EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN SKS 3 (2-3) Outline perkuliahan 1. Pendahuluan : i. Bahan pangan utama dan zat gizinya ii. Hubungan pengolahan dengan zat gizi iii. Kemantapan zat gizi bahan pangan 2. Zat gizi dalam bahan pangan mentah Manilulasi genetik untuk memperbaiki mutu gizi sayuran Pengaruh budi daya pertanian terhadap susunan bahan pangan (pangan nabati dan pangan hewani ) Pengaruh pemanenan dan penanganan terhadap susunan bahan pangan (buah dan sayuran, biji-bijian) Pengaruh penanganan pasca mortem 3. Pengaruh pengolahan dan penyimpanan terhadap zat gizi Pengaruh pengolahan panas terhadap zat gizi (pengukusan, pasteurisasi dan pensterilan, pemanggangan dengan oven) Pengaruh pengawetan beku terhadap zat gizi Pengaruh turunnya kadar air terhadap zat gizi Pengaruh pengolahan dengan fermentasi terhadap zat gizi Pengaruh pengolahan dengan zat tambahan terhadap zat gizi (curing, penggaraman, pengasapan, gula, senyawa kimia ) 4. Pengaruh penyiapan pelayanan pangan dan jasa boga terhadap zat gizi 5. Penggizian dan metabolisme Penggizian bahan pangan,( penambahan asam amino kepada bahan pangan, penambahan vitamin dan mineral terhadap bahan pangan) Faktor yang mempengaruhi metabolisme zat gizi. Daftar pustaka; 1. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Pangan, Robert S Harris dan Endel Karmas, Penerbit ITB Bandung, 1989. 1 EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN Minggu Pokok Bahasan 1 dan 2 Pendahuluan 3 dan 4 5 6 7 dan 8 9 10 dan 11 12 Mempelajari bahan pangan utama dan gizinya Mempelajari hubungan pengolahan dengan perubahan zat gizi Mempelajari kemantapan zat gizi bahan pangan Manipulasi genetik untuk memperbaiki mutu Zat gizi bahan pangan gizi sayuran mentah Pengaruh budi daya pertanian terhadap susunan bahan pangan nabati dan hewani Pengaruh pemanenan dan penganganan terhadap susunan bahan pangan (buah dan sayuran) Pengaruh penanganan pasca mortem Pengaruh pengolahan panas terhadap zat gizi (pengukusan, pasteurisasi, sterilisasi, Pengaruh pengolahan pemanggangan dengan oven) dan penyimpanan terhadap zat gizi Pengaruh pengawetan beku terhadap zat gizi Pengaruh turunnya kadar air terhadap zat gizi Pengaruh pengolahan dengan fermentasi terhadap zat gizi Pengaruh pengolahan dengan zat tambahan terhadap zat gizi Penngaruh penyiapan Pengaruh prosedur penyiapan pangan dan pelayanan pangan dan retensi zat gizi dengan tekanan pada praktek jasa boga terhadap zat jasa boga gizi Pengaruh praktek penyiapan makanan di rumah terhadap zat gizi bahan pangan Penggizian dan Penggizian bahan pangan ( Penambahan asam metabolisme zat gizi amino, vitamin dan mineral) kepada bahan pangan Faktor yang Zat gizi makro (protein, karbohidrat, lemak) mempengaruhi Zat gizi mikro (vitamin dan mineral) metabolisme zat gizi 2 BAHAN MAKANAN DAN ZAT GIZI 1. Pendahuluan Zat gizi adalah, komponen pembangun tubuh manusia dimana zat tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan menyediakan energi bagi fungsi tubuh. Zat gizi yang harus ada dalam bahan pangan agar tubuh tetap sehat, dibedakan menjadi golongan protein, lemak, dan karbohidrat yang disebut zat gizi makro, serta vitamin dan mineral yang disebut zat gizi mikro. Air juga merupakan bagian penting dari gizi yang baik. Manusia memperoleh kebutuhan zat gizi pentingnya dari bahan pangan nabati dan hewani. Biokimia tanaman, hewan dan manusia mempunyai banyak persamaan. Karena itu manusia membutuhkan komponen pembangun tubuh yang sama seperti yang terkandung dalam tanaman dan hewan. Pembudidayaan Ilmu pertanian dan Teknologi Pemanenan CO2 + H2O + Zat gizi + Energi ------- Bahan pangan Tkt I + Bahan pangan Tkt II + Bahan Pangan Tkt III ------Sayuran, buah,bijian Daging, Unggas, Ikan Telur, susu Pengolahan – Pengawetan Konsumsi - Gizi Gizi – Ilmu dan Teknologi Pangan Gambar. Hubungan antara ilmu kehayatan dan daur kimia bahan pangan alami Bahan pangan alami merupakan sistem hayati yang dapat cepat rusak sesudah dipanen. Karena kebutuhan manusia akan makanan dan saat panen biasanya tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, maka bahan pangan tersebut perlu diawetkan melalui pengolahan Berbagai macam bahan pangan berperan sebagai pembawa zat gizi dan mempengaruhi stabilitasnya. Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur tergantung dari cara pengolahannya. Berbagai macam cara pengolahan dapat mempercepat atau menghambat perubahan kadar zat gizi. 3 Semua bahan pangan mentah adalah komoditi mudah rusak, sejak panen, pemotongan hewan bahan ini mengalami kerusakan secara berangsur akibat berbagai jenis kerusakan biologis. Faktor utama kerusakan bahan pangan adalah kadar air yang secara hayati aktif dalam jumlah besar, seperti pada sayuran daun dan daging, dapat rusak hanya dalam beberapa hari, sedangkan biji-bijian kering yang hanya mengandung air struktural dapat disimpan bertahun- tahun. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, kegiatan enzim, dan perubahan kimia, dan ternyata pertumbuhan mikroba merupakan penyusutan utama bahan pangan. Kegiatan dan reaksi ini berlangsung paling cepat pada aktivitas air yang tinggi, didukung pula oleh faktor suhu, pH, dan faktor lingkungan lainnya. Asas pengawetan bahan pangan adalah didasarkan pada pengawetan semua faktor lingkungan tersebut. Sebagai contoh mikroba membutuhkan suhu optimum untuk pertumbuhannya. Suhu yang lebih tinggi merusak pertumbuhannya, sedangkan suhu yang lebih rendah sangat menghambat metabolismenya. Ada enam ( 6 ) prinsip dasar pengolahan pangan untuk pengawetan : 1. Penghilangan (penurunan kadar) air, pengeringan, dehidrasi dan pengentalan 2. Perlakuan panas , blansing, pasteurisasi dan sterilisasi 3. Perlakuan suhu rendah, pendinginan, pembekuan 4. Pengendalian keasaman, fermentasi dan pemberian zat tambahan 5. Berbagai macam zat kimia tambahan 6. Irradiasi Karena makanan olahan harus disimpan sampai dikonsumsi antara dua masa panen, maka pengemasan yang baik merupakan pembantu dalam pengolahan di samping dasar dan cara pengolahannya. Metabolisme mikroba memerlukan banyak air bebas. Penghilangan air yang secara hayati aktif melalui pengeringan atau dehidrasi menghentikan pertumbuhan mikroba. Penghentian ini juga menurunkan aktivitas enzim dan reaksi kimia. Ketengikan komponen lipid menurun apabila air struktural yang melindunginya dibiarkan tetap seperti semula. 4 Pengaruh utama perlakuan panas adalah denaturasi protein, yaitu proses yang menyebabkan mikroba dan sejumlah enzim lain tidak aktif. Pasteurisasi membebaskan bahan pangan dari zat patogen dan sebahagian besar sel vegetatif mikroba, sedangkan pensterilan dapat didefenisikan sebagai proses mematikan semua mikroba yang hidup. Pensterilan dengan panas merupakan proses pengawetan pangan yang lebih efektif namun mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi yang tak mantap, terutama vitamin, dan menurunkan nilai gizi protein, terutama melalui reaksi Maillard. Pengawetan dengan suhu rendah, terutama pengawetan dengan suhu beku, ditinjau dari banyak segi merupakan pengawetan bahan pangan yang paling tidak merugikan. Suhu rendah menghambat pertumbuhan mikroba dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim. Aktivitas enzim dalam daging dapat berhenti akibat penyimpanan pada suhu beku, sedangkan bahan pangan nabati perlu diblansing terlebih dahulu sebelum dibekukan untuk mencegah perubahan mutu yang tidak diinginkan. Penurunan vitamin akan minimum dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan mutu adalah karena kondisi yang kurang menguntungkan pada proses pembekuan, penyimpanan, dan pelelehan kristal es. Pertumbuhan mikroorganisme perusak bahan pangan sangat terhambat dalam lingkungan yang keasamannya tinggi. Salah satu cara mengawetkan makanan adalah dengan menurunksn pH dengan cara fermentasi anaerob senyawa karbohidrat menjadi asam laktat. Keasaman beberapa bahan pangan dapat dinaikkan dengan menambah zat tambahan yang bersifat asam seperti asam cuka atau asam sitrat yang menimbulkan pengaruh penghambatan yang sama. Tidak banyak kehilangan zat gizi akibat fermentasi. Dalam beberapa hal zat gizi dapat ditingkatkan melalui sintesis vitamin dan protein oleh mikroba. Zat tambahan kimia mempunyai daya pengawet terhadap bahan pangan karena menyediakan lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikroba, reaksi enzim, dan reaksi kimia. Pengolahan demikian termasuk juga penggunaan zat curing dan pengasapan daging, pengawetan sayuran dan buah melalui pemanisan, serta perlakuan dengan berbagai jenis zat tambahan kimia. Pengaruh cara ini terhadap zat gizi beragam, namun pada umumnya kecil. 