Counter Hegemony di Kalangan Perempuan Bertato di Kota Surabaya Dwi Azza Gaditya Putri Pertiwi Abstrak Adanya penilaian yang telah tertanam di masyarakat yang menyebutkan bahwa seorang perempuan yang cantik adalah perempuan yang menjaga kesehatan tubuhnya dan menjaga pula kesehatan kulitnya serta penampilannya. Masyarakat kini menganggap bahwa tato membuat seseorang memiliki minus dalam penamplannya. Tato dianggap dapat mengurangi nilai kecantikan yang dimiliki oleh seorang perempuan. Bahkan dapat menjatuhkan perempuan yang menggunakan tato dengan penilaian-penilaian negatif yang melekat di tubuhnya.Keinginan untuk menciptakan suatu bentuk identitas baru bagi perempuan dengan tato-tato yang dimiliki juga menjadi bentuk perlawanan terbesar bagi perempuan bertato dalam usaha menghapus penilaian negatif masyarakat terhadap perempuan bertato. Untuk menganalisa permasalahan tersebut maka digunakan Teori Counter Hegemoni `oleh Antonio Gramsci, untuk melihat adanya fenomena perlawanan dari perempuan pengguna tato terhadap penilaian negative yang telah melekat di masyarakat. Metodologi yang digunakan sejalan dengan kerangka teoritik yaitu metodologi kualitatif. Peneliti menggunakan teknik penentuan informan secara purpossive. Penentuan informan secara purpossive ialah metode penentuan informan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan yang dipilih dengan mempertimbangkan latar belakang perempuan bertato yang berpendidikan minimal SMA dan memiliki tato permanen di tubuhnya. Dalam pembahasan yang diangkat peneliti mengenai counter hegemony yang terjadi di kalangan perempuan bertato menunjukkan adanya suatu tindakan perlawanan dan pemberontakan oleh perempuan bertato terhadap keberadaan mereka sebagai perempuan bertato yang kerap dinilai tidak lagi sebagai perempuan yang cantik dan kerap dikaitkan dengan hal-hal yang negatif hingga kriminalitas. Fenomena counter hegemony kini kerap ditemui dalam sisi-sisi lain kehidupan, dapat kita amati dalam sejarah, media informasi, hiburan, dan sebagainya. Kata kunci: perempuan, tato, counter hegemony, Surabaya 1 Latar Belakang Masalah Dapat kita lihat, secara tidak langsung datangnya budaya barat yang terkesan lebih “berani” karena bertentangan dengan beberapa norma-norma yang berlaku di Indonesia perlahan-lahan telah menggeser eksistensi budaya timur yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Salah satu tindakan yang disebabkan oleh masuknya budaya barat di kalangan kaum hawa di Indonesia adalah dengan maraknya penggunaan tato oleh kalangan perempuan yang menggunakan tato di tubuhnya mulai dari usia remaja hingga perempuan yang sudah dewasa yang sudah menyandang status sebagai seorang ibu. Pengguna tato tak hanya banyak dari kalangan jenis kelamin laki-laki saja. Perempuan kini tak lagi segan menunjukkan tato yang mereka miliki di tubuhnya dengan sengaja menggunakan pakaian yang tak menutup seluruh tubuhnya agar tato yang mereka miliki dapat terlihat oleh orang lain. Pada masanya tato di Indonesia sempat mendapat pandangan buruk dari masyarakat akibat maraknya tindak kriminal yang melibatkan tersangka dengan rajahan gambar di tubuhnya. Misalnya seperti pada tahun 1980-an di mana kala itu merupakan masa-masa Orde Baru terjadi serangkaian pembunuhan terhadap ribuan Anak Liar yang tergabung dalam GALi (Gabungan anak Liar) oleh pembunuh berdarah dingin yang kala itu disebut dengan Petrus atau Penembak Misterius. Kala itu yang menjadi sasaran utama Petrus adalah mayoritas kaum laki-laki yang menggunakan tato pada tubuhnya. Jenasah korban penembakan petrus kemudian dimasukkan pada karung dan dibiarkan begitu saja di tempat umum seolah mayat tersebut diberlakukan seperti sampah. Hal tersebut semakin menekankan stigmatisasi pengguna tato pada saat itu pada hal-hal yang negatif dan syarat akan pelaku tindak kriminal. (Ari Agus Pratikno, 2010:I-3,I-4) Sebelum tato dianggap sebagai sesuatu yang modis, trendi, dan modern seperti sekarang ini, tato identik dengan budaya pemberontakan. Anggapan negatif masyarakat tentang tato dan 2 larangan memakai rajah atau tato bagi penganut agama tertentu semakin menyempurnakan citra tato sebagain sesuatu yang dilarang, haram, dan tidak boleh. Maka memakai tato sama dengan memberontak terhadap tatanan nilai sosial yang ada, sama dengan membebaskan diri terhadap segala tabu dan norma-norma masyarakat yang membelenggu. Orang-orang yang dipinggirkan oleh keluarga memakai tato sebagai simbol pembebasan. Setiap jaman melahirkan konstruksi tubuhnya sendiri-sendiri. Dulu tato dianggap jelek, sekarang tato dianggap sesuatu