Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP INISIASI GERAKAN Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) ACEH TAHUN 1950-1953 DALAM PERSPEKTIF PERGERAKAN SOSIAL Junian Hijry Minarva, Bukhari Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah [email protected] ABSTRAK Penelitian ini berkaitan dengan Inisiasi Gerakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Aceh pada tahun 1950-1953 dalam perspektif pergerakan sosial. Adapun Tujuan penelitian ini adalah untuk: mengetahui tahapan inisiasi gerakan DI/TII di Aceh tahun 1950-1953 dalam perspektif pergerakan sosial. Penyusunan skripsi ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik studi dokumentasi kepustakaan yang bersumber dari berbagai buku bacaan serta wawancara untuk mendapatkan data di lapangan, dan penelitian ini mengunakan teknik snowball sampling dalam penentuan informan. Hasil dari peneitian menunjukkan bahwa kelompok PUSA, ialah kelompok yang sangat dirugikan dari kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat pada awal tahun 1950-1953, Seperti dihilangkannya status provinsi Aceh, Rasionalisasi Kesatuan Militer Aceh dan Razia pada bulan Agustus 1951. Kebijakan tersebut mengancam kedudukan mereka sebagai pemimpin Aceh pada masa itu. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat tersebut juga diprovokasikan oleh kelompok “sisa-sisa feodal” yang tidak menginginkan kepemimpin Aceh dikuasai oleh kelompok PUSA. Pada Tahun 1951-952 kebijakan Pemerintah Pusat semakin berdampak buruk bagi mayoritas masyarakat Aceh. Kelompok PUSA terus melakukan upaya penolakan terhadap kebijakan itu, mulai dari penanaman ideologi dan doktrin melalui retorika dalam rapat rahasia maupun rapat terbuka, sampai pada pengorganisasian masyarakat demi melawan Pemerintah Pusat beserta kebijakannya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Kelompok PUSA melihat bahwa dampak dari kebijakan Pemerintah Pusat tidak hanya merugikan mereka saja, namun juga masyarakat Aceh secara luas. Indikasi tersebut memberikan kesempatan waktu dan juga kondisi bagi kelompok PUSA untuk mengarahkan emosi masyarakat kepada perlawanan secara kolektif untuk melawan institusi yang mapan yaitu Pemerintah Pusat. Sebagaimana tipe Gerakan Sosial yang diuraikan William Kornblum, Gerakan Sosial berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, Gerakan DI/TII Aceh merupakan Revolutionary Movement (Gerakan Revolusioner) yang bertujuan untuk mengubah tatanan sosial, institusi dan stratifikasi masyarakat Aceh secara menyeluruh. Kata Kunci: Gerakan DI/TII Aceh, Gerakan Sosial ABSTRACT This research is related to The Initiation Movement of Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Aceh in 1950-1953 in Social Movement perspective. The purpose of this research is: to know the stage of the initiation movement of DI/TII Aceh in 1950-1953 in Social Movement perspective. The making of this thesis is using the qualitative research method by using the study of literature documentary technic sourced by various literatures along with interview in the field to get the data, this research is also using the snowball sampling technic to determine the informant. The result of this research shows that PUSA group was highly disadvantaged by the policies of Central Government in early 1950-1953, such as the removal of Aceh province’s status, the rationalization of Aceh’s military units, and the raid in August 1951. Those policies threatened their populations as the leader of Aceh at the time. Those policies were also provoked by the party of ‘feudalism’s remains’ who did not want Aceh was leaded by PUSA group. In 1951-1952, the Central Government’s policies gave more harmful impacts to the majority of Aceh’s population. 