5 Penyinaran dengan cara irradiasi merupakan cara pengawetan bahan pangan yang lebih canggih. Penggunaan cara ini tidak banyak digunakan karena penyinaran dengan energi tinggi menghasilkan senyawa baru dalam bahan pangan yang disinari, bentuk radikal bebas yang sangat reaktif. Mekanisme radikal bebas tidak hanya mematikan mikroba tetapi juga sangat merusak zat gizi, terutama vitamin. Kelemahan lain cara ini adalah perubahan yang cukup besar dalam cita rasa. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengolahan yang digunakan tidak banyak menurunkan zat gizi bahan pangan.. Metode pengolahan bahan pangan perlu dikembangkan dengan prinsip mampu mempertahankan persentase zat gizi dalam jumlah yang lebih besar. Faktor yang perlu dikembangkan dalam usaha lebih mempertahankan zat gizi, harus mencakup perkembangan lebih lsnjut dalam teknologi pengolahan bahan pangan, berbagai segi penyimpanan bahan pangan dan penyalurannya, sistem kelembagaan bahan pangan, dan yang terakhir, penyiapan makanan di rumah. Stabilisasi zat gizi bahan pangan Perhatian terhadap stabilitas zat gizi selama pengolahan pangan lebih banyak ditekankan pada vitamin, karena vitamin mudah hilang melalui pencucian, perusakan oleh panas, cahaya, dan oksidasi. Vitamin yang secara alami terdapat dalam bahan pangan mungkin berada dalam bentuk koenzim yang sifat stabilitasnya berbeda. Sebagai contoh, vitamin B6 terdapat sebagai piridoksin, piridoksamin, dan piridoksal. Piridoksal lebih tidak stabil terhadap panas dibandingkan dengan piridoksin. Beberapa contoh kerusakan vitamin : 1. Thiamin mudah mengalami pemecahan dalam larutan netral dan alkalis bahkan sampai suhu rendah 2. Riboflavin bersifat stabil terhadap panas, dalam larutan dan oksidator kuat 3. Niasin merupakan vitamin yang paling stabil (stabilitas yang tinggi terhadap panas dan cahaya pada seluruh kisaran pH makanan 6 4. Piridoksin, stabil terhadap panas dalam larutan asam dan alkalis tetapi peka terhadap cahaya pada pH 6.0 5. Asam askorbat, mudah dioksidasi 6. Vitamin A, mudah teroksidasi dan peka terhadap cahaya, pada tanaman vitamin A terdapat sebagai provitamin A yang disebut karotenoid. Senyawa ini sifatnya sama dengan vitamin A hanya sifatnya lebih stabil 7. Vitamin D, peka terhadap oksigen dan cahaya 8. Vitamin K, peka terhadap cahaya 9. Alfa tokoferol (aktivitas Vitamin E), mudah teroksidasi 10. Pengaruh pengolahan terhadap mineral tidak begitu nyata 11. Pada lemak isomerisasi cis-trans selama pengolahan bahan pangan dapat menurunkan nilai hayati asam lemak tak jenuh 12. Kadar asam amino dalam suatu protein tidak secara kuantitatif menunjukkan nilai gizinya karena pembatas dalam penggunaan protein adalah nilai cerna protein. Pengolahan dapat menaikkan dan menurunkan nilai denaturasi protein oleh panas dapat mempermudah hidrolisis protein oleh protease dalam usus halus, namun demikian, panas juga dapat menurunkan mutu protein akibat perombakan beberapa asam amino tertentu. 7 ZAT GIZI DALAM BAHAN PANGAN MENTAH Manipulasi genetik untuk memperbaiki mutu gizi sayuran Penelitian terhadap keragaman genetik menunjukkan bahwa kadar zat gizi dapat diperbesar, walaupun memerlukan teknologi yang lebih tinggi. Kemajuan teknologi yang berkembang sekarang ini memudahkan untuk dapat meningkatkan zat gizi tanaman sesuai dengan kebutuhan manusia. Setiap zat gizi harus disekati sendiri-sendiri berdasarkan sistemnya sendiri yang sudah menjadi bagian metabolisme dari zat tersebut. Sejarah mencatat bahwa kuantitas bahan pangan berhasil dinaikkan melalui revolusi hijau. Mungkin mutu bahan pangan sekarang dapat dinaikkan dengan cepat tanpa mengorbankan kuantitasnya. Penelitian genetik klassik oleh Tatum dan Beadle telah mengorbitkan teori satu gen satu enzim yang menunjukkan bahwa tanaman dapat dimanipulasi secara genetik untuk menghasilkan gizi yang dibutuhkan manusia. Hasil penelitian biokimia genetik menunjukkan bahwa jalur biosintesis yang nantinya memberikan hasil akhir berlangsung dibawah pengendalian genetik. Salah satu contoh yang telah berhasil dianalisis jalur biosintesisnya adalah jalur yang menghasilkan senyawa karoten dalam tomat. Para ahli pemuliaan tanaman telah bertahun-tahun meningkatkan nilai kosmetik buah dan sayuran secara nyata contohnya tomat menjadi lebih merah, dan wortel menjadi lebih jingga. Hal ini juga menaikkan nilai gizi seiring dengan perubahan penampakan yang ada. Sebagai contoh, tomat yang lebih merah dan wortel yang lebih jingga mengandung lebih banyak vitamin A Pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi kadar zat gizi tanaman. Antaraksi genotipe dengan lingkungannya juga terjadi. Sejumlah penelitian telah berhasil dilakukan untuk melihat pengaruh budi daya pertanian terhadap kadar zat gizi. Tomat (Lycopersicon esculentum) 8 Untuk sayuran penelitian yang lebih banyak dilakukan pada tanaman tomat dibandingkan spesies lain. Sebagian besar informasi ini dapat dipakai sebagai model penelitian manipulasi genetik untuk meningkatkan kadar zat gizi sayuran lain. Dengan menggunakan berbagai lokus yang mempengaruhi beberapa pigmen, ahli biokimia berhasil menemukan jalur biosintesis senyawa karoten. Dari susut gizi pentingnya penelitian ini terletak pada kadar provitamin A dalam bentuk β karoten pada buah tomat. Senyawa karoten dalam buah tomat merah masak adalah likopen, α karoten, β karoten dan pigmen lain tertentu, serta poliena dalam jumlah kecil. Senyawa likopen (tidak mempunyai aktivitas vitamin A) menyusun kurang lebih dari 95% pigmen dan memberikan warna merah. Sebagian besar sisanya berupa β karoten ., dan telah diteliti pengendalian genetik terhadap kandungan pigmen ini. Dari beberapa laporang penelitian ditunjukkan bahwa kadar provitamin A dapat ditingkatkan sampai 30 kali melalui rekayasa genetika. Tetapi warna buah berubah dari merah ke jingga akibat kenaikan kadar β karoten dan penurunan kadar likopen. Penerimaan konsumen terhadap varietas baru ini tidak begitu baik karena adanya perubahan warna tersebut. Usaha penelitian Steven telah mengembangkan pengetahuan tentang genetika cita rasa , mutu dan kadar gizi buah tomat. Usaha awalnya berkaitan dengan komponen kimia cita rasa dan sifat turunannya. Hasil penelitiannya menemukan adanya pengendalian genetik komponen penting yang menentukan mutu buah tomat. Perbedaan cita rasa terutama ditentukan oleh konsentrasi 2-isobutiltiazol serta nisbeh antara zat padat dan asam. Masing-masing dari ketiga komponen ini diketahui dikendalikan secara genetik. Hal ini merupakan model klassik guna pendekatan segi gizi lain dari buah dan sayuran. Wortel (Daucus carota) Wortel biasanya dimakan dalam keadaan mentah atau setelah dimasak. Warna jingga cerah wortel disebabkan kandungan α karoten, β karoten yang tinggi. Berbeda dengan tomat, akar tanaman wotel ini mengandung sedikit atau tanpa likopen. Karena warnanya jingga menyala wortel merupakan sumber provitamin A yang terbaik dibandingkan dengan sayuran lain. Kadar provitamin A wortel kurang lebih sepuluh kali 9 buah tomat. Kadar zat gizi dan mutu buah wortel dipengaruhi oleh banyak faktor seperti varietas, tempat tumbuh, suhu kadar air,tingkat kemasakan dan lain-lain. Karena pentingnya warna jingga (provitamin A) dalam wortel, cukup banyak penelitian dilakukan terhadap karoten dan poliena. Dengan menggunakan sistem model untuk biosintesis karotenoid dalam tomat, Gabelmen, dkk, menemukan adanya pengendalian genetik biosintesis karoten dalam wortel. Dalam satu rangkaian penelitian genetik diketahui bahwa lima gen mengendalikan biosintesis karotenoid. Dari rangkaian-rangkaian penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa varietas`wortel dapat dikembangkan menjadi wortel berkonsentrasi karoten (provitamin A) sangat tinggi. Karena vitamin A yang diperoleh dari konversi β karoten lebih besar daripada yang diperoleh dari α karoten, maka lebih menguntungkan apabila konsentrasi β karoten ditingkatkan. Pada semua genotipe yang telah diteliti ternyata konsentrasi α karoten tidak pernah melebihi konsentrasi β karoten. Jagung (Zea mays) Pada umumnya diketahui bahwa perbedaan jenis jagung banyak pati dengan jenis jagung manis diatur oleh suatu gen tertentu yang sudah diketahui, yang menurunkan laju perubahan gula menjadi pati.Dari pengetahuan tentang gen ini telah berhasil dikembangkan jagung manis yang lebih manis. Penemuan yang lebih menarik dalam penelitian genetik intuk meningkatkan kadar zat gizi adalah jagung berlisin tinggi. Dari penelitian genetik yang telah dilakukan telah dapat mengubah mutu protein jagung. Manipulasi genetik untuk meningkatkan mutu gizi dan kadar zat gizi tanaman yang nilai ekonominya tinggi merupakan tahap awal yang menarik perhatian. Berbagai temuan penting mengenai zat gizi lain dan spesien tanaman lain akan terjadi dengan menggunakan sisten model genetika-biokimia untuk sintesis provitamin A, mutu protein, dan komponen cita rasa. Kapasitas peningkatan nilai gizi melalui manipulasi genetik sangatlah menarik, walaupun untuk itu masih dibutuhkan banyak penelitian lain sebelum diperoleh pengetahuan yang berguna bagi ahli pemuliaan tanaman untuk dapat mengembangkan varietas dengan nilai gizi yang lebih besar daripada yang sudah ada sekarang. 