Identifikasi Bahan Kimia Berbahaya Bagi Petugas Bea dan Cukai

advertisement
Identifikasi Bahan Kimia Berbahaya
Bagi Petugas Bea dan Cukai
(Penyusun : Hanik Rustiningsih, Widyaiswara Muda Pusdiklat Bea dan Cukai)
Abstrak
Saat ini, pergerakan bahan kimia berbahaya lintas negara tidak bisa dihindarkan lagi. Hal ini
menuntut petugas kepabeanan untuk memiliki pemahaman yang baik tentang bahan kimia,
sifat bahayanya, cara penanganannya dan cara identifikasinya. Karena dari sekian banyak
bahan kimia, sebagian besar dikenakan pengendalian impor, ekspor dan penggunaannya,
dengan beragam latar belakang, baik secara nasional maupun internasional. Informasi yang
benar atas bahan kimia yang dihadapi oleh petugas bea dan cukai diperlukan dalam upaya
identifikasi dan penanganan bahan kimia berbahaya di lapangan. Beberapa informasi
tersebut dapat diperoleh melalui lembar data keselamatan bahan kimia berbahaya (MSDS),
penandaan pada kontainer dan label, dan beberapa tanda dalam penamaan bahan kimia
(CAS#, EINECS #, UN #). Tulisan ini mengulas ketentuan tentang bahan kimia berbahaya
dan bagaimana seorang petugas bea dan cukai harus mencari informasi bahan kimia
berbahaya melalui tanda-tanda pada label, penamaan maupun dokumen dalam rangka
identifikasi bahan kimia berbahaya.
A. Pendahuluan
Dalam kehidupan modern saat ini, kehidupan manusia hampir tidak bisa dipisahkan
dengan bahan kimia. Mari kita lihat di sekitar kita, mulai dari sektor domestik saja, kita
sudah sangat akrab dengan bahan kimia, disadari atau tidak, misalnya penggunaan
beberapa bahan kimia untuk keperluan :
1.
pembersih : penggunaan sabun dan detergen. Sabun kita butuhkan karena air saja
tidak cukup untuk membersihkan pakaian dan badan kita dari lemak dan minyak,
karena air tidak dapat melarutkan minyak dan lemak sementara sabun/detergen bisa.
Selain sabun, kita mengenal bahan pembersih berupa shampo, pembersih lantai, pasta
gigi dan lain-lain;
2.
pemutih (pemutih pakaian);
3.
pewangi (parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pelembut pakaian dan lain-lain);
4.
bahan pembasmi serangga (insektisida); dan
5.
aditif makanan, seperti zat pewarna makanan, bahan pemanis (antara lain aspartam,
asesulfam, sorbitol), bahan pengawet ( garam, gula, cuka, asam benzoat dan sodium
benzoat), bahan penyedap
(MSG, cuka, garam, gula), antioksidan dan penambah
nutrisi (vitamin C, Vitamin E).
Selain sektor domestik, sektor industri, pertanian, dan kesehatan juga tidak terlepas
dari penggunaan bahan kimia, seperti :
1
1.
Sektor industri : penggunaan cat, bahan bakar, plastik, keramik, kaca, kertas, semen
dan lain-lain.
2.
Sektor pertanian : pupuk, pestisida
3.
Sektor kesehatan : penggunaan bahan-bahan kimia radioaktif untuk keperluan
diagnostik, obat-obatan dan lain-lain.
Hal-hal di atas menunjukkan betapa kita di zaman modern ini tidak bisa terlepas dari bahan
kimia.
Penggunaan bahan kimia di berbagai sektor dan dengan produsen yang tidak hanya
berasal dari satu negara membuat pergerakan antar negara dari bahan kimia tersebut tidak
dapat dihindari. Di sinilah, peran kepabeanan menjadi sangat penting. Dari sudut pandang
kepabeanan, bahan-bahan kimia banyak yang dikontrol/dikendalikan impor/ekspornya
melalui mekanisme pelarangan atau pembatasan, baik secara nasional maupun
internasional. Di antara bahan-bahan kimia yang paling dikontrol/dikendalikan adalah bahan
perusak lapisan ozon (BPO), bahan Kimia Berbahaya dan Beracun, pestisida, prekursor,
dan limbah.
Sebagian besar, pengendalian bahan-bahan kimia tersebut karena terkait
dengan sifat bahayanya baik terhadap manusia maupun lingkungan hidup.
