2.3.3 Tahap-tahap Pelatihan

advertisement
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2. 1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler (2013: 30), “Human resource management is the
process of acquiring, training, appraising, and compensating employees, and
of attending to their labor relations, health and safety, and fairness concerns”.
Diartikan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan proses
memperoleh, melatih, menilai, dan kompensasi karyawan, dan memperhatikan
hubungan antar karyawan atau tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan, dan
keadilan.
Menurut French dalam Sunyoto (2012: 2), “Manajemen sumber daya
manusia adalah sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan
pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi”.
Menurut Flippo dalam Notoatmodjo (2009: 85),
Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan,
dan
pengawasan
kegiatan-kegiatan,
pengadaan,
pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,
dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan
individu, organisasi, dan masyarakat.
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan perencanaan dan
pengorganisasian dalam melakukan proses penerimaan (perekrutan), seleksi,
pelatihan, pengembangan, penilaian, pemberian kompensasi dan pemeliharaan
tenaga kerja atau karyawan untuk mencapai tujuan individu, organisasi, dan
masyarakat.
10
2.2. Pengembangan Karyawan
2.2.1 Pengertian Pengembangan Karyawan
Menurut Sunyoto (2012: 145), “Pengembangan atau development adalah
sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau
yang lebih tinggi di dalam organisasi”. Pengembangan karyawan diadakan
untuk meningkatkan atau memaksimalkan kemampuan intelektual atau
emosional guna melaksanakan pekerjaan dengan baik dari sebelumnya.
Pengembangan karyawan berfokus pada kebutuhan karyawan secara
jangka panjang dalam sebuah organisasi. Hasil dari pengembangan bersifat
langsung dan dapat dilihat atau diukur dari periode jangka panjang. Tujuan
pengembangan ini adalah membantu para karyawan dalam menghadapi setiap
perubahan dalam lingkungan kerja atau pekerjaan seperti perkembangan
teknologi, desain pekerjaan, pelanggan baru atau pasar produk baru.
Menurut Dessler (2013: 289), “Management Development is any attempt
to improve current or future management performance by imparting
knowledge, changing attitudes, or increasing skills”. Diartikan bahwa
manajemen
meningkatkan
pengembangan
pengetahuan,
merupakan
usaha
perubahan
perilaku
yang
dan
dilakukan
untuk
mengembangkan
keterampilan baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan pengertian pengembangan
karyawan merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan atau
memaksimalkan keterampilan dan kemampuan intelektual atau emosional,
pengetahuan, perubahan perilaku baik pada masa sekarang maupun akan
datang.
11
Tabel 2.1 Perbandingan antara pengembangan dan pelatihan
Fokus
Penggunaan
pengalaman kerja
Tujuan
Partisipasi
Pengembangan
Pelatihan
Masa depan
Saat ini
Tinggi
Rendah
Persiapan untuk
Persiapan untuk pekerjaan
perubahan
saat ini
Sukarela
Wajib
Sumber: Manajemen Sumber Daya Manusia (Sunyoto: 2012: 146)
2.2.2. Manfaat Pengembangan Karyawan
Menurut Sondang dalam Sunyoto (2012: 146), manfaat program
pengembangan karyawan bagi organisasi, antara lain:
a.
Meningkatkan produktivitas kerja dan tekad karyawan dalam mencapai
tujuan serta memperlancar kinerja organisasi sehingga menjadi suatu
kesatuan yang utuh.
b.
Menciptakan hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan
bawahan.
c.
Mempercepat dan mempermudah dalam proses pengambilan keputusan.
d.
Menumbuhkan semangat kerja dengan komitmen organisasi yang lebih
tinggi bagi seluruh karyawan.
e.
Mendorong sikap keterbukaan dengan penerapan sistem partisipatif.
f.
Menciptakan komunikasi efektif dan lancar.
g.
Menyelesaikan konflik dan menumbuhkan rasa kekeluargaan antar
karyawan.
12
Menurut Sondang dalam Sunyoto (2012: 147), manfaat program
pengembangan bagi setiap karyawan adalah sebagai berikut:
a.
Para karyawan akan terbantu dalam membuat suatu keputusan yang lebih
baik.
b.
Meningkatkan kemampuan para karyawan dalam menyelesaikan berbagai
masalah yang dihadapinya.
c.
Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional.
d.
Menciptakan suatu dorongan atau semangat bagi para karyawan untuk
terus meningkatkan kemampuan kerja.
e.
