DI/TII - Jurnal Ilmiah Mahasiswa

advertisement
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
INISIASI GERAKAN Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia
(DI/TII) ACEH TAHUN 1950-1953 DALAM PERSPEKTIF
PERGERAKAN SOSIAL
Junian Hijry Minarva, Bukhari
Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini berkaitan dengan Inisiasi Gerakan Darul Islam/ Tentara Islam
Indonesia (DI/TII) Aceh pada tahun 1950-1953 dalam perspektif pergerakan sosial. Adapun
Tujuan penelitian ini adalah untuk: mengetahui tahapan inisiasi gerakan DI/TII di Aceh
tahun 1950-1953 dalam perspektif pergerakan sosial. Penyusunan skripsi ini menggunakan
jenis metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik studi dokumentasi
kepustakaan yang bersumber dari berbagai buku bacaan serta wawancara untuk
mendapatkan data di lapangan, dan penelitian ini mengunakan teknik snowball sampling
dalam penentuan informan. Hasil dari peneitian menunjukkan bahwa kelompok PUSA,
ialah kelompok yang sangat dirugikan dari kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat pada
awal tahun 1950-1953, Seperti dihilangkannya status provinsi Aceh, Rasionalisasi
Kesatuan Militer Aceh dan Razia pada bulan Agustus 1951. Kebijakan tersebut mengancam
kedudukan mereka sebagai pemimpin Aceh pada masa itu. Kebijakan-kebijakan
Pemerintah Pusat tersebut juga diprovokasikan oleh kelompok “sisa-sisa feodal” yang tidak
menginginkan kepemimpin Aceh dikuasai oleh kelompok PUSA. Pada Tahun 1951-952
kebijakan Pemerintah Pusat semakin berdampak buruk bagi mayoritas masyarakat Aceh.
Kelompok PUSA terus melakukan upaya penolakan terhadap kebijakan itu, mulai dari
penanaman ideologi dan doktrin melalui retorika dalam rapat rahasia maupun rapat terbuka,
sampai pada pengorganisasian masyarakat demi melawan Pemerintah Pusat beserta
kebijakannya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Kelompok PUSA melihat bahwa
dampak dari kebijakan Pemerintah Pusat tidak hanya merugikan mereka saja, namun juga
masyarakat Aceh secara luas. Indikasi tersebut memberikan kesempatan waktu dan juga
kondisi bagi kelompok PUSA untuk mengarahkan emosi masyarakat kepada perlawanan
secara kolektif untuk melawan institusi yang mapan yaitu Pemerintah Pusat. Sebagaimana
tipe Gerakan Sosial yang diuraikan William Kornblum, Gerakan Sosial berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai, Gerakan DI/TII Aceh merupakan Revolutionary Movement (Gerakan
Revolusioner) yang bertujuan untuk mengubah tatanan sosial, institusi dan stratifikasi
masyarakat Aceh secara menyeluruh.
Kata Kunci: Gerakan DI/TII Aceh, Gerakan Sosial
ABSTRACT
This research is related to The Initiation Movement of Darul Islam/ Tentara Islam
Indonesia (DI/TII) Aceh in 1950-1953 in Social Movement perspective. The purpose of this
research is: to know the stage of the initiation movement of DI/TII Aceh in 1950-1953 in
Social Movement perspective. The making of this thesis is using the qualitative research
method by using the study of literature documentary technic sourced by various literatures
along with interview in the field to get the data, this research is also using the snowball
sampling technic to determine the informant. The result of this research shows that PUSA
group was highly disadvantaged by the policies of Central Government in early 1950-1953,
such as the removal of Aceh province’s status, the rationalization of Aceh’s military units,
and the raid in August 1951. Those policies threatened their populations as the leader of
Aceh at the time. Those policies were also provoked by the party of ‘feudalism’s remains’
who did not want Aceh was leaded by PUSA group. In 1951-1952, the Central
Government’s policies gave more harmful impacts to the majority of Aceh’s population.
