9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2013: 30), “Human resource management is the process of acquiring, training, appraising, and compensating employees, and of attending to their labor relations, health and safety, and fairness concerns”. Diartikan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan proses memperoleh, melatih, menilai, dan kompensasi karyawan, dan memperhatikan hubungan antar karyawan atau tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan, dan keadilan. Menurut French dalam Sunyoto (2012: 2), “Manajemen sumber daya manusia adalah sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi”. Menurut Flippo dalam Notoatmodjo (2009: 85), Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan, pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat. Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan perencanaan dan pengorganisasian dalam melakukan proses penerimaan (perekrutan), seleksi, pelatihan, pengembangan, penilaian, pemberian kompensasi dan pemeliharaan tenaga kerja atau karyawan untuk mencapai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat. 10 2.2. Pengembangan Karyawan 2.2.1 Pengertian Pengembangan Karyawan Menurut Sunyoto (2012: 145), “Pengembangan atau development adalah sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi di dalam organisasi”. Pengembangan karyawan diadakan untuk meningkatkan atau memaksimalkan kemampuan intelektual atau emosional guna melaksanakan pekerjaan dengan baik dari sebelumnya. Pengembangan karyawan berfokus pada kebutuhan karyawan secara jangka panjang dalam sebuah organisasi. Hasil dari pengembangan bersifat langsung dan dapat dilihat atau diukur dari periode jangka panjang. Tujuan pengembangan ini adalah membantu para karyawan dalam menghadapi setiap perubahan dalam lingkungan kerja atau pekerjaan seperti perkembangan teknologi, desain pekerjaan, pelanggan baru atau pasar produk baru. Menurut Dessler (2013: 289), “Management Development is any attempt to improve current or future management performance by imparting knowledge, changing attitudes, or increasing skills”. Diartikan bahwa manajemen meningkatkan pengembangan pengetahuan, merupakan usaha perubahan perilaku yang dan dilakukan untuk mengembangkan keterampilan baik masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan pengertian pengembangan karyawan merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan keterampilan dan kemampuan intelektual atau emosional, pengetahuan, perubahan perilaku baik pada masa sekarang maupun akan datang. 11 Tabel 2.1 Perbandingan antara pengembangan dan pelatihan Fokus Penggunaan pengalaman kerja Tujuan Partisipasi Pengembangan Pelatihan Masa depan Saat ini Tinggi Rendah Persiapan untuk Persiapan untuk pekerjaan perubahan saat ini Sukarela Wajib Sumber: Manajemen Sumber Daya Manusia (Sunyoto: 2012: 146) 2.2.2. Manfaat Pengembangan Karyawan Menurut Sondang dalam Sunyoto (2012: 146), manfaat program pengembangan karyawan bagi organisasi, antara lain: a. Meningkatkan produktivitas kerja dan tekad karyawan dalam mencapai tujuan serta memperlancar kinerja organisasi sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. b. Menciptakan hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan. c. Mempercepat dan mempermudah dalam proses pengambilan keputusan. d. Menumbuhkan semangat kerja dengan komitmen organisasi yang lebih tinggi bagi seluruh karyawan. e. Mendorong sikap keterbukaan dengan penerapan sistem partisipatif. f. Menciptakan komunikasi efektif dan lancar. g. Menyelesaikan konflik dan menumbuhkan rasa kekeluargaan antar karyawan. 12 Menurut Sondang dalam Sunyoto (2012: 147), manfaat program pengembangan bagi setiap karyawan adalah sebagai berikut: a. Para karyawan akan terbantu dalam membuat suatu keputusan yang lebih baik. b. Meningkatkan kemampuan para karyawan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya. c. Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional. d. Menciptakan suatu dorongan atau semangat bagi para karyawan untuk terus meningkatkan kemampuan kerja. e. Meningkatkan kemampuan dalam mengatasi stress, frustasi, dan konflik yang akan menguatkan rasa percaya diri karyawan. f. Dapat memanfaatkan ketersediaan informasi tentang berbagai program untuk pertumbuhan setiap karyawan secara teknikal dan intelektual. g. Dapat meningkatkan kepuasan kerja. h. Meningkatkan sikap pengakuan atas kemampuan seseorang. i. Meningkatkan tekad mandiri karyawan. j. Dapat mengatasi dan mengurangi ketakutan karyawan dalam menghadapi pekerjaan atau tanggung jawab baru di masa depan. 2.2.3 Tahap-tahap Pengembangan Karyawan Menurut Sondang dalam Sunyoto (2012: 148), terdapat tahap-tahap penyelenggaraan program pengembangan bagi karyawan dalam suatu organisasi, antara lain: a. Menentukan Kebutuhan Pengembangan karyawan 13 Penentuan kebutuhan pengembangan karyawan perlu dianalisis dengan tepat. Hal yang perlu dianalisis adalah permasalahan yang sedang dihadapi saat ini dan tantangan-tantangan yang diprediksi akan terjadi di masa depan. b. Penentuan Sasaran Manfaat menentukan sasaran adalah sebagai tolak ukur akan keberhasilan program pengembangan. Selain itu, dapat berguna dalam menentukan langkah berikutnya misalnya isi program dan metode pengembangan. c. Penetapan Isi Program Dalam menetapkan isi program pengembangan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Keterampilan baru yang belum dimiliki oleh karyawan merupakan salah satu sasaran dalam penetapan isi program pengembangan. Dalam program pengembangan harus jelas diketahui apa yang ingin dicapai. Salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah mengajarkan keterampilan tertentu yang pada umumnya berupa keterampilan baru yang belum dimiliki oleh para karyawan. Keterampilan ini biasanya diperlukan untuk melaksanakan pengembangan tugas karyawan dengan juga baik. dimaksudkan pelaksanaan untuk program mengajarkan pengetahuan baru. Hal ini mungkin diperlukan untuk perubahan sikap dan perilaku dalam pelaksanaan tugas. 14 d. Identifikasi Prinsip-Prinsip Belajar Hasil yang dicapai dalam program pengembangan dijadikan sebagai tolak ukur bagi ketepatan prinsip-prinsip belajar yang diterapkan. e. Pelaksanaan Program Pelaksanaan program pengembangan disesuaikan dengan tujuan organisasi dan kebutuhan karyawan. f. Penilaian Pelaksanaan Program Keberhasilan pelaksanaan program pengembangan dapat dilihat dari terjadinya peningkatan kemampuan karyawan dalam melakukan pekerjaan dan adanya perubahan pada perilaku kerja yang lebih baik. Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan program pengembangan karyawan terdapat tahap-tahap yang harus dilaksanakan. Tahap-tahap tersebut terdiri dari penentuan kebutuhan program pengembangan, penentuan sasaran yang jelas dan isi yang tepat, penerapan prinsip dalam belajar, melaksanakan program sampai pada penilaian hasil program pengembangan itu sendiri. 2.3. Pelatihan Karyawan 2.3.1. Pengertian Pelatihan Menurut Sunyoto (2012: 137), “Pelatihan tenaga kerja adalah setiap usaha untuk memperbaiki performa pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang 15 sedang menjadi tanggung jawabnya atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaan”. Menurut Dessler (2013: 273), “Training is the process of teaching new or current employees the basic skills they need to perform their jobs”. Diartikan pelatihan adalah proses mengajar karyawan baru atau yang saat ini sedang bekerja tentang keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka. Menurut Notoatmodjo (2009: 19), “Pelatihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku bagi karyawan atau pegawai”. Menurut Danim (2008: 43), “Pelatihan adalah teknik belajar yang melibatkan pengamatan individual pada pekerjaan dan penentuan umpan balik untuk memperbaiki kinerja atau mengoreksi kesalahan”. Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu teknik atau proses mengajar dan memperbaiki kinerja karyawan baru dan lama untuk meningkatkan kemampuan dan melakukan pekerjaan lebih baik. 2.3.2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan Menurut Sunarto & Sahedy dalam Sunyoto (2012: 140), tujuan pelatihan adalah sebagai berikut: a. Memperbaiki kinerja Calon utama dalam kegiatan pelatihan adalah karyawan yang bekerja dengan hasil yang tidak memuaskan akibat kurangnya keterampilan sehingga dibutuhkan proses pemberian informasi dan melatih karyawan dalam melakukan pekerjaan. 16 b. Memaksimalkan keahlian para karyawan Kemajuan teknologi menuntut setiap karyawan untuk dapat beradaptasi dalam mengimplementasi teknologi-teknologi yang dapat mendukung kinerja karyawan di suatu organisasi. Dalam memaksimalkan kinerja karyawan dapat dilakukan dengan pelatihan yang membuat pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. c. Mengurangi waktu belajar Dalam proses seleksi karyawan tidak ada hasil akurat yang dapat digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan karyawan. Pelatihan dilakukan untuk mengisi gap antara kinerja karyawan yang diprediksi dengan kinerja aktualnya. d. Memecahkan permasalahan operasional Pelatihan merupakan salah satu cara yang dianggap penting untuk memecahkan berbagai masalah atau dilema yang harus dihadapi manajer. Beberapapa pelatihan yang diberikan oleh perusahaan adalah untuk memecahkan masalah organisasional dan melakukan pekerjaan secara efektif. e. Promosi karyawan Untuk menarik, menahan dan memotivasi karyawan dapat dilakukan dengan program pengembangan karier. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan saing karyawan. Dengan melakukan 17 pelatihan yang berkala dapat mendorong semangat karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. f. Orientasi karyawan terhadap organisasi Persepsi setiap orang akan suatu organisasi tentu berbeda-beda baik positif maupun negatif. Di sinilah peran Sumber Daya Manusia (SDM) memperjelas atau menyatukan cara pandang karyawan terhadap suatu organisasi agar mempunyai cara pandang yang sama. g. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi Dalam pelatihan, selain untuk meningkatkan efektivitas karyawan dalam bekerja, juga bertujuan untuk pengembangan pribadi kayawan. Menurut Notoatmodjo (2009: 74), pelatihan memiliki tujuan utama dalam meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi karyawan dalam melakukan setiap pekerjaan. Pelatihan-pelatihan ini mencakup antara lain: a. Pelaksanaan program-program baru. b. Penggunaan alat-alat baru. c. Pelatihan bagi para karyawan dalam melakukan tugas atau pekerjaan baru. d. Pengenalan proses atau prosedur kerja yang baru. e. Pelatihan bagi karyawan baru. Dalam hal ini, pelatihan mempunyai tujuan dalam meningkatkan kemampuan psikomotor karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Namun, perlu diketahui bahwa pelatihan sikap karyawan juga merupakan hal yang 18 penting karena setiap organisasi mempunyai budaya kerja yang berbeda. Dengan hal ini, para karyawan akan mengetahui sikap yang diharapkan oleh organisasi yang bersangkutan. Menurut Sunarto & Sahedhy dalam Sunyoto (2012: 140), beberapa manfaat pelatihan karyawan, antara lain: a. Meningkatkan produktivitas dalam kuantitas dan kualitas. b. Meminimalkan waktu belajar karyawan. c. Mewujudkan sikap loyalitas dan kerjasama yang lebih baik. d. Melengkapi kebutuhan akan rencana sumber daya manusia. e. Mengurangi tingkat dan pengeluaran kecelakaan kerja. f. Meningkatkan pengembangan pribadi karyawan. Dari teori-teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan menciptakan efisiensi serta efektivitas dalam melakukan pekerjaan. Sedangkan manfaat pelatihan adalah meningkatkan produktivitas, meminimalkan waktu belajar karyawan, menciptakan loyalitas dan kerja sama karyawan, melengkapi kebutuhan rencana sumber daya manusia, mengurangi pengeluaran dan kecelakaan kerja serta mengembangkan pribadi karyawan. 