Meningkatkan kemampuan dalam mengatasi stress, frustasi, dan konflik
yang akan menguatkan rasa percaya diri karyawan.
f.
Dapat memanfaatkan ketersediaan informasi tentang berbagai program
untuk pertumbuhan setiap karyawan secara teknikal dan intelektual.
g.
Dapat meningkatkan kepuasan kerja.
h.
Meningkatkan sikap pengakuan atas kemampuan seseorang.
i.
Meningkatkan tekad mandiri karyawan.
j.
Dapat mengatasi dan mengurangi ketakutan karyawan dalam menghadapi
pekerjaan atau tanggung jawab baru di masa depan.
2.2.3 Tahap-tahap Pengembangan Karyawan
Menurut Sondang dalam Sunyoto (2012: 148), terdapat tahap-tahap
penyelenggaraan program pengembangan bagi karyawan dalam suatu
organisasi, antara lain:
a.
Menentukan Kebutuhan Pengembangan karyawan
13
Penentuan kebutuhan pengembangan karyawan perlu dianalisis
dengan tepat. Hal yang perlu dianalisis adalah permasalahan yang sedang
dihadapi saat ini dan tantangan-tantangan yang diprediksi akan terjadi di
masa depan.
b.
Penentuan Sasaran
Manfaat menentukan sasaran adalah sebagai tolak ukur akan
keberhasilan program pengembangan. Selain itu, dapat berguna dalam
menentukan langkah berikutnya misalnya isi program dan metode
pengembangan.
c.
Penetapan Isi Program
Dalam menetapkan isi program pengembangan harus sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Keterampilan baru yang belum dimiliki oleh
karyawan merupakan salah satu sasaran dalam penetapan isi program
pengembangan.
Dalam program pengembangan harus jelas diketahui apa yang ingin
dicapai. Salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah mengajarkan
keterampilan tertentu yang pada umumnya berupa keterampilan baru yang
belum dimiliki oleh para karyawan. Keterampilan ini biasanya diperlukan
untuk
melaksanakan
pengembangan
tugas
karyawan
dengan
juga
baik.
dimaksudkan
pelaksanaan
untuk
program
mengajarkan
pengetahuan baru. Hal ini mungkin diperlukan untuk perubahan sikap dan
perilaku dalam pelaksanaan tugas.
14
d.
Identifikasi Prinsip-Prinsip Belajar
Hasil yang dicapai dalam program pengembangan dijadikan sebagai
tolak ukur bagi ketepatan prinsip-prinsip belajar yang diterapkan.
e.
Pelaksanaan Program
Pelaksanaan program pengembangan disesuaikan dengan tujuan
organisasi dan kebutuhan karyawan.
f.
Penilaian Pelaksanaan Program
Keberhasilan pelaksanaan program pengembangan dapat dilihat dari
terjadinya peningkatan kemampuan karyawan dalam melakukan pekerjaan
dan adanya perubahan pada perilaku kerja yang lebih baik.
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan
program pengembangan karyawan terdapat tahap-tahap yang harus
dilaksanakan. Tahap-tahap tersebut terdiri dari penentuan kebutuhan
program pengembangan, penentuan sasaran yang jelas dan isi yang tepat,
penerapan prinsip dalam belajar, melaksanakan program sampai pada
penilaian hasil program pengembangan itu sendiri.
2.3. Pelatihan Karyawan
2.3.1. Pengertian Pelatihan
Menurut Sunyoto (2012: 137), “Pelatihan tenaga kerja adalah setiap
usaha untuk memperbaiki performa pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang
15
sedang menjadi tanggung jawabnya atau satu pekerjaan yang ada kaitannya
dengan pekerjaan”.
Menurut Dessler (2013: 273), “Training is the process of teaching new or
current employees the basic skills they need to perform their jobs”. Diartikan
pelatihan adalah proses mengajar karyawan baru atau yang saat ini sedang
bekerja tentang keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk melakukan
pekerjaan mereka.
Menurut Notoatmodjo (2009: 19), “Pelatihan adalah suatu proses yang
akan menghasilkan suatu perubahan perilaku bagi karyawan atau pegawai”.
Menurut Danim (2008: 43), “Pelatihan adalah teknik belajar yang
melibatkan pengamatan individual pada pekerjaan dan penentuan umpan balik
untuk memperbaiki kinerja atau mengoreksi kesalahan”.
Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah
suatu teknik atau proses mengajar dan memperbaiki kinerja karyawan baru dan
lama untuk meningkatkan kemampuan dan melakukan pekerjaan lebih baik.