10 Pengaruh Budi daya pertanian terhadap susunan bahan pangan Pangan nabati Kadar zat gizi tanaman pangan yang baru dipanen dapat beragam, keragaman ini diakibatkan oleh banyaknya faktor yang saling bergantungan, terutama faktor genetik, sinar surya, curah hujan, tofografi, tanah, lokasi, musim, pemupukan, dan derajat kemasakan. Susunan hasil tanaman yang sama dari galur yang sama tetapi berbeda tumbuh pada tempat yang berbeda, sering berbeda. Oleh karena itu dianjurkan untuk menganalisis contoh segar bahan pangan itu sendiri dan bukan mengambil data dari tabel yang tersedia. Banyaknya varietas tanaman pangan menyebabkan susunan zat gizi dan stabilitasnya berbeda. Varietas yang secara genetik dekat, agak serupa kandungan zat gizinya, sedangkan varietas yang secara genetik tidak ada hubungannya biasanya cukup berbeda. Pengetahuan adanya fungsi fisiologi dari vitamin dan mineral telah lama berkembang, dan kebanyakan ahli pemulia tanaman lebih memfokuskan penelitian dibidang warna, cita rasa, tekstur, serta produksi persatuan luas, tetapi dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka penelitian untuk meningkatkan zat gizi dalam tanaman semakin berkembang. Hasil penelitian Tatum, Beadle dan lain-lain menunjukkan adanya hubungan yang erat antara genetika dan biokimia. Enzim tanaman dibutuhkan untuk sintesis bahan pertumbuhan yang nantinya dapat menjadi vitamin bagi yang mengkonsumsi tanaman itu. Walaupun kemampuan mensintesis senyawa ini dikendalikan oleh faktor genetik, jumlah faktor ini dalam jaringan tanaman dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan ( cahaya. Panas, air susunan, tanah ). Sejumlah kecil zat gizi dapat diukur dengan metode kimia dan biologi. Kerjasama antara ahli pemuliaan tanaman dan ahli biokimia gizi meningkatkan secara nyata nilai gizi bahan pangan utama, sayuran, dan buah. Faktor genetik yang berbeda mungkin menentukan perkembangan sampai ukuran yang diinginkan, warna, atau kandungan zat gizi hasil tanaman pangan.Tidaklah dapat memperoleh semua mutu yang baik dari tanaman, karena itu perlu dipilih diantara nilai gizi, warna, ukuran dan lain-lain. Bahkan 11 diperlukan juga mendidik masyarakat untuk dapat menerima bahan pangan yang agak berbeda dari biasanya namun nilai gizinya lebih tinggi.. Sudah cukup banyak kemajuan yang diperoleh dalam usaha meningkatkan kandungan zat gizi secara genetik. Kadar asam askorbat dalam buah tomat berhasil dilipat duakan sampai 50 mg/100g bahan, sehingga buah ini mengandung asam askorbat setara dengan buah jeruk. Kadar karoten dalam buah tomat dengan cara serupa berhasil dinaikkan sampai sama dengan wortel . Jagung yang ada sekarang tidak sama dengan jagung 50, 500 tahun yang lalu. Menurut hasil suatu penelitian ternyata 50 generasi dari suatu seleksi menghasilkan jagung dengan kadar protein maksimum 19,5% dan minimum 4,9%. Namun jagung dengan kadar protein tinggi secara proporsional mengandung lebih sedikit lisina dan triptopan ( dua asam amino esensial yang jumlahnya sedikit dalam protein jagung ), karena itu nilai hayatinya lebih rendah. Jagung protein tinggi ini juga lebih kaya akan leusina yaitu asam amino yang sudah berlebihan dalam protein jagung. Walaupun kandungan asam amino pada jagung protein tinggi lebih tidak seimbang dibandingkan dengan jagung biasa, ada kemungkinan untuk mengembangkan jagung dengan protein mutu gizinya lebih tinggi dari varietas tersebut. Meskipun asam askorbat terdapat dalam semua jaringan tanaman, konsentrasinya sangat beragam. Mutu asam askorbat dalam tiap galur tanaman dikendalikan oleh faktor keturunan, tetapi juga dipengaruhi oleh suhu, intensitas sinar, dan kadar air. Kadar zat gizi hasil tanaman pangan sebagian besar di bawah kendali genetik. Dalam beberapa hal, beda antara galur tanaman yang sama, cukup besar . Lebih mudah meningkatkan kadar zat gizi hasil tanaman pangan secara genetik dibandingkan dengan pendekatan lain. Peranan faktor lingkungan Jumlah dan Intentitas cahaya Asam askorbat Cahaya mempengaruhi susunan sayuran dan buah. Penelitian yang dilakukan terhadap tanaman tomat menunjukkan bahwa, tomat yang ditumbuhkan di luar mengandung asam askorbat lebih besar daripada yang ditumbuhkan di bawah naungan. Beberapa sayuran yang diteliti pada sore hari mengandung asam askorbat lebih 12 besar daripada pagi hari. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat hubungan yang erat antara penyinaran matahari dengan kadar asam askorbat dalam tanaman. Jumlah dan intensitas cahaya mempengaruhi susunan tanaman, terutama asam askorbatnya. Suhu Suhu optimum untuk laju pertumbuhan maksimum setiap spesies tanaman biasanya bukan merupakan suhu optimum untuk sintesis dan penyimpanan zat gizi dalam jaringan. Kondisi suhu yang dapat memacu penyimpanan suatu zat gizi tertentu sampai mencapai maksimum sering berbeda dengan suhu untuk zat gizi lain. Asam askorbat Penelitian yang telah dilakukan bahwa terjadi penurunan kadar asam askorbat pada daun yang belum dipetik dari tanaman bayam, tomat, dll yang ditempatkan dalam keadaan gelap pada suhu 5 dan 150C. Kadar asam askorbat pada semua daun menurun bila daun ditempatkan dalam gelap, namun penurunannya lebih lambat pada suhu 50C dibandinkan dengan 150C . Karoten Warna lebih cepat berkembang padan wortel yang ditumbuhkan pada suhu 15210C dibandingkan suhu yang tinggi atau lebih rendah. Suhu optimum untuk pertumbuhan tercepat bervariasi menurut spesies tanaman, dan suhu ini tidak selalu merupakan suhu optimum untuk kandungan zat gizi terbesar dari jaringan tanaman. Musim Pengamatan menunjukkan bahwa susunan hasil tanaman pangan yang diperoleh dari biji-bijian dan tanaman yang sama pada musim panas ternyata berbeda dengan hasil pada awal atau akhir musim. Hal ini kemunginan besar disebabkan oleh perbedaan suhu, lamanya siang hari, intensitas dan spektrum cahaya, serta faktor kecil lainnya. 13 Beberapa sayuran dan buah menunjukkan kadar zat gizi terbesar bila dipenen pada musim semi, tanaman lain pada musim panas, adapula yang jika dipanen pada akhir musim, sedangkan beberapa tanaman tidak menunjukkan perbedaan akigat musim. Pengaruh lokasi Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa lokasi tumbuh dapat secara nyata mempengaruhi kadar zat gizi dalam jaringan tanaman. Lokasi tumbuh dapat mempengaruhi kandungan zat gizi tanaman tetapi pada umumnya pengaruhnya kecil. Peranan kesuburan tanah Peningkatan kesuburan tanah lebuh condong menaikkan hasil daripada meningkatkan mutu gizi tanaman. Pengaruh yang kecil terhadap susunan tanaman pernah dilaporkan. Salah gizi yang terdapat pada hewan memamah biak yang memakan tanaman yang kekurangan unsur mikro membuktikan bahwa tanah dapat mempengaruhi kadar unsur mikro pada tanaman. Adanya gondok endemik merupakan satu-satunya bukti adanya hubungan langsung antara kekurangan unsur pada tanah dan salah gizi yang menimpa populasi manusia. Hubungan antara kesuburan tanah dengan gizi tanaman masih ada kesimpang siuran, hal ini disebabkan oleh keterkaitan yang rumit antara unsur dalam tanah. Pemberian satu macam unsur dapat mempengaruhi ketersediaan unsur lain. Penambahan campuran unsur dapat mengakibatkan berbagai pengaruh terhadap tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut. Pengaruh pupuk Nitrogen Nitrogen merupakan unsur hara yang paling sedikit terdapat dalam tanah. Tanaman ynag tumbuh di tanah yang kekurangan Nitrogen menunjukkan pertumbuhan yang lambat, daunnya kuning, hasilnya rendah, dan kadang-kadang proteinnya rendah. Dari hasil penelitian pengaruh nitrogen terhadap beberapa komponen gizi seperti, asam askorbat, karoten, tiamin, dan mineral besi terbukti bahwa pupuk nitrogen pada tanah berpengaruh nyata terhadap kuantitas hasil tanaman, namun tidak berpengaruh nyata terhadap susunan zat gizi. 14 Pengaruh pupuk kalsium Jumlah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam tanah berpengaruh penting terhadap pH tanah. Akar tanaman yang tumbuh