H A M HAM dalam prespektif universal dan Regional. Pada tanggal 10 Desember 1948 perserikatan Bangsa-bangsa dalam sidangnya di Paris yang membentuk hak-hak asasi manusia yang dipimpin oleh seorang wanita yaitu Istri Presiden Amerika Serikat pada waktu itu Nyonya Franklin Delano Roosevelt. Pernyataan atau deklarasi tentang Hak Asasi Manusia (HAM) sejagat tersebut sebetulnya tidak mengikat bagi negara-negara yang telah menanda tangani, namun diharapkan agar negara-negara anggota PBB dapat mencantumkan masalah hak asasi manusia dalam konstitusinya. Dalam perkembangannya komisi PBB tersebut akhirnya menyusun perjanjian (Covenant) ialah : 1. International Covenant On Civil and Political Rights. 2. Optional Protocol to the International Covenant on Civi and Political Rights. 3. International Covenant on Economics, Social and Cultura Rights. Ketiga perjanjian tersebut kemudian dinamakan Undang-Undang International mengenai HAM. HAM secara Universal sebagai hak yang melekat pada kodrat manusia yang berarti hak-hak yang lahir bersamaan dengan ekstensinya dan merupakan konsekkuensi hakiki kodratnya, maka sifaynya Universal. Hak asasi manusia tumbuh berkembang berdasarkan falsafah dan sistem kehidupan berbangsa dan bermasyarakat dari masing-masing negara. Sehingga memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan pemahaman dan pelaksanaan HAM dari negara yang satu dengan lainnya. Dinegara penganut faham liberal (Amerika dan Eropa) dikenal 4 kebebasan yang merupakan kreteria pokok HAM yaitu : 1. Freedom of Speech 2. Freedom of Religion 3. Freedom of want 4. Freedom From Fear Sedangkan di negara-negara sosialis dikenal 3 jenis HAM yang meliputi : 1. Hak untuk memperoleh pekerjaan ( Right to a job) 2. Hak untuk memperoleh pendidikan (Right to education ) 3. Hak untuk hidup sebagai manusia ( Right to human existance) Hubungan Hak Asasi Manusia dengan Pancasila Dari kelima sila yang di amanatkan dalam pancasila dapat diuraikan hubungan antara HAM dengan Pancasila sebagai berikut : Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Ialah percaya dan takwa kepada Tuhan yang maha Esa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing atas dasar kesamaan hak dan kewajiban. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia, merupakan salah satu wujud pengamalan sila kedua Pancasila. Sila ketiga, Persatuan Indonesia.Wujud dari ketiga ini ialah rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara serta menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan. Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama, mereka dikarunia akal sehat dan hati nurani dan kehendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. Sila keempat, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ialah: Tidak seorang pun dibenarkan melanggar kebebasan orang lain dan di dalam menyelesaikan setiap masalah atau pengambil keputusan perlu dijamin atas hak-haknya disesuaikan dengan aturan perundang-undangan yang ada. Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Asas keadilan dalam HAM dapat tercermin pada sila ini karena wujud dari ke adilan itu sendiri di tujukan bagi kepentingan umum. Tidak adaperbedaan individu dari orang perorang semuanya lebih memacu pada kepentingan umum di prioritaskan sehingga tujuan masyarakat adil dan makmur bagi seluruh bangsa Indonesia dapat segera tercapai. Hubungan HAM dan UUD 1945 1.Dalam rangka mewujudkan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945, untuk membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dalam negara Indonesia yang berdasarkan atas hukum ( Rechtstaat ), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat) , maka hukum harus di jadikan prinsip pokok, serta pedoman dasar untuk diterapkan dan dipegang teguh di dalam penyelenggaraan negara. 2.Negara yang berdasarkan hukum, berarti di dalam penyelenggaraan negara harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut. Dengan demikian UUD 1945 telah merumuskan cita-cita hukum bangsa indonesia, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta lebih mengutamakan kepentingan bersama manusia. 