2.3.2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Menurut Sunarto & Sahedy dalam Sunyoto (2012: 140),
tujuan
pelatihan adalah sebagai berikut:
a.
Memperbaiki kinerja
Calon utama dalam kegiatan pelatihan adalah karyawan yang bekerja
dengan hasil yang tidak memuaskan akibat kurangnya keterampilan
sehingga dibutuhkan proses pemberian informasi dan melatih karyawan
dalam melakukan pekerjaan.
16
b.
Memaksimalkan keahlian para karyawan
Kemajuan teknologi menuntut setiap karyawan untuk dapat
beradaptasi dalam mengimplementasi teknologi-teknologi yang dapat
mendukung kinerja karyawan di suatu organisasi. Dalam memaksimalkan
kinerja karyawan dapat dilakukan dengan pelatihan yang membuat
pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien.
c.
Mengurangi waktu belajar
Dalam proses seleksi karyawan tidak ada hasil akurat yang dapat
digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan karyawan.
Pelatihan dilakukan untuk mengisi gap antara kinerja karyawan yang
diprediksi dengan kinerja aktualnya.
d.
Memecahkan permasalahan operasional
Pelatihan merupakan salah satu cara yang dianggap penting untuk
memecahkan berbagai masalah atau dilema yang harus dihadapi manajer.
Beberapapa pelatihan yang diberikan oleh perusahaan adalah untuk
memecahkan masalah organisasional dan melakukan pekerjaan secara
efektif.
e.
Promosi karyawan
Untuk menarik, menahan dan memotivasi karyawan dapat dilakukan
dengan program pengembangan karier. Hal ini merupakan salah satu cara
untuk mengembangkan kemampuan saing karyawan. Dengan melakukan
17
pelatihan yang berkala dapat mendorong semangat karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan.
f.
Orientasi karyawan terhadap organisasi
Persepsi setiap orang akan suatu organisasi tentu berbeda-beda baik
positif maupun negatif. Di sinilah peran Sumber Daya Manusia (SDM)
memperjelas atau menyatukan cara pandang karyawan terhadap suatu
organisasi agar mempunyai cara pandang yang sama.
g.
Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi
Dalam pelatihan, selain untuk meningkatkan efektivitas karyawan
dalam bekerja, juga bertujuan untuk pengembangan pribadi kayawan.
Menurut Notoatmodjo (2009: 74), pelatihan memiliki tujuan utama
dalam meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi karyawan dalam
melakukan setiap pekerjaan. Pelatihan-pelatihan ini mencakup antara lain:
a.
Pelaksanaan program-program baru.
b.
Penggunaan alat-alat baru.
c.
Pelatihan bagi para karyawan dalam melakukan tugas atau pekerjaan baru.
d.
Pengenalan proses atau prosedur kerja yang baru.
e.
Pelatihan bagi karyawan baru.
Dalam hal ini, pelatihan mempunyai tujuan dalam meningkatkan
kemampuan psikomotor karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Namun,
perlu diketahui bahwa pelatihan sikap karyawan juga merupakan hal yang
18
penting karena setiap organisasi mempunyai budaya kerja yang berbeda.
Dengan hal ini, para karyawan akan mengetahui sikap yang diharapkan oleh
organisasi yang bersangkutan.
Menurut Sunarto & Sahedhy dalam Sunyoto (2012: 140), beberapa
manfaat pelatihan karyawan, antara lain:
a.
Meningkatkan produktivitas dalam kuantitas dan kualitas.
b.
Meminimalkan waktu belajar karyawan.
c.
Mewujudkan sikap loyalitas dan kerjasama yang lebih baik.
d.
Melengkapi kebutuhan akan rencana sumber daya manusia.
e.
Mengurangi tingkat dan pengeluaran kecelakaan kerja.
f.
Meningkatkan pengembangan pribadi karyawan.
Dari teori-teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pelatihan
adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan menciptakan
efisiensi serta efektivitas dalam melakukan pekerjaan. Sedangkan manfaat
pelatihan adalah meningkatkan produktivitas, meminimalkan waktu belajar
karyawan, menciptakan loyalitas dan kerja sama karyawan, melengkapi
kebutuhan rencana sumber daya manusia, mengurangi pengeluaran dan
kecelakaan kerja serta mengembangkan pribadi karyawan.
2.3.3 Tahap-tahap Pelatihan
Menurut Cardoso dalam Sunyoto (2012: 141), penyelenggaraan pelatihan
karyawan terdiri dari tiga tahap, antara lain:
19
a.