pada tanah yang kekurangan kalsium ukurannya pendek dan membesar seperti umbi serta kurang mampu menyerap dan mengasimilasi senyawa nitrat. Akibatnya gula akan terakumulasi dalam jaringan. Dari beberapa penelitian melaporkan bahwa tidak ada pengaruh kalsium terhadap kandungan gizi tanaman pangan. Dari beberapa penelitian yang telah dilaporkan pengaruh pupuk terhadap kadar zat gizi umumnya bertentangan satu sama lain, umumnya pengaruh yang nyata adalah pada peningkatan produksi sedangkan pengaruhnya terhadap zat gizi tidak nyata. Pengaruh ukuran Kobis yang ukurannya kecil lebih kaya asam askorbat daripada yang ukurannya besar, dan asam ini terutama terdapat dibagian tengah. Kentang yang dihasilkan tanaman berukuran besar lebih kaya asam askorbat dibandingkan tanaman kecil, namun kadar asam askorbat bagian kulit sama saja dengan bagian dalam. Kadar asam askorbat buah persik terbesar di bawah kulitnya dan terkecil di sekeliling bijinya. Vitamin dan mineral dari biji terdapat dalam jumlah lebih besar pada lapisan kulit. Buah dan biji yang ukurannya lebih kecil cenderung lebih kaya zat gizi karena zat gizi terkumpul dekat permukaan. Bahan berukuran kecil mempunyai luas permukaan persatuan berat yang lebih besar. Pengaruh derajat kemasakan Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa beberapa hasil tanaman pangan mencapai nilai tertinggi pada saat belum masak. Selain itu tingkat kadar suatu zat gizi mencapai maksimum berbeda-beda, bergantung kepada macam zat gizi dan spesies tanaman. 15 PENGARUH BUDIDAYA PERTANIAN TERHADAP BAHAN PANGAN HEWANI Peranan genetik Banyak ciri bawaan yang penting yang bernilai gizi tinggi atau rendah dari hasil pangan hewani merupakan sifat yang diwariskan. Susunan daging dan kandungan vitamin sebagian bergantung kepada spesies hewan sebagian lagi ditentukan oleh umur, jenis kelamin, dan status gizi, misalnya proporsi asam lemak dalam lemak jenuh sejumlah ternak. Hewan pemamah biak cenderung lebih banyak mengandung lemak jenuh dibandingkan dengan golongan hewan lain, tetapi kejenuhan lemak dari golongan hewan bukan pemamah biak sangat tergantung kepada kadar lemak jenuh pakannya. Perbedaan cita rasa daging sangat dipengaruhi oleh faktor lipid. Sebaran daging dan lemak, akumulasi lemak pada umur tertentu dari ternak yang diberi pakan secara normal, proporsi daging dan tulang, dan warna lemak, sangat dipengaruhi oleh faktor genetiknya. Banyaknya penelitian dan pemuliaan ternak selama beratus ratus tahun telah meyakinkan pentingnya faktor pewarisan sebaran daging dan lemak, yang dalam ilmu peternakan disebut “tipe atau konformasi”. Konformasi tubuh bangsa sapi pedaging yang umumnya bulat, berbeda dengan sapi perah yang umumnya berbentuk menyudut dan berkaki panjang. Pengaruh genetik terhadap susunan daging babi Di Amerika Serikat, mutu daging babi ditentukan oleh perbedaan dalam proporsi daging per ekor. Kelas satu diharapkan mempunyai berat daging tanpa lemak lebih dari 53% berat karkas, kelas 2 dan 3 mempunyai bobot daging yang lebih rendah, sedangkan kelas 4 menghasilkan kurang dari 47% bobot karkas. Produksi babi secara ekonomis menghendaki pemasaran pada umur kurang dari 6 bulan. Laju pertumbuhan merupakan sifat yang dapat diwariskan. Seperti juga proporsi daging, laju pertumbuhan babi dipengaruhi oleh pakannya. Jaringan otot babi terdiri atas dua macam serat, (1) merah, garis tengah kecil, kaya mioglobin, dan megerut lambat, dan (2) putih, garis tengah besar, miskin mioglobin, dan 16 mengerut cepat. Garis tengah serat mungkin berkaitan dengan keempukan dagingnya, daging berserat kecil cenderung lebih empuk. Pengaruh faktor genetik terhadap susunan daging unggas Perbedaan genetik antara spesies unggas dalam hal mutu karkasnya sangat nyata. Bebek dan angsa muda cenderung lebih berlemak, sedangkan jenis unggas muda lain lebih berdaging. Daging dada ayam dan kalkun berwarna lebih muda dibandingkan jenis angsa dan bebek. Hasil daging kalkun yang dapat dimakan dibandingkan berat total hewan hidup, lebih besar daripada ayam. Untuk satu spesies, jumlah daging mungkin sangat beragam karena perbedaan genetiknya. Pada waktu ini ayam pedaging juga cenderung menghasilkan proporsi daging yang lebih banyak dari beberapa puluh tahun yang lalu. Pengaruh faktor genetik terhadap susunan telur Pengaruh langsung faktor genetik terhadap susunan bagian telur yang dapat dimakan dari suatu spesies ayam sangat kecil, meskipun pengaruh yang tidak nyata langsung seperti perbedaan bobot total telur merupakan hal penting. Pewarisan ukuran telur ayam sangat penting. Bagian yang dapat dimakan pada jenis telur kecil mengandung kuning telur yang relatif lebih besar sehingga lemak dan total pedatannya tinggi dibandingkan jenis telur besar dari ayam yang umru dan lingkungannya sama. Pengaruh faktor genetik terhadap susunan susu Persentase lemak dalam susu merupakan sifat yang dapat diwariskan. Keragaman dalam padatan bukan lemak dalam susu sapi sangat erat hubungannya dengan kadar lemak, tetapi ada pertanda bahwa keragaman kadar protein mungkin tidak diwariskan. Susu dari berbagai bangsa sapi cukup beragam kadar lemak dan padatannya, demikian juga keragaman dalam satu bangsa kadang-kadang sebesar keragaman antar bangsa. 17 UMUR, JENIS KELAMIN, DAN MUSIM Daging sapi Dengan bertambah umur sapi, warna daging bertambah gelap, cita rasanya bertambah, keempukannya berkurang, sedangkan karkas jenis pejantan dewasa, daging lehernya tebal. Pada waktu tertentu sapi muda yang diberi pakan rumput, disembelih pada musim panas atau awal musim gugur, karkas yang dihasilkan jarang melampaui mutu kelas baik, dengan lemak berwarna kekuningan karena pigmen karotenoidnya dari rumput yang dimakannya. Sapi pejantan umumnya tumbuh lebih cepat dan menghasilkan karkas yang kurang berlemak dibandingkan dengan sapi jantan kebiri maupun sapi dara yang diberi pakan yang sama. Daging sapi pejantan muda mungkin kurang empuk dibandingkan sapi jantan kebiri yang diberi pakan sama. Daging babi Babi yang tumbuh menjadi dewasa dan bertambah berat cederung menjadi gemuk. Menurut sejarah babi yang dipasarkan pada musim panas memperlihatkan proporsi babi ternak yang lebih tinggi, dibandingkan yang dipasarkan pada musim lainnya. Hal ini terutama berlaku untuk babi betina tua. Karkas babi jantan cenderung kurang berlemak dibandingkan dengan jenis betina ataupun babi kebiri Dari penelitian yang telah dilaporkan bahwa selama babi tumbuh dan menggemuk, ada kenaikan kadar asam lemak jenuh dalam lemaknya. Disamping itu ada penurunan asam linoleat, sedangkan asam oleatnya tetap. Daging unggas Pada waktu yang lalu, produksi ayam muda berlebihan pada musim panas dan gugur, sedangkan kalkun muda hanya berlebihan pada musim gugur dan dingin. Ayam betina tua dipasarkan pada akhir musim bertelur di musim panas dan gugur, tetapi akhirakhir ini perubahan menurut musim tersebut tidak tampak lagi. 18 Ayam betina muda menjadi gemuk sewaktu menginjak dewasa, sedangkan dalam masa bertelur lemak yang tersedia dijadikan kuning telur. Sewaktu masa bertelur selesai, penimbunan lemak kembali dengan cepat. Ayam jantan kebiri jauh lebih gemuk dari ayam jantan biasa. Gangguan Antemortem Pada Mutu Daging Gangguan pada hewan yang disebabkan oleh panik, takut, dan lelah sebelum disembelih dapat mempengaruhi mutu daging. Glikolisis berlebihan tepat sebelum penyembelihan dapat mempercepat penghentian glikolisis sesudah kematian, dan cepatnya rigormortis (kaku jaringan). Beberapa peneliti melaporkan, bahwa setiap perlakuan yang menyebabkan cepatnya hilangnya ATP, cepatnya proses rigormortis, cepatnya penurunan pH, bertambah banyaknya kehilangan glikogen, berakibat mengerasnya daging. Pada daging babi sering diperoleh daging yang pucat, lunak, dan banyak cairannya. Cairan daging banyak hilang saat pemotongan. Hal ini disebabkan akibat pascamortem yang terjadi secara cepat, yaitu penurunan pH sampai dibawah 6.0 dalam waktu 45 menit pertama Mineral Obat-obatan dan Pestisida dalam Produksi Ternak Kekurangan fosfor dan kobalt Banyak daerah Amerika Serikat menghasilkan hijauan yang kekurangan mineral esensial untuk gizi hewan. Hewan pemamah biak yang hidup dari pakan yang kurang pospor dan kobalt menjadi kurus dan dagingnya bermutu rendah Tembaga, molibdat, sulfat dan mangan Metabolisme dan retensi tembaga. Molibdat, dan sulfat, serta mungkin juga mangan, saling berkaitan. Dari laporan hasil penelitian bahwa kadar molibdat pada jaringan domba meningkat tajam apabila molibdat dalam pakannya dinaikkan pada kadar sulfat pakan yang rendah. Kenaikan kadar molibdat ini tidak terjadi bila kadar sulfat cukup. 