Sebagai petugas bea dan cukai, sangat penting untuk memahami regulasi dan
penanganan bahan-bahan kimia tersebut. Regulasi penting diketahui sehingga kita dapat
melakukan upaya pengawasan dengan baik. Penanganan yang benar perlu diperhatikan
demi keselamatan bagi petugas itu sendiri. Segala informasi tentang bahan kimia yang akan
diperiksa harus dipelajari terlebih dulu demi menghindari risiko bahaya yang dapat terjadi.
Artikel ini akan membahas bagaimana pengaturan bahan berbahaya di Indonesia
(khususnya impor/ekspornya), penggolongannya dan bagaimana penanganan serta
identifikasi pengiriman bahan berbahaya bagi petugas bea dan cukai.
B. Bahan Kimia Berbahaya (B2)
Saat ini, ketentuan impor bahan berbahaya diatur dengan peraturan Menteri
Perdagangan
Nomor
44/M-DAG/PER/9/2009
tentang
Pengadaan,
Distribusi
dan
Pengawasan Bahan Berbahaya. Menurut peraturan ini, Bahan Berbahaya didefinisikan
sebagai
bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang
dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung,
yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik,
korosif,
dan iritasi. Jenis B2 yang diatur tata niaga impor dan distribusinya terdiri dari
bahan kimia yang membahayakan kesehatan dan merusak kelestarian lingkungan
hidup.
Terdapat 351 jenis bahan kimia berbahaya yang dibatasi impornya, 339
diantaranya merupakan bahan kimia daftar 2 dan 3 Konvensi Senjata Kimia (Convention
2
On The Prohibition Of The Development, Production, Stockpiling And Use Of Chemical
Weapons And On Their Destruction).
Diantara bahan kimia berbahaya yang dibatasi
tersebut adalah air raksa, methanal (formaldehida), metanil yellow dan Rhodamin B,
Trichloronitromethane, Sulfur monochloride, Phosphorous Trichloride, Sulfur dichloride,
Ethyldiethanolamine, dan Triethanolamine.
Ketentuan impor B2 adalah sebagai berikut :
1.
Impor B2 hanya dapat dilakukan oleh Importir Produsen B2 (IP-B2) dan Importir
Terdaftar (IT-B2). IT-B2 yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan adalah PT
(Persero) Perusahaan Dagang Indonesia.
2.
B2 yang diimpor oleh IP-B2 hanya utk kebutuhan proses produksinya dengan
ketentuan :
a. Dilarang diperjualbelikan/ diperdagangkan/dipindah tangankan kepada pihak lain;
b. Dilarang mengimpor bahan/barang yang tidak sesuai jenis/jumlah dengan izinnya;
c. Dilarang mengimpor bahan/barang yang tercantum dalam pengakuan IP-B2 yang
masa berlakunya habis.
3.
B2 yang diimpor oleh IT-B2 harus mendapat Persetujuan Impor (SPI) dari Dirjen
Perdagangan Luar Negeri dengan ketentuan :
a. Dilarang mengimpor bahan/barang yang jenis/jumlah tidak sesuai dengan
penetapan IT-B2;
b. Dilarang mengimpor bahan/barang yang tercantum dalam penetapan IT-B2 yg
masa berlakunya habis.
C. Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun (B3)
Bahan kimia berbahaya dan beracun adalah bahan yang karena sifat atau
konsentrasi/jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan
atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lain. Definisi ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2001
tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Dengan adanya PP ini, maka
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memiliki kewenangan untuk mengawasi penggunaan
bahan berbahaya dan beracun dari aspek pelestarian lingkungan hidup. Tujuan pengaturan
dan pengawasan B3 adalah untuk mencegah dan/atau mengurangi risiko dampak B3
terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Berdasarkan sifatnya, B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
mudah meledak (explosive);
2.
pengoksidasi (oxidizing);
3.
sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);
4.
sangat mudah menyala (highly flammable);
3
5.
mudah menyala (flammable);
6.
amat sangat beracun (extremely toxic);
7.
sangat beracun (highly toxic);
8.
beracun (moderately toxic);
9.
berbahaya (harmful);
10. korosif (corrosive);
11. bersifat iritasi (irritant);
12. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
13. karsinogenik (carcinogenic);
14. mutagenik (mutagenic); dan
15. bahaya lain berupa gas bertekanan (pressure gas)
Setiap B3 yang beredar di Indonesia harus diregistrasikan oleh penghasil maupun
pengimpor. Registrasi diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab (KLH). Kecuali B3
berupa : bahan radioaktif, bahan peledak, hasil produksi tambang serta minyak dan gas
bumi beserta hasil olahannya, makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan
lainnya, bahan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika dan prekursor serta zat adiktif
lainnya, senjata kimia dan senjata biologi, diajukan kepada instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan. Disamping registrasi, kegiatan impor/ekspor B3
terbatas dipergunakan, harus mengikuti prosedur notifikasi, yaitu pemberitahuan terlebih
dahulu dari otoritas negara pengekspor ke otoritas negara penerima dan negara transit
apabila akan dilaksanakan perpindahan B3 antar negara.
