KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 27 April 2016 Topik #19 Kepala Sekolah: Tata Kelola, Otorita dan Peranannya sebagai Penentu Kualitas Sekolah Kepala Sekolah yang Efektif Kepala sekolah teladan merupakan faktor penting dalam meningkatkan efektivitas sekolah dan mutu pendidikan. Kepala sekolah yang efektif terbukti memiliki karakteristik yang memimpin secara berkelanjutan dalam mengubah rancangan (re-design) sekolah mereka, menyediakan pengembangan keprofesian yang efektif, terlibat dalam evaluasi dan proses pengembangan sekolah secara rutin dan memikirkan kembali sasaran, prioritas, keuangan, kurikulum dan pedagogi. Dalam desentralisasi sistem pendidikan, peran kepala sekolah menjadi sedemikian penting. Sebagai contoh, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional 44/2002 yang mengamanatkan manajemen berbasis sekolah, menempatkan manajemen pendidikan pada sekolah dan membuat kepala sekolah menjadi pengambil keputusan utama. Seturut dengan itu, kepala sekolah telah diberikan peranan dalam berbagai bidang termasuk keuangan dan penganggaran sekolah, manajemen pegawai, perencanaan sekolah dan pengembangan kurikulum. Akibat bertambahnya tanggung jawab seorang kepala sekolah, maka kepala sekolah di Indonesia perlu ditingkatkan keterampilannya dan diberikan pelatihan dan pengetahuan mengenai cara mengelola sekolah dan sumber daya secara efektif. Saat ini ada ruang untuk perbaikan. Kepala sekolah terlihat sudah melakukan persyaratan administrasi dan kebijakan pendidikan secara rutin, namun tanpa keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang mendidik (instructional leader). Hal ini selaras dengan paparan Michael Fullan baru-baru ini mengenai memaksimalkan dampak kepala sekolah. Fullan menekankan, bahwa: “Belum pernah ada keadaan, di mana peranan seorang kepala sekolah sedemikian bergejolak. Dalam menghadapi hal-hal yang tak dapat diperkirakan, kepala sekolah harus mampu menangani banyak ambiguitas sembari menampilkan sifat seorang pemimpin pembelajar yang kuat.” Pendidikan keprofesian bagi kepala sekolah sering kali tidak memadai, sekedar sosialisasi dokumen kebijakan. Kompetensi manajerial dan pengawasan akademis seorang kepala sekolah terbukti lebih rendah dibandingkan kompetensi lainnya. Selanjutnya, desentralisasi memungkinkan terciptanya sistem di mana kepala sekolah diangkat bukan karena prestasi kerja dan pengalamannya melainkan karena nepotisme dan manipulasi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Kemdikbud) telah menyadari pentingnya pegembangan kepala sekolah teladan. Permendiknas 28/2010 diterbitkan guna menetapkan dasar hukum bagi persiapan, sertifikasi, penerimaan dan pengangkatan, dan penilaian kinerja kepala sekolah. Serangkaian program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) telah diperkenalkan bagi guru-guru, termasuk guru-guru yang layak menjadi kepala sekolah. Program Persiapan Kepala Sekolah (PPKS) PPKS dilakukan untuk menyiapkan para guru yang layak menjadi kepala sekolah. Bukti-bukti internasional terkait PPKS telah memberikan wawasan atas indikator-indikator program yang berhasil. Program-program tersebut dianggap memiliki tujuan yang eksplisit, hubungan yang koheren antara konten dengan tujuan, muatan teori dan praktik yang seimbang, kriteria penerimaan yang pantas, fokus terhadap penilaian yang berkelanjutan dan dievaluasi secara rutin, termasuk mendapatkan masukan dari peserta, pelatih dan pembuat kebijakan. PPKS di Indonesia ditawarkan oleh LPPKS dan terdiri dari tiga tahap pembelajaran: pembelajaran tatap muka yang ‘in-service’ selama 70 jam, belajar sambil praktik selama 200 jam dalam kurun waktu tiga bulan dan mensyaratkan peserta untuk melakukan proyek riset berbasis sekolah dan pembelajaran tatap muka dan asesmen ‘in-service’ selama 30 jam. Para guru yang berhasil menyelesaikan pembelajaran profesional tersebut diberikan Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS). Pada tahun 2014, ACDP merampungkan evaluasi atas PPKS berdasarkan asumsi bahwa mutu dan kompetensi kepala sekolah di masa mendatang tergantung pada efektivitas PPP. Studi ini berupaya mengukur efektivitas, relevansi, efisiensi dan dampak PPKS nasional guna mengidentifikasi konteks keberhasilan program tersebut dan mengapa guna mendukung program LPPKS. Secara keseluruhan, hasil evaluasi mengungkapkan, bahwa PPP dianggap sangat efektif dan relevan bagi peserta program. Program tersebut dianggap mampu meningkatkan kompetensi para kepala sekolah, selain itu mutu dan relevansi pelatihan yang diberikan dianggap sangat memadai. Meskipun demikian, derajat keterlibatan politik dan birokrasi dalam mengidentifikasi pendaftar PPKS dan dalam pengangkatan kepala sekolah dianggap bermasalah. Di sisi lain, banyak dari responden