19 Molibdat dalam pakan menghambat akumulasi tembaga dalam hati, penghambatan ini bertambah dengan kenaikan sulfat dan berkurang denga kenaikan mengan. Kadar mangan dalam telur sangat tergantung pada kadar mangan dalam pakannya. Seng (Zn) Seng merupakan mineral penting dalam pakan. Dari penelitian dilaporkan adanya hubungan timbal balik antara kadar Zn dan Ca dalam pakan babi terhadap akumulasi Zn dalam daging. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa ayamg yang diberi pakan utama biji wijen yang berkadar Zn rendah memberikan telur yang berkadar Zn 17,7 ppm dalam kuning telurnya, sedangkan dalam tulang pahanya 90 ppm. Ayam yang diberi pakan utama kasein dan tambahan Zn memberikan hati yang berkadar 140 ppm, tulang paha 327 ppm, dan kuning telur 35,5 ppm. Iod Dibeberapa daerah kadar Jod pakan kurang,tetapi umumnya dapat diatasi dengan menambahkan garam dapur yang beriod. Kadar Iod dalam telur dapat telur dapat berubah menurut keragaman kadar iod dalam pakan unggas. Selenium Kadar selenium yang terkandung dalam daging domba, babi, dan unggas sangat dipengaruhi oleh kadar dan bentuk Se pada pakannya. Pakan yang diberi Se (selenit) tambahn meningkatkan kadar SE dalam daging, tetapi jumlahnya lebih rendah daripada yang diakibatkan oleh pakan yang berkadar Se alami tinggi. Arsen Beberapa senyawa arsen tertentu banyak dipakai sebagai perangsang pertumbuhan babi dan unggas Arsen terakumulasi dalam daging yang dimakan tetapi jumlahnya tidak membahayakan manusia. Residu arsen dalam hati kadang-kadang lebih tinggi daripada otot. 20 Senyawa arsen dipakai sebagai pengering kapas, juga untuk pembasmi gulma di perkebunan kapas. Dengan memberi makan sapi yang sedang menyusui dengan tingkat arsenat 0, 0.5, 0.25, dan 1.25 ppm dalam pakannya yang mengandung biji kapas. Yang ingin diuji apakah residu asam arsenat dalam pakan tersebut dapat menyebabkan kenaikan residu arsenat dalam air susu. Dari percobaan diperoleh hasil bahwa kadar maksimum arsen dalam susu 0.09 ppm. Sedangkan residu arsenat dalam hati adalah berturut-turut sesuai dengan perlakuan, 0, 0.25, 0.50, 1.30. Arsen jarang terdapat dalam daging sapi di pasaran. Timbal Timbal merupakan pencemar umum dalam pakan hewan, hal ini disebabkan adanya kontaminasi dengan cat, baterei bekas, dan bahan lain yang mengandung timbal. Merkuri Pada umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam bahan hewani. Kadar mercuri yang berlebihan dalam air tawar dapat terjadi akibat pencemaran fungisida bermercuri yang dibunakan di paberik pulp dan kertas. Residu insektisida Residu insektisida yang terdapat dalam daging, ikan, susu, telur, atau daging unggas dapat berasal dari penggunaan insektisida, baik secara langsung pada hewan maupun tak langsung pada padang atau lingkungannya. Insektisida berupa hidrokarbon berklor dapat berakumulasi pada jaringan tubuh hewan atau produknya. Dengan peraturan untuk mengurangi pemakaian insektisida yang membahayakan manusia, maka penggunaan bahan ini mulai dipertimbangkan. Contoh beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain adalah ditemukannya DDT pada telur ayam yang berasal dari pakan yang diberikan, dan ditemukannya DDT dalam daging dan terutama dalam lemak kalkun yang disebabkan oleh pakan yang mengandung DDT. 21 Pengaruh Pakan Hewan Terhadap Susunan Produksi Hewani Pengaruh gizi terhadap susunan daging sapi Tingkat gizi yang diberikan pada hewan merupakan sumber utama keragaman susunan kimiawi daging sapi. Salah satu penelitian dasar tentang pengaruh tingkat gizi terhadapa susunan daging sapi adalah laporan Moulton yang memelihara tiga kelompok sapi jantan kebiri umur 48 bulan yang diberi pakan bertingkat gizi tinggi, cukup, dan rendah. Kadar protein turun dari 21 ke 18% pada kelompok tingkat gizi cukup, dan naik dari 21 ke 22% pada kelompok tingkat gizi rendah. Peranan hormon pada susunan daging sapi Dari penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa terdapat kenaikan ratarata 0.15 kg/ekor/hari pada sapi apabila pakannya diberi DES (Dietilstilbestrol), yaitu hormon pertumbuhan. Perlakuan itu dapat menghemat 12% pakan tanpa mengurangi mutu karkasnya bila dibandingkan dengan kontrol. Hasil percobaan ini menjadikan DES banyak digunakan untuk merangsang pertumbuhan. Penggunaan DES sebagai perangsang diawasi oleh FDA, karena diperkirakan dapat menyebabkan tumor pada beberapa hewan percobaan Antibiotika dalam susunan daging sapi Antibiotika banyak digunakan sebagai perangsang pertumbuhan dan mencegah penyakit, terutama pada sapi perah. Dari 482 karkas sapi yang diuji, 46 mempunyai tingkat antibiotika diatas batas yang diizinkan Pengaruh zat gizi terhadap susunan asam lemak pada lemak sapi Susunan asam lemak pada lemak sapi dapat diubah melalui pakannya. Dari hasil penelitian dilaporka bahwa sapi jantan kebiri yang pakannya mengndung 6% minyak safflower, dalam lemak karkasnya terdapat asam linoleat 2.7 sampai 3.8%, sedangkan yang pakannya mengandung lemak hewan, asam linoleat dalam lemak karkasnya hanya 1,3 sampai 2%. 22 Pengaruh zat gizi terhadap susunan telur Susunan lemak pada lemak kuning telur mungkin sangat dipengaruhi oleh pakannya. Kadar kolesterol pada kuning telur sangat dipengaruhi oleh pakannya Dari penelitian dilaporkan bahwa kadar kolesterol naik akibat pemberian pakan yang diberi tambahan kolesterol. Faktor utama yang mempengaruhi warna kuning telur adalah xantofil dalam pakan ayam. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa kuning telur dari ayam yang diberi pakan jagung putih mangandung xantofil lebih rendah daripada yang diberi pakan jagung kuning yang mengandung xantofil yang lebih tinggi Kadar vitamin A, vitamin D, dan tiamin bergantung pada kadar vitamin pada pakan unggasnya. Pengaruh zat gizi terhadap susunan susu Susunan taksiran susu sangat dipengaruhi oleh tingkat gizi , energi, susunan dan kadar lemak pakan, serta ukuran hijauan. Kadar vitamin A mungkin dapat berubah secara nyata dengan mengubah kadar vitamin A atau karoten dalam pakan. Kadar vitamin D dalam susu sapi sangat beragam, bergantung kepada kadar vitamin D dalam pakan dan jumlah sinar matahari yang mengenai hewan Antibiotika mungkin ada dalam susu akibat penggunaan antibiotika pada pengobatan mastitis hewan. Kadar antibiotika dalam susu sangat rendah dan umunya hanya ada setelah pengobatan, bukan dari pakannya. 23 PENGARUH PEMANENAN DAN PENANGANAN TERHADAP SUSUNAN PANGAN Pengaruh pemanenan dan penanganan terhadap buah dan sayur Pada saat buah dan sayuran dipanen dan disimpan, perubahan kimiawi dan biokimiawi berlangsung terus. Mutu sayuran dan buah-buahan berangsur- angsur turun sejalan dengan transpirasi, respirasi dan perubahan fisika dan biokimia lain yang terjadi. Akhirnya oleh aktivitas enzim dan mikroorganisme perusak produk hasil tanaman akan mencapai suatu titik kerusakan yang tidak lagi dapat diterima oleh konsumen atau pengolah. Selama pertumbuhan dan pemasakan, sayuran dan buah sangat tergantung pada fotosintesa dan penyerapan air ataupun mineral tanaman induknya. Tetapi setelah pemetikan, buah ataupun sayuran merupakan suatu unit tersendiri yang tidak lagi bergantung pada tanaman induknya sehingga proses respirasi dan transpirasi merupakan fungsi utamanya. Sumbangan utama buah dan produk olahannya pada kebutuhan gizi adalah sebagai sumber vitami C. Buah dan sayur adalah sumber utama vitamin C. Retensi vitamin C sering dipakai sebagai indikator retensi zat gizi lainnya Beberapa buah dan sayuran merupakan sumber beta karoten (provitamin A), seperti wortel, semangka, sayuran daun dan ubi jalan. Beberapa buah juga cukup mengandung asam pantotenat misalnya aprikot, dan beberapa buah juga mengandung biotin. Sayuran dan buah melewati beberapa fase pertumbuhan, yaitu pengembangan, pemasakan awal, pemasakan (maturation), pematangan, dan lewat matang ( senesensi). Fase pengembangan dimulai dengan pembentukan sayuran dan buah yang dapat dimakan, termasuk pengaturan bentuk buah, awal pembentukan biji, pengembangan akar, umbi, atau pemanjangan tangkai. Fase ini berakhir dengan berhentinya pengembangan volume yang alami, atau dengan berubahnya pola pertumbuhan bagian yang dapat dimakan. Fase pengembangan terjadi sebelum panen dan termasuk fase pemasakan awal dan sebagian fase pemasakan. 