Penentuan Kebutuhan Pelatihan
Penentuan kebutuhan pelatihan bertujuan untuk mengumpulkan
informasi yang saling berkaitan tentang perlu atau tidaknya pelaksanaan
dalam suatu organisasi. Terdapat 3 (tiga) tahap dalam penentuan
kebutuhan pelatihan, yaitu:
-
General treatment need, yaitu pelatihan umum untuk seluruh
karyawan tanpa memperhatikan tingkat manajemen. Seperti evakuasi
bencana alam atau kebakaran.
-
Observable performance discrepancies, yaitu pelatihan dilakukan
berdasarkan pengamatan pada permasalahan, wawancara, daftar
pertanyaan, dan evaluasi atau penilaian kinerja. Hal ini dilakukan
dengan penilaian karyawan itu sendiri terhadap kinerjanya masingmasing.
-
Future human resources needs, yaitu pelatihan yang dimaksudkan
untuk kebutuhan keperluan sumber daya manusia di masa yang akan
datang.
b.
Desain program pelatihan
Setelah mengetahui tujuan yang ingin dicapai, perusahaan perlu
melakukan perancangan program pelatihan yang tepat untuk dilaksanakan.
Tindakan pelatihan dapat diketahui dengan melakukan proses identifikasi
tentang apa yang dibutuhkan. Pelatihan ini bertujuan agar karyawan
mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan.
20
c.
Evaluasi program pelatihan
Tujuan evaluasi program pelatihan adalah untuk menguji apakah
pelatihan tersebut efektif di dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Menurut Dessler (2013: 273), terdapat lima langkah dalam proses
pelatihan antara lain:
a.
Menganalisis kebutuhan pelatihan.
b.
Merancang keseluruhan program pelatihan.
c.
Mengembangkan, menyusun dan membuat materi pelatihan.
d.
Mengimplementasikan atau menerapkan program pelatihan.
e.
Menilai atau mengevaluasi efektivitas materi.
Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap dalam
melakukan program pelatihan merupakan tindakan yang sangat penting untuk
dapat mencapai tujuan organisasi yang jelas dan tepat. Tahap-tahap tersebut
meliputi penentuan kebutuan pelatihan yang berhubungan dengan general
treatment need, observable performance discrepancies dan future human
resources needs, merancang program pelatihan, membuat materi pelatihan
yang sesuai dengan kebutuhan, melaksanakan program pelatihan serta menilai
materi pelatihan yang diberikan.
2.3.4. Metode Pelatihan
Menurut Bernadian dan Rusell dalam Sunyoto (2012: 142), metode
pelatihan terdiri dari dua kategori, yaitu:
21
a.
Informational Methods
Informational methods adalah metode pelatihan yang dilakukan
dengan menyampaikan informasi dari pelatih kepada peserta pelatihan
yang bersifat langsung atau berorientasikan guru. Cara atau teknik yang
digunakan dalam metode ini seperti kuliah, presentsasi audiovisual, dan
self directed learning.
b. Experiental Methods
Experiental methods adalah metode mengajarkan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan-kemampuan dengan komunikasi yang
fleksibel, dinamis baik dengan instruktur, sesama peserta maupun
memanfaatkan langsung fasilitas yang tersedia baik. Pelatihan ini
merupakan metode yang bersifat fasilitatif dan berorientasi peserta. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara diskusi kelompok, studi kasus dan
sebagainya. Para peserta yang turut dalam pelatihan ini dengan
menuangkan pemikiran dan pengetahuannya akan berpengaruh pada
perilaku masing-masing.
Table 2.2 Kaitan tujuan pelatihan dengan metode pelatihan
Tujuan Pelatihan
Metode Pelatihan yang sesuai
Orientasi kerja
Kuliah, film-film, surat selebaran
Keterampilan pekerjaan
Demonstrasi
Keterampilan-keterampilan manusia
Diskusi kelompok dan permainan peran
Keterampilan manajemen
Diskusi kelompok dan studi-studi kasus
Pendidikan
Kuliah,kerja, buku-buku, studi di rumah
Sumber: Manajemen Sumber Daya Manusia (Sunyoto 2012: 143)
22
Menurut Dessler (2013: 279), terdapat beberapa metode dalam
penyampaian pelatihan, antara lain sebagai berikut:
a.
