Peran Ruang Bermain dalam Membentuk Place Identity terkait Pola Bermain Anak di Rumah Sakit Nurjannah Bestaria, Tony Sofian Arsitektur Interior, Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Dunia bagi anak-anak adalah dunia bermain. Setiap anak, meskipun sedang dalam perawatan, tetap membutuhkan aktivitas bermain. Anak-anak yang berkunjung atau rawat inap di rumah sakit memiliki kebutuhan dasar untuk bermain dan harus dipenuhi secara rutin di semua departemen rumah sakit yang menyediakan layanan untuk anak-anak. Penyediaan area bermain di rumah sakit dapat membantu anak memahami perubahan antara keadaan di rumah dengan lingkungan rumah sakit, dengan konsep place identity yang mengacu pada hubungan antara place dengan identity, menekankan pada makna dan signifikansi place bagi pasien anak yang menggunakan ruang bermain. Skripsi ini membahas peran ruang bermain di rumah sakit anak yang dapat menciptakan adanya place identity anak terhadap ruang dan permainan, bila dilihat dari pola bermain anak. Dengan adanya pemenuhan bermain yang terpelihara dengan baik, maka dapat tercipta pula perasaan nyaman dan aman bagi anak-anak di lingkungan rumah sakit. Jadi bagi kita yang peduli tentang perkembangan dan kebutuhan anak-anak, sangatlah penting adanya penyediaan fasilitas permainan yang dipilih dengan cermat dan tepat, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka. The Role of Playground in Sculpting Place Identity in Accordance with Child’s Playing Pattern at the Hospital Abstract The world to children is a playground. Every child, eventhough under medical care still needs its playing activities. Children who are visiting or being hospitalized has the basic needs to play and must be regularly fulfill in all department that the hospital provides services for children. Providing playground in the hospital could help children under-going changes between condition at home and at the hospital, by the concept of place identity that sticks on relationship between place and identity, emphisize on the meaning and signifancy place to child patient who are using the playground. This script describes the role of playground in child hospital who could create a child’s place identity to the space and play tools, watching from a child’s play pattern. With the fulfillment of a playground that’s well preserve, could create a comfort and safe feeling to children in the hospital environment. For us that cares about the development and children needs, it’s very essential to decide the playground with care and precise, as the needs and condition of the child patient. Keyword:fasilitas permainan; playing facility; place identity; ruang bermain; playground; anak sakit; sick child. Pendahuluan Rumah sakit merupakan fasilitas umum yang berfungsi sebagai sarana penyembuhan penyakit. Namun, rumah sakit akan berfungsi dengan tepat dan optimal apabila tidak hanya mementingkan proses penyembuhan tetapi juga memperhatikan pikiran dan perasaan pasien, serta dapat mengakomodasi keinginan dan kebutuhan mereka. Tujuan rumah sakit adalah Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 memberikan pelayanan pengobatan kesehatan kepada pasien, baik dalam pengobatan rawat jalan maupun rawat inap dengan sebaik-baiknya. Karakter anak yang selalu ingin bermain akan terlihat meskipun mereka sedang dalam kondisi sakit. Namun, anak memiliki permasalahan akan suasana rumah sakit, mereka cenderung takut untuk berobat ke rumah sakit. Dari permasalahan tersebut, pemenuhan keinginan pasien anak yang mengharapkan rumah sakit dapat menjadi tempat yang ideal baik dari segi suasana maupun kebebasan aktivitas yang diberikan, merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan saat mereka menjalani proses penyembuhan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, lingkup penelitian bukan hanya untuk memenuhi ruang gerak, standar kebutuhan ruang dan besaran ruang, melainkan juga memberikan kesan pengalaman penyembuhan anak yang dapat dilihat dan dirasakan melalui keterikatan anak dengan mengidentitaskan bahwa tempat tersebut adalah tempat mereka dirawat, tempat mereka akan disembuhkan dari penyakitnya, tempat mereka memenuhi kebutuhan dasarnya ketika dalam kondisi sehat yaitu bermain. Bermain di rumah sakit tidak lagi sebagai cara yang menyenangkan untuk menghilangkan kebosanan dan menghabiskan