BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Kasus sengketa dagang rokok kretek Indonesia -Amerika Serikat telah melalui beberapa tahap dalam proses penyelesaian sengketa. Dimulai dari tahapan konsultasi yang disarankan oleh DSB WTO yang kemudian tidak menghasilkan apapun, Indonesia kemudian secara re smi mengajukan pembentukan panel kepada DSB WTO guna menyelesaikan kasus sengketa dagang rokok kretek ini. DSB kemudian menyetujui dan dibentuklah panel yang ditugaskan untuk mengindentifikasi dan menganilisis kasus sengketa rokok kretek ini yang pada akhi rnya panel DSB WTO akan memberikan keputusan dan rekomendasi dalam laporan akhirnya. Panel DSB kemudian memutuskan bahwa Amerika Serikat diputuskan bersalah dalam kasus sengketa ini dan diharapkan menyesuaikan kebijakan regulasi tembakaunya agar sesuai den gan perjanjian TBT. Amerika Serikat dianggap oleh Panel DSB melanggar 3 komponen dalam perjanjian TBT yaitu less favourable treatment, pemberian notifikasi tahap awal pembentukan regulasi kepada secretariat WTO, dan pemberian rentang waktu antara pengesaha n dan pengaktifan secara penuh regulasi yang dianggap tidak rasional. Amerika Serikat selanjutnya merasa keberatan dengan keputusan panel DSB WTO sehingga mengajukan banding kepada Appalette Body WTO. AB kemudian setuju untuk dibentuknya panel untuk menganalisa lebih lanjut terkait keputusan panel DSB WTO dalam laporan akhirnya. 2 komponen yang diajukan banding oleh Amerika Serikat adalah keputusan panel DSB WTO dalam menentukan bahwa rokok kretek Indonesia dan rokok menthol Amerika Serikat adalah produk yang serupa dan keputusan panel DSB WTO dalam memutuskan regulasi Amerika Serikat melalui FSPTCA telah melakukan less-favourable treatment terhadap rokok kretek Indonesia dibandingkan rokok menthol. Panel AB W TO kemudian memutuskan bahwa Amerika Serikat tetap bersalah dalam kasus sengketa dagang rokok kretek tersebut. AB menilai bahwa argument Amerika Serikat dalam mengecualikan rokok menthol dari regulasi FSPTC A terkait dengan withdrawal symptom s dan akan m unculnya upaya penggelapan rokok menthol apabila rokok menthol juga diikut sertakan dalam regulasi FSPTCA tidak terbukti. Oleh karenanya AB dalam laporan akhirnya telah memutuskan bahwa Amerika Serikat telah bersalah dan kemudian telah memberikan rekomendasi kepada DSB WTO untuk supaya Amerika Serikat 40 menyesuaikan kebijakan regulasi tembakaunya sesuai dengan keputusan panel DSB dan A B WTO. Proses penyelesaian kemudian berlanjut ketika Indonesia merasa tidak puas dengan langkah penyesuain regulasi yang dilakukan Amerika Serikat sehingga kemudian Indonesia mengajukan retaliasi kepada badan arbitrase W TO. Indonesia kemudian mengajukan retaliasi perdagangan senilai 55 Juta US Dollar setiap tahunnya .Ketika badan Arbitrase sudah bersiap untuk mengumumkan hasil keputusan terhadap tuntutan Indonesia, Indonesia da n Amerika Serikat mengajukan Indonesia.Kemudian penundaan Indonesia dan investigasi Amerika terhadap Serikat pengajuan Sepakat bahwa retaliasi oleh keduanya telah menyelesaikan kasus sengketa dagang secara bilateral dan mengakhiri upaya Indonesia dalam mengajukan retaliasi perdagangan kepada badan Arbitrase WTO.Keputusan yang telah dibuat badan Arbitrase WTO pun tetap dirahasiakan dari public. M elalui penyelesaian sengketa secara bilateral, Indonesia mendapatkan beberapa keuntungan seperti fasilitas Generalised System of Preference terhadap produk Indonesia, Sikap Amerika Serikat yang tidak akan mempersengketakan kebijakan larangan ekspor mineral mentah, diperbolehkannya produk cigars dan cigariloss dari Indonesia untuk masuk ke pasar Amerika Serikat, dan be berapa bentuk kerjasama lainnya. Apabila dilihat dari prinsip Rational Choice, keputusan Indonesia dalam menerima tawaran Amerika Serikat untuk menyelesaikan kasus sengketa dagang ini melalui kerjasama bilateral sudah tepat.Hal ini dengan menimbang keunt ungan yang didapat Indonesia dari 2 opsi yaitu mengejar upaya pengajuan retaliasi dan penyelesaian secara bilateral karena penyelesaian bilateral memberikan manfaat yang lebih besar kepada Indonesia dibandingkan dengan mengajukan retaliasi. Indonesia dinilai mengambil keputusan yang paling rasional dimana keputusan tersebut memberikan output paling besar dibandingkan opsi keputusan lainnya. M elalui penelitian ini, Penulis berharap dapat memberikan informasi secara komprehensif mengenai proses penyelesaian kasus sengketa dagang pada tingkat WTO, secara khusus mengenai kasus sengketa dagang rokok kretek Indonesia -Amerika Serikat dan memberikan pandangan penulis terhadap keputusan Indonesia dalam upaya penyelesaian kasus sengketa dagang secara Bilateral. Hasi l penelitian ini diharapkan mampu digunakan untuk 41 penelitian selanjutnya sebagai referensi mengenai penyelesaian sengketa dagang dalam organisasi internasional W TO dan perjanjian TBT. M elalui penelitian in, Penulis juga menyarankan bahwa pemerintah Indonesia tidak perlu menghindari upaya penyelesaian melalui panel DSB WTO apabila memang secara hukum dirugikan oleh negera lain. Bahwa kemudian baik negara maju apabila telah melanggar prinsip ataupun perjanjian perdagangan yang bersifat mengikat dalam WTO akan tetap dianggap bersalah. M eskipun begitu, Penulis juga mengambil satu pelajaran penting terkait sulitnya mengajukan retaliasi kepada negara lain. Dalam hal ini Indonesia memilih untuk tidak melanjutkan proses pengajuan retaliasi dan memilih menyelesaikan kasus sengketa dagang. Pe nulis melihat, dibalik alasan cost & benefit, ada alasan terkait power relations antara Indonesia dan Amerika Serikat. Bahwa kemudian Amerika Serikat tentu memiliki pengaruh yang begitu besar terhadap Indonesia dan Retaliasi akan merugikan Amerika Serikat. Penulis melihat bahwa pada akhirnya, rezim W TO memang belum sepenuhnya dapat membuat posisi setiap negara setara demi terwujudnya keadilan perdagangan internasional. 42