Dalam PP 74 tahun 2001, dari sisi penggunaan B3 diklasifikasikan dalam 3 golongan,
yaitu :
1.
Dapat dipergunakan
Misalnya : Asam asetat, Asam formiat, Asam phosphat, Asam khlorida, Benzene, Asam
sulfat, Metil etil keton (MEK), Nitrogen, toluena dan lain-lain.
2.
Dilarang dipergunakan
Misalnya : Aldrin, Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Heptachlor, Mirex, Toxaphene,
hexachlorobenzene, PCBs (polychlorinated biphenyls)
3.
Terbatas dipergunakan
Misalnya
:
Captafol,
chlorobenzilate,
Ethylene
dibromida,
fluoroacetamide,
pentachlorophenol, air raksa, Ethylene Oxide dan lain-lain.
Ketentuan tentang pengelolaah B3 akan digantikan dengan PP yang baru yang saat ini
masih dalam tahap rancangan, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang
4
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Limbah (B3) dan Dumping Limbah B3.
Pada prinsipnya ketentuan registrasi dan notifikasi tetap diberlakukan untuk B3.
D. Identifikasi Bahan Kimia Berbahaya
Ketika kita melakukan upaya identifikasi bahan kimia, apakah cukup sebenarnya
melihat penampilannya saja? Tentu tidak! Karena secara umum banyak sekali penampilan
bahan kimia yang sama, seperti berwujud cair tidak berwarna, berwarna kuning pucat,
berwarna putih atau gas tanpa warna. Penampilan bahan kimia jarang memberi identifikasi
yang pasti terhadap identitasnya. Maka saat kita menghadapi bahan kimia, diperlukan
informasi-informasi lain yang mendukung agar lebih dapat mengidentifikasi bahan kimia
seperti apakah yang sedang kita hadapi dan bagaimana penanganannya. Karena pada
prinsipnya semua bahan kimia adalah
sangatlah penting.
berbahaya dan
faktor keselamatan petugas
Informasi yang membantu dalam identifikasi bahan kimia dapat kita
dapatkan dari :
1.
Penandaan kontainer dan label
Penandaan kontainer dan label pada kemasan dapat membantu mengidentifikasi bahan
kimia. Pada kontainer atau label biasanya terdapat simbol B3, nama dagang (terkadang
dilengkapi dengan nama kimia), sifat fisik/kimia (walaupun tidak detail), sifat bahaya dan
lain-lain. Label adalah setiap keterangan mengenai B2 yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang memuat informasi tentang B2
dan keterangan perusahaan serta informasi lainnya sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan, yang disertakan pada produk, dimasukkan ke dalam, ditempatkan
pada atau merupakan bagian kemasan.
label
5
Simbol B3 diantaranya adalah :
Mudah meledak
2.
mudah menyala
korosif
irritant
mutagenik
Tanda bermanfaat dalam penamaan bahan kimia
Nama bahan kimia dapat memiliki banyak sinonim, dan itu adalah sah atau dibenarkan,
seperti methanal = formaldehida = formalin (formalidehid dalam larutan air ± 37%). Di
pasaran, formalin diperdagangkan dengan nama yang berbeda-beda, yaitu : Formol,
Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene
aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan, Methyleneglycol, Paraforin,
Polyoxymethylene glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane. Sebagai
petugas bea dan cukai, sepertinya tidak mungkin harus menghafalkan berbagai nama
suatu bahan kimia yang dimungkinkan lebih dari satu. Tetapi ada beberapa tanda
penamaan yang bersifat lebih spesifik dan unik yang dapat kita gunakan sebagai alat
untuk identifikasi bahan kimia, yaitu :
a. CAS Number (CAS #)
1)
CAS singkatan dari Chemical Abstract Services, merupakan sistem indeks atau
registrasi senyawa kimia
yang
diadopsi secara internasional, sehingga
memungkinkan untuk mengidentifikasi setiap senyawa kimia secara spesifik.
2)
Bersifat unik untuk bahan kimia tunggal dan beberapa campuran. Jutaan bahan
kimia terdaftar dan merupakan pengidentifikasi yang tidak akan ambigu.
3)
Nomor CAS berisi 5-9 digit dipisahkan menjadi tiga kelompok dengan tanda
hubung. Memiliki formula (XXXX)XX-XX-X, dimana X adalah angka 0-9.