On-the-Job Training
On the Job Training merupakan metode yang digunakan dimana
seseorang dilatih untuk memperlajari pekerjaan atau tugas-tugas dalam
suatu organisasi dengan terjun langsung melakukannya.
b. Magang
Magang merupakan suatu metode pelatihan yang terstruktur dengan
proses kombinasi antara pelajaran yang di dapat sekolah dan praktek
langsung di lingkungan kerja.
c. Belajar secara Informal
Belajar secara Informal merupakan suatu teknik pembelajaran yang
tanpa disusun atau tidak terstruktur tetapi melalui diskusi langsung dengan
rekan kerja dengan memanfaatkan perangkat atau peralatan yang
seadanya.
d. Job Instruction Training
Job Instruction Training merupakan suatu teknik pelatihan dengan
megurutkan setiap tugas pekerjaan dan poin-poin penting untuk
memberikan langkah-langkah pelatihan bagi karyawan.
e. Pengajaran
23
Pengajaran merupakan metode atau cara yang digunakan dengan
memberikan pengetahuan-pengetahuan berupa informasi yang diperlukan
dalam melakukan pekerjaan.
f. Pelajaran yang Terprogram
Pelajaran yang terprogram merupakan suatu teknik atau metode
pelatihan terstruktur secara sistematis untuk memberikan ajaran tentang
keterampilan pekerjaan dengan memberikan pertanyaan atau fakta dan
mengizinkan peserta dalam menanggapi pertanyaan tersebut kemudian
memberikan jawaban akurat.
g. Pelatihan dengan Peralatan Audiovisual
Pelatihan dengan peralatan audiovisual merupakan metode pelatihan
dengan menggunakan audiovisual seperti power point, pemutaran film
atau video, dan lain-lain dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
tentang pekerjaan.
h. Pelatihan dengan Simulasi
Pelatihan dengan simulasi merupakan metode pelatihan dimana
karyawan dilatih dengan menggunakan peralatan khusus dan dilakukan
diluar pekerjaan.
i. Pelatihan berbasis komputer
Pelatihan berbasis computer atau Computer-Based Training (CBT)
merupakan metode pelatihan dengan menggunakan sistem berbasis
24
computer dengan tujuan agar karyawan atau peserta pelatihan dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
j. Pelatihan Berbasis Internet
Pelatihan Berbasis Internet merupakan metode pelatihan dengan
memberikan pengajaran berupa materi pelatihan secara online dan para
karyawan atau peserta pelatihan dapat mengaksesnya.
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pelatihan terdiri dari
beberapa
metode
dimana
masing-masing
memiliki
ciri
khas
dalam
penyampaian materi pelatihan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau
organisasi dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan. Metode pelatihan adalah
salah satu pendukung jalannya pelatihan.
2.3.5. Dimensi Pelatihan
Menurut Danim (2008: 69), terdapat beberapa dimensi dalam proses
pelatihan, antara lain adalah:
a.
Pelatih
Menurut danim (2008: 69), pelatih adalah salah satu sumber daya
utama yang dapat menentukan kesukseskan program pelatihan. Menurut
Bangun (2012: 205), Pelatih dituntut untuk dapat menguasai materi
pelatihan secara maksimal sehingga peserta pelatihan dapat memperoleh
pengetahuan atas materi yang diberikan. Seorang pelatih harus memiliki
berbagai pengetahuan sehingga dapat melakukan tugasnya dengan berhasil
25
dan mampu melatih banyak orang dengan latar belakang berbeda dalam
sebuah organisasi.
Menurut Hasibuan (2011: 74), syarat-syarat yang harus dimiliki oleh
pelatih antara lain:

Teaching skills
Seorang pelatih harus memiliki kemampuan dalam mengajar
atau memberikan pengetahuannya kepada peserta pelatihan. Hal ini
bertujuan agar peserta dapat bekerja secara mandiri.

Communication skills
Pelatih harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
Suara yang jelas, tulisan yang baik dan penggunaan kata-kata yang
mudah dipahami oleh peserta pelatihan.

Personality authority
Pelatih harus memiliki wibawa terhadap peserta pelatihan.
Perilaku yang baik, sifat dan kepribadian yang menyenangkan,
kemampuan dan kecakapan yang diakui.

Social skills
Pelatih harus mahir dalam bidang sosial supaya tercipta
kepercayaan dan kesetiaan dari para peserta pelatihan. Sikap turut
senang dengan kemajuan peserta pelatihan dan dapat menghargai
pendapat orang lain.
26

Technical competent
Pelatih harus memiliki kemampuan teknis, kecakapan teoritis,
dan pandai dalam mengambil keputusan.

