File

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sasaran pendidikan adalah manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya
sangat
kompleks.
Pendidikan
menumbuhkembangkan
bermaksud
potensi-potensi
membantu
kemanusiaannya.
peserta
Potensi
didik
untuk
kemanusiaan
merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin
dilakukan dengan benar dan tepat tujuan, jika pendidik memiliki gambaran yang jelas
tentang siapa manusia itu sebenarnya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan?
b. Apa saja unsur-unsur pendidikan?
c. Apakah permasalahan dalam pemerataan pendidikan?
d. Bagaimana solusi agar pendidkan dapat merata?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan
Ilmu Pendidikan serta dapat menambah pengetahuan dengan harapan bermanfaat bagi kita
semua.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode observasi dan
kepustakaan, studi kepustakaan yang diperoleh dari buku panduan dan internet.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Pengertian pendidikan menurut :
1. UU Sisdiknas
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
2. Carter V. Good
Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan
perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi
oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai
kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
3. Godfrey Thomson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan
yang tepat didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya.
4. UNESCO
UNESCO menyebutkan bahwa: “education is now engaged is preparinment for a tife
Society which does not yet exist” atau bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk
mempersiapkan manusia bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system
pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan
nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan saat ini tidak dapat
dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa
lalu,sekarang,dan masa datang.
2
5. Thedore Brameld
‘’Education as power means copetent and strong enough to enable us,the majority of
people,to decide what kind of a world‘’. (Pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai
kewenangan dan cukup kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia
yang macam apa yang kita inginkan dan macam mana mencapai tujuan semacam itu).
B. Unsur-unsur Pendidikan
1) Subjek yang dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut
demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang
otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik
diri) secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai
sepanjang hidupnya
2) Orang yang membimbing (pendidik).
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang
bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program
pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/organisasi.
3) Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan
secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan isi,
metode serta alat-alat pendidikan. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
4) Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak.
Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk
dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan
kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan
menggunakan alat tertentu.
5) Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
3
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan
disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan
lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan
bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya
sesuai dengan kondisi lingkungan.
6) Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat
jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat dan metode diartikan
sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai
tujuan pendidikan.
7) Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat.
C. Sistem Pendidikan
Agenda pembangunan pendidikan suatu bangsa tidak akan pernah berhenti dan selesai.
Ibarat patah tumbuh hilang berganti, selesai memecahkan suatu masalah, muncul masalah
lain yang kadang tidak kalah rumitnya. Begitu pula hasil dari sebuah strategi pemecahan
masalah pendidikan yang ada, tidak jarang justru mengundang masalah baru yang jauh lebih
rumit dari masalah awal. Itulah sebabnya pembangunan bidang pendidikan tidak akan pernah
ada batasnya. Selama manusia ada, persoalan pendidikan tidak akan pernah hilang dari
wacana suatu bangsa. Oleh karena itu, agenda pembangunan sektor pendidikan selalu ada
dan berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat suatu bangsa.
Bangsa Indonesia tidak pernah berhenti membangun sektor pendidikan dengan maksud
agar kualitas sumber daya manusia yang dimiliki mampu bersaing secara global. Jika
demikian halnya, persoalan unggulan kompetitif bagi lulusan suatu institusi pendidikan
sangat perlu untuk dikaji dan diperjuangkan ketercapaiannya dalam proses belajar mengajar
oleh semua lembaga pendidikan di negeri ini agar lembaga pendidikan yang bersangkutan
mampu menegakkan akuntabilitas kepada lingkungannya.
4
Untuk dapat melakukan hal-hal yang demikian, lembaga pendidikan perlu melakukan
berbagai upaya ke arah peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Tanpa ada
peningkatan kualitas secara berkesinambungan, pembangunan pendidikan akan terjebak pada
upaya sesaat dan hanya bersifat tambal sulam yang reaktif. Upaya yang demikian itu tidak
akan mampu memecahkan persoalan pendidikan yang sedang dan akan kita hadapi pada era
milenium III ini. Sebaliknya, agar sektor pendidikan mampu mendorong semua proses
pemberdayaan bangsa, ia harus direncanakan dan diprogramkan secara sistematis dan
proaktif.