waktu, tetapi juga sebagai tempat pasien anak merasa aman dan santai, tempat ‘melarikan diri’ dari suasana rumah sakit yang asing. Pasien anak rawat inap maupun rawat jalan memiliki kebutuhan dasar untuk bermain, mereka menggunakan bermain sebagai sarana sosialisasi dalam kelompok bermain yang dapat memberikan rasa keterlibatan dengan di ruang bermain tersebut. Penyediaan ruang bermain harus dipenuhi di semua departemen rumah sakit yang menyediakan layanan untuk anak-anak karena dapat membantu anak memahami perubahan antara keadaan di rumah dengan lingkungan rumah sakit. Nilai bermain dalam perkembangan anak-anak diakui oleh para ahli dan, untuk anak di rumah sakit, bermain memiliki arti yang sangat khusus. Bermain bukan suatu cara untuk menjaga mereka untuk tetap diam atau menghabiskan waktu, tetapi sebagai bagian dari perawatan yang mereka terima dalam proses penyembuhan. Landasan Teori Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan fasilitas umum penyembuhan yang vital bagi semua golongan masyarakat. Pada rumah sakit, terutama rumah sakit ibu dan anak yang menjadi studi kasus penulisan skripsi ini, stimulus penyembuhan bagi pasien tidak hanya bergantung pada obat-obatan, namun juga kondisi lingkungan dimana pasien tersebut dirawat. Sehingga, rumah sakit anak perlu menyediakan sarana tempat bermain dan adanya jadwal pelaksanaan terapi bermain serta penanggung jawab khusus, sehingga dapat dilaksanakan secara efektif di ruang bermain. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial, dan merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2000). Bermain dapat membebaskan anak dari tekanan dan stres akibat situasi lingkungan. Saat bermain, anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan dorongan yang tidak dapat diterima dalam bersosialisasi. Anak-anak mengungkapkan lebih banyak tentang diri mereka sendiri dalam bermain, mengkomunikasikan beberapa kebutuhan, rasa takut, dan keinginan yang tidak dapat mereka ekspresikan dengan keterampilan bahasa mereka yang terbatas (Whaley dan Wong, 2001). Terlebih lagi selama anak menjalani perawatan di rumah sakit, biasanya ia akan dilarang untuk banyak bergerak dan harus banyak beristirahat. Hal ini tentu mengecewakan anak, karena ia tidak mempunyai banyak waktu untuk bermain aktif di rumah sakit (Hurlock, 1991). Sebetulnya selama dirawat di rumah sakit, anak tetap mempunyai kebutuhan bermain. Menurut Wong (2001), bermain merupakan terapi pada anak yang menjalani perawatan. Kebutuhan bermain tidak berhenti selama anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Begitu pentingnya arti bermain bagi anak mendorong seorang tokoh psikologi dan filsafat terkenal Johan Huizinga (1872-1945) ikut merumuskan teori bermain. Johan Huizinga, seorang profesor, teoritisi budaya, dan sejarahwan Belanda pada tahun 1938 menulis sebuah buku Homo Ludens: a Study of Play Element in Culture. Manusia adalah makhluk bermain. Itulah arti dari kata homo ludens, yaitu makhluk yang bermain dan menciptakan permainan-permainan. Bermain merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa, dan itu adalah kunci untuk memahami berbagai aspek kehidupan. Dalam permainan tentu ada strategi, aturan, pemenang, pengalah, dan batas waktu, tetapi jangan melupakan unsur menyenangkan dari bermain karena tujuan dari bermain adalah untuk mendapatkan kesenangan. Bermain adalah sifat dasar manusia bahwa dalam kurun Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 kehidupannya manusia tidak akan lepas dari permainan, dan memuaskan dirinya dengan cara bermain. Berkaitan dengan hal itu, manusia disebut makhluk bermain (homo ludens), ternyata bermain merupakan kegiatan hakiki atau kebutuhan dasar manusia. Anak dan bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak adalah bermain. Bagi anak, bermain merupakan salah satu kesempatan yang dimilikinya untuk melampiaskan berbagai emosi yang dipendamnya. Naluri anak untuk bermain merupakan kesempatan anak untuk melatih potensipotensi yang ada dalam diri setiap individu. Potensi-potensi tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapat kesempatan dilatih atau dipergunakan sesuai irama perkembangan masing-masing anak, sehingga kegiatan bermain dapat diprediksi dan dijadikan acuan dalam perkembangan anak. Place adalah dimensi yang dibentuk oleh hubungan antara manusia dengan kegiatannya, dengan bangunan fisik dan memiliki makna. Place, selain bentuk fisik, mengandung pesan dan makna yang dapat dirasakan oleh manusia berdasarkan aktivitas, pengalaman, harapan, dan motivasi yang mereka lakukan di dalamnya (Rapoport, 1990). Namun demikian, pembentukan place adalah proses sosial yang berasal dari interaksi sosial dan kegiatan di dalamnya. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah adalah proses memaknai dalam sebuah budaya, sosial, dan hubungan individual. Interaksi emosional digunakan untuk kepuasan dan keterikatan pada suatu place (Altman & Low, 1992). Hubungan ini begitu kuat sehingga menciptakan ikatan antara individu dan komponen yang ada. Pemaknaan tiap individu mengenai place ditunjukkan melalui dimensi emosional, keyakinan mereka tentang place telah membentuk dimensi kognitif, dan fungsi aktivitas mereka pada suatu place adalah simbol dimensi perilaku (Jorgensen, 2001). Jadi, tiga elemen yang menciptakan place sebagai bentuk, fungsi, dan makna (Canter, 1977) adalah sesuai dengan dimensi kognitif, perilaku, dan emosional. Identitas suatu tempat terkait dengan makna dan persepsi yang dimiliki oleh orang dalam kaitannya dengan lingkungan mereka. Hilangnya identitas melemahkan kedalaman makna, keterkaitan, dan keragaman pengalaman suatu tempat. Konsep place identity mengacu pada hubungan antara place dengan identity yang menekankan pada makna place bagi penggunanya, hubungan antara seseorang dengan lingkungan fisik di sekitarnya yang secara esensial tergantung pada pengalaman yang dialami. Beberapa tempat dianggap lebih penting dibanding tempat lain karena atribut-atribut fisik yang dimilikinya dan karena jenis-jenis aktivitas yang terjadi pada tempat tersebut. Lalli (1992) mengemukakan bahwa terdapat empat aspek identitas suatu tempat, yaitu: (1) Continuity, keberlanjutan dengan masa lalu. Prinsip ini mengumpulkan signifikansi lingkungan untuk keberlanjutan temporal secara Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 subjektif. (2) Attachment, merupakan perasaan memiliki yang melibatkan ikatan pengalaman secara positif, terjadi tanpa sadar, tumbuh sepanjang waktu dari ikatan perilaku, afektif, dan kognitif antara seseorang dan kelompok dengan lingkungan sosial dan fisiknya (Brown & Perkins, 1992). (3) Familiarity, diasumsikan sebagai hasil dari tindakan-tindakan seseorang di dalam lingkungan, merupakan ekspresi orientasi kognitif seseorang. (4) Commitment, mengacu pada suatu periode adanya pembuatan pilihan yang relatif tetap mengenai aspekaspek identitas seseorang dan terlibat dalam aktivitas yang secara signifikan mengarahkan pada pencapaian pilihan yang sudah diambil. Pembahasan Rumah sakit anak yang dipilih adalah rumah sakit yang telah memiliki kelengkapan fasilitas dan pelayanan yang baik. Dari beberapa rumah sakit anak yang telah disurvei langsung oleh peneliti, ternyata mayoritas rumah sakit tersebut tidak memiliki ruang bermain indoor di bagian perawatan anak, jikapun ada tidak dipergunakan oleh pasien secara rutin dan maksimal. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan rumah sakit anak sebagai studi kasus adalah: (1) rumah sakit pemerintah dan swasta sebagai pembanding, (2) rumah sakit bagian anak dengan unit rawat inap dan unit rawat jalan, (3) memiliki ruang bermain indoor, (4) ruang bermain digunakan sebagai tempat bermain pasien anak, dan (5) objek yang diteliti pasien anak usia prasekolah (3-6 tahun). Sehingga, dari kriteria tersebut, rumah sakit yang dipilih untuk studi kasus pada skripsi ini adalah RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dan RSIA Permata Cibubur. Ruang bermain anak di ruang rawat inap Gedung A RSCM terletak di lantai 1. Selama pengamatan, sangat sedikit pasien anak yang menggunakan kegiatan bermain di ruang ini. Ketika ditanyakan pada suster (8 Mei 2013), ruang bermain memang akan ramai digunakan pada saat ada acara program bermain, selebihnya cukup sepi dan hanya beberapa anak secara bergantian yang menggunakannya. Selain itu, ruang bermain sering digunakan sebagai ruang tunggu bagi orang tua atau keluarga pasien, mengingat tidak disediakannya ruang tunggu pada unit rawat inap anak. Sehingga, pengamat pernah mendapati ruang bermain digunakan oleh orang tua anak untuk duduk-duduk, membaca koran, bahkan ada yang tertidur. Keadaan eksisting ruang bermain ruang rawat