leptospirosis - Karya Tulis Ilmiah

advertisement
MATERI LEPTOSPIROSIS
A. PENGERTIAN
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Leptospira yang
pathogen.
Gejala leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa,
meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam
virus lainnya.
B. SEJARAH LEPTOSPIROSIS PADA MANUSIA
Penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah
beriklim tropis dan sub tropis, dengan curah hujan yang tinggi dan
kelembaban tinggi.
Di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang
diperhatikan terutama pembuangan sampah. Kuman leptospira akan mudah
berkembang dan sehubungan dengan itu leptospirosis sering disebut sebagai
penyakit pedesaan.
Case-fatality rates bervariasi < 5% sampai 30 %, tetapi angka ini masih
diragukan, karena pencatan,pelaporan morbiditas dan mortalitas penyakit
kurang baik.
International leptospirosis society menyatakan Indonesia sebagi negara
insiden leptospirosis tinggi dan peringkat ke tiga di dunia untuk mortalitas,
berdasarkan data semarang tahun 1998-2000. angka sebenarnya mungkin lebih
tinggi, karena leptospirosis ditemukan juga di propinsi jawa barat, yogyakarta,
lampung, sumatera selatan, bengkulu, riau, sumatera barat, sumatera utara,
bali, kalimantan barat, kalimantan timur. Faine menduga kuman leptospirosis
lebih lama hidup karena airnya bersifat basa. Sedangkan di jawa airnya
bersifat asam, seharusnya kuman leptospira cepat mati.
Banjir besar di jakarta tahun 2002 dari data sementara 113 pasien leptospirosis
diantaranya 20 meninggal.
1
Leptospirosis seringkali tidak terdiagnosis karena klinis tidaj spesifik dan
sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium.
Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara
telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk the
emergency infektion diseases. Mengingat hal tersebut diatas, akan bahaya
leptospirosis sehingga perlu suatu buku pedoman tatalaksana kasus dan
laboratorium leptospirosis di rumah sakit
Kuman leptospira yang bentuknya berpilin seperti spiral. Tipis, lentur
dengan panjang 10-20 mikron dan tebal 0,1 mikron serta memiliki 2 lapisan
membran. Kedua ujungnya memiliki kait berupa flagelum periplasmik dan
berputar pada sumbu panjangnya. Organisme ini termasuk dalam ordo
spirachaetales, family leptospiraceae, genus leptospira. Kuman lepr bersifat
aerob dan tumbuh optimal pada suhu 28 – 30 derajat celsius.dan menghasilkan
katalase dan oksidas. Media untuk pertumbuhannya adalah media dasar yang
diperkaya dengan vitamin dan asam lemak rantai panjang sebagai sumber
karbon dan garam amonium.
Kuman leptospira memiliki 2 sistem klasifikasi dan sering menimbulkan
Gambar kuman leptospira dilihat dengan mikroskop elektron. (sumber: Chi
KW, 2003 )
Keracunan. Sebelum tahun 1970, kuman leptospira dikelompokkan dalam
spesies kuman leptospira interogans yang terdiri dari bifleksa complex.
Sebagai kelompok kuman-kuman leptospira non patogen dan interrogans
complex untuk pathogen. Tahun 1978 diterpkan klasifikasi secara serologi
2
yang terdiri dari spesies patogen L Interrogans dan spesies non pathogen I
biflexa. Tahun 1978 ditetapkan secara genetik yang disusun atas dasar
kesamaan DNA sebesar lebih dari 70% dan perbedaan kurang atau sama
dengan
5%,
yang
mengklasifikasikan
leptospira
dalam
berbagai
genomospecies. Secara taksonomi klasifikasi klasifikasi genetik benar, tapi
penerapannya sulit karena memerlukan teknologi molekuler.
Pengelompokkan serogroup tidak memiliki dasar taksonomi tapi dapat
diterpkan untuk tujuan diagnosis dan epidemiologi. Serogrup dapat ditulis
dengan awalan huruf besar misalnya serogrup isterohaemirhagiae termasuk
genomospecies. Satu serogrup dapat dimiliki oleh beberapa genomospecies
seperti Icterohaemorhagiae termasuk genonospecies L interogans sensu
stricho, L noguchi maupun L kirschneri. Klasifikasi genomospecies dan
korelasi dengan beberapa serogrup utama dapat dilihat pada tabel 3. pada
klasifikasi
serologi,
serogrup
L
interogans
seneu
lato
adalah
icterohawmirrhagiae, hebdomadis, autumnalis, pyrogenes, manhao, bataviae,
gryppotyphosa, canicola, australis, pomona, javanica, sejroe, panama,
cynopteri, djasiman, sarmin, mini, tarasoovi, ballum, celledoni, lausiana,
ranarum, manhao dan shermani.