yang modis dan trendi. (http://www.satulelaki.com/peristiwa/0,7363,00.html pada tanggal 24/06/13 pukul 12.59) Penilaian mengenai perempuan pada saat ini di masyarakat yang identik dengan rambut panjang, kulit yang putih dan mulus, pembawaan yang anggun dan lembut, serta penampilan serba feminism telah banyak bergeser pada realitanya. Saat ini perempuan tak lagi segan berpenampilan seperti layaknya laki-laki dengan menggunakan atribut yang khas laki-laki seperti celana, rambut yang cepak, sepatu kets yang “belel”, hingga penggunaan tato pada tubuhnya. Tato tak lagi tabu digunakan pada wanita, baik oleh wanita yang tua maupun muda, kaya maupun miskin, wanita dari berbagai latar belakang, serta wanita dengan segala status sosial yang disandangnya. Tato yang digunakan pun memiliki makna tersendiri bagi pemakainya yang diwujudkan dalam bentuk dan simbol-simbol tertentu. Ada yang sekedar menganggapnya sebagai pelengkap estetika bagi tubuhnya, namun ada juga yang menganggap tato sebagai wujud ekspresi kebebasan atas perlakuan yang mereka terima dalam kehidupannya. Para perempuan yang kini marak menggunakan tato tak lagi segan menunjukkan tato yang mereka miliki. Hal ini menunjukkan adanya perlawanan atas wanita semestinya dimana penilaian yang telah melekat di masyarakat adalah wanita sebagai makhluk yang lemah lembut, berpenampilan anggun, dengan kulit yang putih bersih dan mulus. Para remaja pengguna tato ini 3 menganggap dirinya memiliki karakter tersendiri yang tidak ingin disamakan dengan penilaian mengenai perempuan pada semestinya. Bahkan ada kalangan yang tetap menerapkan penilaian masyarakat umum mengenai wanita pada dirinya, namun dirinya sendiri tetap menggunakan tato sebagai wujud ekpresi atas pengakuan dirinya. Para perempuan yang kini marak menggunakan tato tak lagi segan menunjukkan tato yang mereka miliki. Hal ini menunjukkan adanya perlawanan atas wanita semestinya dimana penilaian yang telah melekat di masyarakat adalah wanita sebagai makhluk yang lemah lembut, berpenampilan anggun, dengan kulit yang putih bersih dan mulus. Para remaja pengguna tato ini menganggap dirinya memiliki karakter tersendiri yang tidak ingin disamakan dengan penilaian mengenai perempuan pada semestinya. Bahkan ada kalangan yang tetap menerapkan penilaian masyarakat umum mengenai wanita pada dirinya, namun dirinya sendiri tetap menggunakan tato sebagai wujud ekpresi atas pengakuan dirinya. Rumusan Masalah 1. Apakah perempuan menggunakan tato sebagai wujud usaha untuk menciptakan nilai-nilai baru bagi perempuan sebagai wujud counter hegemony? Manfaat Penelitian Untuk mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh selama berada pada proses pembelajaran kuliah untuk melihat secara langsung kehidupan sosial yang dalam penelitian ini merujuk pada Counter Hegemoni di Kalangan Perempuan studi kasus perempuan pengguna tato 4 Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai masukan tentang Counter Hegemoni di Kalangan Perempuan studi kasus perempuan pengguna tato. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi dan wacana bagi mahasiswa/i yang tertarik meneliti lebih luas mengenai pengguna tato khususnya pada kaum perempuan. Sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat mengenai perempuan pengguna tato dan diharapkan dari tambahan pengetahuan tersebut masyarakat mampu melihat dan menelaah perempuan pengguna tato dengan bijak dan menerima keberadaan mereka dengan baik. Tujuan Penelitian Dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam dunia ilmu pengetahua. Dalam hal ini adalah tentang Counter Hegemoni di Kalangan Perempuan studi kasus perempuan pengguna tato. Kerangka Teori Teori Counter Hegemony Counter hegemoni merupakan tindakan yang muncul akibat terjadinya hegemoni. Menurut kebahasaan, hegemoni berasal dari bahasa Yunani yaitu Hegeishtai. Istilah tersebut memiliki arti memimpin, kepemimpinan, atau kekuasaan yang telah melebihi keuasaan yg lain Tokoh yang berbicara dengan lantang mengenai hegemoni ini adalah Antonio Gramsci, seorang bangsa Italia. Hegemoni menunjukkan adanya kekuatan totalitas yang didukung oelh kesatuan dua konsep yaitu kepemimpinan (direction) dan dominasi (dominance). Pada awal dicetuskannya, hegemoni menjelaskan konsep mengenai adanya dominasi posisi yang diklaim 5 oleh negara-negara kota (polis atau citystates) secara individual, misalnya yang dilakukan oleh negara kota Athena dan Sparta terhadap negara-negara lain yang sejajar. (Hendarto, 1993;73, dalam “Negara&Hegemoni”, patria, Nezar dan Arief, Andi, 2003; 115) Menurut pencetus istilah ini, hegemoni