Stabilitas emosi.
Pelatih harus dapat menjaga emosinya, tidak berprasangka
buruk terhadap peserta pelatihan, terbuka, tidak pendendam dan dapat
memberikan nilai yang objektif.
b.
Peserta pelatihan
Menurut Bangun (2012: 205), para peserta pelatihan dituntut untuk
siap dalam mengikuti pelatihan. Apabila peserta pelatihan siap berarti
mereka memiliki keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan,
terdapat motivasi dan efektivitas diri. Syarat peserta dalam mengikuti
pelatihan adalah mereka harus memiliki kemampuan mental dan fisik.
Pelaksanaan pelatihan akan efektif apabila para peserta pelatihan memiliki
keinginan yang tinggi untuk sukses dalam melakukan pekerjaannya.
c.
Materi pelatihan
Menurut Bangun (2012: 205), Materi pelatihan yang diberikan harus
sesuai dengan persyaratan pekerjaan. Materi pelatihan dibuat semidikian
rupa agar dapat disampaikan oleh pelatih sehingga mudah dipahami oleh
peserta pelatihan.
27
d.
Media pelatihan
Menurut Hasibuan (2011: 85), media pelatihan harus dapat
mendukung jalannya suatu kegiatan pelatihan. Media pelatihan dapat
berupa seperti buku-buku, alat-alat dan mesin-mesin. hal tersebut
bermanfaat agar tujuan pelatihan dapat tercapai.
e.
Metode pelatihan
Menurut Bangun (2012: 205), pemilihan metode pelatihan harus
tepat agar dapat mempermudah penyampaian materi pelatihan. Menurut
Setiawan (2012: 119) Metode pelatihan yang diterapkan harus sesuai
dengan jenis materi pelatihan dan kemampuan peserta pelatihan.
2.4. Standar Operasional Prosedur (SOP)
2.4.1. Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP)
Menurut Puspitasari, Rosmawati & Melfrina (2012: 30), “Standar
Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu standar / pedoman tertulis yang
dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk
mencapai tujuan organisasi”.
Menurut Griffin (2011: 190), “Standard Operating Procedure is a
standard plan that outlines the steps to be followed in particular
circumstances”. Diartikan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan
suatu standar perencanaan yang menguraikan langkah-langkah yang harus
dilaksanakan pada keadaan tertentu.
Dari teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Operasional
Prosedur (SOP) merupakan suatu standar acuan atau pedoman yang berisi
28
langkah-langkah kerja untuk mendorong suatu kelompok dalam melakukan
pekerjaan dan mencapai tujuan organisasi.
2.4.2. Tujuan dan Manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Menurut Puspitasari, Rosmawati & Yusniar (2012: 31), terdapat
beberapa tujuan dibuatnya SOP antara lain:
a.
Mempertahankan konsistensi kerja karyawan.
b.
Mengetahui peran dan fungi kerja di setiap bagian.
c.
Memperjelas langkah-langkah tugas, wewenang dan tanggung jawab.
d.
Menghindari kesalahan administrasi.
e.
Menghindari kesalahan/kegagalan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi.
Dari teori di atas, dapat disimpulkan tujuan Standar Operasional Prosedur
(SOP) adalah untuk mepertahankan konsistensi kerja karena pengetahuan akan
tugas dan peranan yang jelas dari masing-masing karyawan sehingga dapat
terhidar dari kesalahan yang mengurangi efisiensi kerja suatu organisasi.
Manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP)
Menurut Puspitasari, Rosmawati & Yusniar (2012: 32), beberapa
manfaat penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) antara lain:
a.
Dapat menjadi pedoman dalam melaksanakan tugas, menyelesaikan
pekerjaan secara konsisten, sebagai alat komunikasi dan pengawasan.
b.
Meningkatkan rasa percaya diri karyawan dalam melakukan pekerjaan dan
mengetahui jelas dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
29
c.
Dapat digunakan sebagai salah satu alat pelatihan dan tolak ukur kinerja
karyawan.
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat Standar Operasinal
Prosedur (SOP) adalah sebagai landasan atau pedoman dalam melakukan
tugas, alat ukur kinerja dan juga dapat memberikan rasa percaya diri karyawan
dalam melakukan setiap langkah kerja.
2.5. Manajemen Kinerja Karyawan
2.5.1. Pengertian Kinerja
Menurut Wibowo (2012: 81), “Kinerja merupakan suatu proses tentang
bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil
pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja”.
