2.1.5 Pengertian Kepuasan Kerja

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
1.1 Kajian Pustaka
1.1.1
Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola; menata;
megurus; mengatur dan melaksanakan serta mengendalikan. Menurut Appley dan
Oey Liang Lee (2010:16) manajemen adalah seni dan ilmu, dalam manajemen
terdapat strategi memanfaatkan tenaga dan pikiran orang lain untuk melaksanakan
suatu aktifitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Dalam manajamen terdapat teknik-teknik yang kaya dengan nilai-nilai
estetika
kepempinan
dalam
mengarahkan,
mempengaruhi,
mengawasi,
mengorganisasikan semua komponen yang saling menunjang untuk tercapainya
tujuan yang dimaksudkan.
Sedangkan menurut Terry (2010:16) menjelaskan bahwa manajemen
merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian untuk mementukan serta mencapai
tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan melalui pemanfaatan
sumber daya dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan tertentu (Athoillah, 2010)
1.1.1.1 Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada
didalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Berikut ini adalah empat fungsi dari
manajemen antara lain:
1. Perencanaan (Planning)
Memikirkan apa yang akan dikerjakandengan sumber yang dimiliki. Manajer
mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan
kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk
memenuhi tujuan perusahaan.Menurut (Bateman, 2008): Perencanaan (Planning)
adalah membuat rincian tujuan-tujuan yang akan dicapai dan tindakan-tindakan tepat
yang diperlukan untuk mencapai tujuan akan diputuskan di awal. Dan terdapat
aktivitas dalam perencanaan yang meliputi: menganalisis situasi-situasi saat ini yang
sedang terjadi, mengantisipasi masa depan, menentukan sasaran-sasaran yang akan
dicapai, menentukan jenis aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan perusahaan, dan
menentukan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.
Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang
telahdibagi-bagi tersebut.Menurut (Bateman, 2008): Pengorganisasian (Organizing)
adalah mengumpulkan dan mengoordinasikan manusia/karyawan, keuangan, hal-hal
fisik , dan sumber daya lainnya yang diperlukan utuk penunjang dalam mencapai
tujuan organisasi. Terdapat beberapa aktivitas pengorganisasian, yaitu: menarik
orang-orang ke dalam perusahaan, menentukan tanggung jawab pekerja,
mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan, meyusun dan mengalokasiakan sumbersumber daya yang dibutuhkan, serta menciptakan kondisi-kondisi yang nyaman dan
beberapa hal-hal lainnya dalam bekerja sama untuk mencapai kesuksesan yang
optimal
3. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian (Controlling adalah fungsi manajemen yang mencakup memantau
kinerja aktual, membandingkan actual dengan standar, dan membuat koreksinya, jika
perlu.Menurut(Bateman, 2008): Pengendalian (Controlling) adalah memantau
kinerja dan mengimplementasikan beberapa perubahan-perubahan yang diperlukan.
Kegiatan pemantauan adalah sebuah aspek penting dalam pengendalian.
4. Kepemimpinan (Leading)
Suatu kegiatan untuk mengambil keputusan, mengadakan komunikasi agar ada saling
pengertian antara manajer dan bawahan dan memberi semangat, inspirasi dan
dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak.Menurut (Bateman, 2008):
Kepemimpinan (Leading) adalah memotivasi orang-orang dalam organisasi agar
berkinerja tinggi. Kepemimpinan meliputi motivasi dan berkomukasi dengan para
pekerja/karywaan, komuniksi dan motivasi yang diberikan baik secara perorang
maupun kelompok.
Keempat fungsi di atas merupakan langkah-langkah dalam menjalankan
perusahaan.Karena keempat fungsi tersebut yang terdiri dari Perencanaan dan
Pengambilan Keputusan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Kepemimpinan
(Leading), dan Pengendalian (Controlling) memiliki fungsi masing-masing yang
bermanfaat bagi sebuah manajemen sehingga keempat fungsi tersebut tidak dapat
dipisahkan atau dihilangkan salah satunya.
2.1.1.2 Jenjang Manajemen
Ada tiga jenjang manajemen yang kita kenal saat ini, antara lain :
1. Manajemen
Puncak
(TopManagement)
adalah
jenjang
tertinggi.Adapun yang termasukdalam tingkatan ini adalah anggotaanggota dewan direksi dan presiden perusahaan.