merupakan sebuah tindakan dominasi oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didektekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai suatu yang wajar yang bersifat moral, intelektual serta budaya. Di sini penguasaan tidak dengan kekerasan melainkan dengan bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai baik sadar maupun tidak sadar. Hegemoni bekerja dengan dua tahap yaitu tahap dominasi dan tahap direction atau pengarahan. Dominasi merupakan tahap awal hegemoni, jika sudah melalui tahapan dominasi maka tahap berikutnya yaitu tinggal diarahkan dan tunduk pada kepemimpinan oleh kelas yang mendominasi. Siapa orang yang mencoba melawan hegemoni dianggap sebagai orang yang tidak taat terhadap moral serta dianggap sebagai tindak kebodohan di masyarakat yang kadangkalanya diredam oleh tindak kekerasan. Gramsci menciptakan gagasan perlawanan hegemoni (counter hegemony) sebagai sebuah tindakan revolusioner, di mana ideologi kebudayaan psikologis diciptakan dari kaum intelektual dari kelas yang tereksploitasi untuk membubarkan tatanan kapitalis yang telah berdiri dan menggantikannya dengan sosialisme demokratis. Gramsci berargumen bahwa ideology ini harus menciptakan visi perlawanan hegemoni (counter hegemony) melalui lembaga-lembaga anti penindasan kelas oleh yang berkuasa dan memimpin massa dalam pementasan sebuah revolusi universal melalui subversi budaya yang bertentangan dengan tindak kekerasan (Boggs 1968: 164). Dalam kelanjutannya, gramsci memberi solusi untuk melawan hegemoni (counter hegemony). Kaum yang berkuasa menciptakan dan memperkenalkan hegemoni melalui pengaruh 6 mereka di lembaga-lembaga baik itu seperti Negara, Tempat Ibadah, dan sistem pembelajaran di sekolah. Mereka yang memiliki strata tertinggi dalam masyarakat menghasilkan sebuah identitas dan suatu bentuk budaya popular dengan cara memvalidasi tatanan sosial yang dominan. Bagi gramsci, istilah “intelektual” tidak mengacu pada seseorang dari strata tertingga yang memiliki latar belakang pendidikan dan jabatan yang tinggi, melainkan untuk individu yang menciptakan dimensi dimensi moral-politik yang berkuasa dalam hegemoni klas. (Hoare dan Smith 1971: 199). Ketika akan melakukan counter hegemony suatu kelompok masyarakat yang dikuasai haruslah berangakt dari kenyataan yang ada di masyarakat pada umumnya. Mereka haruslah yang berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat, menanamkan kesadaran baru yang menyingkap kebobrokan sistem lama dan dapat mengorganisir masyarakat, dengan begitu ide pemberontakan serta merta dapat diterima oleh masyarakat hingga tercapainya revolusi. Setiap pihak yang berkontribusi dalam perjuangan melawan hegemoni harus saling menghormati otonomi kelompok yang lain dan mereka harus bekerja sama agar menjadi kekuatan kolektif yang tidak mudah dipatahkan ketika melakukan counter hegemony. Dalam hal ini dikaitkan dengan studi yang dilakukan terhadap kaum perempuan pengguna tato yang dimaknai berbeda-beda oleh mereka adalah untuk menemukan suatu jawaban dari tujuan dan maksud mereka menggunakan tato di tubuh mereka. Apakah penggunaan tato tersebut yang dianggap mereka sebagai suatu wujud apresiasi akan suatu nialai seni dan keindahan (estetika) merupakan tindakan yang hanya mengikuti tren belaka atau justru dengan menggunakan tato mereka sengaja ingin menciptakan suatu identitas baru bagi wanita. Di mana pada umumnya wanita dinilai sebagai kaum yang sangat memperhatikan keindahan dan kecantikan bagi dirinya sendiri. Dengan mengaitkan counter hegemony terhadap apa yang telah 7 dilakukan oleh perempuan yang telah merajah tubuh mereka dengan gambar-gambar tertentu adakah mereka ingin merubah identitas wanita dengan penampilan yang dengan sengaja mereka ciptakan sendiri itu. Temuan Data I.I Motivasi Perempuan Pengguna Tato Saat Memutuskan Untuk Membuat Tato Pada Tubuhnya Menurut data yang diperoleh peneliti, kelima informan yang ditemui peneliti memiliki kesamaan latar dalam menyebutkan alasan mengapa dirinya memutuskan untuk membuat tato di tubuhnya. Hal itu dapat diketahui dari kelima informan dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan para informan yang menyatakan bahwa keputusan yang diambil ketika pertama kali memutuskan untuk membuat tato adalah dengan alasan bahwa mereka mencintai dunia tato dan menggunakan tato di tubuh merupakan wujud apresiasi dirinya terhadap dunia seni. Hal ini mematahkan anggapan masyarakat yang selama ini menilai bahwa perempuan yang bertato merupakan hasil yang didapat dari pengaruh buruk dalam pergaulan bebas yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Mereka mengaku mendapatkan pengaruh dari lingkungannya di mana banyak temanteman perempuannya yang juga menggunakan tato. Namun rasa keinginan tersebut baru benarbenar diwujudkan sebagai sebuah tato di tubuhnya setelah mereka menemukan banyaknya referensi tantang tato yang cukup menarik bagi mereka. Ketertarikan tersebuta akhirnya menimbulkan suatu rasa kecintaan terhadap dunia tato yang begitu besar. Terbukti dengan tatotato yang terlukis di tubuh mereka bukan sekedar gambar-gambar yang biasa melainkan gambar- 8 gambar yang artistik dan syarat akan nilai seni. Selain itu tato yang mereka buat juga memiliki filosofis tersendiri bagi diri masing-masing. Tidak ada tato yang dibuat karena keinginan untuk terlihat lebih garang. Karena mereka membuat tato benar-benar memiliki arti yang sangat besar dalam hidupnya. Dari ungkapan yang disampaikan oleh kelima informan yang ditemui peneliti, citra perempuan bertato di masyarakat masih sangat erat kaitannya dengan hal-hal yang negatif dan tidak sesuai dengan kepribadian perempuan yang seharusnya di mana perempuan haruslah tampil anggun, ;lemah lembut, dan menjalankan kewajibannya sebagai wanita untuk selalu menjaga kecantikan dan kesehatan kulit. Namun Kelima informan ini dapat mebuktikan bahwa tato tidak lagi menjadi hal yang tabu bagi perempuan. Karena mereka tetap menjalankan kehidupan dan fungsis eorang perempuan. Jiwa kewanitaan yang dibawa juga masih ada dan ditunjukkan dalam aktivitasnya sehari-hari. Usaha-usaha untuk merubah pandangan masyarakat tersebut telah mereka lakukan dengan menunjukkan kepribadian-kepribadian mereka yang tidak sesuai dengan apa yang telah dinilai oleh masyarakat selama ini. I.2 Bentuk-Bentuk Diskriminasi yang Sering Diterima oleh Perempuan Bertato Berdasarkan informasi yang berhasil peneliti himpun, para informan mendapatkan tindakan diskrimasi dari masyarakat karena mereka merupakan perempuan bertato. Tindakan diskriminasi yang diterima juga hampir sama, mayoritas menerima cibiran, penilaian buruk, hingga dijauhi langsung oleh lingkungannya. Tindakan diskriminasiyang diterima oleh informan ada yang bisa langsung dirasakan dan ada pula yang tidak dirasakan secara langsung. Tindakantindakan diskriminasi yang bisa langsung dirasakan oleh para informan adalah semacam cibirancibiran langsung yang ditujukan oleh informan. 9 Sedangkan tindakan-tindakan yang tidak dirasakan secara langsung adalah adanya kerenggangan hubungan yang dirasakan oleh informan dengan teman-teman di lingkungannya. Seperti pengalaman yang dialami salah seorang informan yang peneliti temui mengenai perlakuan diskriminatif yang kerap diterimanya dari masyarakat. Mulai dari omongan-omongan di belakang, perkataan secara langsung, hingga dijauhi temannya sendiri akibat dilarang orang tuanya bergaul dengan dirinya karena orang tua temannya mengetahui bahwa dirinya memiliki tato di tubuhnya. Meskipun pada awalnya perlakuan diskriminasi yang didapatkan oleh informan dirasa cukup mengganggu, kini para informan telah cukup tahan dengan perlakuan diskriminasi yang dilakukan masyarakat terhadap perempuan bertato. Hal yang pasti dialami oleh perempuan yang baru bertato adalah sengaja menutupi tato yag mereka miliki ketika berada di masyarakat. Bukannya malah menunjukkan tato yang mereka miliki, tato-tato yang ada di tubuh hanya ditunjukkan ketika mereka berada di lingkungan yang memiliki kesamaan yaitu sesama pengguna tato atau lingkungan yang telah terbiasa dan dapat menerima dengan baik kehadiran mereka. Kejadian-kejadian seperti itu umum dirasakan oleh perempuan yang baru saja meggunakan tato. Namun ketika tato tersebut telah lama tergambar di tubuhnya mereka merasa lebih nyaman dengan penampilan mereka dan lebih merasa percaya diri dengan penampilan yang mereka miliki. Hal tersebut diungkapkan oleh informan kedua bahwa tato bukanlah sesuatu yang merubah dirinya menjadi lebih buruk. Dirinya tetap menjadi diri sendiri dan tidak berubah setelah menggunakan tato. Sebagai suatu tindakan pembelaan untuk dirinya, dirinya juga mengatakan bahwa tato tidak membuatnya menjadi perempuan yang nakal. Namun penilaian masyarakat mengenai perempuan bertato didasari pula oleh gaya hidup perempuan bertato yang dirasa sebagian orang terlalu bebas dan tidak sesuai dengan norma10 norma yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut juga diakui oleh para informan yang peneliti temui. Mereka mengakui bahwa kehidupan yang dialami oleh perempuan bertato erat hubungannya dengan dunia malam, rokok, minuman beralkohol, seks bebas, hingga penggunaan