1
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
The PUSA group kept trying to reject toward those policies, started by brainstorming the
ideology and indoctrinating by rhetoric at close and open meeting, until interfering the
community’s organizations only to fight the Central Government along with its policies.
The summary of this research is: PUSA group observed that the impact of Central
Government’s policies were not only disadvantage them, but also Aceh’s population
widely, those Indications gave them the time opportunity and also a perfect condition for
PUSA group to steer the people’s angers toward the resistance collectively to fight the
steady institution which was Central Government. As William Kornblum described about
Social Movement types, Social Movement based on the goals they seek to achieve. DI/TII
Aceh movement was a Revolutionary Movement that aimed to change the whole of social
fabric, institution, and stratification of Aceh’s populations.
Keywords: DI/TII Aceh Movement, Social Movement
PENDAHULUAN
Jauh sebelum Aceh melakukan pemberontakan DI/TII dan
mendeklarasikannya di bumi Serambi Mekah. Imam Kartosuwiryo lebih
dulu mendeklarasikan DI/TII di Jawa Barat pada tahun 1949. Penyebab
yang menjadi landasan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, ialah kecewa
terhadap Perjanjian Renville tahun 1948. Berikutnya disusul oleh Kahar
Muzakkar dan bergabung menjadi Negara Islam Indonesia di bawah
pimpinan Imam Kartosuwiryo, yang menjadi penyebabnya ialah karena
kecewa laskarnya tidak diterima masuk TNI. Ia pun bersama pasukannya
lari ke hutan. (Youtube, Mata Najwa 30 Maret 2011 : Revolusi Tiga Imam
DI/TII, diakses 20 Februari 2016)
Begitu juga dengan Aceh, berbagai penyebab diuraikan dalam setiap
penulisan terhadap pemberontakan DI/TII Aceh. Ada yang mengungkapkan
bahwa karena Tgk. M. Daud Beureueh diturunkan dari kursi gubernurnya,
karena dileburnya provinsi Aceh oleh pemerintah pusat. Karena takut akan
golongan feodal yang akan mengajukan tuntutan kepada pemimpinpemimpin Aceh yang turut dalam revolusi 45 dan telah menghabiskan harta
kaum feodal untuk kekayaan mereka. Karena gila pangkat, karena tidak
senang melihat suku lain berkuasa dan memegang peranan dalam
pemerintahan di Aceh, bahkan banyak penyebab lainnya. (Gelanggang,
1956: 9-10)
Dalam tulisan ini, tidak hanya mengajak pembaca melihat asal mula atau
penyebab pemberontakan ini terjadi, namun juga melihat DI/TII merupakan
sebuah gerakan sosial yang berhasil diinisiasikan oleh para tokoh, pimpinan
yang di dalamnya terdapat para ulama, zuama, organisasi masyarakat,
pandu-pandu Islam dalam memberi pengaruh besar terhadap arah
pemberontak, salah satu tokoh utamanya ialah Tgk. M. Daud Beureueh.
(Sjamsuddin, 1990: 4-30)
Penulisan ini membatasi pada Inisiasi Gerakan DI/TII Aceh tahun 19501953, yaitu tepatnya dari awal persiapan pergerakan dari kelompok kecil
hingga pada saat deklarasi yang diikuti oleh masyarakat luas dan juga
berbagai organisasi masyarakat. Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa
Indonesia, inisiasi merupakan upacara atau ujian yang harus dijalani setiap
2
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
orang yang akan menjadi anggota suatu perkumpulan, suku, kelompok umur
dan sebagainya (KBBI, 1991).
Dalam menginisiasikan sebuah Gerakan Sosial seperti DI/TII di Aceh,
tentunya tidak cukup dengan terlibatnya para tokoh dan pemimpin atau
penggagasnya saja, dan juga melihat pemberontakan yang diarahkan kepada
Republik Indonesia yang merupakan lembaga mapan dan konvensional.