2. Manajemen Menengah( Middle Management ) biasanya terdiri dari
para pemimpin pabrik atau kepala divisi.
3. Manajemen
Pelaksana(
Supervisory
Management
)
adalah
manajemen tingkat paling bawah yang bertugas menjalankan rencanarencana dan keputusan yang telah ditentukan manajemen menengah.
Adapun yang termasuk dalam tingkatan ini adalah kepala mandor dan
mandor.
2.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Meningkatnya peranan manajemen dalam suatu perusahaan mengakibatkan
bertambahnya perhatian terhadap pentingnya faktor sumber daya manusia didalam
suatu perusahaan. Perhatian perusahaan semula hanya ditekankan pada mekanisme
dan modal, kini telah mengalami perubahan. Perusahaan kini memberikan perhatian
yang lebih besar terhadap masalah yang berhubungan dengan faktor sumber daya
manusia.
Manusia adalah sumber daya yang paling penting keberadaanya dalam
perusahaan, karena ditangan manusialah segala aktivitas yang berhubungan dengan
laju perusahaan diambil. Oleh sebab itu, sumber daya manusia merupakan selalu
dibutuhkan oleh setiap perusahaan.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2010:10) manajemen sumber daya manusia
adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Menurut Gary Dessler (2010:4) manajemen sumber daya manusia sebagai
kebijakan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan karyawan atau aspek-aspek yang
terdapat dalam sumber daya manusia seperti posisi manajemen, pengadaan karyawan
atau rekruitmen, penyaringan, pelatihan, kompensasi, dan penilaian prestasi kerja
karyawan.
Sedangkan menurut Sadili Samsudin (2010:22) manajamen sumber daya
manusia merupakan suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan,
pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu
anggota organisasi atau perusahaan bisnis.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber
daya manusia merupakan ilmu dan seni yang didalamnya terkandung fungsi-fungsi
manajerial dan operasional yang ditunjukkan agar sumber daya manusia dapat
dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan.
2.1.2.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Adapun fungsi – fungsi manajemen sumber daya manusia menurut M. Fuad
adalah sebagai berikut :

Perencanaan Sumber Daya Manusia
Peramalan secara sistematik terhadap permintaan(demand) dan penawaran
(supply) tenaga kerja organisasi di waktu yang akan datang.

Rekrutmen
Proses pencarian dan penarikan calon tenaga kerja yang mampu.

Seleksi
Serangkaian kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar
diterima atau tidak.

Orientasi
Memperkenalkan karyawan baru pada peranan atau kedudukan mereka dalam
organisasi pada karyawan lain.

Latihan dan Pengembangan
Latihan bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan
teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Sedangkan pengembangan
bertujuan nuntuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan,
sikap dan kepribadian.

Pemeliharaan
Fungsi personalia yang berkaitan dengan pemberian kompensasi, hubungan
pemburuhan, pelayanan karyawan dan program kesehatan serta keamanan kerja.

Pemberhentian
Pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja bisa terjadi karena karyawan
mengundurkan diri, pensiun, tidak mampu, dipecat atau dikeluarkan.
2.1.3 Kondisi Kerja
Pada umumnya karyawan akan merasakan kepuasan dalam bekerja apabila
didukung oleh kondisi kerja atau lingkungan kerja yang baik, sehingga kinerja dan
output perusahaan dapat meningkat. Sebaliknya apabila kondisi kerja atau
lingkungan tempat kerja buruk maka kepuasan karyawan akan menurun, sehingga
secara tidak langsung faktor kondisi kerja tersebut akan memengaruhi kinerja
karyawan itu sendiri dan outputnya terhadap perusahaan.
Menurut Schultz dan Schultz (2010:405) kondisi kerja adalah semua aspek
fisik kerja, psikologis kerja, dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja dan produktivitas kerja.
Menurut Sedarmayanti (2011:26) mendefinisikan bahwa semua keadaan yang
terdapat disekitar tempat kerja yang akan mempengaruhi karyawan baik secara
langsung atau tidak langsung terhadap pekerjaannya.
