TUGAS INDIVIDU SISTEM TRANSFORMASI PENDIDIKAN FILSAFAT ADMINISTRASI PENDIDIKAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Administrasi Pendidikan dengan Dosen Pengampu : Prof. Dr. H.Dadang Suhardan, M.Pd Nugraha Suharto, M.pd Disusun Oleh : Pita Arianti (1006212) UNIVERSITA PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN 2010 SISTEM TRANSFORMASI PENDIDIKAN Bagan sistem transformasi pendidikan secara umum INSTRUMENTAL INPUT Instrumental input Input INPUT TRANSFORMASI transformasi FEED BACK Feed back ENVIRONMENT environment OUTPUT output /outcome INCOME KETERANGAN : 1. Instrumental input : adalah pusat dari input (masukan ) 2. Input juga : adalah masukan, disini masukan berupa siswa/pelajar, bisa kurikulum yang ada. 3. Transformasi : disini transformasi adalah berupa pengajar/pendidik/instruktur. 4. Output : nilai yang dapat membuahkan hasil lulusan yang lebih baik. Jadi yang dimaksud disini adalah hasil dari produk pendidikan yang dimanfaatkan secara maksimal bagi perkembangan/kemajuan masyarakat. 5. Environment : lingkungan yang ada diskliling dimana proses pendidikan berlangsung.artinya adalah masukan kedalam masyarakat. Berperan apakah pendiikan didalam masyarakat?adakah manfaat sistem transformasi pendidikan di masyarakat? 6. Feed back : adalah umpan balik,perintah dari otak yang akan bekerja dengan sendirinya. URAIAN : Tujuan pendidikan pada umumnya adalah meningkatkan kualits hidup manusia. (menjadikan hari esok lebih sempurna). Hidup berkualitas adalah bagaimana agar masyarakat dapat hidup dngan lebih baik lagi daripada sebelumnya. Bagan diatas menjelaskan bagaimana pendidikan apabila dilihat dari prosesnya. Proses pendidikan tersebut berawal dari instrumental input. Yang dimaksud dengan instrumental input adalah awal dari masukan masukan di pendidikan. Terdapat juga input (masukan-masukan) seperti kurikulum pendidikan pelajar/siswa, kemudian dilihat dari sistematika diatas, masukan-masukan tersebut di transfer/diolaholeh para staff/pengajar yang unggul sesuai dengan standar pengajar di indonesia, kemudian dari olahan secara keseluruhan akan terlihat, akan nampak hasilnya. Yaitu nilai. Hasil yang lebih mendasar adalah sebuah sistem pembelajaran yang membentuk manusia seutuhnya. Pendidika juga mampu mencetak manusia yang unggul, berkualitas. Semua sistem, kerangka, tersebut diatas tidaklah terlepas dari peran lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar juga dapat membantu dalam proses transformasi ilmu pendidikan tersebut. Dan lingkungan pulalah tempat/ objek dari pengamalan ilmu pendidikan yang telah diolah oleh berbagai banyak komponen. Dari semuanya diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, hasil ahir dari suatu trasformasi sistem pendidikan adalah mengefektifkan segala aspek yang ada dalm pendidikan sehingga tujuan ahir meningkatkan kualitas kehidupan manusia sehingga manusia dapat mengelola dirinya sendiri, memperoleh akses pekerjaan, tinggal dilingkungan hidup yang baik, sehat akan jasmani dan rohani, adanya vertilisasi dan sanitasi yang baik serta mampu memaksimalkan pikiranyya, itu semua dapat tercapai dengan baik. Artikel pendukung TRANSFORMASI BERMULA DI TAHUN 2010 KUALA LUMPUR 12 Jun - Kementerian Pelajaran akan melaksanakan transformasi sistem pendidikan bermula 2010 bagi meningkatkan kualiti akademik, kokurikulum dan pembangunan sahsiah murid. Ketua Pengarah Pelajaran, Datuk Alimuddin Mohd. Dom berkata, transformasi tersebut akan melibatkan beberapa perubahan dari segi kurikulum dan sistem peperiksaan sekolah. ''Kami akan buat perubahan dari segi kandungan kurikulum supaya ia menjadi lebih menarik dan seronok serta tidak membebankan pelajar. ''Kita nak wujudkan konsep 'pelajar berlari ke sekolah dan berjalan pulang ke rumah' sebagai menunjukkan betapa mereka seronok dan teruja untuk menimba ilmu di sekolah,'' katanya ketika berucap merasmikan sambutan Hari Guru peringkat daerah