24 Fase pemasakan awal dimulai dengan pengembangan tahap akhir sampai dapat dimakan. Perusakan erat hubungannya dengan masa hidup atau life span buah atau sayuran segar, dan ini harus dibedakan dari fase senesen. Istilah senesen dipakai apabila sayuran dan buah mengalami perubahan fisiologi normal seperti perubahan cita rasa, susunan, tekstur, warna, atau ciri khusus pertumbuhannya. Sebaliknya perusakan meliputi semua segi penurunan mutu, senesensi, penyimpangan fisiologis, penyakit yang disebabkan oleh jamur, bakteri, atau virus, pembekua, pelayuan, atau akibat benturan mekanis. Perusakan dapat terjadi setiap waktu selama pertumbuhan sampai akhir buah dan sayur tersebut dapat dimakan Fase pertumbuhan saat dipetik sangat mempengaruhi kemungkinan kerusakan buah selama penyimpanan. Apabila buah dipetik terlalu muda, maka pengembangan cita rasa, zat gizi dll akan terganggu. Sebaliknya apabila buah dipetik dalam keadaan lewat matang, nilai sebagai bahan pangan juga akan cepat hilang. Fase pematangan buah –buahan dapat didefenisikan sebagai proses perubahan warna, cita rasa tekstur yang mengakibatkan buah tersebut keadaan paling enak untuk dimakan. Pengaruh penyimpanan bahan mentah untuk pengolahan dan pemasaran Pengangkutan dan sifat bahan hewani yang mudah rusak menyebabkan perlunya pendinginan selama penyimpanan dan pengangkutan. Perlakuan ini mengurangi perubahan zat gizi yang terjadi selama penanganan, dan untuk tujuan praktis, kadar zat gizi produk pada waktu dibeli masih sama dengan pada waktu diproduksi, kecuali auaut akibat pembersihan dan perlakuan mekanis. Penguapan cairan melalui potongan daging akan mengurangi bobot selama pendinginan. Selain susut bobot, dehidrasi juga mengakibatkan kenampakan yang jelek dan memperkeras permukaan daging, sehingga mengurang harga jualnya. Umumnya susut bobot tersebut tidak besar, berkisar antara 1 dan 5%. Namun untuk sejumlah jutaan kilogram daging setiap tahunnya, susut tersebut cukup berarti. Banyak faktor yang mempengaruhi besarmya susut akibat pendinginan, antara lain karena laju gerakan udara dan kelembapan. selain mengurangi besarnya susut, 25 kelembaban yang tinggi juga memperbesar kecenderungan pertumbuhan bakteri daln kapang. Susut merupakan faktor ekonomi penting, namun tidak mempengaruhi kadargizi, bahkan susut air mempertinggi kadar zat padat dalam makanan dan tidak mengurangi jumlah totalnya. Pada umumnya dapat diamati bahwa perubahan utama yang terjadi dalam bahan pangan hewani selama pengolahan segar adalah susut bobot akibat pembuangan yang tidak dapat dimakan dan akibat susut air selama pendinginan atau penyimpanan sementara. Susut gizi hanya sedikit sehingga perhatian terhadap retensi warna, cita rasa, bau,, dan mutu organoleptis lebih diperhatikan. 26 PENGARUH PENGOLAHAN PANAS TERHADAP ZAT GIZI Pengaruh pengukusan, pasteurisasi, dan pensterilan Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan. Walaupun demikian pengolahan panas juga mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi, karena degradasi panas dapat terjadi pada zat gizi. Karena itu pengolahan panas dapat memperpanjang dan menaikkan ketersediaan bahan pangan untuk konsumen, tetapi bahan pangan tersebut mungkin mempunyai kadar gizi yang rendah (dibandingkan dengan keadaan segarnya). Tantangan bagi industri pengolahan pangan adalah memperkecil susut gizi selama pengolahan panas tetapi cukup menjamin umur simpan yang lebih lama. Beberapa pengolahan panas banyak diterapkan beberapa diantaranya bertujuan untuk menaikkan kelezatan makanan tersebut. Contohnya adalah pemasakan, termasuk pembakaran dalam oven atau langsung di atas arang atau api, pendidihan, penggorenagan, dan perebusan. Untuk pengolahan panas lain, tujuannya adalah menaikkan umur simpan bahan pangan dan memperkecil timbulnya penyakit yang berasal dari makanan. Contohnya, pengukusan, pasteurisasi, dan pensterilan. Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, atau pengalengan. Tujuan proses pengukusan bergantung kepada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan. Misalnya pengukusan sebelum pembekuan atau pengeringan bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa, atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Pengukusan sebelum pengalengan mempunyai beberapa fungsi , termasuk pelayuan jaringan sebelum penutupan kaleng, dan menginaktifkan enzim. Yang penting dalam pengukusan bahwa tujuan utama bukanlah perusakan mikroba. Pasteurisasi adalah pengolahan panas yang dirancang untuk untuk menginaltifkan enzim sebagian saja mikroorganisme vegetatif yang terdapat dalam pangan. Karena makanan tidak steril, maka pasteurisasi sebagaimana pengukusan harus juga digunakan secara bersamaan dengan cara pengawetan lain seperti fermentasi , pendinginan 27 (misalnya susu ), mempertahankan kondisi anerob ( misalnya bir ), atau harus digunakan pada produk sari buah yang sangat asam yang lingkungannya tidak cocok untuk pertumbuhan mikroba yang berbahaya bagi kesehatan. Steril adalah istilah yang menunjukkan kondisi tanpa mikroorganisme hidup. Penstrerilan merupakan istilah untuk setiap proses yang menghasilkan kondisi steril dalam makanan. Beberapa mikroorganisme dan sporanya sangat tahan panas dan biasanya tidak praktis untuk menterilkan makanan dengan pengolahan panas. Apabila hal ini dilakukan maka organoleptik dan nilai gizi makanan akan rusak sehingga tidak dapat diterima. Karena itu pensterilan yang digunakan pada pengolahan panas makanan dibarengi dengan cara pengawetan lain, misalnya pengemasan dan pengaturan suhu penyimpanan. Cara tersebut dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme atau sporanya dalam lingkungan kondisi penyimpanan. Makanan yang telah diproses dengan panas dan memenuhi persyaratan ini disebut steril komersil. Beberapa parameter kinetik telah digunakan untuk menggambarkan pengaruh perlakuan waktu atau suhu pada laju tingkat kerusakan zat gizi. Pada dasarnya diperlukan dua parameter, (1) laju kerusakan zat gizi pada suhu acuan dan (2) ketergantungan laju kerusakan pada suhu. Untuk industri pengolahan pangan, kedua parameter ini dinyatakan sebagai waktu untuk menurunkan konsentrasi komponen sebesar 90% (Dr) pada suhu acuan Tr, dan perubahan suhu derajat Faranheit yang diperlukan untuk menyebabkan perubahan 10 kali nilai D (nilai Z). Mengoptimumkan proses panas untuk retensi zat gizi Salah satu perkembangan dalam pengolahan panas adalah upaya mengoptimumkan proses panas untuk retensi zat gizi. Hal ini terutama bersumber dari peningkatan kenaikan kesadarn masyrakat terhadap kandungan zat gizi makanan olahan. Untuk menentukan kondisi optimum retensi zat gizi, persaan yang menggambarkan keadaan waktu atau suhu suatu produk harus dikaitkan dengan parameter yang menggambarkan kinetika reaksi perusakan zat gizi dan faktor lain. Hal ini memungkinkan pengoptimunan proses, ditinjau dari retensi zat gizi. 28 Pengoptimuman proses pengukusan ditinjau dari retensi zat gizi meliputi pertimbangan susut gizi akibat degradasi termal. Misalnya pengukusan dalam air panas dapat mengakibatkan susut gizi akibat penelusan. begitu pula susut akibat oksidasi dapat terjadi selama pengukusan dalam udara panas. Jadi apabila kita hanya memperhatikan degradasi termal zat gizi untuk mengoptimumkan pengukusan, sukar untuk memperkirakan suatu proses yang optimum, karena dasar untuk untuk proses )enzim tahan panas) dan faktor gizi menunjukkan ketergantungan pada suhu yang hampir sama. Karena itu pengukusan lama dan suhu yang rendah tidak mempunyai keuntungan yang nyata dinadingkan dengan pengukusan dengan sebentar pada suhu tinggi. Tetapi jika terjadi penelusan yang berarti atau susut akibat oksidasi, maka pengukusan pada suhu tinggi waktu singkat (STWS) akan menghasilkan retensi zat gizi yang lebih besar. Untuk pasteurisasi dan pensterilan komersil, ada pekuang untuk mengoptimumkan proses untuk retensi zat gizi. Untuk makanan atau makanan berbentuk cair yang dipasteurisasi, proses STWS menghasilkan retensi zat gizi yang maksimum. Hal ini dapat diperkirakan dengan cara membandingkan energi pengaktifan mikroorganisme terhadap energi pengaktifan zat gizi tersebut. Kenaikan suhu proses (dengan semakin singkatnya waktu proses) akan sangat mempengaruhi laju perusakan mikroba dibandingkan dengan pengaruhnya pada tingkat perusakan zat gizi. Akibatnya STWS menghasilkan retensi zat gizi yang lebih besar. Untuk sterilisasi komersil, pengoptimuman proses panas tidak bersifat langsung. Untuk sterilisasi komersil, baik diluar wadah (pengolahan panas aseptik), ataupun di dalam wadah dengan pemanasan konveksi, proses suhu tinggi waktu singkat akan menghasilkan retensi zat gizi dan faktor mutu yang maksimum. Sebagaimanan dalam perlakuan pasteurisasi hal ini disebabkan oleh perbedaan tanggapan suhu terhadap laju kerusakan mikroba dibandingkan dengan tanggapan terhadap laju perusakan zat gizi dan faktor mutu. Hal