Sedangkan menurut Newstrom (2008:469) work condition relates to the
scheduling of work-the length of work days and the time of day (or night) during
which people work bahwasanya kondisi kerja berhubungan dengan penjadwalan dari
pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari atau malam selama
orang-orang bekerja.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kondisi kerja
merupakan segala sesuatu yang mencakup semua aspek fisik kerja, psikologis kerja,
peraturan kerja yang dapat meningkatkan semangat dan kinerja karyawan.
2.1.3.1 Jenis-Jenis Kondisi Lingkungan Kerja
Jenis-jenis Kondisi Lingkungan Kerja di sini dapat berupa lingkungan fisik
(contoh: suhu udara, ruang gerak, keamanan kerja, penerangan) dan nonfisik (contoh:
berupa kondisi psikologis pekerja, keletihan kerja, bosan kerja). Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Sedarmayanti, (2012: 21) bahwa kondisi lingkungan kerja secara
garis besar dibagi menjadi dua, yaitu: a. Kondisi Lingkungan Kerja Fisik ialah semua
keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat
memengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung
(Sedarmayanti, 2012: 21). Lingkungan kerja fisik ini dibagi menjadi dua, antara lain:
1) Lingkungan yang berhubungan secara langsung dengan karyawan. Misalnya:
meja, kursi. 2) Lingkungan perantara yang dapat memengaruhi kondisi karyawan.
Misalnya: sirkulasi udara, bau tidak sedap. b. Kondisi Lingkungan Kerja Non-Fisik
Lingkungan kerja non-fisik merupakan seluruh kondisi yang terjadi dan berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan
sesama rekan kerja, atau hubungan dengan bawahan.
2.1.4 Pengertian Stress Kerja
Stress mempunyai arti yang berbeda-beda bagi masing-masing individu.
Stress yang dialami oleh karyawan akibat lingkungan yang dihadapinya akan
mempengaruhi kinerjanya.
Menurut Ivancevich dan Matteson, seperti dikutip oleh Luthans (2011),
mengatakan bahwa stress kerja didefinisikan sebagai sebuah respon adaptif
(tanggapan penyesuaian) dimediasi oleh perbedaan individu dan proses psikologi,
sebagai akibat dari aksi lingkungan, situasi atau peristiwa yang menyebabkan
tuntutan fisik dan psikologi secara berlebihan terhadap seseorang.
Menurut Leung et al (2007) stress kerja adalah perasaan tertekan yang
dialami oleh karyawan berkaitan dengan pekerjaannya disaat melakukan interaksi
dengan orang lain di lingkungan tempat bekerja.
Sedangkan Beehr dan Newman seperti dikutip oleh Luthans (2011) stress
kerja merupakan sebuah kondisi yang terjadi sebagai hasil interaksi antara karyawan
dengan pekerjaan mereka dan ditandai oleh perubahan yang memaksa untuk
menyimpang dari fungsi normal mereka.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan stress kerja merupakan
sebuah respon adaptif seseorang terhadap tuntutan fisik dan psikologi yang
dialaminya, disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan tempat bekerja.
2.1.4.1 Penyebab Stres Kerja
Penyebab dari terjadinya stress menurut Luthans dalam Khaerul Umam
(2010:211) terdiri dari 4 hal utama, yaitu :
1. Extra organizational stressors, yang terdiri atas perubahan sosial, teknologi,
keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keungan, rasa dan kelas, serta
keadaan komunitas dan tempat tinggal.
2. Organizational stressors, yang terdiri atas kebijakan organisasi, struktur
organisasi, keadaaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam
organisasi.
3. Group stressors, yang terdiri atas kurangnya kebersamaan dalam grup,
kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik antar individu, interpersonal
dan intergroup.
4. Individual stressors, yang terdiri atas terjadinya konflik dan ketidakjelasan
peran serta disposisi individu, seperti pola kepribadian tipe A, control
personal, self efficacy dan daya tahan psikologis.
