SIARAN PERS KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id RI Sengketakan Larangan Perdagangan Rokok Kretek di Amerika Serikat Ke DSB – WTO Jakarta, 25 Juni 2010 - Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengajukan permintaan pembentukan Panel yang disampaikan dalam Sidang Badan Penyelesaian Sengketa/Dispute Settlement Body (DSB) WTO, pada tanggal 22 Juni 2010 di Jenewa. Permintaan pembentukan Panel ini dilakukan sebagai tindak lanjut upaya penyelesaian sengketa dagang WTO setelah konsultasi formal pada pertengahan Mei lalu gagal menyelesaikan masalah. Sengketa bersumber dari terbitnya undang-undang di Amerika Serikat untuk mencegah atau mengurangi perokok anak muda sebagaimana tertuang di dalam “Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act” yang di Undangundangkan pada bulan Juni 2009 dan berlaku September 2009. Peraturan tersebut telah melanggar ketentuan WTO yaitu secara diskriminatif mengecualikan rokok menthol dari larangan penjualan rokok beraroma, termasuk rokok kretek di Amerika Serikat. Sekitar 99% rokok kretek yang dijual di pasar AS diimpor dari Indonesia. Dengan demikian secara implisit AS juga melakukan larangan impor terhadap rokok kretek. Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Gusmardi Bustami menyatakan “bahwa tindakan Pemerintah RI membawa AS ke DSB WTO merupakan langkah terakhir setelah berbagai upaya dilakukan sejak mulai masih dalam bentuk Rancangan UU dan dibahas di Konggres sampai diundangkan. Indonesia telah menyampaikan kepentingannya dalam berbagai forum bilateral ditingkat senior official sampai di tingkat Menteri baik formal maupun informal selama lebih dari 4 (empat) tahun, namun tidak membuahkan hasil. Sebagai Anggota WTO, AS seharusnya melaksanakan kewajiban internasionalnya sebagaimana terdapat dalam Agreement on Technical Barriers to Trade dan GATT 1994, untuk tidak melakukan diskriminasi perdagangan” Dalam sidang DSB WTO tanggal 22 Juni 2010 di Jenewa, Delegasi RI menyampaikan kepada Sidang alasan dan dasar hukum ketentuan WTO mengenai permintaan pembentukan Panel kepada DSB. Indonesia meminta agar Panel memeriksa pelanggaran yang dilakukan oleh AS terhadap ketentuan Pasal III GATT (General Agreement on Tariff and Trade) 1994, penggunaan Article XX GATT 1994 tanpa disertai bukti ilmiah serta tidak terpenuhinya persyaratan yang diatur oleh sejumlah pasal dalam Technical Barriers to Trade/TBT dan Sanitary and Phythosanitary/SPS. Dalam sidang DSB kemarin, Delegasi AS menyampaikan kekecewaannya atas tindakan Indonesia untuk membawa AS ke DSB dan merupakan suatu hal yang premature. AS meminta Indonesia untuk mempertimbangkan kembali permintaan pembentukan Panel tersebut. Penolakan AS tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi dalam Sidang DSB. karena AS sebagai pihak yang dipersengketakan mempunyai hak untuk memblokirnya pada kesempatan pertama sesuai dengan ketentuan WTO Dispute Settlement Understanding (DSU). Namun pada sidang berikutnya AS tidak mempunyai hak lagi untuk menolak. Pengajuan permintaan pembentukan panel adalah langkah tindak lanjut dalam proses penyelesaian sengketa dagang WTO. Hal ini dilakukan Indonesia setelah permintaan untuk konsultasi RI-AS pada tanggal 7 Maret 2010 dalam upaya mencari solusi atas undang-undang yang dikeluarkan AS. Pada tanggal 13 Mei 2010, RI-AS telah melakukan konsultasi formal dalam kerangka DSB WTO dan tidak dicapai kesepakatan. Selanjutnya, Indonesia secara formal telah meminta Dispute