Hulu Langat di sini hari ini. Alimuddin berkata, selain kurikulum, transformasi tersebut juga akan melibatkan perubahan kepada sistem penilaian supaya tidak hanya berasaskan peperiksaan. Menurutnya, melalui sistem penilaian baru itu, prestasi para pelajar akan dinilai sejak mereka berada di tahun satu lagi. ''Ini bermakna ketika pelajar-pelajar itu menduduki peperiksaan Ujian Pencapaian Sekolah Rendah (UPSR), peperiksaan mereka melibatkan silibus yang kecil sahaja kerana mereka telah dinilai sejak awal lagi,'' jelasnya. Beliau memberitahu, sistem yang bakal dilaksanakan itu akan menggunakan sistem pengumpulan mata seperti dilaksanakan di universiti. Menurut Alimuddin lagi, tahun ini sebanyak 50 sekolah telah dipilih sebagai perintis bagi melaksanakan transformasi tersebut dan ia akan diteruskan kepada 500 buah lagi pada tahun hadapan serta ke seluruh negara menjelang 2010. Beliau berharap, melalui mekanisme transformasi itu, lebih ramai pelajar yang bermutu, berilmu pengetahuan dan berdisiplin dapat dilahirkan menjelang tahun 2020. ''Pelajar-pelajar yang berada di peringkat sekolah sekarang ini akan berusia antara 20 hingga 30 tahun menjelang 2020 dan produktiviti mereka sangat diperlukan untuk memajukan negara,'' katanya. Komentar : Cadangan ini memang agak baik kerana penilaian bukan saja mengutamakan peperiksaan. Peperiksaan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pelajar tidak boleh mendapat keseronkan semasa belajar,kebanyakan pelajar belajar demi peperiksaan sahaja. Namun,saya harap transformasi ini tidak akan melaksanakan semua jenis penilaian kualiti akademik, kokurikulum dan pembangunan sahsiah murid dalam gred ataupun markah seperti sistem markah kokurikulum yang sedang dijalankan sekarang. Sistem sebegini hanya akan membebankan pelajar. Sumber : http://pengajianam900.forumotion.com/t100-transformasi-pendidikan-bermula-2010 SISTEM PENDIDIKAN Agenda pembangunan pendidikan suatu bangsa tidak akan pernah berhenti dan selesai. Ibarat patah tumbuh hilang berganti, selesai memecahkan suatu masalah, muncul masalah lain yang kadang tidak kalah rumitnya. Begitu pula hasil dari sebuah strategi pemecahan masalah pendidikan yang ada, tidak jarang justru mengundang masalah baru yang jauh lebih rumit dari masalah awal. Itulah sebabnya pembangunan bidang pendidikan tidak akan pernah ada batasnya. Selama manusia ada, persoalan pendidikan tidak akan pernah hilang dari wacana suatu bangsa. Oleh karena itu, agenda pembangunan sektor pendidikan selalu ada dan berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat suatu bangsa. Bangsa Indonesia tidak pernah berhenti membangun sektor pendidikan dengan maksud agar kualitas sumber daya manusia yang dimiliki mampu bersaing secara global. Jika demikian halnya, persoalan unggulan kompetitif bagi lulusan suatu institusi pendidikan sangat perlu untuk dikaji dan diperjuangkan ketercapaiannya dalam proses belajar mengajar oleh semua lembaga pendidikan di negeri ini agar lembaga pendidikan yang bersangkutan mampu menegakkan akuntabilitas kepada lingkungannya. Untuk dapat melakukan hal-hal yang demikian, lembaga pendidikan perlu melakukan berbagai upaya ke arah peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Tanpa ada peningkatan kualitas secara berkesinambungan, pembangunan pendidikan akan terjebak pada upaya sesaat dan hanya bersifat tambal sulam yang reaktif. Upaya yang demikian itu tidak akan mampu memecahkan persoalan pendidikan yang sedang dan akan kita hadapi pada era milenium III ini. Sebaliknya, agar sektor pendidikan mampu mendorong semua proses pemberdayaan bangsa, ia harus direncanakan dan diprogramkan secara sistematis dan proaktif. Untuk dapat melakukan hal ini, kita perlu melakukan upayaupaya yang bersifat reflektif dan reformatif. Upaya yang bersifat reflektif perlu dilakukan agar kita tidak mengulang hal-hal yang keliru di masa lampau. Bukan itu saja, dengan upaya yang bersifat