Beberapa strain ditemukan di indonesia yaitu di bankinang I, van tienen,
benyamin, binjae, 3522c, djasmin, hardjoprajitno, veldrat batavia 46,
mankarso, hond HC, naam, Paijan, rachmat, salinem, sarmin, vleemuis,veldrat
semaranga 173, sentot 90 c, k-21, 3705, x-47, 3859, dan azalia.
Sinomim.
Penyakit ini memiliki nama lain yaitu automal fever, canicola fever,
haemorhagic jaunaice, Icteric leptospirosis , mud fever, redwater of claves,
rice field fever, stutgard disease, swamp disease, swamp fever, swineherd’s
disease, trench fever dan demam kemih tikus.
3
Tabel 3 klasifikasi genetik dan beberapa serogrup utama.
Spesies
Serogrup
L. alexanderi ( genomospecies Hebdomadis, Manhao
2)
L. Borgpetersenii
Ballum, javanica, Sejroe, Tarassovi
L. Interrogans sensu stricto
Australis,
autumnalis,
canicola,
icterohaemorrhagiae, panama,pyrogenes, sejroe
L. Kirchneri
autumnalis, grippotyphosa, icterohaemorrhagiae
L Noguchi
Australis, icterohaemorrhagiae
L. Santarosai
Hebdomadis, mini, pyrogenes, sejroe, tarassovi
L. Weilii
Celledoni, javanica, tarassovi
L. Fainei a
Hursstbridge
L. Inadoi a
Lyme, manhao
L. Meyeri a
Javanica, mini, sejroe
L. Biflexa sensu stricho b
andamana
L. Wolbachi b
Codice, semaranga
Turmeria
parva
b(dulu
L. Turneri
Parva)
Laptonema illini b
Leptonema
Genomospecies 1a
Saprophytic serogrup ranarum
Genomospecies 3b
Saprophytic tentative serogrup holland
Genomospecies 4
Icterohaemorragiae
Genomospecies 5 b
Saprophytic serogrup ranarum
a
: status patogen belum jelas
b
: saprofit
sumber WHO, 2003
4
C. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan dan digolongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis adalah
zoonosis bakterial berdasarkan penyebabnya, berdasarkan cara penularannya
merupakan direct zoonosis karena tidak memerlukan vektor dan dapat juga
digolongkan sebagai amfiksenosa karena jalur penularannya dapat dari hewan
ke manusia dan sebaliknya.
Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang
terinfeksi kuman leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan
peliharaan seperti babi, lembu, kambing, kucing, anjing, kelompok unggas
seperti beberapa hewan liar seperti tikus, bajing, ular dan lain-lain. Pejamu
reservoa dan dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Manusia merupakan hospes insidentil seperti terlihat pada gambar 2:
Gambar siklus penularan leptospirosis
Sumber faine, 1999
5
BAB II
FAKTOR RESIKO
A. penularan penyakit leptospirosis
Penularan leptospirosis dapat secara langsung maupun tidak langsung.
a. Penularan langsung
-
Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman
leptospira masuk kedalam tubuh
-
Dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan. Terjadi
pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan
misalnya pekerja pemotong hewan atau seseorang
yang tertular dari
hewan peliharaan
-
Dari manusia ke manusia meskipun jarang. Dapat terjadi melalui
hubungan sexual pada masa konvalensi atau dari ibu penderita
leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu
b. Penularan tidak langsung
Terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air, dan
lumpur yang tercemar urin hewan.
B. Faktor Resiko
Faktor – faktor resiko terinfeksi kuman leptospira bila kontak langsung /
terpajan air dan rawa yang terkontaminasi.