Namun juga harus adanya upaya kolektif dan tujuan kolektif serta tindakan
kolektif dari penggagasnya dalam menghambat proses perubahan sosial.
Sesuai yang diungkapkan Anthony Giddens,
“gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan
bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama
melalui tindakan kolektif di luar lingkup lembaga-lembaga yang
mapan” (Fadillah, 2006: 1)
Dalam menginisiasi gerakan DI/TII Aceh, Tgk. M. Daud Beureueh
selaku Kepala Negara Islam Indonesia daerah Aceh dan juga selaku
penggagas pemberontakan beserta kerabat dan rekan-rekannya, tentu
melalui tahapan dan prosesnya sehingga berhasil dideklarasikannya DI/TII
dia Aceh. Ditambah lagi dapat dipengaruhinya masyarakat yang memegang
peranan penting di setiap desa dengan disumpahkan, pamong praja di
kecamatan hingga bupati-bupati dan wedana daerah Aceh.
Sebelum dideklarasikan DI/TII pada tahun 1953, telah ada upaya
penanaman ideologi Islam ke seluruh masyarakat, menyadarkan masyarakat
atas kondisi krisis kemakmuran daerah Aceh serta menyadarkan masyarakat
atas diskriminasi yang diciptakan terhadap pegawai Aceh. (Insider, 1950:
58-61) Selanjutnya, setelah Kongres Ulama di Medan pada bulan April
tahun 1953, sebagai pimpinan kongres Tgk. M. Daud Beureueh, dengan
suara bulat dan sepakat merumuskan beberapa hal yang menjadi tujuannya
berdasarkan kondisi Republik Indonesia yang sudah kacau balau. Poin
pentingnya ialah mensukseskan Pemilu mendatang agar seluruh umat Islam
memilih Islam sebagai dasar negara dan mengembalikan kembali dasar
negara Republik Indonesia ke dalam falsafah Islam. Jika usaha tersebut
tidak dicapai kemenangannya, maka cara-cara illegal pun akan ditempuh.
(Gelanggang, 1956: 10-13).
Setelah kembalinya Tgk. M. Daud Beureueh dari Medan, diadakannya
rapat-rapat rahasia para pimpinan dan kerabat-kerabatnya dan berlanjut pada
rapat umum yang dihadiri oleh masyarakat di setiap sudut daerah sehingga
menyerupai kampanye pemilu. Tidak hanya itu, pada saat-saat tersebut juga
dibentuknya pandu-pandu Islam di setiap daerah yang melakukan latihan
kilat militer, dibentuknya susunan angkatan perang dan bergabungnya putraputra Aceh yang memiliki jabatan publik dan perwira TNI beserta
pasukannya. (Chaidar, 2008: 108-112)
Karena minimnya penulisan secara ilmiah mengaitkan DI/TII di Aceh
dengan perspektif Social Movement serta melihat keberhasilan tahapan atau
proses inisiasi kurun waktu 1950-1953, dan juga melihat pemberontakan ini
sebagai pemberontakan melawan pemerintahan yang mapan. Maka hal
tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian terkait persoalan
ini.
3
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan masalah yang ingin diteliti yaitu Inisiasi Gerakan Sosial
DI/TII tahun 1950-1953 di Aceh, penulis melihat terdapat kesesuaian dari
variabel yang diungkapkan oleh Anthony Giddens seorang Sosiolog Inggris,
Gerakan Sosial adalah “social movements involve a collective attempt to
further common interests through collaborative action outside the sphere of
established institusions” - sebagai upaya kolektif untuk mengejar
kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan
bersama melalui tindakan kolektif diluar ruang lingkup institusi yang mapan
(Giddens, 2006 : 890).