reflektif, akhirnya kita akan mampu memberi makna suatu program dan proses pendidikan secara lebih kontekstual. Dengan cara seperti itu, pada akhirnya institusi pendidikan dapat membumikan programnya untuk memberdayakan peserta didik. Bukan sebaliknya, peserta didik yang justru harus dikendalikan agar cocok dan sesuai dengan program serta proses yang telah ada di suatu institusi pendidikan. Kalau hal seperti itu sampai terjadi, pada akhirnya pendidikan akan terjebak pada kegiatan-kegiatan yang bersifat drilling. Kegiatan belajar yang demikian tidak akan mampu menolong peserta didik untuk mencari jati dirinya secara lebih mandiri. Akhirnya, peserta didik tidak akan mampu mengembangkan kemampuan imajinatif yang bermanfaat untuk menumbuhkan kreativitas yang inovatif. Upaya yang bersifat reformatif dalam proses pendidikan juga sangat diperlukan agar pendidikan kita tidak berjalan di tempat. Tujuan utama melakukan upaya yang bersifat reformatif dalam sektor pendidikan ialah untuk melakukan rekonstruksi sosial ke arah bentuk masyarakat madani ideal seperti yang dicita-citakan. Dengan upaya yang reformatif, semua praksis pendidikan yang bertentangan dengan proses demokratisasi kehidupan yang sehat, adil, dan berharkat, perlu disingkirkan. Dengan paradigma yang demikian itu, rekonstruksi sosial akan mampu membangun masyarakat menjadi masyarakat madani yang penuh dengan praktik-praktik kehidupan atas dasar kasih sayang antara sesama warga masyarakat secara egaliter. Makalah ini disusun untuk tujuan ikut serta memberikan bahan dan informasi kepada semua pihak yang memiliki komitmen terhadap pendidikan. Sudah tentu informasi yang tercakup dalam makalah ini bukanlah segala-galanya, komprehensif, serta mampu mewakili semua praksis kebijakan, dan pengembangan sektor pendidikan Dengan demikian, aspekaspek penting dalam pendidikan yang akan mendapat sorotan dalam tulisan ini ialah kurikulum, siswa, guru, proses pembelajaran, dan partisipasi masyarakat. SISTEM PENDIDIKAN(Kajian Analisis Kritis Antara Harapan dan Kenyataan) A. Kurikulum Dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan unsur penting dalam setiap bentuk dan model pendidikan yang mana pun. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya perencana pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakannya. Mengingat pentingnya peran kurikulum, maka kurikulum perlu dipahami dengan baik oleh semua pelaksana kurikulum.Pada kenyataannya, sementara pihak memang ada yang memahami kurikulum itu hanya dalam arti kata yang sempit, yaitu kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan tertentu. Jika demikian adanya, maka dinamika PBM serta kreativitas guru dan murid akan terhenti. Guru dan murid hanya terhenti pada sasaran materi yang dicanangkan pada buku kurikulum itu saja tanpa memperhatikan aspek lain yang telah berkembang begitu cepat di masyarakat. Di lain pihak memang ada yang memandang kurikulum dalam arti luas, yaitu kurikulum yang menyangkut semua kegiatan yang dilakukan dan dialami peserta didik dalam perkembangan, baik formal maupun informal guna mencapai tujuan pendidikan.Beane (1986) membagi kurikulum dalam empat jenis, yaitu (1) kurikulum sebagai produk, (2) kurikulum sebagai program, (3) kurikulum sebagai hasil belajar yang diinginkan, dan (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi siswa. Hal ini seiring dengan pendapat Said Hamid Hasan (1988) yang berpendapat bahwa setidak-tidaknya terdapat empat dimensi kurikulum, yaitu (a) kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, (b) kurikulum sebagai rencana tertulis, (c) kurikulum sebagai suatu kegiatan atau proses, dan (d) kurikulum sebagai hasil belajar.Kurikulum sekolah kita dalam arti produk masih mengandung banyak kerancuan. Sekolah-sekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA serta SMK memiliki kurikulum yang amat sarat dengan mata pelajaran. Dampak nyata yang terlihat ialah