1 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP The PUSA group kept trying to reject toward those policies, started by brainstorming the ideology and indoctrinating by rhetoric at close and open meeting, until interfering the community’s organizations only to fight the Central Government along with its policies. The summary of this research is: PUSA group observed that the impact of Central Government’s policies were not only disadvantage them, but also Aceh’s population widely, those Indications gave them the time opportunity and also a perfect condition for PUSA group to steer the people’s angers toward the resistance collectively to fight the steady institution which was Central Government. As William Kornblum described about Social Movement types, Social Movement based on the goals they seek to achieve. DI/TII Aceh movement was a Revolutionary Movement that aimed to change the whole of social fabric, institution, and stratification of Aceh’s populations. Keywords: DI/TII Aceh Movement, Social Movement PENDAHULUAN Jauh sebelum Aceh melakukan pemberontakan DI/TII dan mendeklarasikannya di bumi Serambi Mekah. Imam Kartosuwiryo lebih dulu mendeklarasikan DI/TII di Jawa Barat pada tahun 1949. Penyebab yang menjadi landasan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, ialah kecewa terhadap Perjanjian Renville tahun 1948. Berikutnya disusul oleh Kahar Muzakkar dan bergabung menjadi Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan Imam Kartosuwiryo, yang menjadi penyebabnya ialah karena kecewa laskarnya tidak diterima masuk TNI. Ia pun bersama pasukannya lari ke hutan. (Youtube, Mata Najwa 30 Maret 2011 : Revolusi Tiga Imam DI/TII, diakses 20 Februari 2016) Begitu juga dengan Aceh, berbagai penyebab diuraikan dalam setiap penulisan terhadap pemberontakan DI/TII Aceh. Ada yang mengungkapkan bahwa karena Tgk. M. Daud Beureueh diturunkan dari kursi gubernurnya, karena dileburnya provinsi Aceh oleh pemerintah pusat. Karena takut akan golongan feodal yang akan mengajukan tuntutan kepada pemimpinpemimpin Aceh yang turut dalam revolusi 45 dan telah menghabiskan harta kaum feodal untuk kekayaan mereka. Karena gila pangkat, karena tidak senang melihat suku lain berkuasa dan memegang peranan dalam pemerintahan di Aceh, bahkan banyak penyebab lainnya. (Gelanggang, 1956: 9-10) Dalam tulisan ini, tidak hanya mengajak pembaca melihat asal mula atau penyebab pemberontakan ini terjadi, namun juga melihat DI/TII merupakan sebuah gerakan sosial yang berhasil diinisiasikan oleh para tokoh, pimpinan yang di dalamnya terdapat para ulama, zuama, organisasi masyarakat, pandu-pandu Islam dalam memberi pengaruh besar terhadap arah pemberontak, salah satu tokoh utamanya ialah Tgk. M. Daud Beureueh. (Sjamsuddin, 1990: 4-30) Penulisan ini membatasi pada Inisiasi Gerakan DI/TII Aceh tahun 19501953, yaitu tepatnya dari awal persiapan pergerakan dari kelompok kecil hingga pada saat deklarasi yang diikuti oleh masyarakat luas dan juga berbagai organisasi masyarakat. Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, inisiasi merupakan upacara atau ujian yang harus dijalani setiap 2 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP orang yang akan menjadi anggota suatu perkumpulan, suku, kelompok umur dan sebagainya (KBBI, 1991). Dalam menginisiasikan sebuah Gerakan Sosial seperti DI/TII di Aceh, tentunya tidak cukup dengan terlibatnya para tokoh dan pemimpin atau penggagasnya saja, dan juga melihat pemberontakan yang diarahkan kepada Republik Indonesia yang merupakan lembaga mapan dan konvensional. Namun juga harus adanya upaya kolektif dan tujuan kolektif serta tindakan kolektif dari penggagasnya dalam menghambat proses perubahan sosial. Sesuai yang diungkapkan Anthony Giddens, “gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan” (Fadillah, 2006: 1) Dalam menginisiasi gerakan DI/TII Aceh, Tgk. M. Daud Beureueh selaku Kepala Negara Islam Indonesia daerah Aceh dan juga selaku penggagas pemberontakan beserta kerabat dan rekan-rekannya, tentu melalui tahapan dan prosesnya sehingga berhasil dideklarasikannya DI/TII dia Aceh. Ditambah lagi dapat dipengaruhinya masyarakat yang memegang peranan penting di setiap desa dengan