Gerakan DI/TII di Aceh merupakan sebuah gerakan yang di dalamnya
terdapat upaya kolektif seperti memunculkan kesadaran masyarakat atas
realita sosial yang ada, membangun ideologi yang berbeda dari lembaga
yang mapan demi mengejar kepentingan bersama melalui tindakan kolektif
DI/TII Aceh,
Indikasi awal untuk menangkap gejala Gerakan Sosial diungkapkan oleh
John Lofland pakar Sosiologi Amerika bahwa dengan mengenali terjadinya
perubahan- perubahan pada semua elemen arena publik dan ditandai oleh
kualitas “aliran” atau “gelombang”. Dalam prakteknya suatu Gerakan Sosial
dapat diketahui terutama lewat banyak organisasi baru yang terbentuk,
bertambahnya jumlah anggota pada suatu organisasi gerakan dan semakin
banyaknya aksi protes terencana dan tak terencana.
Dalam tahapan inisiasi Gerakan DI/TII di Aceh kurun waktu tahun
1950-1953 juga ditemukan Indikasi seperti yang dikemukan John Lofland,
banyaknya organisasi baru yang terbentuk dan anggotanya kian hari makin
bertambah seperti dibentuknya pandu-pandu Islam di setiap daerah Aceh.
Selain itu, menurut Lofland dua aspek empiris yang perlu diperhatikan
adalah, Pertama, aliran tersebut cenderung berumur pendek antara lima
sampai delapan tahun. Jika telah melewati kurun waktu itu gerakan akan
melemah dan meskipun masih ada akan tetapi gerakan telah mengalami
proses ‘cooled down’. Kedua, banyak organisasi protes yang berubah
menjadi Gerakan Sosial atau setidaknya bagian- bagian yang disebut di atas.
Organisasi- organisasi ini selalu berupaya menciptakan Gerakan Sosial.
(Lofland, 2003: 50).
Pada kajian yang ingin penulis teliti yaitu Inisiasi Gerakan DI/TII Aceh
kurun waktu 1950-1953 tidak menunjukkan gerakan ini melemah hingga
tahun 1953, namum pada penghujung usia gerakan ini antara tahun 19591962 sudah terlihat gejolak internal organisasi, seperti telah berbeda tujuan
dalam menuntut suatu perubahan sosial sehingga menyebabkan Gerakan
DI/TII di Aceh melemah.
Gerakan Sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena
adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan
kata lain, Gerakan Sosial lahir sebagai reaksi terhadap sesuatu yang tidak
diinginkan rakyat seperti yang terjadi di Aceh ketika provinsi Aceh dihapus
dan dimasukkan ke dalam provinsi Sumutera Utara terdapat realita sosial
yang terjadi.
4
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
Denny Januar Ali merupakan seorang sastrawan karismatik Indonesia
dalam buku Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga (Fauzi,
2005:21) menyatakan adanya tiga kondisi yang melahirkan Gerakan Sosial.
Pertama, Gerakan Sosial lahir dengan kondisi yang memberikan kesempatan
bagi gerakan itu. Pemerintahan yang moderat misalnya, memberikan
kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya Gerakan Sosial dibandingkan
pemerintahan yang sangat otoriter.. Kedua, Gerakan Sosial timbul karena
meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang ada. Perubahan dari masyarakat
tradisional ke masyarakat modern misalnya, akan menimbulkan
kesenjangan ekonomi yang semakin meluas antara kaya dan miskin.
Perubahan ini juga dapat menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilainilai sosial yang selama ini diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan
gejolak yang dirugikan dan kemudian meluas menjadi Gerakan Sosial.
Ketiga, Gerakan Sosial semata-mata masalah kemampuan kepemimpinan
dari tokoh penggerak. Sang tokoh penggerak akan menjadi inspirator,
membuat jaringan, membangun organisasi yang menyebabkan sekelompok
orang termotivasi untuk terlibat dalam gerakan tersebut.
Kondisi pertama sesuai dengan keadaan Indonesia pada masa itu.