2.3.3 Tahap-tahap Pelatihan Menurut Cardoso dalam Sunyoto (2012: 141), penyelenggaraan pelatihan karyawan terdiri dari tiga tahap, antara lain: 19 a. Penentuan Kebutuhan Pelatihan Penentuan kebutuhan pelatihan bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang saling berkaitan tentang perlu atau tidaknya pelaksanaan dalam suatu organisasi. Terdapat 3 (tiga) tahap dalam penentuan kebutuhan pelatihan, yaitu: - General treatment need, yaitu pelatihan umum untuk seluruh karyawan tanpa memperhatikan tingkat manajemen. Seperti evakuasi bencana alam atau kebakaran. - Observable performance discrepancies, yaitu pelatihan dilakukan berdasarkan pengamatan pada permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi atau penilaian kinerja. Hal ini dilakukan dengan penilaian karyawan itu sendiri terhadap kinerjanya masingmasing. - Future human resources needs, yaitu pelatihan yang dimaksudkan untuk kebutuhan keperluan sumber daya manusia di masa yang akan datang. b. Desain program pelatihan Setelah mengetahui tujuan yang ingin dicapai, perusahaan perlu melakukan perancangan program pelatihan yang tepat untuk dilaksanakan. Tindakan pelatihan dapat diketahui dengan melakukan proses identifikasi tentang apa yang dibutuhkan. Pelatihan ini bertujuan agar karyawan mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan. 20 c. Evaluasi program pelatihan Tujuan evaluasi program pelatihan adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif di dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Dessler (2013: 273), terdapat lima langkah dalam proses pelatihan antara lain: a. Menganalisis kebutuhan pelatihan. b. Merancang keseluruhan program pelatihan. c. Mengembangkan, menyusun dan membuat materi pelatihan. d. Mengimplementasikan atau menerapkan program pelatihan. e. Menilai atau mengevaluasi efektivitas materi. Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap dalam melakukan program pelatihan merupakan tindakan yang sangat penting untuk dapat mencapai tujuan organisasi yang jelas dan tepat. Tahap-tahap tersebut meliputi penentuan kebutuan pelatihan yang berhubungan dengan general treatment need, observable performance discrepancies dan future human resources needs, merancang program pelatihan, membuat materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan, melaksanakan program pelatihan serta menilai materi pelatihan yang diberikan. 2.3.4. Metode Pelatihan Menurut Bernadian dan Rusell dalam Sunyoto (2012: 142), metode pelatihan terdiri dari dua kategori, yaitu: 21 a. Informational Methods Informational methods adalah metode pelatihan yang dilakukan dengan menyampaikan informasi dari pelatih kepada peserta pelatihan yang bersifat langsung atau berorientasikan guru. Cara atau teknik yang digunakan dalam metode ini seperti kuliah, presentsasi audiovisual, dan self directed learning. b. Experiental Methods Experiental methods adalah metode mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan-kemampuan dengan komunikasi yang fleksibel, dinamis baik dengan instruktur, sesama peserta maupun memanfaatkan langsung fasilitas yang tersedia baik. Pelatihan ini merupakan metode yang bersifat fasilitatif dan berorientasi peserta. Hal ini dapat dilakukan dengan cara diskusi kelompok, studi kasus dan sebagainya. Para peserta yang turut dalam pelatihan ini dengan menuangkan pemikiran dan pengetahuannya akan berpengaruh pada perilaku masing-masing. Table 2.2 Kaitan tujuan pelatihan dengan metode pelatihan Tujuan Pelatihan Metode Pelatihan yang sesuai Orientasi kerja Kuliah, film-film, surat selebaran Keterampilan pekerjaan Demonstrasi Keterampilan-keterampilan manusia Diskusi kelompok dan permainan peran Keterampilan manajemen Diskusi kelompok dan studi-studi kasus Pendidikan Kuliah,kerja, buku-buku, studi di rumah Sumber: Manajemen Sumber Daya Manusia (Sunyoto 2012: 143) 22 Menurut Dessler (2013: 279), terdapat beberapa metode dalam penyampaian pelatihan, antara lain sebagai berikut: a. On-the-Job Training On the Job Training merupakan metode yang digunakan dimana seseorang dilatih untuk memperlajari pekerjaan atau tugas-tugas dalam suatu organisasi dengan terjun langsung melakukannya. b. Magang Magang merupakan