daya serap peserta didik tidak optimal dan mereka cenderung belajar tentang banyak hal, tetapi dangkal. Kurikulum 1975 dirasakan amat membengkak dan sangat gemuk di samping kurikulum tersebut dalam arti program terlalu berorientasi pada produk belajar, bukannya proses belajar. Kemudian kurikulum itu direvisi lagi dengan munculnya kurikulum 1984 yang konon telah mementingkan proses belajar dan perampingan. Namun perampingan itu juga tidak tuntas, sehingga ada komentar bahwa Kurikulum 1984 itu ramping, tetapi “montok”. Akibatnya juga mengundang rendahnya daya serap para peserta didik.Persoalan lain yang dianggap cukup urgen dalam kurikulum ialah tumpang tindih baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertical materi di kelas satu muncul lagi di kelas dua atau kelas tiga untuk mata pelajaran yang sama. Sedangkan secara horizontal muncul berbagai pokok bahasan yang sama pada beberapa mata pelajaran yang berbeda. Kesemuanya itu tentu tidak akan menguntungkan bila dilihat dari proses belajar mengajar, peserta didik akan merasa jemu untuk mengikutinya.Masalah berikutnya yang berkaitan dengan aspek kurikulum dalam arti proses belajar dan pengalaman belajar memiliki kaitan yang erat dengan perilaku guru di depan kelas dalam konteks belajar mengajar. Kurikulum dalam arti produk hanya seperti blueprint bagi suatu proses membangun sebuah gedung yang monumental. Bagaimanapun bagusnya blueprint yang telah disiapkan seorang arsitektur, blueprint tersebut akan tidak bermakna tanpa adanya pelaksana yang kompeten dalam bidang bangunan di lokasi gedung itu akan didirikan. Analog ini, kurikulum masih memerlukan intervensi dan kearifan seorang guru yang akan mengajarkannya di depan kelas. B. SiswaWajib belajar sembilan tahun telah menjadi agenda nasional yang amat penting, hal ini memang memiliki alasan dan legitimasi yang amat strategik. Suyanto (2000) menyatakan bahwa “angkatan kerja kita saat ini sebagian besar, kurang lebih 76 %, hanya memiliki pendidikan tidak lebih dari sekolah dasar.” Kondisi seperti ini cukup mencemaskan jika harus bersaing secara global dalam berbagai aspek kehidupan. Kita tidak dapat lagi menjadikan jumlah penduduk yang besar dengan upah yang murah sebagai salah satu daya tarik investor asing untuk ikut menanamkan modal di Indonesia. Justru kualitas penduduk yang perlu dijadikan sebagai daya tarik bagi para investor asing untuk memasuki Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena pada abad ke-21, ciri penting pola hubungan antarnegara dan bangsa ialah adanya interdependensi satu sama lain. Jika kita tidak dapat menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi maka kita akan banyak mengalami kerugian dalam pola hubungan antarbangsa seperti itu.Permasalahan yang ada bahwa wajib belajar sembilan tahun hanya enak diucapkan, didengar, disemboyankan, apalagi dinyanyikan. Sebagian besar bangsa ini tentu mengetahui makna wajib belajar sembilan tahun, Akan tetapi, belum tentu semua warga Negara di republic tercinta ini sadar akan arti penting wajib belajar bagi kehidupan global bangsa di abad ke-21. Oleh karena itu, wajib belajar sembilan tahun perlu diimplementasikan dengan berbagai strategi yang terpadu dan tersistematis secara rapi. Pendekatan melalui jalur pendidikan sekolah saja belum tentu menjamin keberhasilan wajib belajar sembilan tahun. Mengapa demikian ? Karena wajib belajar tidak semata-mata berurusan dengan pembebasan SPP untuk para pelajar sampai dengan tingkat SMP. Namun jauh lebih rumit sebab berurusan dengan faktor-faktor lainnya seperti arti ekonomi anak bagi orang tua terhadap pendidikan, aspirasi pendidikan masyarakat, budaya masyarakat, dan sebagainya.Masalah berikutnya adalah masalah yang merupakan dampak negative dari perkembangan ilmu dan teknologi terhadap anak-anak pada era globalisasi ini. Perubahan teknologi yang sangat cepat dan disertai adanya semangat globalisasi akan membawa