Indonesia yang menganut sistem pemerintahan parlementer dengan
demokrasinya menyebabkan Gerakan Sosial di Negara ini memiliki
kesempatan untuk berkembang. Pada awalnya, DI/TII dicetuskan di Jawa
Barat namun diikuti oleh Sulawesi Selatan dan kemudian diikuti oleh Aceh.
Begitu juga dengan ketidakpuasan yang dirasakan oleh masyarakat, yang
menimbulkan kesenjangan antara masyarakat Aceh dengan daerah lain,
terdapat dalam beberapa referensi bagaimana bentuk penindasan atau
ketidakadilan yang diperoleh dari kebijakan pemerintahan pusat. Pada
kondisi yang ketiga menggambarkan kemampuan kepemimpinan seorang
tokoh Tgk. M. Daud Beureueh yang berhasil mengajak setiap masyarakat
hingga melakukan sumpah setia dan membangun organisasi sehingga
menyebabkan sekelompok masyarakat termotivasi untuk terlibat di dalam
Gerakan DI/TII Aceh.
Beberapa fungsi dari Gerakan Sosial, antara lain adalah memberikan
kontribusi dalam pembentukan opini publik dengan memberikan dikusidiskusi masalah sosial dan politik melalui penggabungan sejumlah gagasangagasan tentang Gerakan Sosial dan menghasilkan pemimpin. (Haynes,
2000:27)
William Kornblum seorang profesor Sosiologi dalam buku Pengantar
Sosiologi (Sunarto, 2002: 197) membuat klasifikasi Gerakan Sosial
berdasarkan tujuan yang hendak dicapai.
a.
Revolutionary movement (gerakan revolusioner) adalah Gerakan
Sosial yang betujuan untuk mengubah institusi dan stratifikasi
masyarakat. Revolusi sosial merupakan suatu transformasi
menyeleruh tatanan sosial, termasuk di dalamnya institusi dan sistem
stratifikasi.
b.
Reformist movement (gerakan reformis) adalah Gerakan Sosial yang
hanya bertujuan mengubah sebagian institusi dan nilai. Contohnya,
gerakan Sarekat Islam yang didirikan di Surakarta tahun 1911-1912
5
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
c.
d.
juga dapat dimasukkan dalam kategori ini karena bertujuam
meningkatkan kesempatan usaha dan pendidikan bagi pribumi serta
pemahaman mencapai agama Islam
Conservative movement (gerakan konservatif) adalah Gerakan Sosial
yang bertujuan mempertahankan nilai dan institusi masyarakat.
Contohnya usaha aktivis feminist di Amerika Serikat di tahun 1980an untuk melakukan perubahan pada konstitusi demi menjamin
persamaan hak yang lebih besar antara laki-laki dan perempuan.
Reactionary Movement (Gerakan Reaksioner) adalah Gerakan Sosial
yang bertujuan untuk kembali ke institusi dan nilai masa lampau dan
meninggalkan institusi dan nilai masa kini. Contohya gerakan klus
klus klan di Amerika Serikat. Organisasi rahasia ini berusaha
mengembalikan keadaan di Amerika Serikat ke masa lampau ketika
institusi sosial mendukung atas keunggulan orang kulit putih di atas
oramg kulit hitam.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan metode kualitatif, karena
sifat data yang dikumpulkan tidak menggunakan alat-alat pengukur.