Menurut Gilbert dalam Notoatmodjo (2009: 124), “Kinerja adalah apa
yang dapat dikerjakan oleh seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Sedangkan menurut Asad dalam Notoatmodjo (2009: 124), “Kinerja
merupakan kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang
dibebankannya.
Dari teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil
kerja yang dilakukan seseorang sesuai dengan tugas dan fungsi yang
dibebankan kepadanya.
2.5.2. Pengertian Manajemen Kinerja
Menurut Dessler (2011: 322), “Manajemen kinerja adalah proses
mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian dan pengembangan kinerja ke
30
dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja
karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan”.
Menurut Wibowo (2012: 9), “Manajemen Kinerja merupakan gaya
manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang
melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan
menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai
kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi”.
Dari beberapa teori di atas, dapat simpulkan bahwa, manajemen kinerja
merupakan proses dalam menyatukan tujuan dalam mengelola sumber daya
kinerja dengan melakukan kegiatan komunikasi yang berkelanjutan dan
pendekatan strategis dalam mencapai tujuan organisasi.
2.5.3. Tujuan dan Manfaat Manajemen Kinerja
Tujuan
Menurut Kaswan (2012: 195), ada beberapa tujuan manajemen kinerja,
antara lain:
a.
Menciptakan peningkatan hasil kerja.
b.
Meningkatkan kapabilitas organisasi dan individu dengan memahami
peran, kompetensi dan menyampaikan umpan balik yang terstruktur dan
melaksanakan pembinaan (coaching) dan mentoring.
c.
Menetapkan konsekuensi terhadap tingkat kinerja dalam membuat
keputusan dalam memberikan imbalan (reward).
31
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen kinerja
adalah untuk meningkatkan kualitas kinerja, kapabilitas dan penentuan imbalan
terhadap tingkat kinerja.
Manfaat
Menurut Kaswan (2012: 186), terdapat beberapa manfaat manajemen
kinerja, antara lain:
a.
Memperbaiki kinerja untuk mencapai kerja yang efektif dalam suatu
organisasi.
b.
Mengembangkan kompetensi dasar dan kapabilitas individu dan
organisasi.
c.
Memberi kepuasan akan kebutuhan dan harapan dari semua stakeholder
organisasi – pemilik, manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok dan
masyarakat umum.
d.
Menciptakan suasana komunikasi yang efektif antara manajer dan tim
dalam organisasi untuk menetapkan harapan dan berbagi informasi misi ,
nilai dan sasaran.
e.
Memastikan pekerjaan yang dilakukan karyawan bermanfaat bagi target
yang akan dicapai, dengan begitu pengawasan dapat diminimalkan.
f.
Mengenali masalah-masalah yang terjadi dalam organisasi untuk segera
diperbaiki.
g.
Meningkatkan produktivitas.
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat manajemen kinerja
adalah untuk memperbaiki kinerja, mengembangkan potensi dan kapabilitas,
32
memuaskan kebutuhan dan harapan yang terlibat dalam organisasi,
menciptakan komunikasi efektif, meminimalkan pengawasan, mengenali
masalah-masalah dalam organisasi dan meningkatkan produktivitas kerja.
2.5.4. Dimensi Kinerja Karyawan
Menurut Bernadin dan Russel dalam Kaswan (2012: 187), ada enam
kriteria utama yang menjadi dimensi dalam menilai kinerja, antara lain:
a.
Kualitas
Kualitas kinerja dinilai dari proses atau hasil kerja yang mendekati
kesempurnaan. Hal ini dapat ditinjau dari kesesuaian dengan cara kerja
yang ideal dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan mencapai tujuan yang
diharapkan oleh suatu aktivitas.
b.
Kuantitas
Kuantitas merujuk pada jumlah yang dihasilkan dalam kerja. Jumlah
tersebut dapat berupa nilai uang, jumlah unit, atau jumlah perputaran kerja
yang telah diselesaikan.
c.
Ketepatan waktu
Penyelesaian suatu aktivitas / pekerjaan ataupun produksi dengan
baik berdasarkan waktu tersingkat yang dapat dicapai maupun waktu yang
telah ditargetkan.
d.
Kebutuhan untuk supervisi
33
Kemandirian karyawan dalam melaksanakan fungsi kerja dengan
baik tanpa meminta bantuan pengawasan atau intervensi pengawasan
untuk menghindari hasil yang merugikan.
e.
Dampak interpersonal
Kemampuan karyawan dalam meningkatkan harga diri, itikad baik,
dan kerjsama sesama karyawan dan bawahan.