disumpahkan, pamong praja di kecamatan hingga bupati-bupati dan wedana daerah Aceh. Sebelum dideklarasikan DI/TII pada tahun 1953, telah ada upaya penanaman ideologi Islam ke seluruh masyarakat, menyadarkan masyarakat atas kondisi krisis kemakmuran daerah Aceh serta menyadarkan masyarakat atas diskriminasi yang diciptakan terhadap pegawai Aceh. (Insider, 1950: 58-61) Selanjutnya, setelah Kongres Ulama di Medan pada bulan April tahun 1953, sebagai pimpinan kongres Tgk. M. Daud Beureueh, dengan suara bulat dan sepakat merumuskan beberapa hal yang menjadi tujuannya berdasarkan kondisi Republik Indonesia yang sudah kacau balau. Poin pentingnya ialah mensukseskan Pemilu mendatang agar seluruh umat Islam memilih Islam sebagai dasar negara dan mengembalikan kembali dasar negara Republik Indonesia ke dalam falsafah Islam. Jika usaha tersebut tidak dicapai kemenangannya, maka cara-cara illegal pun akan ditempuh. (Gelanggang, 1956: 10-13). Setelah kembalinya Tgk. M. Daud Beureueh dari Medan, diadakannya rapat-rapat rahasia para pimpinan dan kerabat-kerabatnya dan berlanjut pada rapat umum yang dihadiri oleh masyarakat di setiap sudut daerah sehingga menyerupai kampanye pemilu. Tidak hanya itu, pada saat-saat tersebut juga dibentuknya pandu-pandu Islam di setiap daerah yang melakukan latihan kilat militer, dibentuknya susunan angkatan perang dan bergabungnya putraputra Aceh yang memiliki jabatan publik dan perwira TNI beserta pasukannya. (Chaidar, 2008: 108-112) Karena minimnya penulisan secara ilmiah mengaitkan DI/TII di Aceh dengan perspektif Social Movement serta melihat keberhasilan tahapan atau proses inisiasi kurun waktu 1950-1953, dan juga melihat pemberontakan ini sebagai pemberontakan melawan pemerintahan yang mapan. Maka hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian terkait persoalan ini. 3 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan masalah yang ingin diteliti yaitu Inisiasi Gerakan Sosial DI/TII tahun 1950-1953 di Aceh, penulis melihat terdapat kesesuaian dari variabel yang diungkapkan oleh Anthony Giddens seorang Sosiolog Inggris, Gerakan Sosial adalah “social movements involve a collective attempt to further common interests through collaborative action outside the sphere of established institusions” - sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif diluar ruang lingkup institusi yang mapan (Giddens, 2006 : 890). Gerakan DI/TII di Aceh merupakan sebuah gerakan yang di dalamnya terdapat upaya kolektif seperti memunculkan kesadaran masyarakat atas realita sosial yang ada, membangun ideologi yang berbeda dari lembaga yang mapan demi mengejar kepentingan bersama melalui tindakan kolektif DI/TII Aceh, Indikasi awal untuk menangkap gejala Gerakan Sosial diungkapkan oleh John Lofland pakar Sosiologi Amerika bahwa dengan mengenali terjadinya perubahan- perubahan pada semua elemen arena publik dan ditandai oleh kualitas “aliran” atau “gelombang”. Dalam prakteknya suatu Gerakan Sosial dapat diketahui terutama lewat banyak organisasi baru yang terbentuk, bertambahnya jumlah anggota pada suatu organisasi gerakan dan semakin banyaknya aksi protes terencana dan tak terencana. Dalam tahapan inisiasi Gerakan DI/TII di Aceh kurun waktu tahun 1950-1953 juga ditemukan Indikasi seperti yang dikemukan John Lofland, banyaknya organisasi baru yang terbentuk dan anggotanya kian hari makin bertambah seperti dibentuknya pandu-pandu Islam di setiap daerah Aceh. Selain itu, menurut Lofland dua aspek empiris yang perlu diperhatikan adalah, Pertama, aliran tersebut cenderung berumur pendek antara lima sampai delapan tahun. Jika telah melewati kurun waktu itu gerakan akan melemah dan meskipun masih ada akan tetapi gerakan telah mengalami proses ‘cooled down’. Kedua, banyak organisasi protes yang berubah menjadi Gerakan Sosial atau setidaknya bagian- bagian yang disebut di atas. Organisasi- organisasi ini selalu berupaya menciptakan Gerakan Sosial. (Lofland, 2003: 50). Pada kajian yang ingin