Sebagian data bersumber dari text book, yaitu buku bacaan, artikel,
makalah, jurnal, majalah/surat kabar, internet dan juga bersumber dari
berupa kata-kata ungkapan tertulis maupun lisan dari hasil wawancara
informan. Sebagai jenis penelitian yang bermaksud untuk memahani
fenomena secara naturalistik tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian yang di sini merupakan pakar atau ahli dalam permasalahan
gerakan DI/TII Aceh. (Moleong,2004: 3)
Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
Snowball sampling, yang merupakan cara efektif untuk membangun
kerangka pengambilan sampel yang mendalam, dalam populasi yang relatif
kecil, yang masing-masing informan cenderung melakukan hubungan satu
dan lainnya. Dalam pengambilan sampel, peneliti menentukan satu atau
lebih individu atau tokoh kunci dan meminta mereka menyebutkan orangorang lain yang pada gilirannya dapat ditemui (Bernard, 1994: 97)
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Tgk. A. Rahman Kaoy
2. Hasanuddin Yusuf Adan
3. Tgk. Fauzi Zainal Abidin Tiro
4. Ramli A. Dally
5. Tgk. Abd. Salam Hamid
6. Tgk. Muhammadiah Tiba
Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data. Adapun data
yang digunakan adalah:
6
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
1. Data primer yaitu data yang bersumber dari text book, antara lain
buku bacaan, artikel, makalah, jurnal, majalah/surat kabar, internet
dan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah Inisiasi Gerakan
DI/TII Aceh tahun 1950-1953.
2. Data sekunder, dalam hal ini bersumber dari orang sebagai informan
yaitu, akademisi, tokoh masyarakat dan keluarga yang terlibat dan
paham terkait kajian tersebut.
Teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian ini yaitu
kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara
membaca buku teks, jurnal, yang berkaitan dengan penelitian ini.
Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara langsung
informan yang sudah ditetapkan.
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data secara bertahap.
Pertama dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen
sehingga dapat ditemukan hal-hal pokok dari proyek yang diteliti yang
berkenaan dengan fokus penelitian. Kedua, dilakukan dengan merangkum
hal-hal pokok yang ditemukan dalam susunan yang sistematis, yaitu data
disusun dengan cara menggolongkan ke dalam pola, tema, unit atau kategori
sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah kemudian diberi
makna sesuai materi penelitian. Ketiga, dilakukan pengujian tentang
kesimpulan yang telah diambil dengan data pembandingan yang bersumber
dari hasil pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian ini
dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan
kesimpulan yang diambil dengan menghubungkan atau mengkomunikasikan
hasil-hasil penelitian dengan teori-teori para ahli.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada tahun 1950, Mulai muncul masalah-masalah sosial berupa
keputusan-keputusan dari Pemerintah Pusat yang menimbulkan gejolak
pemimpin-pemimpin di Aceh. Kemudian pada tahun selanjutnya yaitu tahun
1951-1952 keputusan-keputusan Pemerintah Pusat terhadap provinsi Aceh
tetap dijalankan, walaupun adanya penyelidikan dan peninjauan lebih lanjut
yang hasilnya sangat bertentangan dengan keinginan mayoritas masyarakat
Aceh. Bahkan keputusan Pemerintah Pusat tidak hanya meresahkan
pemimpin-pemimpin di Aceh, namun juga berdampak bagi masyarakat
Aceh secara luas. Mulai saat itu, sampai pada tahun 1953 persiapan
melawan pemerintah Pusat atas kebijakan-kebijakannya terus dilakukan
oleh pemimpin-pemimpin di Aceh oleh kelompok PUSA. Baik dalam
bentuk penyebaran ideologi, doktrin, dimunculkan retorika hingga dalam
bentuk pengorganisasian masyarakat.
Inisiasi Gerakan DI/TII Aceh tahun 1950-1953 kurang sesuai dengan
upaya kolektif sebagaimana disebutkan oleh Anthony Giddens, upaya yang
dilakukan dalam melaksanakan Gerakan DI/TII Aceh bukan langsung upaya
kolektif, namun didasari terlebih dahulu oleh upaya sekelompok orang yaitu
7
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
dari kelompok pemimpin dan ulama PUSA yang terlebih dahulu merasakan
dampak dari pada realita sosial yang bersumber dari kebijakan Pemerintah
Pusat.