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi kinerja
karyawan yang ada adalah sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja karyawan.
Penilaian tersebut berhubungan dengan kualitas kerja yang dihasilkan,
kuantitas kerja yang baik dan tinggi, ketepatan waktu dalam melakukan
aktivitas (efisiensi), kebutuhan supervisi dalam pelaksaan aktivitas kerja, dan
dampak interpersonal.
2.6. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Karyawan
Menurut Dharma (2012: 281), pelatihan penting dilakukan bagi para manajer
dalam mengoperasikan manajemen kinerja dengan efektif. Karyawan membutuhkan
pelatihan untuk dapat menghasilkan kinerja yang baik. Hal ini membuktikan bahwa
pelatihan yang sesuai dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Selain itu, Dharma (2012: 12) juga mengatakan sasaran dari pelatihan adalah
pada akhirnya setiap individu yang ikut serta dapat mengerti tentang:
a.
Tujuan dan prinsip manajemen kinerja
b.
Rangkaian aktifitas yang akan terjadi
c.
Bagaimana melaksanakan atau ikut serta dalam proses berikut ini:
34
- Menyepakati tugas-tugas kunci
- Menetapkan sasaran
- Menyepakati persyaratan mengenai keahlian, pengetahuan dan kompetensi
- Mengevaluasi kinerja secara berkesinambungan
- Memberikan umpan balik
- Memberikan konseling dan coaching.
- Mempersiapkan rencana kerja dan pengembangan.
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan bagian dari
manajemen kinerja yang bertujuan utnuk meningkatkan dan mencapai sasaran
kinerja yang diharapkan.
Terdapat beberapa jurnal yang menjelaskan hubungan antara pengaruh
pelatihan terhadap kinerja karyawan, diantaranya adalah:
a.
Berdasarkan Rosnelly Roesdi dalam Jurnal Bisnis dan Manajemen Volume 4
No.3, Mei 2008 “Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan dalam Meningkatkan
Kualitas Kinerja SDM pada Kantor Bea Cukai Bandar Lampung Tahun 2008”
adalah penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara pendidikan
dan pelatihan terhadap kualitas kinerja.
b.
Berdasarkan Kunartinah & Fajar Sukoco Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol.
17, No. 1 Maret 2010 “Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan, Pembelajaran
Organisasi Terhadap Kinerja dengan Kompetensi Sebagai Mediasi” adalah
penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara
pelatihan dan kinerja.
35
c.
Berdasarkan Afshan Sultana, Sobia Irum, Kamran Ahmed dan Nasir Mehmood
dalam jurnal internasional Vol 4, No. 6, Oktober 2012 “Impact of Training on
Employee Performance: a Study of Telecommunication sector in Pakistan”
menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara pelatihan dan
kinerja.
d.
Berdasarkan Amir Elnaga dan Amen Imran dalam jurnal internasional Vol.5,
No.4, 2013 “The Effect of Training on Employee Performance” menjelaskan
bahwa pelatihan berdampak positif terhadap kinerja. Pelatihan yang efektif
dianggap menjadi faktor kunci untuk meningkatkan kinerja, karena dapat
meningkatkan tingkat kompetensi karyawan dan perusahaan.
e.
Berdasarkan Dr. Nelson Jagero, Hilary Vincent Komba dan Michael Ndaskoi
Mlingi dalam jurnal internasional Vol. 2, No. 22, November 2012 “Relationship
between on the Job Training and Employee’s Performance in Courier
Companies in Dar es Salaam, Tanzania” menjelaskan bahwa pelatihan memiliki
peran penting dalam peningkatan kinerja karyawan.
36
2.7. Kerangka Berpikir
Penyusunan tugas akhir ini akan dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Kinerja (Y)
Pelatihan (X)
a.
b.
c.
d.
e.
Pelatih
Peserta Pelatihan
Materi Pelatihan
Media Pelatihan
Metode pelatihan
a.
b.
c.
d.
e.
Kualitas
Kuantitas
Ketepatan waktu
Kebutuhan untuk
supervisi
Dampak interpersonal
Sumber: Hasil olahan Penulis
2.8. Hipotesis
H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara program pelatihan SOP terhadap
kinerja karyawan di restoran Rasane Seaafood & Ikan Bakar, Alam Sutera.
H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara program pelatihan SOP terhadap
kinerja karyawan di restoran Rasane Seafood & Ikan Bakar, Alam Sutera.
Download