1. Kontak dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira / urin tikus, saat
banjir
2. pekerjaan tukang perahu, rakit bambu pemulung
3. mencuci atau mandi di sungai/ danau
4. peternak, pemelihara hewan dan dokter hewan yang terpajan karena
menangani ternak/ hewan, terutama saat memerah susu, menyentuh hewan
mati, menolong hewan melahirkan atau kontak dengan bahan lain seperti
6
plasenta, cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius saat
hewan berkemih
5. tukang kebun/ pekerja di perkebunan
6. petani tanpa alas kaki di sawah
7. pekerja potong hewan, tukang daging yang terpajan saat memotong hewan
8. pembersih selokan
9. pekerja tambang
10. pemancing ikan,pekerja tambak udang/ ikan air tawar
11. tentara,pemburu dan pendaki gunung, bila mengarungi permukaan air atau
rawa
12. anak-anak yang bermain di taman, genangan air hujan atau kubangan
13. tempat rekreasi di air tawar: berenang, arung jeram dan olah raga air lain,
trilomba juang ( triathlon), memasuki gua, mendaki gunung.
14. petugas laboratorium yang sedang memeriksa spesimen kuman leptospira
dan zoonosis lainnya
15. petugas kebersihan di rumah sakit dan paramedis dianggap mempunyai
resiko tinggi terhadap penularan kuman leptospira.
Infeksi leptospirosis di indonesia umumnya dengan perantaraan tikus. Jenis
rattus norvegicus ( tikus selokan), rattus diardii ( tikus rumah ), rattus exulans
( tikus kandang ) dan suncus marinus ( cecurut)
C. Patogenesis
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira
masuk kedalam tubuh pejamu melalui luka iris/ luka abrasi pada kulit,
konjunctiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osophagus,
bronchus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksi dan
minum ait yang terkontaminasi.meski jarang dilaporkan penetrasi kuman
leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam
lambung yang mematikan kuman leptospira.
7
Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari
terinfeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan
dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan cerebrospinal pada
hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit.
Masuk melalui luka di kulit,
konjunctiva, selaput mukosa utuh
Multiplikasi kuman dan
menyebar melalui aliran darah
Kerusakan endotel pembuluh
darah kecil: ekstravasasi sel dan
perdarahan
a.
b.
c.
d.
e.
Perubahan patologi di organ / jaringan
Ginjal : nefritis interstisial dampai nekrosis tubulus,perdarahan
Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular
disertai hipertrofi & hyperplasia sel kupfner
Otot lurik : nekrosis fokal
Jantung : petekie, endocarditis akut, miokarditis toksik
Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis
Gambar patogenesis leptospirosis
Sumber : Gasem MH, 2003
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil sehingga
menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel.
Patogenesis kuman leptospira yang penting adalah perlekatannya pada
permukaan sel dan toksisitas selular. Lypopolysaccharide (LPS) pada kuman
leptospira mempunyai aktifitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin
bakteri gram negatif.dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil
8
pada sel endotel dan trombosit. Sehingga terjadi agregasi trombosit disertai
dengan trombositopenia.
Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisin yang
mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yangmengandung
fosfolipid.
Beberapa strain serovar ponama dan copenhageni mengaluarkan protein
sitotoksin. In vivo, toksin ini mengakibatkan perubahan histopatologik berupa
infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Didalam
ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal dan lumen
tubulus.
Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan kebocoran cairan
dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas
kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Iketerik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan. Pelepasan
bilrubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskuler,
kolestasis intrahepatik sampai berkurang seksresi bilirubin.
Conjunctival suffision khususnya perikorneal terjadi karena dilatasipembuluh
darah, kelainan ini sering dijumpai dan patogenesis pada stadium dini.
Komplikasi lain berupa uvelitis, iritis dan iridosiklitis yang seing disertai
kekeruhan vitreus dan lentikuler. Keberadaan kuman leptospira di aquaeous
humor kadang menimbulkan uvelitis kronik berulang.
Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikulo endoteliel serta
mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan
meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan
dieliminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus peosksimal ginjal dan
mungkin otak. Dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa
minggu atau bulan.
9
D. Gambaran Hispatologi
Gambaran patologi leptospirosis ditandai dengan terjadinya vaskulitis
kerusakan endotel dan infiltrasi inflamasi yang terdiri dari sel monosit, sel
plasma, histiosit dan netrofil.