2.1.4.2 Konsekuensi Stres Kerja
Stres dapat muncul dengan beberapa gejala. Diantaranya dapat dilihat dari
sakit yang diderita oleh karyawan, misalnya: tekanan darah tinggi, lambung, maag,
stroke. Atau dari perilaku karyawan, kesulitan mengambil; keputusan, hilangnya
selera makan, tidak harmonis dalam berteman, merosotnya efisiensi dan
produktivitas, konsumsi alkohol berlebihan dan sebagainya. kondisi tersebut
menandakan bahwa karyawan tersebut sedang mengalami stres. Terdapat 3 gejala
umum yang dialami seseorang yang sedang mengalami stress kerja, yaitu :
1. Gejala Psikologis
Berikut ini adalah gejala psikologis yang utama dari stress kerja :
-
Kecemasan, ketegangan, bingung, dan mudah tersinggung
-
Perasaan frustasi, marah, dan dendam
-
Sensitive dan hiperaktif
-
Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
-
Komunikasi yang tidak efektif
-
Perasaan terkucil dan terasing
-
Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
-
Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan
konsentrasi
-
Kehilangan spontanitas dan kreativitas
-
Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala Fisiologis
Berikut ini adalah gejala fisiologis yang utama dari stress kerja :
-
Meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah
-
Mengalami gangguan lambung
-
Kelelahan secara fisik
-
Sakit kepala dan gangguan tidur
3. Gejala Perilaku
Berikut ini adalah gejala perilaku yang utama dari stress kerja :
-
Menunda, menghindari pekerjaan
-
Menurunnya prestasi dan produktivitas
-
Meningkatnya penggunaan obat-obatan
-
Periaku makan yang tidak normal
2.1.4.3 Strategi Manajemen Stres Kerja
Stress dalam sebuah pekerjaan dapat dicegah dan dapat dihadapi tanpa
memberikan dampak yang negatif. Manajemen stress lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni juga belajar menanggulangi secara adaptif dan efektif.
Pemahaman terhadap prinsip-prinsip dasar yang baik menjadi bagian yang
penting agar seseorang mampu mengkondisikan masalah yang muncul, terutama
yang berkaitan dengan penyebab stress dalam hubungannya dengan tempat kerja.
Suprianto dalam Khaerul Umam (2010:217) mengatakan bahwa dari sudut
pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya
mengalami stress ringan. Alasannya adalah pada tingkat stress tertentu akan
memberikan dampak positif karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan
tugas yang lebih baik. Akan tetapi, tingkat stress yang tinggi atau stress yang ringan
yang berkepanjangan dapat menurunkan kinerja karyawan.
2.1.5 Pengertian Kepuasan Kerja
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang kepuasan
kerja diantaranya menurut Robbins dan Judge (2011:114), kepuasan kerja sebagai
perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya.
Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan
dan kebijakan organisasional, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja
kurang ideal, dan semacamnya.
Pengertian kepuasan kerja menurut Sutrisno (2010:74) adalah suatu sikap
kayawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar
karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor
fisik dan psikologis.
Sedangkan menurut Colquitt, LePine, Wesson (2011:105) kepuasan kerja
adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan
seseorang atau pengalaman kerja.
Pendapat lain mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah respon afektif
atau emosional terhadap berbagai aspek dari pekerjaan seseorang Kreitner dan
Kinicki (2010:170). Definisi ini menyatakan secara tidak langsung bahwa kepuasan
kerja bukanlah merupakan konsep tunggal. Melainkan, orang dapat secara relatif
puas dengan satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan satu aspek atau
lebih.
Dari berbagai pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
kepuasan kerja adalah merupakan tingkat perasaan senang seseorang sebagai
penilaian positif terhadap pekerjaanya dan lingkungan tempat pekerjaannya.
2.1.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Menurut Edy Sutrisno (2010:80), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
adalah:
1. Faktor Psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan, yang meliputi minat, ketenteraman dalamkerja, sikap terhadap
kerja, bakat dan keterampilan
2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
antara karyawan maupun karyawan dengan atasan.
3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara,
kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.
4. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan
sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan
sebagainya.
2.1.5.2 Teori-teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl (1987) dalam Sunyoto (2012:211)) teori-teori
tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal, yaitu teori perbedaan
atau discrepancy theory, teori keseimbangan atau equity theory dan teori dua faktor
two factor theory.
1.
Discrepancy theory
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter pada tahun 1961 dalam Sunyoto
(2012:211). Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung
selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.