Kolektifitas yang diperoleh tidak saja hanya pada tujuan mewujudkan
Darul Islam/ Negara Islam, tetapi juga berlandaskan kondisi ekonomi dan
sosial masyarakat yang telah terkena dampak secara signifikan dari
kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat yang sangat merugikan masyarakat.
Seperti efek dari pada pencabutan izin perdagangan barter yang ada di Aceh.
Keberhasilan kampanye-kampanye dalam meyakinkan masyarakat oleh
kelompok PUSA membuktikan kepada masayarakat Aceh bahwa yang
menjadi dalang dalam semua permasalahan ialah Pemerintah Pusat.
Sehingga secara tidak lansung mengefektifkan tindakan kolektif yang
digagas oleh kelompok PUSA tersebut.
Sesuai dengan temuan penelitian, PUSA sendiri merupaka organisasi
masyarakat yang sangat populer di Aceh pada masa itu, populeritasnya itu
juga menguntungkan organisasi tersebut dalam memobilisasi masyarakat
dalam melakukan tindakan kolektif melawan pemerintahan yang mapan.
Kondisi sosial masyarakat Aceh tidak hanya mengancam ekonomi,
agama, politik di Aceh namun juga mengancam struktur sosial masyarakat
Aceh. Sebelum kelonmpok PUSA memegang pemerintahan di Aceh, kaum
Uleebalang menempatkan stratra yang tertinggi dalam pemerintahan, tidak
hanya golongan Ulama dari kelompok PUSA, tetapi juga masyarakat Aceh
secara luas merasakan penderitaan atas tidak seimbangnya kondisi sosial,
ekonomi, agaman dan politik di Aceh pada masa itu. Realiata sosial yang
dirasakan pada rentetan tahun 1950-1953 mengindikasikan bahwa hal
tersebut memungkinkan terulang kembali. Bahkan akan mengubah tatanan
masyarakat Aceh seperti yang terjadi pada pemerintahan Uleebalang.
Sehingga upaya dan tindakan secara kolektif dilakukan untuk mengubah
tatanan serta stratifikasi yang tidak diinginkan oleh kelompok Ulama dari
PUSA dan masyarakat Aceh secara luas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kondisi sosial yang semakin memburuk terjadi di Aceh, tidak hanya
berdampak pada pemimpin-pemimpinnya saja, khususnya kelompok PUSA.
Namun juga sangat berpengaruh bagi kondisi sosial, agama, pendidikan dan
perekonomian masyarakat secara luas. Pemerintah Pusat yang tidak mampu
mengendalikan keadaan di Aceh mejadi lebih baik juga semakin tidak
mempedulikan segala bentuk permintaan perbaikan kondisi di Aceh oleh
pemimpinnya. Sehingga hal demikian semakin membuktikan bahwa yang
menjadi dalang permasalahan tersebut ialah Pemerintah Pusat, terlepas dari
pengaruh lawan politik kelompok PUSA yaitu “sisa feodal”.
Pemimpin-pemimpin Aceh yang berasal dari kelompok PUSA yang
sejak masa revolusi berhasil merebut perhatian masyarakat, telah
mengadvokasikan kebutuhan masyarakat, akhirnya mereka mempunyai
8
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
tempat yang khusus di dalam diri masyarakat Aceh. Hal demikian yang
menyebabkan kurang efektifnya kampanye “sisa feodal” untuk
mengarahkan emosi masyarakat kepada kelompok PUSA. Realita sosial
yang ada juga menjadi penyebab yang sangat efektif, dengan mempolitisasi
kemarahan masyarakat secara luas sehingga mampu melahirkan gerakan
kolektif untuk melawan Pemerintah Pusat.