obat-obatan terlarang. Meskipun ada beberapa perempuan bertato yang tidak mengikuti pergaulan bebas tersebut namun mereka tidak menyangkal bahwa mayoritas perempuan bertato adalah penganut kehidupan pergaulan bebas. Seringnya mendapat perlakuan diskriminasi juga sebagai salah satu alasan yang menjadi pertimbangan para perempuan pengguna tato yang peneliti temui untuk melakukan sebuah perlawanan terhadap penilaian-penilaian negatif yang diberikan masyarakat terhadap perempuan bertato. Melalui tato yang mereka miliki, perempuan pengguna tato tidak lagi segan untuk menyembunyikan tatonya, bahkan dengan tato yang mereka miliki mereka bisa menyampaiakan dan mengekspresikan suara mereka terhadap kebebasan dalam berkehidupan. Menghadapi masyarakat yang pemikirannya kurang terbuka terhadap perempuan bertato membuat mereka memiliki cara tersendiri untuk melakukan pemberontakan terhadap kebebasan berekspresi melalui tato-tato yang ada di tubuh mereka. I.3 Bentuk-bentuk Perlawanan yang Dilakukan Oleh Perempuan Bertato Sebagai Wujud Tindakan Counter Hegemony di Kalangan Perempuan Pengguna Tato. Counter hegemoni dapat dikatakan sebagai suatu tindakan berupa konfrontasi atau perlawanan terhadap status quo yang ada dan sutu bentuk legitimasi yang kerap terjadi dan diterapkan dalam dunia politik. Namun kini fenomena counter hegemony kerap ditemui dalam sisi-sisi lain kehidupan, dapat kita amati dalam sejarah, media informasi, hiburan, dan sebagainya. Dalam pembahasan yang diangkat peneliti mengenai counter hegemony yang terjadi di kalangan perempuan bertato menunjukkan adanya suatu tindakan perlawanan dan 11 pemberontakan oleh perempuan bertato terhadap keberadaan mereka sebagai perempuan bertato yang kerap dinilai tidak lagi sebagai perempuan yang cantik dan kerap dikaitkan dengan hal-hal yang negatif hingga kriminalitas. Adanya penilaian yang telah tertanam di masyarakat yang menyebutkan bahwa seorang perempuan yang cantik adalah perempuan yang menjaga kesehatan tubuhnya dan menjaga pula kesehatan kulitnya serta penampilannya. Perempuan yang cantik bagi mayoritas masyarakat adalah perempuan yang memiliki postur tubuh proporsional dengan kulit yang bersih serta pembawaan yang lembut. Masyarakat kini menganggap bahwa tato membuat seseorang memiliki minus dalam penamplannya. Tato dianggap dapat mengurangi nilai kecantikan yang dimiliki oleh seorang perempuan. Bahkan dapat menjatuhkan perempuan yang menggunakan tato dengan penilaian-penilaian negatif yang melekat di tubuhnya. Namun pengguna tato jelas tidak bisa menerima pendapat masyarakat mengenai perempuan pengguna tato yang tidak dapat dikatakan sebagai perempuan cantik dan selalu dikaitkan dengan hal-hal yang negatif. Para perempuan pengguna tato menganggap penilaian masyarakat mengenai perempuan bertato terlalu sempit dan hanya dilihat dari satu sudut pandag saja. Secara umum, para perempuan bertato emnganggap diri mereka sama seperti perempuan pada umumnya. Mereka tetaplah perempuan biasa dan melaksanakan aktivitas sehgari-harinya seperti biasa. Yang membedakan mereka pada perempuan pada umumnya dan yang menjadikan mereka sebagai kaum minoritas dalam jenias kelamin perempuannya adalah hanya tato yang tergambar di tubuh mereka sedangkan mayoritas perempuan di Indonesia tidak memiliki tato. Sebagai perempuan bertato mereka kerap melakukan tindakan-tindakan pembelaan terhadap dirinya sendiri dengan menunjukkan pada masyarakat bahwa kepribadian mereka tidaklah kepribadian yang mengganggu ketentraman hidup orang lain dalam bermasyarakat. 12 Mereka selalu menunjukkan kepribadian yang baik terhadap orang lain dan mereka selalu berusaha menunjukkan kepada orang lain bahwa tato tidak membuat mereka menjadi seorang perempuan yang nakal, berandal, dan erat kaitannya dengan dunia kriminal. Seperti yang diungkapkan oleh informan-informan dalam penelitian ini tentang bagaimana mereka menunjukkan sikap yang baik kepada masyarakat dan sekaligus memberikan pembuktian bahwa tidak semua perempuan bertato adalah perempuan yang nakal. Alasan lain yang menjadi senjata bagi mereka dalam melakukan perlawanan terhadap penilaian masyarakat terhadap perempuan bertato yang selalu berkaitan dengan hal-hal negatif adalah mereka selalu menunjukkan bahwa perempuan bertato juga dapat berprestasi. Banyak yang menilai bahwa perempuan pengguna tato akan sulit dalam mewujudkan cita-cita, menjadi seseorang yang sukses karena akan sulit dalam mencari pekerjaan. Seorang informan yang peneliti temui mengungkapkan bahwa dirinya tidak merasa tato-tato yang dimilikinya menghambat jalan dalam