Kemudian Locke (1969) dalam Sunyoto (2012:211) menerangkan bahwa
kerja seseorang tergantung pada discrepancy antara should be (expectation
need or value) dengan apa yang menurut perasaan atau persepsi pegawai
telah diperoleh melalui pekerjaan. Menurut penelitian yang dilakukan
Wanous dan Lawer yang dikutip dari Wexley dan Yukl dalam Sunyoto
(2012:211), menemukan bahwa sikap pegawai terhadap pekerjaan tergantung
bagaimana discrepancy itu dirasakan
2.
Equity theory
Teori ini dikembangkan oleh Adams (1963), pendahulu dari teori ini adalah
Zalzenik tahun 1958 yang dikutip dari Locke (1969) dalam Sunyoto
(2012:211). Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau
tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity)
Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun
ditempat lain.
3.
Two factor theory
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja
(job dissatisfaction) merupakan dua hal yang berbeda. Artinya kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap pekerjaan bukan variabel yang kontinyu. Teori ini
pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1959) dalam Sunyoto (2012:211),
yang membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Satisfiers atau motivator adalah situasi yang membuktikannya sebagai
sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari achievement, recognition, work
itself, responsibility, and advancement.
b. Dissatisfier adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber
ketidakpuasan yang terdiri dari company police and administration,
supervision,
technical,
salary,
interpersonal,
relation,
working
condition, job security and statues.
2.1.6 Pengertian Kinerja
Kinerja tinggi yang dihasilkan oleh karyawan akan membantu perusahaan
dalam proses pencapaian tujuannya. Menurut Mangkunegara (2012:9) kinerja
karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Pengertian Kinerja menurut S.P. Hasibuan (2010:94) kinerja merupakan
suatu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan
padanya
yang
didasarkan
atas
kecakapan,
pengalaman,
dan
kesungguhan, serta waktu.
Sedangkan menurut Huselid, Arthur dan Pfeffer dalam Shakeela, Wasim
Abbas dan Rashada (2012) kinerja adalah hasil dari karyawan yang berlangsung
dalam suatu periode.
Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, maka dapat disimpulkan kinerja
merupakan suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan sesuai dengan
standard dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.
2.1.6.1 Unsur-unsur Pengukuran Kinerja
Menurut Hasibuan (2010:95), unsur-unsur pengukuran kinerja adalah sebagai
berikut:
1. Prestasi
Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan
pegawai.
2. Kedisiplinan
Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan
melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang diberikan kepadanya.
3. Kreatifitas
Penilaian kemampuan pegawai dalam mengembangkan kreatifitas untuk
menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna
dan berhasil guna.
4. Bekerja sama
Penilaian kesediaan pegawai berpartipasi dan bekerja sama dengan
pegawai lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar
sehingga hasil pekerjaannya lebih baik.
5. Kecakapan
Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam-macam elemen
yang terlibat dalam menyusun kebijaksanaan dan dalam situasi
manajemen.
6. Tanggung jawab
Penilaian kesediaan pegawai dalam memper tanggung jawabkan
kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana
yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.
2.1.6.2 Metode Penilaian Kinerja
Metode atau teknik penilaian kinerja pegawai dapat digunakan dengan
pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Berikut beberapa metode
penilaian kinerja:
1. Metode Penilaian Berorientasi Masa Lalu
Ada beberpa metode atau teknik untuk menilai perstasi diwaktu yang lalu, teknikteknik penilaian ini meliputi:
a) Skala Peringkat (Rating Scale)
Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam
penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakuakan suatu penilaian
yang berhubungan dengan hasil kerja pegawai dalam sekala-sekala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
b) Daftar Pertanyaan (checklist)
Penilaian berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang
menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu.
c) Metode dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Method)
Metode ini dirancang unutk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Metode ini mengharuskan penilai untuk memilih
pernyataan yang paling sesuai dengan pasangan pernyataan tentang pegawai
yang dinilai.
d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Methode)
Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan kritis penilai
atas perilaku pegawai, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam
melaksanakan pekerjaan.
e) Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan dengan metode pristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama para professional. Misalnya
penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan, dan aktivitas lain
yang berhubungan dengan pekerjaan.
f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored
Rating Scale=BARS)
Metode ini merupakan suatu cara penilaian kinerja pegawai untuk satu kurun
waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat kinerja dengan
perilaku tertentu.