Untuk dapat melakukan hal ini, kita perlu melakukan upaya-upaya yang bersifat reflektif
dan reformatif. Upaya yang bersifat reflektif perlu dilakukan agar kita tidak mengulang halhal yang keliru di masa lampau. Bukan itu saja, dengan upaya yang bersifat reflektif,
akhirnya kita akan mampu memberi makna suatu program dan proses pendidikan secara
lebih kontekstual. Dengan cara seperti itu, pada akhirnya institusi pendidikan dapat
membumikan programnya untuk memberdayakan peserta didik.
Bukan sebaliknya, peserta didik yang justru harus dikendalikan agar cocok dan sesuai
dengan program serta proses yang telah ada di suatu institusi pendidikan. Kalau hal seperti
itu sampai terjadi, pada akhirnya pendidikan akan terjebak pada kegiatan-kegiatan yang
bersifat drilling. Kegiatan belajar yang demikian tidak akan mampu menolong peserta didik
untuk mencari jati dirinya secara lebih mandiri. Akhirnya, peserta didik tidak akan mampu
mengembangkan kemampuan imajinatif yang bermanfaat untuk menumbuhkan kreativitas
yang inovatif.
Upaya yang bersifat reformatif dalam proses pendidikan juga sangat diperlukan agar
pendidikan kita tidak berjalan di tempat. Tujuan utama melakukan upaya yang bersifat
reformatif dalam sektor pendidikan ialah untuk melakukan rekonstruksi sosial ke arah bentuk
masyarakat madani ideal seperti yang dicita-citakan. Dengan upaya yang reformatif, semua
praksis pendidikan yang bertentangan dengan proses demokratisasi kehidupan yang sehat,
adil, dan berharkat, perlu disingkirkan. Dengan paradigma yang demikian itu, rekonstruksi
sosial akan mampu membangun masyarakat menjadi masyarakat madani yang penuh dengan
5
praktik-praktik kehidupan atas dasar kasih sayang antara sesama warga masyarakat secara
egaliter.
a. Kurikulum
Dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan unsur penting dalam setiap bentuk dan
model pendidikan yang mana pun. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya perencana
pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakannya. Mengingat
pentingnya peran kurikulum, maka kurikulum perlu dipahami dengan baik oleh semua
pelaksana kurikulum.Pada kenyataannya, sementara pihak memang ada yang memahami
kurikulum itu hanya dalam arti kata yang sempit, yaitu kurikulum dipandang sebagai rencana
pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan
tertentu. Jika demikian adanya, maka dinamika PBM serta kreativitas guru dan murid akan
terhenti. Guru dan murid hanya terhenti pada sasaran materi yang dicanangkan pada buku
kurikulum itu saja tanpa memperhatikan aspek lain yang telah berkembang begitu cepat di
masyarakat. Di lain pihak memang ada yang memandang kurikulum dalam arti luas, yaitu
kurikulum yang menyangkut semua kegiatan yang dilakukan dan dialami peserta didik dalam
perkembangan, baik formal maupun informal guna mencapai tujuan pendidikan.
Beane (1986) membagi kurikulum dalam empat jenis, yaitu
(1) kurikulum sebagai produk,
(2) kurikulum sebagai program,
(3) kurikulum sebagai hasil belajar yang diinginkan,
(4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi siswa.
6
Hal ini seiring dengan pendapat Said Hamid Hasan (1988) yang berpendapat bahwa
setidak-tidaknya terdapat empat dimensi kurikulum, yaitu
(a) kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi,
(b) kurikulum sebagai rencana tertulis,
(c) kurikulum sebagai suatu kegiatan atau proses,
(d) kurikulum sebagai hasil belajar.
Kurikulum sekolah kita dalam arti produk masih mengandung banyak kerancuan.