inap gedung A RSCM : (a) arena bermain berbentuk persegi dengan ukuran 4x4 meter, batasan menggunakan pagar dan memiliki gerbang sebagai pintu masuknya. (b) warna yang mendominasi adalah warna merah, yang terdapat pada pagar, pintu, dan alas bermain. (c) alat-alat permainan yang terdapat di ruang bermain termasuk Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 dalam jenis permainan aktif yang tidak membutuhkan banyak bergerak, yakin permainan kreatif (puzzle, menyusun balok), permainan imajinasi (boneka, mobil-mobilan, menggambar, dan mewarnai), dan permainan motorik (perosotan, ayunan, dan kursi goyang berbentuk hewan). Terdapat meja dan bangku yang dapat digunakan ketika anak sedang ingin menggambar atau mewarnai, serta membaca buku cerita. Meja ini juga bisa digunakan ketika pasien anak bermain balok kayu atau puzzle. Area bermain ini merupakan area yang paling disukai. Perosotan dan ayunan yang tergabung dalam satu rangkaian, dengan dimensi yang disesuaikan, digunakan oleh pasien anak rawat inap dengan tidak terlalu menguras tenaganya. Kursi goyang berbentuk hewan adalah permainan santai yang digemari pasien anak. Selain dapat memenuhi kebutuhan bermainnya, menggunakan kursi goyang membuat mereka merasa santai dan nyaman, serta dapat digunakan sambil berbicara dengan teman-temannya. Pada hasil pengamatan, permainan yang disediakan pada ruang rawat inap merupakan permainan yang tidak begitu membutuhkan untuk menguras tenaga. Permainan lebih mengarah kepada permainan kreativitas (pembelajaran) yang dimainkan secara santai dengan pengarahan dan pengawasan, sehingga pasien anak dapat bermain dengan aman dan nyaman. Ruang bermain anak di RSIA Permata Cibubur terletak di lantai 3 Gedung Utama, berada di ujung ruang tunggu rawat jalan poliklinik anak. Selama pengamatan, ruang bermain sangat ramai digunakan oleh pasien anak rawat jalan yang sedang menunggu giliran atau setelah berobat. ruang bermain akan mencapai tingkat penggunaan maksimal pada jam-jam berobat sekitar pukul 10.00-12.00, tetapi pada sore hari juga digunakan oleh beberapa anak yang sedang rawat inap disitu sekitar pukul 16.00-17.00 setiap harinya. Keadaan eksisting ruang bermain RSIA Permata Cibubur: (a) arena bermain berbentuk persegi panjang dengan ukuran 7x7,3 meter, dengan cat ruangan yang berwarna merah muda pada seluruh ruang. (b) terdapat jendela di sepanjang sisi ruang bermain yang menghadap ke luar sebagai pencahayaan alami dengan ketinggian 90 cm, sehingga hanya anak-anak yang memiliki tinggi tubuh tertentu yang bisa menikmati pemandangan luar tersebut. (c) terdapat pula sebuah taman outdoor yang terlihat dari ruang bermain dan lobi karena dibatasi oleh kaca sehingga terlihat secara langsung. Namun taman ini sangat jarang digunakan, bahkan pintu untuk mengakses taman tersebut terkunci. (d) alat-alat permainan yang terdapat di ruang bermain termasuk dalam jenis permainan aktif yang membutuhkan cukup tenaga untuk memainkannya, seperti perosotan, terowongan ulat bulu, serta bak mandi bola yang terdapat gantungan di atasnya. Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 Ketika anak rawat jalan sedang menggunakan ruang bermain, pengawasan murni diawasi oleh orangtua atau pengasuh anak. Sehingga, ruang bermain cukup ramai karena orangtua juga turut andil dalam memperlakukan dan menggunakan ruang bermain ketika mengawasi anak-anaknya bermain. Suasana yang penulis dapat ketika mengamati adalah bahwa pasien rawat anak bermain dengan cukup semangat, terlepas dari keadaan mereka yang sakit. Permainan yang disediakan juga berbeda dengan permainan pada rawat inap yang disediakan oleh RSCM Jakarta. Ketika anak-anak bermain, mereka memainkan permainan dengan bergegas dan cenderung berebut, mengingat permainan yang tersedia tidak bisa mereka nikmati dengan lama, berbeda dengan anak rawat inap yang membutuhkan proses perawatan sehingga memiliki beberapa waktu yang lebih lama ‘bersama’ dengan ruang bermainnya. Hasil Penelitian Karakteristik pasien anak rawat inap yang bermain rata-rata 3-4 tahun, dimana anak mulai belajar berinteraksi dengan teman sebayanya walaupun sifat egosentrisnya masih sangat terlihat, karena itulah anak usia ini akan sering bertengkar dengan temannya karena berebut mainan, berebut makanan dan lainnya, tetapi untuk beberapa anak sudah ada yang dapat berbagi dengan temannya, baik