suatu metode pelatihan yang terstruktur dengan proses kombinasi antara pelajaran yang di dapat sekolah dan praktek langsung di lingkungan kerja. c. Belajar secara Informal Belajar secara Informal merupakan suatu teknik pembelajaran yang tanpa disusun atau tidak terstruktur tetapi melalui diskusi langsung dengan rekan kerja dengan memanfaatkan perangkat atau peralatan yang seadanya. d. Job Instruction Training Job Instruction Training merupakan suatu teknik pelatihan dengan megurutkan setiap tugas pekerjaan dan poin-poin penting untuk memberikan langkah-langkah pelatihan bagi karyawan. e. Pengajaran 23 Pengajaran merupakan metode atau cara yang digunakan dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan berupa informasi yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan. f. Pelajaran yang Terprogram Pelajaran yang terprogram merupakan suatu teknik atau metode pelatihan terstruktur secara sistematis untuk memberikan ajaran tentang keterampilan pekerjaan dengan memberikan pertanyaan atau fakta dan mengizinkan peserta dalam menanggapi pertanyaan tersebut kemudian memberikan jawaban akurat. g. Pelatihan dengan Peralatan Audiovisual Pelatihan dengan peralatan audiovisual merupakan metode pelatihan dengan menggunakan audiovisual seperti power point, pemutaran film atau video, dan lain-lain dengan tujuan untuk memberikan pemahaman tentang pekerjaan. h. Pelatihan dengan Simulasi Pelatihan dengan simulasi merupakan metode pelatihan dimana karyawan dilatih dengan menggunakan peralatan khusus dan dilakukan diluar pekerjaan. i. Pelatihan berbasis komputer Pelatihan berbasis computer atau Computer-Based Training (CBT) merupakan metode pelatihan dengan menggunakan sistem berbasis 24 computer dengan tujuan agar karyawan atau peserta pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. j. Pelatihan Berbasis Internet Pelatihan Berbasis Internet merupakan metode pelatihan dengan memberikan pengajaran berupa materi pelatihan secara online dan para karyawan atau peserta pelatihan dapat mengaksesnya. Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pelatihan terdiri dari beberapa metode dimana masing-masing memiliki ciri khas dalam penyampaian materi pelatihan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau organisasi dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan. Metode pelatihan adalah salah satu pendukung jalannya pelatihan. 2.3.5. Dimensi Pelatihan Menurut Danim (2008: 69), terdapat beberapa dimensi dalam proses pelatihan, antara lain adalah: a. Pelatih Menurut danim (2008: 69), pelatih adalah salah satu sumber daya utama yang dapat menentukan kesukseskan program pelatihan. Menurut Bangun (2012: 205), Pelatih dituntut untuk dapat menguasai materi pelatihan secara maksimal sehingga peserta pelatihan dapat memperoleh pengetahuan atas materi yang diberikan. Seorang pelatih harus memiliki berbagai pengetahuan sehingga dapat melakukan tugasnya dengan berhasil 25 dan mampu melatih banyak orang dengan latar belakang berbeda dalam sebuah organisasi. Menurut Hasibuan (2011: 74), syarat-syarat yang harus dimiliki oleh pelatih antara lain: Teaching skills Seorang pelatih harus memiliki kemampuan dalam mengajar atau memberikan pengetahuannya kepada peserta pelatihan. Hal ini bertujuan agar peserta dapat bekerja secara mandiri. Communication skills Pelatih harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Suara yang jelas, tulisan yang baik dan penggunaan kata-kata yang mudah dipahami oleh peserta pelatihan. Personality authority Pelatih harus memiliki wibawa terhadap peserta pelatihan. Perilaku yang baik, sifat dan kepribadian yang menyenangkan, kemampuan dan kecakapan yang diakui. Social skills Pelatih harus mahir dalam bidang sosial supaya tercipta kepercayaan dan kesetiaan dari para peserta pelatihan. Sikap turut senang dengan kemajuan peserta pelatihan dan dapat menghargai pendapat orang lain. 26 Technical competent Pelatih harus memiliki kemampuan teknis, kecakapan teoritis, dan pandai dalam mengambil