ini menguntungkan unit pengalengan aseptik yang dapat menggunakan suhu sampai 1770C. Namun dalam pengolahan pangan yang mungkin mengandung enzim alami, ada pembatas suhu maksimum yang dapat digunakan. Batas maksimum ini adalah apabila proses panas tersebut mematikan mikroba tetapi tidak merusak enzim. Hal ini merupakan perbedaan konsekuensi perbedaan tanggapan laju degradasi mikroba dan enzim terhadap suhu. 29 Pada suhu pengolahan panas yang nisbih rendah, laju perusakan enzim lebih besar daripada perusakan mikroorganisme, tetapi dengan naiknya suhu proses, laju perusakan mikoba naik lebih cepat dibandingkan dengan perusakan enzim. Dengan demikian terdapat suatu suhu yang menyebabkan laju perusakan enzim yang tahan panas sama dengan laju perusakan mikroba yang digunakan sebagai dasar proses tersbut. Di atas suhu tersebut, ketidak aktifan enzim harus digunakan sebagai dasar proses, karena laju perusakan enzim lebih rendah dari perusakan mikroba. Apabila hal ini tidak diperhatikan dalam pengolahan produk yang mengandng enzim tahan panas alami, mutu produk dapat rusak selama penyimpanan karena aktifitas dari sisa dari enzim. Kisaran suhu yang laju perusakan enzimnya samadengan laju perusakan mikroba biasanya antara 132-1430C. Karena itu untuk produk yang mengandung enzim tahan panas, proses di atas persimpangan suhu ini harus didasarkan pada ketidak aktifan enzim. Dalam situasi ini pengoptimuman proses untuk retensi gizi sukar diduga karena laju perusakan zat gizi dan faktor mutu menunjukkan kebergantungan suhu yang besarnya mirip dengan laju perusakan enzim tahan panas. Pengoptimuman proses panas untuk retensi zat gizi ditentukan oleh kebergantungan relatif pada suhu, yaitu antara laju perusakan enzim atau mikroba dengan laju perusakan zat gizi. Tabel berikut menunjukkan ringkasan cara mengoptimumkan pengukusan, pasteurisasi, dan pensterilan niaga, dilihat dari retensi zat gizi. Tabel. Pengoptimuman tiga proses panas untuk retensi zat gizi Proses Cara mengoptimumkan Pengukusan Berdasarkan tinjauan selain karena susut karena panas (misalnya susut akibat penelusan, susut akibat degradasi oksidati, kerusakan produk) Pasteurisasi STWS apabila tidak terdapat enzim yang tahan panas Pensterilan niaga Pemanasan konveksi bahan pangan dan pengolahan aseptik, STWS sampai pengaruh enzim tahan panas menjadi penting Bahan pangan penghantar panas, tidak selalu perlu STWS, sukar tetapi dapat dihitung. 30 Pengaruh pemanggangan dengan oven terhadap zat gizi Perusakan zat gizi terhadap makanan yang dipanggang dengan (terutama roti dan kue) terutama berkaitan dengan suhu oven dan lamanya pemanggangan, serta pH adonan. Nampaknya tidak ada susut vitamin yang berarti dalam tahap pencampuran, fermentasi, dan pencetakan. Bahkan kadar beberapa vitamin dapat meningkat sedikit selama fermentasi, yaitu vitamin yang disintesa oleh sel kamir. Mineral Secara keseluruhan unsur ini tidak diharapkan berubah hanya karena pemanggangan, tetapi ketersediaan zat gizi mineral tertentu memang dapat berubah. Fitin yang ada dalam bekatul gandum dapat mengkompleks kalsium dengan erat dan mungkin kation lain, membuat zat ini tidak tersedia bagi gizi manusia. Oleh sebab itu jika diperlukan roti yang terbuat dari tepung gandum murni sebagai makanan pokok, disarankan penambahan kalsium ( misalnya dengan menambahkan kapur kepada roti ) Vitamin Dalam lingkungan agak asam di dalam bahan yang difermentasi (roti, roti manis dll ), tiamin hanya susut sedikit dari jumlah yang tersisa berkaitan dengan intentitas panas perlakuan panas. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa roti yang dipanggang sampai kulitnya berwarna pucat, sedang atau gelap masing-masing menyisakan 83,80%, dan 78% tiamin dalam adonan. Lebih jauh diungkapkan bahwa retensi terbesar terjadi dalam potongan adonan yang dipanggang dalam waktu singakat. Apabila pH meningkat sampai diatas 6, hampir semua tiamin dapat hilang. Hal ini berlangsung untuk kebanyakan bahan makanan yang diadoni dengan bahan kimia seperti bolu panggang, cake, roti jagung, dan berbagai jenis donat. Protein dan asam amino Yang menjadi perhatian adalah lisina, karena asam amino ini sangat terbatas dalam tepung serealia. Tingkat kerusakan asam amino bebas ternyata berkaitan dengan banyaknya gula pereduksi yang ada. 31 Dari hasil penelitian dilaporkan susut lisin rata-rata 15% dalam pemanggangan roti. Lisin (yang ditambahkan dalam bentuk asam amino ) juga susut dengan laju yang sama. 32 PENGARUH PENGAWETAN BEKU TERHADAP ZAT GIZI Penanganan, penyimpanan, dan pengawetan bahan pangan sering mengubah nilai gizi, yang umumnya tidak diinginkan. Apabila proses pembekuan (perlakuan prapembekuan, pembekuan, gudang beku, dan pencairan) dilakukan dengan benar, metode ini dianggap yang terbaik dalam pengawetan jangka panjang, dipandang dari retensi atribut sensorium dan zat gizi. Walaupun demikian proses ini bukanlah yang sempurna karena tetap ada susut zat gizi. Susut vitamin selama proses ini beragam bergantung kepada bahan pangan, kemasan, kondisi pengolahan dan penyimpanan. Susut zat gizi dapat disebabkan, pemisahan ragawi (mis; pengupasan dan pemotongan selama masa prapembekuan, atau penetesan pada waktu pencairan), penelusan ( terutama selama pengukusan), atau penguraian kimiawi. Tingkat penyusutan bergantung kepada; zat gizi (apakah jumlahnya melimpah atau sedikit dalam bahan pangan ), sifat bahan pangan (apakah bahan pangan itu memasok zat gizi yang bersangkutan dalam jumlah besar atau kecil). Sayuran Susut zat gizi selama pembekuan Dari beberapa data yang dikumpulkan disimpulkan bahwa susut vitamin selama pembekuan biasanya tidak berarti. Susut vitamin C selama penyimpanan sayuran beku beragam bergantung kepada produk. Pada suhu -180C susut ini meningkat sesuai dengan waktu. Persen susut vitamin C pada buncis cukup besar dan pada bunga kol, tetapi kecil pada brokoli dan kapri. Kenyataan bahwa susut vitamin C sangat besar pada brokoli selama pengukusan dan kecil selama penyimpanan beku, sekali lagi memberi petunjuk bahwa susut selama pengukusan terutama terjadi melalui mekanisme penelusan, bukan penguraian kimiawi. 33 Buah Susut zat gizi selama perlakuan prapendinginan Perlakuan prapendinginan menunjukkan pengaruh buruk pada kadar zat gizi buah biasanya melibatkan penyimpanan dalam waktu panjang atau pada suhu relatif terlalu tinggi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa juka buah frambus dibiarkan pada suhu kamar selama 24 – 48 jam sebelum pembekuan, masing-masing menunjukkan susut vitamin C 17% dan 30%. Sebaliknya penyimpanan buah arbei selama 2 – 4 hari pada 0 – 110C sebelum pembekuan hanya sedikit mempengaruhi kadar vitamin C. Susut zat gizi selama pembekuan Dua penelitian pada buah frambus dan kismis hitam mengatakan bahwa susut vitamin C selama pembekuan tidak berarti. Jaringan hewan Susut zat gizi selama perlakuan prapendinginan Perlakuan prapendinginan utama pada jaringan hewan adalah pemeraman. Dari penelitian yang telah dilakuakan; ¼ kg contoh lemusir (longisimus dorsi) dan otot has (semi membran) daging sapi diperam 21 hari pada suhu 21 hari pada suhu 1 0C, tidak menyusutkan tiamin dan riboflavin, tetapi ada susut niasin sebesar 35%. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa daging babi yang diperam pada suhu -10C, tidak ada pengaruh pada riboflavin, tiamin, asam pantotenat dan asam nikotinat. Kelihatannya tidak ada pengaruh pemeraman dalam waktu singkat pada suhu non beku yang rendah. Susut zat gizi selama pembekuan Susut vitamin B selama pembekuan otot hewan bangsa sapi, bangsa domba, dan bangsa babi, tidak nyata dipengaruhi oleh laju pembekuan. tetapi laju pembekuan dapat mempengaruhi banyaknya tetesan selama pencairan kebekuan dan pemasakan, serta banyaknya kerusakan jaringan dalam daging unggas. 