perubahan cara hidup masyarakat. Dalam perubahan itu anakanak tidak sedikit yang menderita. Oleh karena itu, persoalan yang dihadapi oleh anak-anak Indonesia menjadi semakin beragam. Anak-nak Indonesia akan mengalami krisis idola nasional sebagai akibat begitu meledaknya teknologi komunikasi lewat TV yang bersifat global. Lebih parahnya lagi lahan tempat bermain anak-anak menjadi semakin sempit, bahkan di kota-kota besar anak-anak memang telah mengalami kesulitan untuk mencari tanah lapang yang dapat digunakan untuk bermain. Masalah lainnya yang berkaitan dengan siswa adalah masalah siswa yang memiliki kemampuan luarbiasa. Dalam UUSPN anak-anak yang memiliki bakat istimewa, yaitu mereka yang super pintar memang memperoleh jaminan untuk bisa diperlakukan atau dididik secara khusus. Pasal 8 ayat (2) dari UUSPN menyatakan bahwa “Warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luarbiasa berhak memperoleh perhatian khusus.” Namun demikian, pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal (2) tersebut masih harus ditetapkan dengan keputusan menteri. Inilah yang perlu segera diperhatikan oleh Departemen Pendidikan Nasional, agar system pendidikan kita segera bisa memberikan perlakuan khusus terhadap anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa. Guru. Berkaitan dengan kualitas guru ini, Raka Joni (1980) mengemukakan adanya tiga dimensi umum yang menjadi kompetensi tenaga kependidikan, antara lain : 1. Kompetensi personal atau pribadi, maksudnya seorang guru harus memeiliki kepribadian yang mantap yang patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. 2. kompetensi professional, maksudnya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya. 3. Kompetensi kemasyarakatan, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan isswa, sesame guru, maupun masyarakat luas. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya program penataran. Penataran yang selama ini dilakukan dalam berbagai bentuk dan materi memang memiliki legitimasi akademik yang tinggi di bawah paradigma in-service-training, namun demikian, sebenarnya penataran itu saja masih belum mampu melakukan intervensi secara makro terhadap perbaikan praksis pendidikan. Indikator yang paling mudah diketahui ialah masih rendahnya nilai ujian nasional. Fenomena itu menggambarkan bahwa hasil penataran tidak bias diadopsi oleh guru kita pada proses pembelajaran di kelas. Memang banyak guru yang pada waktu ditatar menunjukkan prestasi yang baik dan menakjubkan, tetapi setelah pulang ke sekolah mereka kembali pada praktik lama, yaitu tidak mau menerapkan hasil penataran pada proses pembelajaran di kelas masingmasing. Keengganan menerapkan hasil penataran merupakan gejala umum bagi guru di mana saja dan di jenjang pendidikan mana pun, Hal ini terjadi karena materi penataran sebenarnya tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan para guru. D. Proses PembelajaranProses pembelajaran yang ideal adalah proses pembelajaran yang dikemas dengan memperhatikan adanya berbagai aspek baik itu kognitif, afektif, maupun psikomotor. Apabila proses pendidikan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan adanya kesimbangan ketiga aspek tersebut maka output pendidikan akan mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan masyarakat. Sebaliknya, apabila proses pembelajaran mengabaikan aspek-aspek tersebut dan hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, jadinya akan lain. Jangan diharap output pendidikan mampu menterjemahkan serta merta mengantisipasi kemajuan dan perkembangan masyarakat yang telah berjalan demikian cepat. Oleh sebab itu, pendidikan kita harus mampu mengemas proses pendidikan dengan baik. Dengan kata lain, proses belajar mengajar kita harus memperhatikan aspek kreativitas. Pengembangan kreativitas para peserta didik yang dimulai sejak awal akan mampu membentuk kebiasaan cara berpikir peserta didik yang sangat bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri di kemudian hari.Kenyataan yang ada saat ini, hampir semua system sekolah yang ada di negeri ini kurang menyentuh dan mengembangkan aspek kreativitas. Ini terjadi akibat tuntutan kurikulum 1975 yang sangat berorientasi pada hasil belajar. Kurikulum tersebut akhirnya diperbaiki, kemudian muncul kurikulum 1984 yang sedikit bergeser orientasinya kearah proses. Namun, praksis pendidikan telanjurt memihak pada orientasi produk. Oleh karena itu, pergeseran orientasi itu tidak semudah yang dibayangkan para pengambil kebijakan dalam sistem persekolahan kita.Kurikulum 1994 secara filosofis sangat menaruh perhatian terhadap proses pembelajaran yang dinamis sehingga system target dan produk harus diterjemahkan secara kreatif dan kontekstual. Namun, pada kenyataannya sebagian besar guru telah merasa mapan dengan semangat kerja model kurikulum 1984, guru telanjur mekanistis dalam proses pembelajaran di sekolah, akhirnya persoalan kreativitas masih saja terabaikan tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena terlalu saratnya muatan yang diemban oleh kurikulum 1994. Dengan demikian hal pokok yang dikembangkan tetap aspek kognitif, sementara afektif dan psikomotor tetap terabaikan. E. Partisipasi MasyarakatUUSPN pasal 54 ayat 2 menyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Peran serta tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pendidikan berbasis masyarakat sehingga pendidikan tetap memiliki keterkaitan dengan kondisi dan tuntutan masyarakat. Sementara untuk mewadahi peran serta masyarakat dibentuklah satru institusi yang bersifat independent dengan dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota, sementara untuk tingkat persekolahan dikenal dengan istilah komite sekolah.Peran serta masyarakat yang berbentuk yayasan nirlaba telah bias dilihat dengan nyata dalam ikut serta menyelenggarakan pendidikan baik di tingkat dasar, menengah, maupun pendidikantinggi. Suyanto (2000) menyatakan saat ini paling tidak yayasan-yayasan pendidikan yang ada dalam masyarakat telah mampu mendirikan sekolah dasar swasta sebanyak 10.120, SLTP, SMA, dan SMK sebanyak 57.554. Namun angka-angka tersebut tidak serta merta memberikan hal yang membahagiakan kita sebab masih terdapat kecenderungan bahwa penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah-sekolah swasta tersebut masih belum memenuhi kualitas yang diharapkan.Dengan demikian, untuk melibatkan peran serta masyarakat pengusaha harus diawali dari proses sosialisasi yang positif. Pemerintah perlu meyakinkan bahwa dengan ikut serta dalam pengembangan system pendidikan nasional, para pengusaha juga akan memetik keuntungan berupa sumber daya manusia yang berkualitas bagi perusahaan mereka. BAB IIIARAH KEBIJAKAN PENDIDIKAN A. NASIONAL Kelahiran Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada dasarnya merupakan salah satu wujud reformasi bangsa dalam bidang pendidikan sebagai respons terhadap berbagai tuntutan dan tantangan yang berkembang baik global, nasional, maupun lokal. Dalam konsideran UU tersebut dinyatakan: “bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.” Moch. Surya (2004) menyatakan bahwa Undang-undang nomor 20 tahun 2003 mengandung sejumlah paradigma baru yang menjadi landasan perwujudan pendidikan nasional. Paradigma tersebut, antara lain :1. Penyelenggaraan pendidikan nasional dilandasi dengan prinsip-prinsip berikut ini : a) Secara demokratis dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, keagamaan, dan budaya bangsa.b) Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multi makna.c) Sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan yang berlangsung sepanjang hayat. d) Sebagai proses keteladanan membangun kemauan dan kreativitas dalam proses pembelajaran.e) Mengembangkan budaya belajar (baca, tulis, dan hitung) bagi segenap warga masyarakat.f) memberdayakan masyarakat melalui partisipasi dan pengendalian mutu layanan pendidikan.2. Demokratisasi dan desentralisasi sebagai semangat yang melandasi penyelenggaraan pendidikan nasional dengan lebih menekankan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah dalam keseluruhan aktivitas penyelenggaraan pendidikan. 