g) Metode Peninjauan lapangan (Field Review Methode)
Disini penyelia turun kelapangan bersma-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi
pegawainya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. Hasil penilaian
dikirim ke penyelia dan dibawa kelapangan unutk keperluan Review,
perubahan, persetujuan dan pembahasan dengan pihak pegawai yang dinilai.
h) Tes dan Observasi Kinerja (Performance Test and Observation)
Pegawai yang dinilai, diuji kemampuanya, baik melalui ujian tertulis yang
menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah diterapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
praktik yang langsung diamati oleh penilai, setalah mengikuti berbagai ujian
tersebut pegawai tersebut di test kemampuanya dengan mengajarkan pekerjaan
sesuai dengan pekerjaanya di kantor.
i) Pendekatan Evaluasi komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
pegawai lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
Tiga metode yang biasa digunakan dari sekian banyak metode dalam
penerapan pendekatan komparatif adalah sebagai berikut:
a. Metode Peringkat
Metode ini berarti seorang atau beberapa penilai menentukan peringkat bagi
sejumlah pegawai, mulai dari yang paling berprestasi hingga kepada yang
paling tidak kompeten.
b. Distribusi Terkendali
Suatu metode penilaian dimana penilai menggolongkan pegawai yang
dinilai kedalam klasifikasi yang berbeda-beda berdasarkan berbagai faktor
kritikal yang berlainan seperti prestasi kerja, ketaatan, disiplin, pengendalian
biaya, dan lain sebagainya.
c. Metode Alokasi Angka
Metode ini yang terjadi ialah bahwa penilai memberi nilai dalam bentuk
angka kepada semua pegawai yang dinilai. Pegawai yang mendapat angka
tertinggi berarti dipandang sebagai pegawai yang “terbaik” dan pegawai
yang mendapat nilai terendah merupakan pegawai yang tidak mampu
bekerja.
2. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan
Metode penilaian berorientasi masa depan menggunakan asumsi bahwa pegawai
tidak lagi sebagai objek penilaian yang tunduk dan tergantung pada penyelia,
tetapi pegawai dilibatkan pada proses penilaian.
a) Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakuakan oleh pegawai sendiri
dengan harapan pegawai tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan
kelemahanya sehingga sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku
kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b) Manajemen Berdasarkan Sasaran (Manajemen By Objective)
Manajemen By Objective (MBO) artinya adalah suatu bentuk penilaian dimana
pegawai dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaransasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang.
c) Penilaian Secara Psikologis
Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para
ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi dan lain-lain
yang bersifat psikologis.
d) Pusat Penilaian (Assessment Center)
Adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan
dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seorang dalam
melakukan tanggung jawab yang lebih besar.
2.2 Kerangka Pemikiran
T1
T2
T3
T4
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Sumber:Penulis (2015)
Pengaruh antara Kondisi Kerja, Stress Kerja, dan Kepuasan Kerja terhadap
Kinerja
Karyawan.
Kerangka
pemikiran
teoritis
diatas
menyajikan
suatu
pengembangan pengaruh dari model variable Kondisi Kerja, Stress Kerja, dan
Kepuasan Kerja yang berdampak pada variabel Kinerja Karyawan
2.3 Hipotesis
 Untuk T-1: Untuk mengetahui pengaruh Kondisi Kerja terhadap Kinerja
Karyawan di PT. Lingga Makmur Elektrika
Ho : Tidak ada pengaruh Kondisi Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Ha: Ada pengaruh Kondisi Kerja terhdap Kinerja Karyawan
 Untuk T-2: Untuk mengetahui pengaruh Stress Kerja terhadap Kinerja
Karyawan di PT. Lingga Makmur Elektrika
Ho : Tidak ada pengaruh Stress Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Ha : Ada pengaruh pengaruh Stress Kerja terhadap Kinerja Karyawan
 Untuk T-3: Untuk mengetahui pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Karyawan di PT. Lingga Makmur Elektrika
Ho: Tidak ada pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Ha: Ada pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
 Untuk T-4: Untuk mengetahui pengaruh Kondisi Kerja, Stress Kerja dan
Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Lingga Makmur
Elektrika
Ho: Tidak ada pengaruh Kondisi Kerja, Stress Kerja, dan Kepuasan Kerja
terhadap Kinerja Karyawan
Ha: Ada pengaruh Kondisi Kerja, Stress Kerja, dan Kepuasan Kerja terhadap
Kinerja Karyawan
Download