karirnya. Dirinya kini berhasil menempati posisi yang tinggi di kantornya meskipun dirinya merupakan perempuan bertato. Bahkan atasan informan dalam kantornya juga mengetahui bahwa dirinya memiliki tato. Menurutnya baik atau buruk kinerja seseorang tidak tergantung dari ada atau tidaknya tato di tubuh mereka namun tergantung dari kepribadian diri mereka sendiri. Keinginan untuk menciptakan suatu bentuk identitas baru bagi perempuan dengan tatotato yang dimiliki juga menjadi bentuk perlawanan terbesar bagi perempuan bertato dalam usaha menghapus penilaian negatif masyarakat terhadap perempuan bertato. Upaya yang dilakukan para perempuan pengguna tato sebagai usaha menciptakan identitas baru bagi perempuan adalah dengan menunjukkan tato-tato yang mereka miliki dan tidak lagi menutupinya. Dengan menunjukkan tato-tato yang mereka miliki orang jadi lebih mudah mengenali mereka sebagai 13 perempuan bertato namun tidak dengan kepribadian yang negatif. Alasan lain yang membuat mereka ingin menggunakan tato di tubuhnya dalah agar dapat terlihat sebagai perempuan yang tampil beda. Lebih berani, dan dengan tato yang ada di tubuh mereka, mereka tidak ingin menjadi seorang perempuan yang tertindas. Mereka ingin menyetarakan kedudukan mereka dengan laki-laki. Dengan tato yang ada di tubuhnya mereka ingin menjadi seseorang yang lebih dipandang keberadaannya dan tidak lagi dilihat sebelah mata. Dengan tato yang ada di tubuhnya mereka tidak ingin menjadi perempuan yang lemah yang selalu tunduk terhadap aturan-aturan dan norma-norma yang mengatur hidup mereka dan dianggap terlalu membatasi kebebasan seorang perempuan sehingga membuat keberadaan perempuan semakin tertindas. Dari temuan-temuan yang peneliti dapatkan diatas dapat menunjukkan bahwa perempuan-perempuan bertato menggunakan tato sebagai dasar untuk melakukan perlawanan secara tidak langsung terhadap identitas perempuan bertato yang sudah tertanam di masyarakat bahwa perempuan bertato selalu identik dengan hal negatif dan kriminalitas. Para informan yang peneliti temui mengatakan bahwa Tato yang digunakan untuk mengangkat harga diri mereka dan menunjukkan keberadaan mereka sebagai perempuan bertato yang selalu dianggap rendah dan untuk menyetarakan keberadaan diri mereka dengan kaum laki-laki karena dengan adanya tato diu tubuh mereka, mereka dianggap orang lain sebagai perempuan yang lebih berani dan membuat orang lain lebih menyegani diri mereka sebagai seorang perempuan bertato. Penggunaan tato pada perempuan yang marak seperti pada era modern seperti ini dikarenakan karena adanya keinginan untuk tampil beda dari penampilan perempuan yang pada umumnya. Perempuan bertato menggunakan tato-tato mereka sebagai alat pembeda penampilan mereka dengan perempuan yang lainnya. Perempuan bertato merasakan kepercayaan diri yang mereka dapatkan semakin meningkat semenjak memiliki tato di tubuhnya. Ada pula yang meletakkan 14 tato di tempat-tempat tertentu di bagian tubuh mereka seperti di dada, bawah perut maupun di punggung bagian bawah untuk menimbulkan kesan seksi pada tubuh mereka. Mereka merasa kepercayaan diri mereka semakin bertambah dengan desain-desain dan bentuk tato yang semakin inovatif yang mereka gunakan di tubuh mereka. Kepercayaan diri yang mereka dapatkan setelah menggunakan tato sangat mereka rasakan terutama dalam menjalankan segala kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari. Bukannya semakin riskan menunjukkan tato-tato mereka di tempat umum kini mereka justru semakin tidak segan mempertontonkan tato yang mereka miliki ke khalayak umum. Dan mereka seakan tidak memperdulikan lagi kata-kata yang diutarakan orang lain mengenai dirinya baik penilaian baik maupun penilaian buruk. Bagi informan yang peneliti temui, tato bukan hanya sekedar gambar tidak bergerak yang tidak memiliki arti. Tato bagi mereka dinilai menjadi media yang tepat untuk mengekspresikan diri, mengungkapkan rasa serta bentuk penghargaan terhadap karya seni yang tinggi.Selain itu gambar-gambar yang tersemat di tubuh mereka memilikiarti-arti sendiri yang sangat bermakna dalam hidup mereka. Namun tak dapat dipungkiri bahwa pergaulan mayoritas perempuan bertato memang erat kaitannya dengan kehidupan bebas dan kondisi keluarga yang kurang harmonis. Ketiga peneliti menanyakan kepada keliam informan yang peneliti temui, kesemuanya mengakui bahwa pergaulan perempuan bertato sama sedikit lebih bebas dan identik dengan dunia malam. Meskipun beberapa dari informan yang peneliti temui mengakui tidak menyukai kehidupan malam namun diri mereka membenarkan penilaian masyarakat mengenai kehidupan bebas para perempuan bertato. Mayoritas perempuan bertato identik dengan image perokok, peminum alcohol, dan terkadang sering dikaitkan dengan obat-batan terlarang hingga seks bebas. 