3.Bangsa Indonesia, saat ini sedang dibuat bingung oleh beberapa anak bangsa yang sebenarnya terpelajar, “dengan istilah kontitusional,” seolah-olah apa yang menjadi tafsir perundangan sesuai tafsirnya merupakan yang paling benar. Apabila diperlukan perubahan (amandemen) ataupun pembuatan aturan perundangan turunannya harus tetap berpatokan pada hal-hal sbb: 1. Melindungi segenap bangsa Indonesi dan seluruh tumpah darah Indonesia, dalam arti negara harus mampu melindungi seluruh warga negara Indonesia secara menyeluruh tidak hanya terbatas atau berdasarkan kepentingan suatu kelompok warga tertentu saja tanpa mempertimbangkan kelompok warga lain. 2. Memajukan kesejahteraan Umum. 3. Mencerdaskan kehidupan Bangsa 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial membangun bangsa yang mandiri serta kewajiban menyumbangkan pada masyarakat bangsa-bangsa lain. Hubungan HAM dengan Undang-Undang Dasar 1945 dapat diterjemahkan dalam moral kebangsaan sbb: 1. Kebijaksanaan harus diarahkan pada kebijaksanaan politik dan hukum dengan perlakuan serta hak dan kewajiban yang sama bagi siapapun, perorangan atau kelompok yang berada di dalam batas wilayah NKRI. 2. Kebijaksanaan Ekonomi dan kesejahteraan. 3. Kebijaksanaan pendidikan dan kebudayaan. 4. Kebijaksanaan luar negeri. HAM dalam sistim perundangan di Indonesia Dalam perjalanan HAM di Indonesia setelah melalui proses yang panjang, kemudian melalui keputusan presiden No. 50 tahun 1993, telah dibentuk komite Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM ) dan pada sidang MPR bulan maret 1998, telah dikeluarkan TAP MPR No. II/MPR/1998 dan pada sidang istimewa MPR bulan Nopember 1998 telah di tetapkan TAP MPR No. XVII/MPR/1998 bagian II tentang piagam Hak Asasi manusia yang memuat 44 pasal. Indonesia telah memenuhi harapan PBB, yakni dengan mengikat masalah HAM dalam piagam sebagaimana terdapat pada piagam II TAP MPR No. XVII/MPR/1998, serta dalam konstutusi seperti yang tercantum dalam Bab XA UUD 1945. Dalam implementasi telah membentuk tentang komnas HAM yang membentuk 2 Undangundang yaitu: 1. UU RI No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. 2. UU RI N0. 26 tahun 2000 tanggal 23 Nopember 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia. Penegakan hukum khususnya bidang hukum pidana pada dasarnya adalah suatu perampasan sebagian hak asasi manusia oleh aparat yang berwenang dalam rangka melindungi atau menegakkan kepentingan umum. Dalam konsep negara (hukum) berdasarkan Pancasila. Perampasan hak asasi individu (lebih konkrit adalah tersangka/tterdakawa) dalam proses hukum pidana diatur dan sekaligus dibatasi oleh ketentuan perundangan dalam hukum acara pidana (KUHAP) atau dengan perkataan lain bahwa hak asasi tersangka atau terdakwa diatur dan di lindungi dalam KUHAP (UU No. 8 tahun 1981), yang merupakan pelaksanaan asas-asas yang terkandungdalam UU No. 14 tahun 1970 antara lain : 1. Pengakuan sama setiap orang dimuka hukum. 2. Penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan hanya berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang dalam hal dan cara yang diatur oleh Undang-undang. 3. Setiap orang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau diharapkan dimuka persidangan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 4. Pemberian ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang terhadap kesalahan penangkapan, penahan, penuntutan yang tidak berdasarkan hukum. 5. Pengadilan harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas jujur dan tidak memihak. 6. Setiap orang yang tersangkut perkara diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum dalam kepentingan pembelaan. 7. Seorang tersangka sejak ditangkap dan atau ditahan wajib diberitahukan dakwaan dan dasar hukum serta wajib diberitahu haknya untuk menghubungi penasehat hukum. 8. Pemeriksaan di pengadilan dengan hadirnya terdakwa. 9. Sidang pemeriksaan di pengadilan terbuka untuk umum kecuali diatur lain dalam Undang-undang.