penulis teliti yaitu Inisiasi Gerakan DI/TII Aceh kurun waktu 1950-1953 tidak menunjukkan gerakan ini melemah hingga tahun 1953, namum pada penghujung usia gerakan ini antara tahun 19591962 sudah terlihat gejolak internal organisasi, seperti telah berbeda tujuan dalam menuntut suatu perubahan sosial sehingga menyebabkan Gerakan DI/TII di Aceh melemah. Gerakan Sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan kata lain, Gerakan Sosial lahir sebagai reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan rakyat seperti yang terjadi di Aceh ketika provinsi Aceh dihapus dan dimasukkan ke dalam provinsi Sumutera Utara terdapat realita sosial yang terjadi. 4 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP Denny Januar Ali merupakan seorang sastrawan karismatik Indonesia dalam buku Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga (Fauzi, 2005:21) menyatakan adanya tiga kondisi yang melahirkan Gerakan Sosial. Pertama, Gerakan Sosial lahir dengan kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan itu. Pemerintahan yang moderat misalnya, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya Gerakan Sosial dibandingkan pemerintahan yang sangat otoriter.. Kedua, Gerakan Sosial timbul karena meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang ada. Perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern misalnya, akan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang semakin meluas antara kaya dan miskin. Perubahan ini juga dapat menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilainilai sosial yang selama ini diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan gejolak yang dirugikan dan kemudian meluas menjadi Gerakan Sosial. Ketiga, Gerakan Sosial semata-mata masalah kemampuan kepemimpinan dari tokoh penggerak. Sang tokoh penggerak akan menjadi inspirator, membuat jaringan, membangun organisasi yang menyebabkan sekelompok orang termotivasi untuk terlibat dalam gerakan tersebut. Kondisi pertama sesuai dengan keadaan Indonesia pada masa itu. Indonesia yang menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasinya menyebabkan Gerakan Sosial di Negara ini memiliki kesempatan untuk berkembang. Pada awalnya, DI/TII dicetuskan di Jawa Barat namun diikuti oleh Sulawesi Selatan dan kemudian diikuti oleh Aceh. Begitu juga dengan ketidakpuasan yang dirasakan oleh masyarakat, yang menimbulkan kesenjangan antara masyarakat Aceh dengan daerah lain, terdapat dalam beberapa referensi bagaimana bentuk penindasan atau ketidakadilan yang diperoleh dari kebijakan pemerintahan pusat. Pada kondisi yang ketiga menggambarkan kemampuan kepemimpinan seorang tokoh Tgk. M. Daud Beureueh yang berhasil mengajak setiap masyarakat hingga melakukan sumpah setia dan membangun organisasi sehingga menyebabkan sekelompok masyarakat termotivasi untuk terlibat di dalam Gerakan DI/TII Aceh. Beberapa fungsi dari Gerakan Sosial, antara lain adalah memberikan kontribusi dalam pembentukan opini publik dengan memberikan dikusidiskusi masalah sosial dan politik melalui penggabungan sejumlah gagasangagasan tentang Gerakan Sosial dan menghasilkan pemimpin. (Haynes, 2000:27) William Kornblum seorang profesor Sosiologi dalam buku Pengantar Sosiologi (Sunarto, 2002: 197) membuat klasifikasi Gerakan Sosial berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. a. Revolutionary movement (gerakan revolusioner) adalah Gerakan Sosial yang betujuan untuk mengubah institusi dan stratifikasi masyarakat. Revolusi sosial merupakan suatu transformasi menyeleruh tatanan sosial, termasuk di dalamnya institusi dan sistem stratifikasi. b. Reformist movement (gerakan reformis) adalah Gerakan Sosial yang hanya bertujuan mengubah sebagian institusi dan nilai. Contohnya, gerakan Sarekat Islam yang didirikan di Surakarta tahun 1911-1912 5 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP c. d. juga dapat dimasukkan dalam kategori ini karena bertujuam meningkatkan kesempatan usaha dan pendidikan bagi pribumi