15 Penilaian masyarakat yang negatif terhadap perempuan bertato tentunya dengan suatu dasar tersendiri. Peneliti menemukan begitu banyak artikel terkait kejadian kriminal yang menyangkut perempuan bertato. Ketiak memasukkan kata kunci “perempuan bertato” di salah satu web pencarian, dan tak lama kemudian muncul temuan yang mengandung muatan mengenai perempuan bertato di dalamnya. Banyak artikel mengenai tindakan kriminalitas yang melibatkan perempuan bertato di dalamnya. Mulai dari kasus pembunuhan, tawuran, pemerkosaan, hingga penggunaan obat-obatan terlarang juga. Tak dapat dipungkiri meskipun tato saat ini telah banyak digunakan oleh perempuan-perempuan sebagai sebuah karya seni yang berfungsi sebagai perhiasan bagi kulit mereka juga, namun masih banyak hal-hal yang berkaitan dengan kriminalitas yang banyak melibatkan pelaku perempuan bertato di dalamnya. Perwujudan dari counter hegemony yang terjadi di kalangan perempuan bertato berupa berubahnya fungsi tato yang tak lagi hanya sekedar menjadi perhiasan di tubuh namun juga sebagai suatu sarana untuk memperkuat identitas seseorang. Yang peneliti dapatkan dalam penelitian ini bahwa beberapa informan merasakan dirinya menjadi lebih berani dan menggunakan tato pada tubuhnya dapat meningkatkan rasa percaya diri yang tinggi. Selain itu menggambar suatu bentuk-bentuk tertentu pada tubuh dapat menunjukkan kepribadian diri mereka sendiri. Misalnya gambar bunga atau kupu-kupu akan menimbulkan kesan yang seksi dan eksotis bagi mereka. Sedangkan gambar-gambar yang lebih berani seperti tengkorak atau iblis menunjukkan bahwa mereka berani. Dan dengan menggunakan gambar yang lebih berani tersebut yang syarat akan nilai maskulinitas, perempuan pengguna tato dengan gambar tersebut berharap orang lain lebih segan pada dirinya, dan bahkan mereka ingin orang lai takut dengan mereka dengan tato-tato bergambar berani yang ada di tubuh mereka. 16 Para perempuan yang kini marak menggunakan tato tak lagi segan menunjukkan tato yang mereka miliki. Hal ini menunjukkan adanya perlawanan atas wanita semestinya dimana penilaian yang telah melekat di masyarakat adalah wanita sebagai makhluk yang lemah lembut, berpenampilan anggun, dengan kulit yang putih bersih dan mulus. Para perempuan pengguna tato ini menganggap dirinya memiliki karakter tersendiri yang tidak ingin disamakan dengan penilaian mengenai perempuan pada semestinya. Bahkan ada kalangan yang tetap menerapkan penilaian masyarakat umum mengenai wanita pada dirinya, namun dirinya sendiri tetap menggunakan tato sebagai wujud ekpresi atas pengakuan dirinya. Kesimpulan Tato saat ini telah menjadi sebagai suatu gaya hidup di kalangan masyarakat perkotaan, khususnya bagi kalangan remaja dan golongan usia yang baru menginjak dewasa. Tato tak lagi identik dengan kaum pria, saat ini justru lebih banyak kaum wanita yang dengan berani menunjukkan tato-tato mereka di tempat umum. Para perempuan bertato seakan tak memperdulikan pandangan masyarakat yang belum terbiasa karena masih terikat erat dengan adat ketimuran. Beberapa kalangan menganggap pemikiran masyarakat mengenai tato masihlah sangat sempit. Masyarakat dengan pandangan sempit seperti ini biasanya menganggap suatu hal yang aneh dan tidak lazim sebagai suatu hal yang salah dan tidak benar. Penilaian mengenai perempuan pada saat ini di masyarakat yang identik dengan rambut panjang, kulit yang putih dan mulus, pembawaan yang anggun dan lembut, serta penampilan serba feminism telah banyak bergeser pada realitanya. Saat ini perempuan tak lagi segan berpenampilan seperti layaknya laki-laki dengan menggunakan atribut yang khas laki-laki seperti celana, rambut yang cepak, sepatu kets yang “belel”, hingga penggunaan tato pada tubuhnya. 