Sesuai dengan William Kornblum, tipe Gerakan Sosial berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai, Gerakan DI/TII Aceh merupakan Revolutionary
Movement (Gerakan Revolusioner) yang betujuan untuk mengubah tatanan
sosial, institusi dan stratifikasi masyarakat Aceh secara menyeluruh.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka yang
dapat dikemukakan sebagai saran adalah:
1. Penelitian ini diharapkan tidak terbatas pada tahap inisiasi saja yaitu
tahun 1950-1953, namun juga bagi peneliti lainnya dapat meneliti
tahapan-tahapan lanjutan, seperti pada awal Gerakan DI/TII Aceh
setelah deklarasi, pertengahan gerakan dan sampai pada tahap akhir
gerakan tahun 1962 dengan menggunakan perspektif Pergerakan
Sosial
2. Berdasarkan kurangnya sejarah yang dibutuhkan dalam durasi tahun
yang telah diteliti, sebaiknya menjadi motivasi bagi kita semua
untuk tidak berhenti menulis berbagai kejadian yang terjadi maupun
kecil ataupun besar, karena akan menjadi sejarah yang akan sangat
berguna kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
A.H. Gelanggang. Rahasia Pemberontakan di Aceh dan kegagalan politik
Mr. S.M. Amin. Kutaradja: Pustaka Murni Hati, 1956.
Al Chaidar, Darul Islam di Aceh: Analisis Sosial-Politik Pemberontakan
Regional di Indonesia, 1953-1964. Lhokseumawe: Unimal Press,
2008.
Amin, SM. Sekitar Peristiwa Berdarah di Atjeh. Djakarta: N.V Soeroengan,
1956.
Basral, Nasery Akmal, Napoleon Dari Tanah Rencong: Novelisasi
Perjuangan Hasan Saleh.Cet. Pertama, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2013.
Bernard, H, Russell. Research Methods in Antropology Qualitative and
Quantitative Approaches. Thousand Oak, CA: SAGE, 1994.
Giddens, Anthony. Sociology Fourth Edition. London: Blackwell Publisher
Ltd, 2001.
Giddens, Anthony. Sociology Fifth Edition. Cambridge: Polity Press, 2006
Haynes, Jeff. Demokrasi Dan Masyarakat Sipil Dunia Ketiga, Gerakan
Politik Baru Kaum Terpinggir. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2000.
9
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 1, Nomor : 10
http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
Insider, Atjeh Sepintas Lalu. Djakarta: Fa Archapada, 1950
Ismail, Gade, dkk. Tantangan dan Rongrongan Terhadap Keutuhan dan
Kesatuan Bangsa: Kasus Darul Islam di Aceh. Jakarta: Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi kedua. Jakarta: Depdikbud dan Balai
Pustaka, 1991.
Lofland, John. Protes, Studi Tentang Perilaku Kolektif dan Gerakan Sosial.
Yogyakarta: Insist Pers, 2003.
M. Nur EL, Ibrahimy. Peranan Tgk. M. Daud Beureueh dalam Pergolakan
Aceh. Jakarta: Media Da’wah, 2001.
Moleong, Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004.
Nazaruddin Sjamsuddin. Pemberontakan Kaum Republik, Kasus Darul
Islam Aceh. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990.
Noer Fauzi. Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga.
Yogyakarta: Insist Pers, 2005.
Putra, Fadillah dkk. Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan
dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia. Malang: Averroes Press,
2006.
Saleh, Hasan. Mengapa Aceh Bergolak: Bertarung untuk Kepentingan
Bangsa dan Bergabung untuk Kepentingan Daerah. Cet. Pertama,
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992.
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Depok: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universita Indonesia, 2002.
B. Sumber Internet
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital%2F20289661-S-Dibyareswari+Utami+Putri.pdf.
Diakses pada tanggal 25 Juni 2016, Pukul 20.45 WIB
http://journal.uny.ac.id/index.php/humaniora/article/view5462/4754.
Diakses
pada tanggal 21 April 2016, Pukul 19.30 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14850/1/09E01247.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Juni 2016, Pukul 22.30 WIB
Youtube, Mata Najwa 30 Maret 2011 : Revolusi Tiga Imam DI/TII, diakses 20
Februari 2016
10
Download