berbagi makanan maupun bertukar mainan. Hasil pengamatan penulis saat pasien rawat inap bermain di ruang bermain adalah: bermain sendiri, sering bertengkar, berebut mainan, sangat tertarik dengan mainan baru, namun cepat bosan (balok, puzzle) , serta perhatiannya mudah dialihkan. Pasien anak yang datang untuk bermain, cenderung langsung menuju ke meja dan bangku kreativitas karena letaknya tepat di depan pintu masuk. Setelah duduk, mereka baru menuju permainan motorik seperti perosotan dan ayunan serta kursi goyang berbentuk hewan. Alur bermain pasien anak cukup padat pada bagian bermain balok/puzzle serta menggambar atau membaca buku cerita. Hal ini disebabkan karena kondisi pasien anak yang sedang dalam masa pemulihan, sehingga permainan yang dipilih mayoritas permainan yang tidak terlalu menguras tenaga. Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi. Meski demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Pada saat kondisi anak sedang sakit atau dirawat di rumah sakit, permainan yang sesuai dengan prinsip bermain anak yang di rawat di rumah sakit akan sangat bermanfaat bagi anak. Sebaliknya, menjalani perawatan di rumah sakit dan keadaan anak sakit dapat membuat perilaku anak berubah terhadap ruang bermain selama menunggu atau menjalani Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 perawatan. Ruang tunggu rawat jalan adalah area dimana anak sering dihadapkan dengan keadaan menunggu yang cukup lama. Karakteristik pasien anak yang bermain rata-rata usia 36 tahun, dimana anak sudah lebih aktif, kreatif, dan imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya semakin meningkat. Terjadi koordinasi antar anak yang sedang bermain dalam satu permainan. Hasil pengamatan penulis saat pasien rawat jalan bermain di ruang bermain adalah: bermain bersama, bergantian, berkomunikasi, menciptakan permainan baru, seperti: halang rintang pada perosotan, lempar bola bagi bolabola yang ke luar dari bak mandi bola, serta bermain kereta-keretaan menggunakan terowongan ulat, serta intensitas bermain lebih sering dan lama hanya pada satu permainan saja, tetapi sempat juga berpindah permainan hanya untuk mencoba lalu kembali pada permainan semula. Pasien anak terlihat mendominasi perosotan dan bak mandi bola. Namun yang menjadi perhatian adalah permainan perosotan didominasi oleh anak-anak perempuan dan bagian bak mandi bola dikuasai oleh anak-anak laki-laki. Permainan yang dilakukan pasien anak rawat jalan cenderung permainan yang menggunakan motorik, bergerak dengan aktif. Meskipun anak-anak yang sedang bermain memiliki keterbatasan akibat sakit, ketika mereka sedang bermain tidak terlihat raut sakit sama sekali, berbeda saat mereka sedang duduk menunggu antrian dokter untuk perawatan. Dominasi permainan terlihat pada permainan jenis perosotan dan mandi bola, yang tanpa disangka secara tidak langsung telah terbagi menjadi dua, perosotan untuk anak perempuan dan mandi bola untuk anak laki-laki. Identitas tertentu menyebabkan pengidentifikasian seseorang dengan orang-orang lain yang beraktivitas dalam ruang tersebut. Prinsip-prinsip identitas sesuai pendapat Lalli (1992) mengemukakan empat aspek identitas suatu tempat. 1. Continuity (keberlanjutan dengan masa lalu. Prinsip ini mengumpulkan signifikansi lingkungan untuk keberlanjutan temporal secara subjektif). • Pada pasien anak rawat inap, proses pemenuhan kebutuhan bermain lebih dibutuhkan mengingat adanya jangka waktu yang memisahkan anak dengan lingkungan bermain sehari-hari. Sehingga, dengan memori yang dimiliki anak tentang bermain, mereka tuangkan dalam permainan yang mendukung pemenuhan kebutuhannya namun tidak mengganggu proses penyembuhan penyakitnya. • Untuk pasien rawat jalan, kontinuitas disini berperan dalam pemenuhan kebutuhan anak ketika sedang menunggu. Waktu luang bagi anak-anak diwujudkan dalam kegiatan bermain. Sehingga, permainan yang dilakukan Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 anak ketika sedang menunggu giliran berobat lebih kepada menjalankan permainan seperti bermain sehari-hari di lingkungannya. 