Sekolah-sekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA serta SMK memiliki kurikulum yang amat
sarat dengan mata pelajaran. Dampak nyata yang terlihat ialah daya serap peserta didik tidak
optimal dan mereka cenderung belajar tentang banyak hal, tetapi dangkal. Kurikulum 1975
dirasakan amat membengkak dan sangat gemuk di samping kurikulum tersebut dalam arti
program terlalu berorientasi pada produk belajar, bukannya proses belajar. Kemudian
kurikulum itu direvisi lagi dengan munculnya kurikulum 1984 yang konon telah
mementingkan proses belajar dan perampingan. Namun perampingan itu juga tidak tuntas,
sehingga ada komentar bahwa Kurikulum 1984 itu ramping, tetapi “montok”. Akibatnya juga
mengundang rendahnya daya serap para peserta didik.Persoalan lain yang dianggap cukup
urgen dalam kurikulum ialah tumpang tindih baik secara vertikal maupun secara horizontal.
Secara vertical materi di kelas satu muncul lagi di kelas dua atau kelas tiga untuk mata
pelajaran yang sama. Sedangkan secara horizontal muncul berbagai pokok bahasan yang
sama pada beberapa mata pelajaran yang berbeda. Kesemuanya itu tentu tidak akan
menguntungkan bila dilihat dari proses belajar mengajar, peserta didik akan merasa jemu
untuk mengikutinya.Masalah berikutnya yang berkaitan dengan aspek kurikulum dalam arti
proses belajar dan pengalaman belajar memiliki kaitan yang erat dengan perilaku guru di
depan kelas dalam konteks belajar mengajar. Kurikulum dalam arti produk hanya seperti
blueprint bagi suatu proses membangun sebuah gedung yang monumental. Bagaimanapun
bagusnya blueprint yang telah disiapkan seorang arsitektur, blueprint tersebut akan tidak
bermakna tanpa adanya pelaksana yang kompeten dalam bidang bangunan di lokasi gedung
7
itu akan didirikan. Analog ini, kurikulum masih memerlukan intervensi dan kearifan seorang
guru yang akan mengajarkannya di depan kelas.
a. Siswa
Wajib belajar sembilan tahun telah menjadi agenda nasional yang amat penting, hal ini
memang memiliki alasan dan legitimasi yang amat strategik. Suyanto (2000) menyatakan
bahwa “angkatan kerja kita saat ini sebagian besar, kurang lebih 76 %, hanya memiliki
pendidikan tidak lebih dari sekolah dasar.” Kondisi seperti ini cukup mencemaskan jika
harus bersaing secara global dalam berbagai aspek kehidupan. Kita tidak dapat lagi
menjadikan jumlah penduduk yang besar dengan upah yang murah sebagai salah satu daya
tarik investor asing untuk ikut menanamkan modal di Indonesia. Justru kualitas penduduk
yang perlu dijadikan sebagai daya tarik bagi para investor asing untuk memasuki
Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena pada abad ke-21, ciri penting pola hubungan
antarnegara dan bangsa ialah adanya interdependensi satu sama lain. Jika kita tidak dapat
menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi maka kita akan banyak
mengalami kerugian dalam pola hubungan antarbangsa seperti itu.Permasalahan yang ada
bahwa wajib belajar sembilan tahun hanya enak diucapkan, didengar, disemboyankan,
apalagi dinyanyikan. Sebagian besar bangsa ini tentu mengetahui makna wajib belajar
sembilan tahun, Akan tetapi, belum tentu semua warga Negara di republic tercinta ini sadar
akan arti penting wajib belajar bagi kehidupan global bangsa di abad ke-21. Oleh karena itu,
wajib belajar sembilan tahun perlu diimplementasikan dengan berbagai strategi yang terpadu
dan tersistematis secara rapi. Pendekatan melalui jalur pendidikan sekolah saja belum tentu
menjamin keberhasilan wajib belajar sembilan tahun. Mengapa demikian ? Karena wajib
belajar tidak semata-mata berurusan dengan pembebasan SPP untuk para pelajar sampai