34 Perubahan oksidatif dalam daging sapi dan babi berlangsung lebih lambat apabila daging dibekukan secara lambat dibandingkan dengan jika pembekuannya cepat. Beberapa vitamin menjadi tidak aktif akibat oksidasi. Susut zat gizi dalam tetesan pencairan Tetesan pencairan banyak mengandung zat gizi. Walaupun susut kebanyakan zat gizi biasanya tidak besar kewaspadaan harus ada agar tetsan pencairan dapat digunakan konsumen dan agar pengolah dapat melakukan pengendalian apa saja untuk meminimumkan jumlah tetesan pencairan. Banyaknya tetesan pencairan dari jaringan hewan dapat berkisar kurang dari 1% sampai lebih dari 30%. Beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya tetesan pencairan dapat digolongkan sebagai berikut, 1). jenis produk, 2). keragaman alami dalam produk tertentu, dan 3). peubah pengolahan. Jenis produk. Perbedaan dalam tetesan pencairan dapat terjadi bergantung kepada jenis produk yang dibekukan. Sifat produk yang dibekukan. pH daging ternyata sangat mempengaruhi banyaknya tetesan pencairan. pH tertinggi sebesar 6.4 memberikan tetesan pencairan tersedikit dalam daging babi, domba, dan sapi, dan tetesan bertambah bila pH diturunkan menjadi 5 – 5,2. Kekakuan pada waktu jaringan hewan dibekukan juga mempengaruhi banyaknya tetesan pencairan. Untuk jaringan yang peka akan pengaruh ini ( beberapa ikan, otot paus, daging unggas, otot mamalia), urutan pengolahan yang meliputi prapengkakuan pembekuan yang cepat, penyimpanan pada suhu rendah, dan pencairan yang cepat dapat mengakibatkan tetesan pencairan yang banyak. Peubah pengolahan. Pemeraman daging sapi menjelang pembekuan ternyata mengurangi jumlah tetesan pencairan. Potongan kecil dari jaringan hewan (nisbah permukaan terhadap volume yang besar) cenderung menunjukkan lebih banyak tetesan pencairan dibandingkan dengan potongan jaringan yang besar. Pembekuan cepat sering mengakibatkan tetesan pencairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembekuan lambat, terutama pada potongan kecil jaringan hewan. Pembekuan lambat menyebabkan produk tetap berada pada suhu bawah baku yang tinggi 35 selama periode yang nisbi lama, sehingga glikolisis dapat berlangsung dan karena itu mengurangi kemungkinan kaku pada pencairan. Tetesan pencairan umumnya semakin banyak dengan semakin panjangnya waktu simpan, terutama untuk potongan kecil jaringan hewani. Laju pencairan dapat pula mempengaruhi banyaknya tetesan pencairan. Banyaknya tetesan pencairan dari jaringan hewan yang dilakukan sebelum beku sering lebih sedikit dibandingkan jika pencairan dilakukan lambat-lambat dibandingkan dengan jika dilakukan dengan cepat. Perlakuan kimiawa juga dapat mempengaruhi banyaknya tetesan pencairan. Misalnya jika ikan sebelum dibekukan dicelupkan ke dalam larutan trinatrium polipospat maka banyaknya tetesan pencairan akan berkurang. Selama proses pembekuan, susut vitamin dari sayuran terutama disebabkan oleh pengukusan dan penyimpanan beku yang berkepanjangan (6-12 bulan), susut dalam buah akibat penyimpanan beku yang terlalu lama dan pencairan kebekuan (apabila cairan kebekuannya tidak dikonsumsi), dan dalam jaringan hewan akibat penyimpanan beku yang lama dan oleh pencairan kebekuan (tetesan pencairan). Vitamin larut air dalam jumlah sedang sampai banyak, susut dari sayuran selama pengukusan, dari jaringan hewan selama pencairan kebekuan (tetesan pencairan), dan dari buah akibat penelusan ke dalam sirup, dan selama pencairan kebekuan (tetesan pencairan ). Hampir semua susut dapat dihindari jika, 1. sayuran dikukus dan didinginkan dengan cara tidak melibatkan air, 2. tetesan cairan dari jaringan hewan dan sirup serta tetesan cairan dari buah juga dikonsumsi. Untuk sayuran dan jaringan hewan, susut zat gizi larut air yang tinggi dapat terjadi selama pemasakan. Untuk sayuran, susut ini dapat diperkecil dengan menyingkat waktu pemasakan dan menggunakan air pemasak yang sedikit, sedangkan untuk jaringan hewan dengan mengkonsumsi tetesan cairan, misalnya dalam bentuk kuah. 36 PENGARUH TURUNNYA KADAR AIR TERHADAP ZAT GIZI Bahan pangan terdehidrasi dan bahan pangan pekat, keduanya sebagai bahan pangan olahan lanjutan, dan sebagai barang konsumsi, adalah produk industri yang penting. Susu, telur, buah dan sari buah, sayuran, daging, dan lain-lain yang penting secara gizi dapat dijumpai dalam bentuk terdehidrasi. Sari buah dan susu adalah produk utama yang penting secara gizi yang dapat ditemukan dalam bentuk pekat. Produk yang dihasilkan melalui kedua pekerjaan pengolahan ini telah mengalami berbagai pendahuluan seperti pencucian, pengupasan, pengukusan, dan pemasakan, yang dapat mempengaruhi nilai gizi. Bahan pangan terdehidrasi bila disimpan dalam keadaan pada kondisi yang benar, tidak akan rusak oleh mikroba, sehingga proses pemekatan sering dilanjutkan dengan proses pengawetan lanjutan. Penguapan dan proses pengeringan pada umumnya, melibatkan penambahan kalor kepada bahan pangan dan penghilangan lembab dalam bentuk uap air. Dalam banyak hal suhu pengolahan di atas suhu kamar, tetapi dibawah suhu yang digunakan untuk pensterilan. Terdapat berbagai proses untuk menghasilkan produk kering atau produk pekat, dan setiap prose mempunyai keuntungan tersendiri dibandingkan dengan proses produksi lainnya. Untuk setiap proses, ada kisaran kondisi pengolahan yang akan mempengaruhi retensi zat gizi pada produk olahan. Pembahasan ini akan menjadi jauh lebih mudah apabila dibuat aturan sederhanan untuk semua pekerjaan pengeringan agar dapat diramalkan kondisi terbaik dalam proses pengeringan dan pemekatan. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan karena rumitnya perubahan yang terjadi dalam bahan pangan selama pengolahan. Suhu Suhu bahan pangan selama pengeringan atau pemekatan sangat beragam dan bergantung pada teknik pengolahan yang dipakai. Suhu biasanya berkisar dari 29 – 1000C, bergantung pada proses dan produknya. Dalam membahas sejenis produk yang dikeringkan atau dipekatkan melalui satu proses, sudah jelas bahwa suhu tinggi yang dialami bahan pangan meningkatkan laju reaksi kimia. Dampak ini adalah akibat perubahan tetapan laju reaksi karena perubahan suhu. Pengolahan pada suhu rendah 37 memberikan produk dengan tingkat kerusakan kimiawi yang kecil, Namum pengolahan pada suhu rendah biasanya lebih mahal karena memerlukan waktu lebih lama. Disamping itu ada kemungkinan pertumbuhan mikroba selama pengolahan, terutama pada suhu diantara 4 sampai 400C. Karena itu metode yang mengurangi waktu pengolahan tanpa memakai suhu yang terlalu tinggi di atas suhu pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan, akan mempertahankan zat gizi sebesar-besarnya. Metode ini meliputi perbaikan pola aliran udara dan peningkatan nisbah permukaan terhadap voluime. Air Air tersebar dalam bahan pangan keringa atau pekat, dalam berbagai bentuk. Air mungkin dijumpai sebagai cairan yang mengandung zat terlarut pada saat bahan pangan “basah” dan berasosiasi dengan komponen lain. Parameter termodinamika yang menjelaskan keadaan air adalah aktivitas air, yang menurut defenisi kerja diartikan sebagai kelembaban nisbih dalam kesetimbangan dengan bahan pangan, dibagi 100. Dalam produk pekat, larutan air ini adalah cairan, tetapi dalam bahan kering dan agak lembab larutan ini mungkin dijumpai dalam kapiler atau dipegang oleh protein yang mengembang atau gel polisakarida. Jika aktivitas air menurun, bentuk air yang menonjol menjadi air yang menghidrasi komponen yang bersifat hidrofil. Keadaan air yang menimbulkan pengaruh nyata pada susut gizi. Air dapat pula merupakan produk dari beberapa reaksi yang dapat balik sehingga dapat memperlambat laju reaksi ke depan. Beberapa pereaksi, seperti vitamin yang larut air, ada dalam konsentrasi rendah. Jika kadar air dan aktivitas air menurun dari harga alaminya, seperti yang terjadi pada pengeringan, terjadilah beberapa dampak penting. Larutan berair menjadi lebih pekat. Beberapa komponen bahan pangan mungkin membentuk larutan lewat jenuh, dan akhirnya mengendap. Pemekatan Pemekatan adalah sebagian dari proses produksi sari buah pekat, bubur buah, selai, sup, susu kental, dan susu bubuk. Sejauh ini penguapan air adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengurangi kadar air, walaupun akhir-akhir ini telah dikembangkan proses membran dan pemekatan beku. Keuntungan nyata dari produk 38 pekat adalah berkurangnya bobot bobot dan volume melalui pengolahan. Tambahan lagi jika produk harus dikeringkan setelah dipekatkan, biaya pengolahan total jauh lebih rendah apabila sebagian air dibuang malalui pemekatan sebelum pengeringan. Dari penelitian diperoleh bahwa pemekatan sebelum pengeringan menahan cita rasa yang mudah menguap dengan lebih baik selama proses pengeringan. Beberapa produk pekat diproduksi tanpa pengolahan tambahan. Penguapan Sejauh ini penguapan adalah metode paling umum digunakan untuk memekatkan produk bahan pangan cair. Proses ini dapat dipandang sebagai pendidihan air yang sederhana pada suhu yang keragamannya bergantung pada produk dan prosesnya. Karenan air memerlukan sekitar 2200 BTU per kg untuk menguapkannya, kalor harus dipasok kepada cairan selama penguapan. Perlengkapan yang digunakan untuk memindahkan kalor ke dalam bahan pangan bermacam-macam dan telah mengalami perkembangan teknis yang pesat. Tujuannya adalah menghasilkan produk dengan perubahan sekecil-kecilnya selama pengolahan 39