Settlement Body (DSB) WTO untuk membentuk Panel pada Sidang DSB yang diselenggarakan pada tanggal 22 Juni 2010 di Jenewa. Section 907 dari Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act,(Public Law 111-31, "The Act") telah disahkan menjadi undang-undang (UU) oleh Presiden Obama tanggal 22 Juni 2009. UU ini melarang penjualan semua rokok yang mengandung aroma dan rasa (Flavored cigarettes) termasuk rokok kretek di Amerika Serikat selain menthol dan berlaku efektif pada 22 September 2009. Rokok kretek dan rokok menthol adalah "Like products" sesuai Pasal 2.1 Agreement onTechnical Barriers to Trade (TBT Agreement). Sebesar 99% rokok kretek yang dijual di Amerika Serikat adalah produk impor (terutama dari Indonesia). Sebaliknya, hampir seluruh rokok menthol yang dijual adalah hasil produksi domestik Amerika Serikat. Oleh karena itu larangan atas impor rokok kretek tersebut merupakan bentuk perlakuan yang diskriminasi dan less favorable dibandingkan produk rokok menthol. Tujuan utama dari the Act tersebut adalah untuk mengatasi masalah kesehatan terkait dengan rokok yaitu dengan mengurangi konsumsi rokok pada anak muda. Namun demikian, data menunjukkan bahwa 43 persen anak muda AS mengkonsumsi rokok menthol dan sekitar 1/4 dari keseluruhan rokok yang dikonsumsi di AS. Sebaliknya, konsumsi rokok kretek hanya mencapai kurang dari satu persen dari keseluruhan konsumsi rokok di AS (0,09%) dan konsumsi rokok pada anak muda (0,05%). Mengingat bahwa larangan pada rokok beraroma tersebut tidak berlaku pada rokok menthol yang sebenarnya justru lebih besar tingkat konsumsinya, maka larangan terhadap rokok kretek yang tingkat konsumsinya relatif sangat rendah baik oleh anak muda maupun secara keseluruhan – akan sangat tidak efektif untuk mencapai tujuan UU AS tersebut. Larangan yang diberlakukan terhadap rokok kretek merupakan pelanggaran terhadap Article 2.2 dari Persetujuan TBT WTO (TBT Agreement) dimana lebih mengarah pada bentuk restriksi perdagangan untuk mencapai tujuan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam tujuan utama undang-undang AS tersebut. "Ini merupakan masalah prinsip, karena telah terjadi diskriminasi dimana pengecualian terhadap menthol yg juga adalah rokok beraroma (flavoroured) di dalam UU sementara kretek yang beraroma cengkeh dilarang. Oleh karena itu, demi kepentingan nasional, Indonesia membawa masalah ini ke DSB WTO," tegas Gusmardi. Realisasi ekspor Indonesia ke AS untuk cigarettes tobacco HS2402209010 (kretek masuk dalam kategori ini) mengalami penurunan dari US$ 604,42 ribu pada tahun 2007 turun menjadi US$ 83,62 ribu tahun 2009 (the Act berlaku september 2009), dan tidak ada ekspor sama sekali pada tahun 2010. Adapun volume turun dari 30.196 kg pada tahun 2007 hingga 9.984 kg pada tahun 2009. Nilai total ekspor produk rokok indonesia ke AS cenderung fluktuatif dalam periode 2005-2009. Pada tahun 2005 mencapai US$ 7,28 juta, US$ 6,65 juta (2006), US$ 11,17 juta (2007), US$ 9,70 juta (2008) dan US$ 8,34 juta (2009). Nilai total ekpor periode Januari-Maret 2010 sebesar US$ 2,53 juta, nilai ini meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$ 2,32 juta. --selesai-Informasi lebih lanjut hubungi: Robert James Bintaryo Kepala Pusat Humas Departemen Perdagangan Telp/Fax: 021-23528446/021-23528456 Email: [email protected] Sondang Anggraini Direktur Kerjasama Multilateral Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional Telp/Fax: 021-3840139/ 021-3847273 Email: [email protected]