dengan tingkat SMP. Namun jauh lebih rumit sebab berurusan dengan faktor-faktor lainnya
seperti arti ekonomi anak bagi orang tua terhadap pendidikan, aspirasi pendidikan
masyarakat, budaya masyarakat, dan sebagainya.Masalah berikutnya adalah masalah yang
merupakan dampak negative dari perkembangan ilmu dan teknologi terhadap anak-anak pada
era globalisasi ini. Perubahan teknologi yang sangat cepat dan disertai adanya semangat
globalisasi akan membawa perubahan cara hidup masyarakat. Dalam perubahan itu anakanak tidak sedikit yang menderita. Oleh karena itu, persoalan yang dihadapi oleh anak-anak
8
Indonesia menjadi semakin beragam. Anak-anak Indonesia akan mengalami krisis idola
nasional sebagai akibat begitu meledaknya teknologi komunikasi lewat TV yang bersifat
global. Lebih parahnya lagi lahan tempat bermain anak-anak menjadi semakin sempit,
bahkan di kota-kota besar anak-anak memang telah mengalami kesulitan untuk mencari
tanah lapang yang dapat digunakan untuk bermain. Masalah lainnya yang berkaitan dengan
siswa adalah masalah siswa yang memiliki kemampuan luarbiasa. Dalam UUSPN anak-anak
yang memiliki bakat istimewa, yaitu mereka yang super pintar memang memperoleh jaminan
untuk bisa diperlakukan atau dididik secara khusus. Pasal 8 ayat (2) dari UUSPN menyatakan
bahwa “Warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luarbiasa berhak
memperoleh perhatian khusus.” Namun demikian, pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal (2) tersebut masih harus ditetapkan dengan keputusan menteri. Inilah
yang perlu segera diperhatikan oleh Departemen Pendidikan Nasional, agar system
pendidikan kita segera bisa memberikan perlakuan khusus terhadap anak-anak yang memiliki
kecerdasan luar biasa.
b. Guru
Berkaitan dengan kualitas guru ini, Raka Joni (1980) mengemukakan adanya tiga dimensi
umum yang menjadi kompetensi tenaga kependidikan, antara lain :
1. Kompetensi personal atau pribadi, maksudnya seorang guru harus memeiliki kepribadian
yang mantap yang patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi
seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani.
2. kompetensi professional, maksudnya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas,
mendalam dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai
metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
3. Kompetensi kemasyarakatan, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi baik
dengan isswa, sesame guru, maupun masyarakat luas.
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru yang akan dibahas
dalam makalah ini diantaranya program penataran. Penataran yang selama ini dilakukan
9
dalam berbagai bentuk dan materi memang memiliki legitimasi akademik yang tinggi di
bawah paradigma in-service-training, namun demikian, sebenarnya penataran itu saja masih
belum mampu melakukan intervensi secara makro terhadap perbaikan praksis pendidikan.
Indikator yang paling mudah diketahui ialah masih rendahnya nilai ujian nasional. Fenomena
itu menggambarkan bahwa hasil penataran tidak bias diadopsi oleh guru kita pada proses
pembelajaran di kelas. Memang banyak guru yang pada waktu ditatar menunjukkan prestasi
yang baik dan menakjubkan, tetapi setelah pulang ke sekolah mereka kembali pada praktik
lama, yaitu tidak mau menerapkan hasil penataran pada proses pembelajaran di kelas masingmasing. Keengganan menerapkan hasil penataran merupakan gejala umum bagi guru di mana
saja dan di jenjang pendidikan mana pun, Hal ini terjadi karena materi penataran sebenarnya
tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan para guru.
c. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran yang ideal adalah proses pembelajaran yang dikemas dengan
memperhatikan adanya berbagai aspek baik itu kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Apabila proses pendidikan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan adanya kesimbangan
ketiga aspek tersebut maka output pendidikan akan mampu mengantisipasi perubahan dan
kemajuan masyarakat. Sebaliknya, apabila proses pembelajaran mengabaikan aspek-aspek
tersebut dan hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, jadinya akan lain. Jangan
diharap output pendidikan mampu menterjemahkan serta merta mengantisipasi kemajuan
dan perkembangan masyarakat yang telah berjalan demikian cepat. Oleh sebab itu,
pendidikan kita harus mampu mengemas proses pendidikan dengan baik. Dengan kata lain,
proses belajar mengajar kita harus memperhatikan aspek kreativitas. Pengembangan
kreativitas para peserta didik yang dimulai sejak awal akan mampu membentuk kebiasaan
cara berpikir peserta didik yang sangat bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri di kemudian
hari.Kenyataan yang ada saat ini, hampir semua system sekolah yang ada di negeri ini
kurang menyentuh dan mengembangkan aspek kreativitas. Ini terjadi akibat tuntutan
kurikulum 1975 yang sangat berorientasi pada hasil belajar. Kurikulum tersebut akhirnya
diperbaiki, kemudian muncul kurikulum 1984 yang sedikit bergeser orientasinya kearah
proses. Namun, praksis pendidikan telanjurt memihak pada orientasi produk. Oleh karena itu,
pergeseran orientasi itu tidak semudah yang dibayangkan para pengambil kebijakan dalam
10
sistem persekolahan kita.Kurikulum 1994 secara filosofis sangat menaruh perhatian terhadap
proses pembelajaran yang dinamis sehingga system target dan produk harus diterjemahkan
secara kreatif dan kontekstual. Namun, pada kenyataannya sebagian besar guru telah merasa
mapan dengan semangat kerja model kurikulum 1984, guru telanjur mekanistis dalam proses
pembelajaran di sekolah, akhirnya persoalan kreativitas masih saja terabaikan tidak tersentuh.
Hal ini terjadi karena terlalu saratnya muatan yang diemban oleh kurikulum 1994. Dengan
demikian hal pokok yang dikembangkan tetap aspek kognitif, sementara afektif dan
psikomotor tetap terabaikan.
d. Partisipasi Masyarakat
UUSPN pasal 54 ayat 2 menyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan
meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. Peran serta tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pendidikan berbasis
masyarakat sehingga pendidikan tetap memiliki keterkaitan dengan kondisi dan tuntutan
masyarakat. Sementara untuk mewadahi peran serta masyarakat dibentuklah satru institusi
yang bersifat independent dengan dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota, sementara
untuk tingkat persekolahan dikenal dengan istilah komite sekolah.Peran serta masyarakat
yang berbentuk yayasan nirlaba telah bias dilihat dengan nyata dalam ikut serta
menyelenggarakan pendidikan baik di tingkat dasar, menengah, maupun pendidikantinggi.
Suyanto (2000) menyatakan saat ini paling tidak yayasan-yayasan pendidikan yang ada
dalam masyarakat telah mampu mendirikan sekolah dasar swasta sebanyak 10.120, SLTP,
SMA, dan SMK sebanyak 57.554. Namun angka-angka tersebut tidak serta merta
memberikan hal yang membahagiakan kita sebab masih terdapat kecenderungan bahwa
penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah-sekolah swasta tersebut masih belum memenuhi
kualitas yang diharapkan.Dengan demikian, untuk melibatkan peran serta masyarakat
pengusaha harus diawali dari proses sosialisasi yang positif. Pemerintah perlu meyakinkan
bahwa dengan ikut serta dalam pengembangan system pendidikan nasional, para pengusaha
juga akan memetik keuntungan berupa sumber daya manusia yang berkualitas bagi
perusahaan mereka.
11
D. Masalah Pemerataan Pendidikan
Persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakn kesempatan yang seluasluasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu
menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah ini timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang
tidak dapat ditampung didalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya
fasilitas yang tersedia.
1. Masalah pemerataan pendidikan dipengaruhi oleh :
a. Perbedaan tingkat sosial ekonomi masyarakat.
b. Perbedaan fasilitas pendidikan.
c. Sebaran sekolah tidak merata.
d. Nilai masuk sebuah sekolah dengan standart tinggi.
e. Rayonisasi.
2. Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan :
 Cara konvensional, dengan :
a. Membangun sekolah
b. Menggunakan doubleshift (masuk pagi dan sore).
 Cara inovatif, dengan :
a. Sistem pamong
b. Kejar paket A dan B
c. SD kecil di daerah terpencil
d. Guru kunjung/Dosen kunjung
e. SMP terbuka
f. Universitas terbuka
12
E. Pemerataan Pendidikan
1. Program Peningkatan Pemerataan Pendidikan
Pemerataan kesempatan pendidikan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek status
sosial ekonomi masyrakat. Program ini mencakup sekolah dasar dan sekolah menengah pertama
yang difokuskan untuk menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun. Program ini
dilakukan melalui :a. Program Percepatan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun.b.