serta pemahaman mencapai agama Islam Conservative movement (gerakan konservatif) adalah Gerakan Sosial yang bertujuan mempertahankan nilai dan institusi masyarakat. Contohnya usaha aktivis feminist di Amerika Serikat di tahun 1980an untuk melakukan perubahan pada konstitusi demi menjamin persamaan hak yang lebih besar antara laki-laki dan perempuan. Reactionary Movement (Gerakan Reaksioner) adalah Gerakan Sosial yang bertujuan untuk kembali ke institusi dan nilai masa lampau dan meninggalkan institusi dan nilai masa kini. Contohya gerakan klus klus klan di Amerika Serikat. Organisasi rahasia ini berusaha mengembalikan keadaan di Amerika Serikat ke masa lampau ketika institusi sosial mendukung atas keunggulan orang kulit putih di atas oramg kulit hitam. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan metode kualitatif, karena sifat data yang dikumpulkan tidak menggunakan alat-alat pengukur. Sebagian data bersumber dari text book, yaitu buku bacaan, artikel, makalah, jurnal, majalah/surat kabar, internet dan juga bersumber dari berupa kata-kata ungkapan tertulis maupun lisan dari hasil wawancara informan. Sebagai jenis penelitian yang bermaksud untuk memahani fenomena secara naturalistik tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian yang di sini merupakan pakar atau ahli dalam permasalahan gerakan DI/TII Aceh. (Moleong,2004: 3) Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik Snowball sampling, yang merupakan cara efektif untuk membangun kerangka pengambilan sampel yang mendalam, dalam populasi yang relatif kecil, yang masing-masing informan cenderung melakukan hubungan satu dan lainnya. Dalam pengambilan sampel, peneliti menentukan satu atau lebih individu atau tokoh kunci dan meminta mereka menyebutkan orangorang lain yang pada gilirannya dapat ditemui (Bernard, 1994: 97) Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tgk. A. Rahman Kaoy 2. Hasanuddin Yusuf Adan 3. Tgk. Fauzi Zainal Abidin Tiro 4. Ramli A. Dally 5. Tgk. Abd. Salam Hamid 6. Tgk. Muhammadiah Tiba Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data. Adapun data yang digunakan adalah: 6 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP 1. Data primer yaitu data yang bersumber dari text book, antara lain buku bacaan, artikel, makalah, jurnal, majalah/surat kabar, internet dan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah Inisiasi Gerakan DI/TII Aceh tahun 1950-1953. 2. Data sekunder, dalam hal ini bersumber dari orang sebagai informan yaitu, akademisi, tokoh masyarakat dan keluarga yang terlibat dan paham terkait kajian tersebut. Teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian ini yaitu kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku teks, jurnal, yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara langsung informan yang sudah ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data secara bertahap. Pertama dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen sehingga dapat ditemukan hal-hal pokok dari proyek yang diteliti yang berkenaan dengan fokus penelitian. Kedua, dilakukan dengan merangkum hal-hal pokok yang ditemukan dalam susunan yang sistematis, yaitu data disusun dengan cara menggolongkan ke dalam pola, tema, unit atau kategori sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah kemudian diberi makna sesuai materi penelitian. Ketiga, dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah diambil dengan data pembandingan yang bersumber dari hasil pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan kesimpulan yang diambil dengan menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian dengan teori-teori para ahli. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada tahun 1950, Mulai muncul masalah-masalah sosial berupa keputusan-keputusan dari Pemerintah Pusat yang menimbulkan gejolak pemimpin-pemimpin di Aceh. Kemudian pada tahun selanjutnya yaitu tahun 1951-1952 keputusan-keputusan Pemerintah Pusat terhadap provinsi Aceh tetap dijalankan, walaupun adanya penyelidikan dan peninjauan lebih lanjut yang hasilnya sangat bertentangan dengan keinginan mayoritas masyarakat Aceh. Bahkan keputusan Pemerintah Pusat tidak hanya meresahkan pemimpin-pemimpin di Aceh, namun juga berdampak bagi masyarakat Aceh secara luas. Mulai saat itu, sampai pada tahun 1953 persiapan melawan pemerintah Pusat atas kebijakan-kebijakannya terus dilakukan oleh pemimpin-pemimpin di Aceh oleh kelompok PUSA. Baik dalam bentuk penyebaran ideologi, doktrin, dimunculkan retorika hingga dalam bentuk pengorganisasian masyarakat. Inisiasi Gerakan DI/TII Aceh tahun 1950-1953 kurang sesuai dengan upaya kolektif sebagaimana disebutkan oleh Anthony Giddens, upaya yang dilakukan dalam melaksanakan Gerakan DI/TII Aceh bukan langsung upaya kolektif, namun didasari terlebih dahulu oleh upaya sekelompok orang yaitu 7 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP dari kelompok pemimpin dan ulama PUSA yang terlebih dahulu merasakan dampak dari pada realita sosial yang bersumber dari kebijakan Pemerintah Pusat. Kolektifitas yang diperoleh tidak saja hanya pada tujuan mewujudkan Darul Islam/ Negara Islam, tetapi juga berlandaskan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang telah terkena dampak secara signifikan dari kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat yang sangat merugikan masyarakat. Seperti efek dari pada pencabutan izin perdagangan barter yang ada di Aceh. Keberhasilan kampanye-kampanye dalam meyakinkan masyarakat oleh kelompok PUSA membuktikan kepada masayarakat Aceh bahwa yang menjadi dalang dalam semua permasalahan ialah Pemerintah Pusat. Sehingga secara tidak lansung mengefektifkan tindakan kolektif yang digagas oleh kelompok PUSA tersebut. Sesuai dengan temuan penelitian, PUSA sendiri merupaka organisasi masyarakat yang sangat populer di Aceh pada masa itu, populeritasnya itu juga menguntungkan organisasi tersebut dalam memobilisasi masyarakat dalam melakukan tindakan kolektif melawan pemerintahan yang mapan. Kondisi sosial masyarakat Aceh tidak hanya mengancam ekonomi, agama, politik di Aceh namun juga mengancam struktur sosial masyarakat Aceh. Sebelum kelonmpok PUSA memegang pemerintahan di Aceh, kaum Uleebalang menempatkan stratra yang tertinggi dalam pemerintahan, tidak hanya golongan Ulama dari kelompok PUSA, tetapi juga masyarakat Aceh secara luas merasakan penderitaan atas tidak seimbangnya kondisi sosial, ekonomi, agaman dan politik di Aceh pada masa itu. Realiata sosial yang dirasakan pada rentetan tahun 1950-1953 mengindikasikan bahwa hal tersebut memungkinkan terulang kembali. Bahkan akan mengubah tatanan masyarakat Aceh seperti yang terjadi pada pemerintahan Uleebalang. Sehingga upaya dan tindakan secara kolektif dilakukan untuk mengubah tatanan serta stratifikasi yang tidak diinginkan oleh kelompok Ulama dari PUSA dan masyarakat Aceh secara luas. KESIMPULAN DAN SARAN Kondisi sosial yang semakin memburuk terjadi di Aceh, tidak hanya berdampak pada pemimpin-pemimpinnya saja, khususnya kelompok PUSA. Namun juga sangat berpengaruh bagi kondisi sosial, agama, pendidikan dan perekonomian masyarakat secara luas. Pemerintah Pusat yang tidak mampu mengendalikan keadaan di Aceh mejadi lebih baik juga semakin tidak mempedulikan segala bentuk permintaan perbaikan kondisi di Aceh oleh pemimpinnya. Sehingga hal demikian semakin membuktikan bahwa yang menjadi dalang permasalahan tersebut ialah Pemerintah Pusat, terlepas dari pengaruh lawan politik kelompok PUSA yaitu “sisa feodal”. Pemimpin-pemimpin Aceh yang berasal dari kelompok PUSA yang sejak masa revolusi berhasil merebut perhatian masyarakat, telah mengadvokasikan kebutuhan masyarakat, akhirnya mereka mempunyai 8 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP tempat yang khusus di dalam diri masyarakat Aceh. Hal demikian yang menyebabkan kurang efektifnya kampanye “sisa feodal” untuk mengarahkan emosi masyarakat kepada kelompok PUSA. Realita sosial yang ada juga menjadi penyebab yang sangat efektif, dengan mempolitisasi kemarahan masyarakat secara luas sehingga mampu melahirkan gerakan kolektif untuk melawan Pemerintah Pusat. Sesuai dengan William Kornblum, tipe Gerakan Sosial berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, Gerakan DI/TII Aceh merupakan Revolutionary Movement (Gerakan Revolusioner) yang betujuan untuk mengubah tatanan sosial, institusi dan stratifikasi masyarakat Aceh secara menyeluruh. Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah: 1. Penelitian ini diharapkan tidak terbatas pada tahap inisiasi saja yaitu tahun 1950-1953, namun juga bagi peneliti lainnya dapat meneliti tahapan-tahapan lanjutan, seperti pada awal Gerakan DI/TII Aceh setelah deklarasi, pertengahan gerakan dan sampai pada tahap akhir gerakan tahun 1962 dengan menggunakan perspektif Pergerakan Sosial 2. Berdasarkan kurangnya sejarah yang dibutuhkan dalam durasi tahun yang telah diteliti, sebaiknya menjadi motivasi bagi kita semua untuk tidak berhenti menulis berbagai kejadian yang terjadi maupun kecil ataupun besar, karena akan menjadi sejarah yang akan sangat berguna kedepannya. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku A.H. Gelanggang. Rahasia Pemberontakan di Aceh dan kegagalan politik Mr. S.M. Amin. Kutaradja: Pustaka Murni Hati, 1956. Al Chaidar, Darul Islam di Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan Regional di Indonesia, 1953-1964. Lhokseumawe: Unimal Press, 2008. Amin, SM. Sekitar Peristiwa Berdarah di Atjeh. Djakarta: N.V Soeroengan, 1956. Basral, Nasery Akmal, Napoleon Dari Tanah Rencong: Novelisasi Perjuangan Hasan Saleh.Cet. Pertama, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013. Bernard, H, Russell. Research Methods in Antropology Qualitative and Quantitative Approaches. Thousand Oak, CA: SAGE, 1994. Giddens, Anthony. Sociology Fourth Edition. London: Blackwell Publisher Ltd, 2001. Giddens, Anthony. Sociology Fifth Edition. Cambridge: Polity Press, 2006 Haynes, Jeff. Demokrasi Dan Masyarakat Sipil Dunia Ketiga, Gerakan Politik Baru Kaum Terpinggir. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000. 9 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor : 10 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP Insider, Atjeh Sepintas Lalu. Djakarta: Fa Archapada, 1950 Ismail, Gade, dkk. Tantangan dan Rongrongan Terhadap Keutuhan dan Kesatuan Bangsa: Kasus Darul Islam di Aceh. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi kedua. Jakarta: Depdikbud dan Balai Pustaka, 1991. Lofland, John. Protes, Studi Tentang Perilaku Kolektif dan Gerakan Sosial. Yogyakarta: Insist Pers, 2003. M. Nur EL, Ibrahimy. Peranan Tgk. M. Daud Beureueh dalam Pergolakan Aceh. Jakarta: Media Da’wah, 2001. Moleong, Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Nazaruddin Sjamsuddin. Pemberontakan Kaum Republik, Kasus Darul Islam Aceh. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990. Noer Fauzi. Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga. Yogyakarta: Insist Pers, 2005. Putra, Fadillah dkk. Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia. Malang: Averroes Press, 2006. Saleh, Hasan. Mengapa Aceh Bergolak: Bertarung untuk Kepentingan Bangsa dan Bergabung untuk Kepentingan Daerah. Cet. Pertama, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992. Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Depok: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universita Indonesia, 2002. B. Sumber Internet http://lib.ui.ac.id/file?file=digital%2F20289661-S-Dibyareswari+Utami+Putri.pdf. Diakses pada tanggal 25 Juni 2016, Pukul 20.45 WIB http://journal.uny.ac.id/index.php/humaniora/article/view5462/4754. Diakses pada tanggal 21 April 2016, Pukul 19.30 WIB http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14850/1/09E01247.pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2016, Pukul 22.30 WIB Youtube, Mata Najwa 30 Maret 2011 : Revolusi Tiga Imam DI/TII, diakses 20 Februari 2016 10