3. Peran serta masyarakat sebagai konsekuensi demokratisasi pendidikan nasional maka masyarakat memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.4. Tantangan global, hal ini berimplikasi bahwa pendidikan nasional harus beradaptasi dengan perkembangan global yang menuntut sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam menghadapi persaingan global di segala bidang.5. Kesetaraan dan keseimbangan, bahwa Undang-undang Sisdiknas yang baru mengandung paradigma dengan menerapkan konsep kesetaraan dalam penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah memeiliki kesetaraan dengan satuan pendidikan yang dislenggarakan oleh masyarakat (swasta). Sedangkan yang dimaksud keseimbangan ialah keseimbangan yang utuh antara unsur-unsur kepribadian yang meliputi aspek intelektual, spiritual, emosional, fisik, sosial, moral, dan kultural. B. KABUPATEN KUNINGAN Mengacu pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2004-2008, Program Pembangunan Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2004-2008, dan Rencana Strategis Kabupaten Kuningan Tahun 2004-2008, maka Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan menentukan arah kebijakan untuk lima thuan ke depan sebagai berikut :1. Program Peningkatan Pemerataan PendidikanPemerataan kesempatan pendidikan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek status sosial ekonomi masyrakat. Program ini mencakup sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang difokuskan untuk menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun. Program ini dilakukan melalui :a. Program Percepatan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun.b. Pembangunan, pemeliharaan, dan rehabilitsi sarana dan prasarana pendidikan dilakukan untuk memperpanjang kegunaannya dengan melibatkan peran serta masyarakat.c. Membantu pembiayaan pendidikan dalam bentuk beasiswa dengan basis terpadu antar sekolah dan masyarakat serta mendorong masyarakat untuk turut serta di dalamnya.d. Peningkatan peran pembinaan dan pengembangan pendidikan anakusia dini.e. Peningkatan jangkauan dan kualitas kejar Paket A, B, dan C.f. Pemanfaatan program PKPS-BBM melalui kegiatan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi SD, MI, SMP, MTs, dan Salafiyah serta kegiatan Bantuan Khusus Murid (BKM) bagi siswa SMA, SMK, dan MA 2. Program Peningkatan Mutu dan Relevansi PendidikanProgram ini meliputi program-program berikut ini :a. Peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan lainnya, baik melalui penataran, pendidikan dan latihan, seminar, loka karya, pendidikan formal, pemberian jaminan kesejahteraan dan jenjang karier.b. Penerapan Kurikulum 2004 secara bertahap di berbagai jenjang pendidikan.c. Pembentukan kurikulum muatan lokal.d. Pengadaan alat dan media pembelajaran yang menunjang terciptanya pembelajaran yang menyenangkan.e. Pemberdayaan MGMP dan MKKS.f. Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum di Tingkat Kabupaten.g. Penyelenggaraan lomba-lomba akdemik : Olimpiade Sains, LKS, Uji Kompetensi, Lomba Siswa Berprestasi, Lomba Guru Berprestasi, Lomba Wawasan Wiyata Mandalah. Penciptaan Sekolah Berstandard Nasional dan Internasionali. Akreditasi Sekolahj. Penataan Program Keahlian SMKk. Reengineering SMKl. SMK Kecil 3. Efisiensi dan Efektivitas Manajemen PendidikanEfisiensi dan efektivitas manajemen pendidikan meliputi :a. Pembentukan school mapping.b. Penataan dan penciptaan Sistem Informasi Manajemenc. Pembentukan Jaring Inovasi Pendidikan di Tingkat Kabupatend. Pemberdayaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Sumber : http://asadeli.wordpress.com/2007/04/23/sistem-pendidikan/