17 Tato tak lagi tabu digunakan pada wanita, baik oleh wanita yang tua maupun muda, kaya maupun miskin, wanita dari berbagai latar belakang, serta wanita dengan segala status sosial yang disandangnya. Tato yang digunakan pun memiliki makna tersendiri bagi pemakainya yang diwujudkan dalam bentuk dan simbol-simbol tertentu. Ada yang sekedar menganggapnya sebagai pelengkap estetika bagi tubuhnya, namun ada juga yang menganggap tato sebagai wujud ekspresi kebebasan atas perlakuan yang mereka terima dalam kehidupannya. Counter hegemoni dapat dikatakan sebagai suatu tindakan berupa konfrontasi atau perlawanan terhadap status quo yang ada dan sutu bentuk legitimasi yang kerap terjadi dan diterapkan dalam dunia politik. Namun kini fenomena counter hegemony kerap ditemui dalam sisi-sisi lain kehidupan, dapat kita amati dalam sejarah, media informasi, hiburan, dan sebagainya. Dalam pembahasan yang diangkat peneliti mengenai counter hegemony yang terjadi di kalangan perempuan bertato menunjukkan adanya suatu tindakan perlawanan dan pemberontakan oleh perempuan bertato terhadap keberadaan mereka sebagai perempuan bertato yang kerap dinilai tidak lagi sebagai perempuan yang cantik dan kerap dikaitkan dengan hal-hal yang negatif hingga kriminalitas. Saran Pandangan masyarakat umum mengenai perempuan bertato saat ini masih terkesan tertutup dan sempit. Pandangan yang diberikan masyarakat mengenai perempuan bertato masihlah kerap berkaitan dengan hal-hal yang negatif dan kerap dihubungkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kriminalitas. Masyarakat harusnya perlu merubah cara pandang terhadap perempuan bertato karena keberadaan perempuan bertato tidaklah mengganggu ketentraman hidup orang lain dan tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat sekitarnya. Dengan data yang diperoleh 18 peneliti dari para informan yang menyebutkan bahwa para perempuan bertato sebenarnya tidak pernah mengajak maupun mempengaruhi teman-teman sepergaulannya untuk ikut membuat tato seperti yang telah mereka lakukan namun, beberapa teman-teman dari informan yang peneliti temui membuat tato karena muncul keinginan dari dirinya sendiri dengan alasan mencintai seni tato dan ada suatu hal yang mendorong mereka untuk harus bisa memiliki tato seperti yang telah dimiliki oleh informan yang ditemui peneliti, Begitu pula dengan perempuan pengguna tato yang membuat suatu perlawanan terhadap identitas perempuan yang masih tabu dengan dunia tato dan memicu munculnya counter hegemony haruslah sangat berhati-hati dalam memunculkan suatu gerakan-gerakan tertentu. Perempuan bertato hanya cukup dengan menunjukkan perilaku baik mereka dalam masyarakat dan tidak memunculkan keresahan bagi masyarakat dengan tidak menunjukkan perilaku kehidupan-kehidupan bebas yang banyak dilakukan oleh mayoritas perempuan bertato. Dengan melihat kepribadian yang bagus pada seorang perempuan baik dia bertato maupun tidak, secara tidak langsung masyarakat akan memberikan penilaian yang baik-baik pula pada seseorang tersebut. Dan masyarakat akan percaya bahwa tato tidak membawa pengaruh buruk bagi seseorang yang memakainya dan keinginan kaum perempuan bertato yang menginginkan masyarakat memiliki pandangan berbeda dari saat ini agar memandang mereka menjadi perempuan yang diakui keadaannya dan tidak lagi tersudutkan. 19 DAFTAR PUSTAKA Arivia, Gadis. 2006. Feminisme. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. Bernard, Jessie. 2004. Teori Feminis Modern dalam Ritzer, George, J. Goodman, Douglass Teori Sosiologi Modern. Jakarta. PT Prenada Media. Kadir Olong, Hatib Abdul. 2006. Tato. Jakarta. PT LKIS Pelangi Aksara. Kanto, Sanggar. 2005. Sampling, Validitas, dan Reliabilitas dalam Penelitian Kualitatif dalam Burhan Bungin(ed). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Koentjaraningrat. 1994. Metode Wawancara dalam Koentjaraningrat(ed). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Edisi ketiga, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Karnanta, Kukuh Yudha. 2008. Skripsi: Kontrahegemoni Syekh Siti Jenar Terhadap Wali Songo Dalam Syiar Islam dan Politik Kenegaraan Pada Naskah Drama Jenar Karya Saini KM. Surabaya: Fakultas Sastra Universitas Airlangga Patria, Nezar, dkk. 2003, “Negara&Hegemoni”. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Pratikno, Ari agus. 2010. Skripsi : Stigmatisasi dan Perilaku Diskriminatif Pada Perempuan Bertato (Studi Deskriptif Mengenai Stigmatiasi dan Perilaku Diskriminatif pada Perempuan Bertato). Surabaya: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Pratomo, Diptawahyu. 2011. Skripsi : Tato (Studi Deskriptif Mengenai Makna Simbolik Tato Pada Perempuan di Suurabaya). Surabaya: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya. 20 Simms, Rupe. 2003. A Gramscian Analysis of the convention People’s Party and Kwame Nkrumah’s Use of Religion . Winter. Rupe Simms Sociology of Region. Web : http://id.wikipedia.org/wiki/Rajah pada tanggal 10/03/13 , pukul 20.00 WIB .www.kompasiana.com, pada tanggal 10/03/13, pukul 17.00 www.unikbaca.com/2012/03/sekarang-wanita-bertato-lebih-banyak.html, pada tanggal 21/06/13, pukul 10:24 WIB http://www.satulelaki.com/peristiwa/0,7363,00.html pada tanggal 24/06/13 pukul 12.59 21