2. Attachment (merupakan perasaan memiliki yang melibatkan ikatan pengalaman secara positif, terjadi tanpa sadar, tumbuh sepanjang waktu dari ikatan perilaku, afektif, dan kognitif antara seseorang dan kelompok dengan lingkungan sosial dan fisiknya). • Rawat inap menyebabkan anak harus tinggal dalam beberapa waktu di rumah sakit untuk menjalani proses pemulihan. Seiring dengan menjalani proses tersebut, pasien anak juga tetap memenuhi kebutuhan bermainnya. Saat bermain, pasien menganggap bahwa ruang bermain rumah sakit adalah ruang milik mereka karena saat itu mereka sedang tinggal disitu. Sehingga, permainan yang dilakukan cenderung permainan yang tidak dilakukan secara terburu-buru. Permainan yang ada digunakan bersama-sama, mengingat antar pasien sudah saling mengenal dan telah berinteraksi sehingga tidak ada perasaan asing saat menggunakan permainan. • Berbeda halnya dengan rawat jalan, ketika ruang bermain dan permainan yang ada di dalamnya hanya digunakan sebagai pemenuh kebutuhannya saja. Pasien anak tidak saling mengenal dengan anak lainnya, sehingga tidak jarang terjadi perselisihan ketika menggunakan alat bermain. Begitu juga halnya ketika mereka telah selesai bermain, permainan tersebut tidak dikembalikan pada tempatnya (tidak dibereskan), sehingga ruang bermain menjadi tidak nyaman ketika akan digunakan oleh pasien anak lainnya. 3. Familiarity (diasumsikan sebagai hasil dari tindakan-tindakan seseorang di dalam lingkungan, merupakan ekspresi orientasi kognitif seseorang). • Bagi pasien anak rawat inap yang telah tinggal dalam kurun waktu tertentu, pengenalan ruang bermain bukanlah hal yang asing lagi. Ruang bermain justru menjadi ruang favorit bagi mereka dan akan diselaraskan sesuai dengan memori mereka mengenai ruang bermain. Sehingga, perlakuan terhadap ruang bermain yang mereka kunjungi lebih kepada ‘ruang milik saya’. • Pasien anak rawat jalan akan mencari ruang bermain bila sedang berada di rumah sakit, karena rumah sakit memiliki pandangan tempat yang cukup menyeramkan. Sehingga ketika anak sedang menunggu giliran berobat, unsur warna-warna cerah dengan simbol ceria akan mengarahkan anak kepada ruang bermain. Perlakuan anak rawat jalan terhadap ruang bermain akan sangat Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 diperhatikan, karena pada saat itu ruang bermain merupakan ruang distraksi dan rekreasi yang bisa mereka kunjungi pada waktu luang di sela-sela menunggu giliran berobat. 4. Commitment (mengacu pada signifikansi lingkungan yang dirasakan oleh seseorang untuk masa depannya, menunjukkan adanya kestabilan konsep diri). • Ketika anak sedang menjalani rawat inap, ada kurun waktu yang membuat mereka mengalami proses adaptasi. Pengenalan awal suatu tempat akan mereka aplikasikan hingga mereka selesai menjalani perawatan. Oleh karena itu, peran ruang bermain bagi mereka memiliki arti yang penting berkaitan dengan ruang yang memfasilitasi kebutuhan bermain mereka serta ruang yang digunakan untuk menghabiskan waktu bermain dengan pasien-pasien lainnya yang sudah mereka anggap sebagai teman mereka. • Peran ruang bermain bagi pasien anak rawat jalan adalah sebagai ruang pengalih dan pengisi waktu luang saat mereka menunggu. Perhatian yang ditujukan adalah permainan yang memberikan kesenangan bagi mereka. Selain itu, kontribusi sosial antar pasien anak yang menggunakan ruang bermain hanya sebatas kenal, sehingga komitmen dalam penggunaan alat bermain tidak setinggi komitmen pasien anak rawat inap dalam penjagaan dan kebertanggungjawabannya. Terdapat perbedaan yang terjadi antara pola bermain anak rawat inap dengan anak rawat jalan terkait jenis pemainan yang dimainkan dalam ruang bermain yang mereka gunakan. Proses pengidentitasan tempat yang terlihat cukup mempengaruhi pola bermain anak dan perlakuannya pada permainan yang dipilih. Hal ini juga mempengaruhi pemilihan aktivitas yang dilakukan oleh anak terhadap permainan, yaitu dilakukan secara perlahan dan santai oleh anak rawat inap (mengingat mereka memiliki masa perawatan dengan kurun waktu yang cukup lama) dan secara bergegas oleh anak rawat jalan (karena mereka hanya bisa menikmati permainan tersebut pada saat menunggu giliran berobat). Kesimpulan Dari hasil pengamatan penulis, terdapat perbedaan pemilihan permainan bila dilihat dari pola bermain pasien anak. Pasien rawat inap cenderung memilih permainan yang tidak menguras tenaga dan dilakukan dengan tidak terburu-buru. Sedangkan bagi pasien rawat jalan, pemilihan permainan berdasarkan permainan yang paling mengasyikan bagi mereka. Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 Hal ini dikarenakan pasien anak rawat jalan tidak dapat menikmati permain tersebut dalam kurun waktu yang lama, yaitu sebatas menunggu giliran waktu berobat. Permainan yang terdapat pada ruang rawat inap (ayunan, kursi goyang, menggambar atau mewarnai, dan bermain balok atau puzzle) dengan permainan pada ruang rawat jalan (perosotan, terowongan, dan bak mandi bola) memiliki perbedaan kuantitas dalam penggunaannya. Permainan ruang bermain anak rawat jalan cenderung merupakan permainan yang membutuhkan cukup tenaga untuk memainkannya, sedangkan permainan yang dipilih oleh anak rawat inap lebih kepada permainan terapis yang dapat membantu proses penyembuhan. Penyediaan area bermain di rumah sakit membantu pasien untuk mengasimilasi dan menyerap situasi rumah sakit menjadi pengalaman yang lebih mudah diterima secara positif. Pemilihan permainan yang tepat juga salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam penerapannya untuk unit rawat inap atau rawat jalan anak. Permainan untuk anak rawat inap sebaiknya yang bersifat terapis, tidak menguras tenaga, dan dapat diatur bersama-sama. Sedangkan untuk permainan rawat jalan, pilih permainan yang dapat memenuhi waktu luang anak, permainan yang akan dimainkan karena tidak ada waktu lagi untuk memainkannya sehingga mereka akan memainkan permainan tersebut secara optimal dan bersenang-senang untuk memenuhi kebutuhan bermainnya saat itu. Terdapat tiga dimensi atau faktor yang mendasari evaluasi pasien anak terhadap place identity (identitas suatu tempat) permainan ruang bermain rawat inap dan rawat jalan, yaitu hubungan antar pasien (interaksi sosial), hubungan pasien dengan permainan dan ruang bermain (lingkungan fisik), dan hubungan pasien terkait kemauan memenuhi kebutuhan bermainnya (komitmen). Ketiga dimensi evaluatif place identity tersebut menjelaskan dari keberagaman yang ada. Dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, sukarela tanpa paksaan, dan tidak sungguhan dalam batas waktu, tempat, dan peraturan. Tabel Tabel 1. Perbandingan Kondisi Ruang Bermain RSCM dengan Ruang Bermain RSIA Permata Posisi Ruang Bermain RSCM • berada di pusat transisi aktivitas • dapat dijangkau dan dilihat dengan mudah (physical accesibility) • memiliki batas yang dapat dipantau tetapi tidak mengukung (visual accesibility) Ruang Bermain RSIA Permata • ruang tunggu ketika anak rawat jalan • lebar pintu 200 cm, menunjang pergerakan aktif (physical accesibility) • batas berupa bukaan pada ketiga sisi, pencahayaan cukup dan anak bermain dapat terlihat jelas (visual accesibility) Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 Dimensi Tekstur • luas 400x400 cm • berisi perosotan dan ayunan, kursi goyang, meja kreativitas • Ukuran disesuaikan dengan ukuran tubuh anak. • meja kreativitas, tersedia 4 bangku yang bisa digunakan bersama-sama (playing tools) • beralaskan karpet spons • material permainan menggunakan plastik • anak sangat menyukai tempat bermain yang nyaman (comfortibility) • permainan perosotan, terowongan ulat, dan bak mandi bola • dimensi mainan tidak hanya untuk usia balita, tetapi juga dapat digunakan oleh pasien usia sekolah (playing tools) • beralaskan karpet spons • material yang digunakan berbahan ramah, aman, ringan, dan nyaman (comfortibility) Tabel 2. Survei Pemilihan Permainan oleh Pasien Rawat Inap Gedung A RSCM Tabel 3. Survei Pemilihan Permainan oleh Pasien Rawat Jalan RSIA Permata Tabel 4. Perbandingan Hasil Pengamatan Pola Bermain Anak terkait Identitas Ruang Bermain Continuity Attachment Familiarity Commitment • • • • • • • • • • • • Rawat Inap Jangka waktu lama Memori Rasa memiliki Tidak terburu-buru Digunakan bersama Mainan dibereskan Mengenal ruang bermain Ruang favorit pasien anak Adaptasi Interaksi (kenal) Mainan rapi Tanggung jawab • • • • • • • • • • • • Rawat Jalan Pengisi waktu Bermain sehari-hari Asing Berselisih Mainan tidak dirawat Ruang berantakan Pengalih suasana rumah sakit Ruang distraksi dan rekreasi Permainan Tidak kenal Mainan berantakan Tanggung jawab minim Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 Tabel 5. Pernyataan Keadaan Ruang Bermain terkait dengan Prinsip-Prinsip Identitas Aspek Identitas Tempat Continuity (peran ruang bermain bagi kebutuhan bermain anak) Attachment (rasa keterikatan secara umum terhadap ruang bermain) Familiarity (pengaruh pengalaman ketika berada di ruang