Kelompok pertama, mulai dari kiri, memiliki hingga enam digit, kelompok kedua
selalu memiliki dua digit, dan kelompok ketiga selalu memiliki satu digit.
Misalnya, nomor CAS # CFC-12 adalah 75-71-8, CAS# Tiodiglikol = 111-48-8.
4)
Biasanya ditemukan pada kemasan dalam (label kontainer) atau pada dokumen.
Tidak selalu ditandai sebagai “Nomor CAS”, jika demikian carilah pola
(XXXX)XX-XX-X.
6
CAS Number
5)
Dengan mengetahui CAS number untuk suatu bahan kimia (walau kita tidak
mengetahui nama kimia bahan tersebut), kita dapat mencari tahu nama bahan
kimia yang sedang kita hadapi dan sifat-sifatnya. Pencarian dapat dilakukan di
literatur bahan kimia atau mesin pencari “Google” , dengan key word : CAS #.....
b. EC- Number (EINECS #)
1)
Merupakan registrasi Eropa;
2)
Bersifat unik;
3)
Formula : YYY-YYY-Y, dimana Y adalah angka 0-9. Contoh Tiodiglikol = 203874-3; 1,2-dichlorobenzene = EINECS# 202-425-9
c. UN-Number (UN #)
1)
Merupakan nomor PBB untuk bahan kimia berbahaya.
2)
Formula : UN-ZZZZ, dimana Z adalah angka 0-9. Misal : Tiodiglikol = UN-3334,
isocyanate = UN 3080.
3)
Tidak selalu unik, nomor UN yang sama dapat diaplikasikan kepada lebih dari
satu bahan kimia. Misalnya nomor Tiodiglikol tidak unik.
4)
Biasanya ditemukan pada kemasan luar dan dokumen (seperti di kotak, truk
tanki, kemasan besar lain, atau dokumen transportasi barang berbahaya)
 Nama teknis, tdk ada
nama dagang
 No. UN; dan
 tanda bahaya (mudah terbakar)
7
3.
Lembar data keselamatan bahan (MSDS) dan lembar spesifikasi
Lembar data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheet = MSDS) merupakan
pengidentifikasi dan informasi keselamatan yang sangat terperinci. Format tidak seragam
dan kadang tidak selalu disertakan (berdasarkan permintaan pelanggan) namun dapat
sangat membantu. Merupakan lembar petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisika,
kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan, dan tindakan khusus dalam
keadaan darurat. Lembar spesifikasi merupakan laporan kualitas suatu bahan dan kadang
memuat CAS Number . Di bawah ini merupakan cuplikan/bagian dari lembar spesifikasi
dan lembar MSDS.
4.
Analisis laboratorium
Analisis bahan kimia oleh laboratorium sangat membantu dalam upaya identifikasi,
karena di laboratorium akan dilakukan berbagai tes untuk identifikasi bahan kimia
tersebut. Tentu hal ini memerlukan waktu, namun analisis oleh laboratorium akan lebih
mendekati yang sebenarnya.
8
E. Simpulan
Bahan kimia, baik berupa B2 maupun B3 tidak perlu menjadi sesuatu yang
menakutkan saat kita harus menanganinya di lapangan. Yang penting adalah kita harus
mempelajari dan memahami terlebih dahulu bahan kimia seperti apakah yang akan kita
hadapi dan bagaimana cara penanganannya dengan benar.
Perlu dicari informasi
selengkap-lengkapnya sebelum petugas bea dan cukai menangani bahan kimia, seperti sifat
fisik dan kimianya, sifat bahayanya, bagaimana harus menghadapi jika terjadi keadaan
darurat, bagaimana cara penanganan yang benar. Beberapa informasi dapat diperoleh dari
label pada kemasan/kontainer, CAS Number, UN Number, lembar data keselamatan
(MSDS) dan lain-lain. Dan jangan lupa selalu menggunakan alat pelindung diri, baik berupa
kaca mata pelindung, sarung tangan dan alat pelindung diri lainnya, karena keselamatan
petugas tetap yang utama.
OOOOO
Referensi :
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan bahan Berbahaya dan
Beracun.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan,
Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 tahun 2008 tentang Tata Cara
Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
Training manual for Customs Officer, Saving the Ozone Layer: Phasing Out Ozone
Depleting Substances in Developing Countries, Second Edition, United Nations
Environment Programme, 2008
Bahan presentasi “Pelatihan identifikasi Komoditas Senjata Pemusnah Massal”, US
Department of Energy, Jakarta 18-20 Maret 2013.
9
Download