keputusan. Stabilitas emosi. Pelatih harus dapat menjaga emosinya, tidak berprasangka buruk terhadap peserta pelatihan, terbuka, tidak pendendam dan dapat memberikan nilai yang objektif. b. Peserta pelatihan Menurut Bangun (2012: 205), para peserta pelatihan dituntut untuk siap dalam mengikuti pelatihan. Apabila peserta pelatihan siap berarti mereka memiliki keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan, terdapat motivasi dan efektivitas diri. Syarat peserta dalam mengikuti pelatihan adalah mereka harus memiliki kemampuan mental dan fisik. Pelaksanaan pelatihan akan efektif apabila para peserta pelatihan memiliki keinginan yang tinggi untuk sukses dalam melakukan pekerjaannya. c. Materi pelatihan Menurut Bangun (2012: 205), Materi pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan persyaratan pekerjaan. Materi pelatihan dibuat semidikian rupa agar dapat disampaikan oleh pelatih sehingga mudah dipahami oleh peserta pelatihan. 27 d. Media pelatihan Menurut Hasibuan (2011: 85), media pelatihan harus dapat mendukung jalannya suatu kegiatan pelatihan. Media pelatihan dapat berupa seperti buku-buku, alat-alat dan mesin-mesin. hal tersebut bermanfaat agar tujuan pelatihan dapat tercapai. e. Metode pelatihan Menurut Bangun (2012: 205), pemilihan metode pelatihan harus tepat agar dapat mempermudah penyampaian materi pelatihan. Menurut Setiawan (2012: 119) Metode pelatihan yang diterapkan harus sesuai dengan jenis materi pelatihan dan kemampuan peserta pelatihan. 2.4. Standar Operasional Prosedur (SOP) 2.4.1. Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP) Menurut Puspitasari, Rosmawati & Melfrina (2012: 30), “Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi”. Menurut Griffin (2011: 190), “Standard Operating Procedure is a standard plan that outlines the steps to be followed in particular circumstances”. Diartikan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu standar perencanaan yang menguraikan langkah-langkah yang harus dilaksanakan pada keadaan tertentu. Dari teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu standar acuan atau pedoman yang berisi 28 langkah-langkah kerja untuk mendorong suatu kelompok dalam melakukan pekerjaan dan mencapai tujuan organisasi. 2.4.2. Tujuan dan Manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP) Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP) Menurut Puspitasari, Rosmawati & Yusniar (2012: 31), terdapat beberapa tujuan dibuatnya SOP antara lain: a. Mempertahankan konsistensi kerja karyawan. b. Mengetahui peran dan fungi kerja di setiap bagian. c. Memperjelas langkah-langkah tugas, wewenang dan tanggung jawab. d. Menghindari kesalahan administrasi. e. Menghindari kesalahan/kegagalan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi. Dari teori di atas, dapat disimpulkan tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah untuk mepertahankan konsistensi kerja karena pengetahuan akan tugas dan peranan yang jelas dari masing-masing karyawan sehingga dapat terhidar dari kesalahan yang mengurangi efisiensi kerja suatu organisasi. Manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP) Menurut Puspitasari, Rosmawati & Yusniar (2012: 32), beberapa manfaat penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) antara lain: a. Dapat menjadi pedoman dalam melaksanakan tugas, menyelesaikan pekerjaan secara konsisten, sebagai alat komunikasi dan pengawasan. b. Meningkatkan rasa percaya diri karyawan dalam melakukan pekerjaan dan mengetahui jelas dengan pekerjaan yang harus dilakukan. 29 c. Dapat digunakan sebagai salah satu alat pelatihan dan tolak ukur kinerja karyawan. Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat Standar Operasinal Prosedur (SOP) adalah sebagai landasan atau pedoman dalam melakukan tugas, alat ukur kinerja dan juga dapat memberikan rasa percaya diri karyawan dalam melakukan setiap langkah kerja. 