rawat) Commitment (peran penting ruang bermain bagi kelangsungan kebutuhan bermain anak) • • • • • • • • • • • • • • • • Parameter Pengamatan Memori terhadap lingkungan bermain Alternatif permainan di ruang bermain rawat anak Pengalaman ruang bermain Pengenalan ruang bermain Personal Perilaku Sosial Sense of belonging Tingkat pengenalan lingkungan rawat anak Tingkat kepentingan ruang bermain di ruang rawat Intensitas mengenal lingkungan bermain Tingkat hubungan dengan ruang bermain di rawat inap dengan rawat jalan Intensitas kenyamanan tinggal di ruang rawat inap Perhatian terhadap ruang bermain anak Peran ruang bermain terhadap kebutuhan bermain anak Peran ruang bermain bagi sosialisasi antar pasien anak Tabel 6. Perbandingan Jumlah Permainan yang Dimainkan oleh Pasien Anak Permainan Favorit Perosotan Terowongan Mandi Bola Ayunan Kursi Goyang Jumlah 126 34 65 13 14 Gambar Gambar 1. Denah Rawat Inap Anak Gedung A RSCM Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 Menggambar, Mewarnai, Buku Cerita 23 Balok, Puzzle 23 Gambar 2. Area Bermain Anak Rawat Inap Gedung A RSCM Gambar 3. Jenis Permainan Ruang Bermain Gedung A RSCM Gambar 4. Denah Poli Anak RSIA Permata Cibubur Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 Gambar 5. Area Bermain Anak Rawat Jalan RSIA Permata Cibubur Gambar 6. Jenis Permainan Ruang Bermain RSIA Permata Cibubur Gambar 7. Pemetaan Pola Pemilihan Permainan oleh Pasien Anak Rawat Inap Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 Gambar 8. Pemetaan Pola Pemilihan Permainan oleh Pasien Anak Rawat Jalan Gambar 9. Jenis Permainan yang Dipilih Anak Rawat Inap dengan Pengamatan selama 30 Menit secara Bersamaan Gambar 10. Jenis Permainan yang Dipilih Anak Rawat Jalan dengan Pengamatan selama 30 Menit secara Bersamaan Gambar 11. Grafik Perbandingan Penggunaan Permainan antara Rawat Inap dengan Rawat Jalan Gambar 12. Perbandingan Faktor Pembentuk Identitas Tempat Berdasarkan Pola Bermain Anak Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013 Daftar Referensi Altman, I. and Low, S.M. (1992). Human Behavior and Environments: Advances in theory and research. Volume 12: Place attachment. New York: Plenum Press. Breakwell, G. M. (1993). Integrating Paradigms, Methodological Implications. In G. Breakwell & D. Canter (Eds.) Empirical Approaches to Social Representations. Oxford: Clarendon Press. Brown, B. B. & Perkins, D. D. (1992). Disruption in Place Attachment. In I. Altman & S. M. Low (Eds.), Place Attachment. New York: Plenum, pp. 279-304. Canter, D.,. (1977). The Psychology of Place. In Jorgensen, B. S. (2001). Journal of Environtmental Psychology. London: Architectural Press. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2009). Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Jakarta. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. (1992). Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum. Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia. Huizinga, Johan. (1955). Homo Ludens; a study of the play-element in culture. Boston: Beacon Press. Hurlock, Elizabeth B. (1991). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elizabeth B. (1998). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Lalli, M. (1992). Urban-Related Identity: Theory, Measurement, and Empirical Findings. Journal of Environmental Psychology, 12, 285-303. Lynch, K. (1998). Good City Form: Mass. MIT Press. Montgomery, J. (1998). Making a city: urbanity, vitality and urban design. Journal of Urban Design 3 (1), 93116. Pearce, Joseph Chilton. (1980). Magical child: rediscovering nature’s plan for children. New York: Bantam Books. Rapoport, A. (1990). History and Precedent in Environmental Design. New York: Plenum. Tilaar, A. R. (2007). Mengindonesia: etnisitas dan identitas bangsa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Twigger-Ross, C. L. & Uzzel, D. L. (1996). Place and Identity Processes. Journal of Environmental Psychology, 16, 205-220. Wong, D. L., Hockenberry, M. J., Wilson, D. Perry, S., & Lowdermilk, D. L. (1999). Maternal Child Nursing Care. St. Louis: Mosby. Wong, D. L. (2000). Pediatric Quick Reference. St. Louis: Mosby. Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M., & Schwarts, P. (2001). Whaley and Wong’s Essentials of Pediatric Nursing, 5th ed. St. Louis: Mosby. Peran Ruang..., Nurjannah Bestaria, FT UI, 2013