Gambaran histologi leptospirosis yang mencolok yaitu kerusakan hati, ginjal
jantung dan paru
a. Kerusakan hati akibat nekrosis sentribular yang disertai proliferasi sel
kupffer
Sering ditemukan adanya disosiasi sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti
sel –sel parenkim mengecil dan infiltrasi mononukleus pada daerah portal
b. Kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati yaitu
edema dan perdarahan dimedula. Adanya gambaran nefritis intersisial
yang berlanjut menjadi nekrosis tubulus pada kasus berat. Silinder protein
, pigmen darah, eritrosit dan sisa sel tubulus dapat ditemukan di medula
tubulus.
c. Invasi otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya
pembengkakan, vakuolisasi miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit
netrofil dan sel plasma misalnya pada otot gastroknemius
d. Kerusakan pada jantung ditandai dengan ptekie
di endokardium dan
epicardium, serabut otot sembab, disertai vakuolisasi degenerasi
dan
infiltrasi sel radang. Pada beberapa kasus terjadi miokarditis toksik atau
endokarditis akut.
e. Kerusakan pada paru bervariasi dari inflamasi interstisial setempat disertai
ekstravasasi hingga infiltrasi brokopneumonia
E. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 7-12 hari dengan rerata 10 hari,
menurut keparahan penyakit leptospirosis dibagi menjadi ringan, sedang dan
berat.
10
BAB III
PEMBAGIAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS
A. Pembagian penyakit leptospirosis
Untuk pendekatan diagnosis klinik dan penanganannya beberapa ahli
membagi menjadi leptospirosis antikterik dan leptospirosis ikterik
a. Leptospirosis Anikterik
Manifestasi klinik sebagian besar leptospirosis adalah anikterik.
Diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus leptospirosis di
masyarakat. Bila ditemukan satu kasus leptospirosis berat, diperkirakan 10
kasus leptospirosis anikterik atau ringan. Perjalanan penyakit leptospirosis
anikterik maupun ikterik umumnya bifasik karena mempunyai 2 fase /
stadium yaitu fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode
asimtomatik.
Ada juga yang membaginya menjadi 3 fase karena fase karena fase
penyembuhan dianggap fase tersendiri
Leptospirosis timbul mendadak dengan gejala :
o Demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remitten
o Nyeri kepala
o Menggigil
o Mialgia
o Mual, muntah dan anoreksia
o Nyeri kepala berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengan disertai
nyari retro-orbital dan fotofobia.
o Nyeri otot tertama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan,
punggung dan paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot
sehingga kreatinin fosfokinesa akan meningkat dan pemeriksaan
kreatini fosfokinase dapat membantu diagnosis klinik leptospirosis
o Adanya conjumctival sufficien dan nyeri tekan didaerah betis.
Limpadenopati,
splenomegali,
hepatomegali
makulopopular dapat ditemukan meskipun jarang.
11
dan
ruam
o Kelainan mata berupa uvelitis dan iridoksiklitis dapat dijumpai
pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik
Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis
aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pleitositosis
pada cairan cerebrospinal ditemukan pad 80% pasien, meskipun hanya
50% yang menunjukkan tanda dan gejala klinik meningitis aseptik.
Pada leptospirosis anikterik jarang diberi obat. Karena keluhan ringan,
gejala akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 2minggu. Manifestasi kl
menyerupai penyakit – penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada
setiap kasus dengan keluhan demam, harus selalu dipikirkan leptospirosis
anikterik sebagai salah satu diagnosis bandingnya terutama didaerah
endeminya.
Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama fever if unknown
arigin di beberapa negara asia seperti thailand dan malaysia. Mortalitas
pada leptospirosis anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus
leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu
wabah di cina.
Pada tes pembendungan dapat positif sehingga leptospirosis anikterik
pada awalnya diduga sebagi pasien dengan infeksi dengue.
b. leptospirosis ikterik
pada leptospirosis ikterik demam dapat persisten dan fase imun
menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia.
Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman
leptospirosis yang meninfeksi. Status gizi pasien dan kesempatan
memperoleh terapi yang tepat.
Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat,
kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat. Fungsi hati
kembali normal setelah pasien sembuh. Komplikasi yang terjadi pada
leptospirosis merefleksikan leptospirosis sebagai suatu penyakit multi
sistem. Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut. Ikterik dan
12
manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran klinik khas penyakit
weil
Tabel perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik
Sindroma, fase
Gambaran klinik
Spesimen laboratorium
Leptospirosis anikterik *
Fase leptospiremia (3-7 Demam
hari)
tinggi,
kepala,
mialgia.