2.5. Manajemen Kinerja Karyawan 2.5.1. Pengertian Kinerja Menurut Wibowo (2012: 81), “Kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja”. Menurut Gilbert dalam Notoatmodjo (2009: 124), “Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Sedangkan menurut Asad dalam Notoatmodjo (2009: 124), “Kinerja merupakan kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang dibebankannya. Dari teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dilakukan seseorang sesuai dengan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. 2.5.2. Pengertian Manajemen Kinerja Menurut Dessler (2011: 322), “Manajemen kinerja adalah proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian dan pengembangan kinerja ke 30 dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan”. Menurut Wibowo (2012: 9), “Manajemen Kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi”. Dari beberapa teori di atas, dapat simpulkan bahwa, manajemen kinerja merupakan proses dalam menyatukan tujuan dalam mengelola sumber daya kinerja dengan melakukan kegiatan komunikasi yang berkelanjutan dan pendekatan strategis dalam mencapai tujuan organisasi. 2.5.3. Tujuan dan Manfaat Manajemen Kinerja Tujuan Menurut Kaswan (2012: 195), ada beberapa tujuan manajemen kinerja, antara lain: a. Menciptakan peningkatan hasil kerja. b. Meningkatkan kapabilitas organisasi dan individu dengan memahami peran, kompetensi dan menyampaikan umpan balik yang terstruktur dan melaksanakan pembinaan (coaching) dan mentoring. c. Menetapkan konsekuensi terhadap tingkat kinerja dalam membuat keputusan dalam memberikan imbalan (reward). 31 Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen kinerja adalah untuk meningkatkan kualitas kinerja, kapabilitas dan penentuan imbalan terhadap tingkat kinerja. Manfaat Menurut Kaswan (2012: 186), terdapat beberapa manfaat manajemen kinerja, antara lain: a. Memperbaiki kinerja untuk mencapai kerja yang efektif dalam suatu organisasi. b. Mengembangkan kompetensi dasar dan kapabilitas individu dan organisasi. c. Memberi kepuasan akan kebutuhan dan harapan dari semua stakeholder organisasi – pemilik, manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok dan masyarakat umum. d. Menciptakan suasana komunikasi yang efektif antara manajer dan tim dalam organisasi untuk menetapkan harapan dan berbagi informasi misi , nilai dan sasaran. e. Memastikan pekerjaan yang dilakukan karyawan bermanfaat bagi target yang akan dicapai, dengan begitu pengawasan dapat diminimalkan. f. Mengenali masalah-masalah yang terjadi dalam organisasi untuk segera diperbaiki. g. Meningkatkan produktivitas. Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat manajemen kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja, mengembangkan potensi dan kapabilitas, 32 memuaskan kebutuhan dan harapan yang terlibat dalam organisasi, menciptakan komunikasi efektif, meminimalkan pengawasan, mengenali masalah-masalah dalam organisasi dan meningkatkan produktivitas kerja. 2.5.4. Dimensi Kinerja Karyawan Menurut Bernadin dan Russel dalam Kaswan (2012: 187), ada enam kriteria utama yang menjadi dimensi dalam menilai kinerja, antara lain: a. Kualitas Kualitas kinerja dinilai dari proses atau hasil kerja yang mendekati kesempurnaan. Hal ini dapat ditinjau dari kesesuaian dengan cara kerja yang ideal dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan mencapai tujuan yang diharapkan oleh suatu aktivitas. b. Kuantitas Kuantitas merujuk pada jumlah yang dihasilkan dalam kerja. Jumlah tersebut dapat berupa nilai uang, jumlah unit, atau jumlah perputaran kerja yang telah diselesaikan. c. Ketepatan waktu Penyelesaian suatu aktivitas / pekerjaan ataupun produksi dengan baik berdasarkan waktu tersingkat yang dapat dicapai maupun waktu yang telah ditargetkan. d. Kebutuhan untuk supervisi 33 Kemandirian karyawan dalam melaksanakan fungsi kerja dengan baik tanpa meminta bantuan pengawasan atau intervensi pengawasan untuk menghindari hasil yang merugikan. e. Dampak interpersonal Kemampuan karyawan dalam meningkatkan harga diri, itikad baik, dan kerjsama sesama karyawan dan bawahan. Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi kinerja karyawan yang ada adalah sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja karyawan. Penilaian tersebut berhubungan dengan kualitas kerja yang dihasilkan, kuantitas kerja yang baik dan tinggi, ketepatan waktu dalam melakukan aktivitas (efisiensi), kebutuhan supervisi dalam pelaksaan aktivitas kerja, dan dampak interpersonal. 2.6. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Karyawan Menurut Dharma (2012: 281), pelatihan penting dilakukan bagi para manajer dalam mengoperasikan manajemen kinerja dengan efektif. Karyawan membutuhkan pelatihan untuk dapat menghasilkan kinerja yang baik. Hal ini membuktikan bahwa pelatihan yang sesuai dapat meningkatkan kinerja karyawan. Selain itu, Dharma (2012: 12) juga mengatakan sasaran dari pelatihan adalah pada akhirnya setiap individu yang ikut serta dapat mengerti tentang: a. Tujuan dan prinsip manajemen kinerja b. Rangkaian aktifitas yang akan terjadi c. Bagaimana melaksanakan atau ikut serta dalam proses berikut ini: 34 - Menyepakati tugas-tugas kunci - Menetapkan sasaran - Menyepakati persyaratan mengenai keahlian, pengetahuan dan kompetensi - Mengevaluasi kinerja secara berkesinambungan - Memberikan umpan balik - Memberikan konseling dan coaching. - Mempersiapkan rencana kerja dan pengembangan. Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan bagian dari manajemen kinerja yang bertujuan utnuk meningkatkan dan mencapai sasaran kinerja yang diharapkan. Terdapat beberapa jurnal yang menjelaskan hubungan antara pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan, diantaranya adalah: a. Berdasarkan Rosnelly Roesdi dalam Jurnal Bisnis dan Manajemen Volume 4 No.3, Mei 2008 “Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan dalam Meningkatkan Kualitas Kinerja SDM pada Kantor Bea Cukai Bandar Lampung Tahun 2008” adalah penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara pendidikan dan pelatihan terhadap kualitas kinerja. b. Berdasarkan Kunartinah & Fajar Sukoco Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 17, No. 1 Maret 2010 “Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan, Pembelajaran Organisasi Terhadap Kinerja dengan Kompetensi Sebagai Mediasi” adalah penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara pelatihan dan kinerja. 35 c. Berdasarkan Afshan Sultana, Sobia Irum, Kamran Ahmed dan Nasir Mehmood dalam jurnal internasional Vol 4, No. 6, Oktober 2012 “Impact of Training on Employee Performance: a Study of Telecommunication sector in Pakistan” menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara pelatihan dan kinerja. d. Berdasarkan Amir Elnaga dan Amen Imran dalam jurnal internasional Vol.5, No.4, 2013 “The Effect of Training on Employee Performance” menjelaskan bahwa pelatihan berdampak positif terhadap kinerja. Pelatihan yang efektif dianggap menjadi faktor kunci untuk meningkatkan kinerja, karena dapat meningkatkan tingkat kompetensi karyawan dan perusahaan. e. Berdasarkan Dr. Nelson Jagero, Hilary Vincent Komba dan Michael Ndaskoi Mlingi dalam jurnal internasional Vol. 2, No. 22, November 2012 “Relationship between on the Job Training and Employee’s Performance in Courier Companies in Dar es Salaam, Tanzania” menjelaskan bahwa pelatihan memiliki peran penting dalam peningkatan kinerja karyawan. 36 2.7. Kerangka Berpikir Penyusunan tugas akhir ini akan dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Kinerja (Y) Pelatihan (X) a. b. c. d. e. Pelatih Peserta Pelatihan Materi Pelatihan Media Pelatihan Metode pelatihan a. b. c. d. e. Kualitas Kuantitas Ketepatan waktu Kebutuhan untuk supervisi Dampak interpersonal Sumber: Hasil olahan Penulis 2.8. Hipotesis H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara program pelatihan SOP terhadap kinerja karyawan di restoran Rasane Seaafood & Ikan Bakar, Alam Sutera. H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara program pelatihan SOP terhadap kinerja karyawan di restoran Rasane Seafood & Ikan Bakar, Alam Sutera.