Pembangunan, pemeliharaan, dan rehabilitsi sarana dan prasarana pendidikan dilakukan untuk
memperpanjang kegunaannya dengan melibatkan peran serta masyarakat.c. Membantu
pembiayaan pendidikan dalam bentuk beasiswa dengan basis terpadu antar sekolah dan
masyarakat serta mendorong masyarakat untuk turut serta di dalamnya.d. Peningkatan peran
pembinaan dan pengembangan pendidikan anakusia dini.e. Peningkatan jangkauan dan kualitas
kejar Paket A, B, dan C.f. Pemanfaatan program PKPS-BBM melalui kegiatan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) bagi SD, MI, SMP, MTs, dan Salafiyah serta kegiatan Bantuan
Khusus Murid (BKM) bagi siswa SMA, SMK, dan MA
2. Program Peningkatan Mutu dan Relevansi Pendidikan
Program ini meliputi program-program berikut ini :
a. Peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan lainnya, baik melalui penataran,
pendidikan dan latihan, seminar, loka karya, pendidikan formal, pemberian jaminan
kesejahteraan dan jenjang karier.
b. Penerapan Kurikulum 2004 secara bertahap di berbagai jenjang pendidikan.
c. Pembentukan kurikulum muatan local.
d. Pengadaan alat dan media pembelajaran yang menunjang terciptanya pembelajaran yang
menyenangkan.
e. Pemberdayaan MGMP dan MKKS.
13
f. Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum di Tingkat Kabupaten.
g. Penyelenggaraan lomba-lomba akdemik : Olimpiade Sains, LKS, Uji Kompetensi, Lomba
Siswa Berprestasi, Lomba Guru Berprestasi, Lomba Wawasan Wiyata Mandalah. Penciptaan
Sekolah Berstandard Nasional dan Internasionali. Akreditasi Sekolahj. Penataan Program
Keahlian SMKk. Reengineering SMKl. SMK Kecil
3. Efisiensi dan Efektivitas Manajemen Pendidikan
Efisiensi dan efektivitas manajemen pendidikan meliputi :
a. Pembentukan school mapping.
b. Penataan dan penciptaan Sistem Informasi Manajemenc. Pembentukan Jaring Inovasi
Pendidikan di Tingkat Kabupatend. Pemberdayaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
Penciptaan Sekolah-sekolah Hijau (green school)
14
Bab III
Keimpulan
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dalam usaha pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang serius oleh
pemerintah. Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga
dalam bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, perluasan kesempatan
belajar pada jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam
usaha pemerataan pendidikan.
2. Pendidikan (dengan Bidang terkait) dalam usaha pengendalian laju pertumbuhan
penduduk sangat diperlukan. Pelaksaaan program ini dapat ditingkatkan dengan
mengakampanyekan program KB dengan sebaik-baiknya hingga pelosok negeri ini.
3. Pelaksanaan program belajar dan mengajar dengan inovasi baru perlu diterapkan. Hal ini
dilakukan karena cara dan sistem pengajaran lama tidak dapat diterapkan lagi.
4. Sistem pendidikan Indonesia dapat berjalan dengan lancar jika kerja sama antara unsurunsur pendidikan berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah
dan pihak-pihak pendidikan terhadap masalah anggaran pendidikan akan dapat menekan
jumlah korupsi dana di dalam dunia pendidikan.
5. Peningkatan
mutu
pendidikan
akan
dapat
terlaksana
jika
kemampuan
dan
profesionalisme pendidik dapat ditingkatkan.
Saran
Adapun saran-saran dalam makalah permasalahan pendidikan ini adalah sebagai berikut.
1. Perlu dilakukan perubahan yang lebih mengarah pada kurikulum berbasis kompetensi,
serta lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Dan teknologi, serta
kebutuhan masyarakat pada saat ini.
2. Perlunya ditingkatkan kualitas pendidik dalam usaha Peningkatan mutu pendidikan. Hal
ini dapat dilakukan dengan meggunakan metoda baru dalam pelaksanaan pembelajaran.
15
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
www.wikipedia.com
purwanto,ngalim-Landasan Ilmu Teoritis
16
Download