evaluasi mengakui bahwa LPPKS dapat mengkaji dan memperkuat modul pelatihan terkait keterampilan pedagogi, pembelajaran aktif dan penggunaan TIK termasuk pendidikan administrasi. Menurut Yaya Kardiawarman, Manager of Education Quality untuk proyek School, System and Quality (SSQ), yang didanai oleh pemerintah Australia, PPKS di Indonesia memerlukan sebuah perubahan paradigma dari yang menekankan “belajar untuk mengetahui” ke arah “belajar untuk melakukan.” Menurut evaluasi, dua aspek PPKS yang dianggap secara khusus efektif adalah NUKS dan program mentoring PPP. Upaya memaksimalkan kedua aspek ini akan membutuhkan upaya mengatasi beberapa tantangan berikut ini: NUKS NUKS adalah salah satu aspek dari PPKS di Indonesia yang menurut evaluasi ACPD terbukti efektif. NUKS mengindikasikan, bahwa seorang guru layak untuk diangkat sebagai kepala sekolah, dan para peserta menganggap NUKS sangat prestisius dan memiliki standar yang jelas. Namun, berdasarkan data LPPKS, hanya 1.2% sampai 2.1% dari semua kepala sekolah memiliki NUKS pada tahun 2014/2015. Meskipun Permendiknas 28/2010 menetapkan pedoman dan arahan bagi pengangkatan kepala sekolah, termasuk memastikan agar kepala sekolah yang diangkat memiliki NUKS, hanya 35% dari semua lulusan PPKS yang memiliki NUKS selanjutnya diangkat menjadi kepala sekolah. Hal ini mengisyaratkan, bahwa Permendiknas tersebut belum sepenuhnya dijalankan pada tingkat daerah. Salah satu usulan adalah memastikan agar semua kepala sekolah memiliki NUKS pada 2030, namun banyak orang yang menganggap ini terlalu ambisius. Hal ini akan membutuhkan 14.000 calon kepala sekolah agar dapat menyelesaikan PPKS 2 dengan sukses guna mendapatkan NUKS setiap tahunnya dari 2016-2030. Hal ini akan membutuhkan pelatihan bagi 117 Pelatih Utama (Master trainer) tambahan dan 660 Penilai (Assessor) tambahan setiap tahunnya. Pelaksanaan Mentoring dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Evaluasi pelatihan kepala sekolah yang dilakukan di Australia, Eropa dan Amerika Serikat menyoroti pentingnya dukungan peralihan bagi kepala sekolah seperti melalui PKB, program coaching dan mentoring. Hal ini sering kali disyaratkan guna memastikan kepala sekolah yang baru saja diakreditasi berhasil dan tetap menjalankan tugasnya. Evaluasi ACDP mengungkapkan salah satu kekuatan PPKS adalah program mentoring yang dilakukan untuk mendukung peserta PPKS pada komponen pelatihan yang melibatkan pembelajaran selama bertugas. PKB bagi kepala sekolah di Indonesia terdiri dari tiga tahapan: PKB 1 adalah untuk kepala sekolah pemula dan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja kepala sekolah di tempat kerjanya. PKB 2 adalah untuk kepala sekolah yang berpengalaman dan bertujuan untuk meningkatkan kepemimpinan dan kinerjanya. Terakhir, PKB 3 adalah untuk kepala sekolah mahir dan membantu mereka menambah keterampilan di bidang-bidang tertentu seperti mengembangkan kurikulum nasional atau melakukan penelitian tentang tindakan kelas. Program mentoring ini dilakukan sebagai bagian dari Pelatih Utama yang dilatih, diberi akreditasi dan diangkat oleh LPPKS. Selain menjalankan sebagian dari pelatihan dalam PPKS, Pelatih Utama menyediakan bantuan mentoring bagi peserta selama pembelajaran di tempat. Hampir semua responden evaluasi menganggap mutu dan efektivitas Pelatih Utama sebagai ‘baik’ atau ‘sangat baik’. Meskipun demikian, masih perlu ada perbaikan. Misalnya, banyak responden menyatakan, bahwa Pelatih Utama tidak selalu menghadiri sesi pelatihan, dan kalau iya, mereka sering lebih fokus pada pesan-pesan terkait pekerjaan utama mereka dibandingkan sebagai Pelatih Utama. Adapun, mutu mentoring pun beragam sifatnya, dan beberapa responden mengindikasikan, bahwa pelatihan yang mereka terima hanya lewat surel, SMS atau telepon. Studi ini menyarankan agar LPPKS lebih tekun terhadap kehadiran dan kinerja para Pelatih Utama. LPPKS juga dapat menjalankan ‘program penyegaran untuk Pelatih Utama,’ dan program tersebut harus disyaratkan untuk sertifikasi ulang mereka. Sumber: - ACDP (2013) Studi Dasar tentang Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah dan Madrasah (ACDP 007). ACDP (2014). Evaluasi Program Persiapan Kepala Sekolah (ACDP-042) Fullan, Michael. The Principal: Three Keys to Maximising Impact Kementerian Pendidikan Nasional MoNE (2008). Review of the Capacity of Supervisors (dilakukan sebagai bagian Australia Indonesia Basic Education Program (AIBEP) yang didanai oleh (dulunya) AusAID.) Bank Dunia (2014). Teacher Reform in Indonesia: the Role of Politics and Evidence in Policy Making. *** Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi: Daniella Situmorang [email protected] [email protected] 0812-9718-1088 Fara Ramadhina [email protected] [email protected] 081-9890-271 3