Diagnosis and treatment of low back pain: a joint clinical practice guideline from the american college of physicians and the american pain society. Ann Intern Med 2007; 147: 478-491. 10. Tunjung R. Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah di puskesmas. dokterblog.wordpress.com/2009/05/17/diagnosis-dan-penatalak sanaan-nyeri-punggung-bawah-di-puskesmas/ 11. Feldman DE, Shrier I, Rossignol M, et al. Risk factors for the development of low back pain in adolescence. Am J Epidemiol 2001; 154(1): 30-36. 12. Yuliana. Low back pain. CDK 2011; 38(4): 270-273. 13. Swenson RS. Therapeutic modalities in the management of nonspecific neck pain. Phys Med Rehabil Clin N Am 2003; 14: 605–627. 14. Douglass AB, Bope ET. Evaluation and treatment of posterior neck pain in family practice. J Am Board Fam Pract 2004; 17: S13–22. 15. Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology. Teterboro: Icon Custom Communications, 2002. 16. Picavet HSJ, Vlaeyen JWS, Schouten JSAG. Pain catastrophizing and kinesiophobia: predictors of chronic low back pain. Am J Epidemiol 2002; 156: 1028–1034. 17. Ehrlich GE. Low back pain. Bulletin of the World Health Organization 2003; 81(9): 671-676. 18. Tomita S, Arphorn S, Muto T, et al. Prevalence and risk factors of low back pain among thai and myanmar migrant seafood processing factory workers in Samut Sakorn Province, Thailand. Industrial Health 2010; 48: 283–291. 19. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009. xxxviii 20. Manchikanti L, Singh V. An algorithmic approach to diagnosis and management of low back pain. Pain Physician 2001; 4: 597-604. xxxix