perut,
mual,
nyeri Darah,
cairan
Nyeri serebrospinal
muntah,
conjunctival suffision
Fase imun (3-30 hari)
Demam
ringan,
kepala,
nyeri urin
muntah,
meningitis aseptik
Leptospirosis ikterik
Fase leptospiremia dan Demam,
fase
imun
menjadi
(
satu
nyeri
kepala, Darh,
cairan
sering mialgia , ikterik, gagal cerebrospinal (mgg. I)
atau ginjal,
tumpang tindih )
hipotensi, Urin (mgg II)
manifestasi
perdarahan,
pneumonitis
hemorrhagik, leukositosis
*antara fase leptospirosis dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3
hari)
suber : Gasem MH, 2003
Topenic purpura, kolesistitis akut, stenosis aorta, artritis reaktif, eritema
nodosum, epidimitis, arterial cerebral yang mirip penyakit moyamoya dan
sindroma guillin-barre
Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak. Hal ini mungkin
disebabkan karena tidak terdiagnosis atau karena manifestasi klinik yang
berbeda dengan orang dewasa. Pada kasus yang berat dijumpai miokarditis,
ruam deskuamasi yang menyerupai penyakit kawasaki, dengan perdarahan
paru. Manifestasi klinik pada kasus ringan adalah demam dan gastroenteritis.
13
B. Diagnosis klinik dan diagnosis Banding
Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pola klinik leptospirosis di
berbagai rumah sakit tidak sama, tergantung dari jenis kuman leptospira,
kekebalan seseorang, kondisi lingkungan dan lain-lain.]
a. Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data
epidemiologi penderita harus jelas karena berhubungan dengan
lingkungan pasien.
Identitas pasien ditanyakan: nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal,
jenis pekerjaan dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun
hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis.
Daftar tilik
Manifestasi
Pekerjaan
Kontak dengan air
Kontak dengan hewan
klinik
o Conjunctival
o Petani
suffision
tebu/
o Sakit kepala
sawit)
o Mialgia
(paha
(padi/ o
Olahraga air
kelapa
-
Berenang
-
Sapi
-
Kano/
-
Babi
perahu
-
Domba
Arung jeram
-
Bebek
-
Anjing
air tawar
-
Kucing
Kontaminasi
-
Tikus
lain:
-
cecurut
o Peternak
dan o Pekerja
betis )
o Demam
lapangan :
-
o Anoreksia
o Malaise
o Muntah
o Diare
o
Dengan
hewan
-
-
o
Tambak
di
o kontak
ikan
Rumah
langsung
o Gejala mirip
potong
-
influensa
hewan
tercemar
Tukang
hewan sda
o Abnormalitas
fungsi hati
o Ikterik
-
Memancing
o Kontak langsung
-
daging
o Kontak dengan
14
tidak
Lingkungan
urin
o Hemoptesis
air
o Gagal hati
minggu
o Gagal ginjal
terakhir
dalam
o Meningitis
o Dokter hewan
o Ruam kulit
o Tenaga medis
o Tanpa gejala
o Prajurit
o Meninggal
o Pemulung
o Diare
o Lainnya
o Lain-lain
3
(jelaskan)
Biasa yang mudah terjadi pada usia produktif, karena kelompok ini
lebih banyak aktif di lapangan. Tempat tinggal dari alamar dapat
diketahui apakah tempat tinggal termasuk wilayah padat penduduk,
banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air maupun
lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim hujan
lebih-lebih karena dengan adanya banjir
Keluhan – keluhan khas yang dapat ditemukan yaitu demam mendadak,
keadaan umum lemah tidak berdaya, mual,, muntah, nafsu makan
menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit hebat
terutama di daerah betis.
b. Pemeriksaan fisik
Gejala klinik menonjol yaitu ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi
serta conjunctiva suffision.
Conjunctiva suffision dan mialgia merupakan gejala klinik yang paling
sering ditemukan. Conjunctiva suffision bermanifestasi bilateral di
palpebra pada hari ke 3 selambatnya hari ke 7 terasa sakit dan sering
disertai perdarahan conjunctiva unilateral ataupun bilateral yang disertai
fotofobia dan injeksi faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak.
15
Mialgia dapat sangat hebat,pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri
hebat dan hiperestesi kulit.
Kelainan
fisik
lain
yang
ditemukan
yaitu
hepatomegali,
splenomegali, kaku kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronki paru
dan adanya difus hemoragi. Diastesis hemoragi timbul akibat proses
vaskulitis,
difus
di
kapiler
disertai
hipoprotrombinemia
dan
trombositopenia, uji pembendungan dapat positif. Perdarahan seing
ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dan ruam kulit.
Ruam kulit berwujud eritema makula, makulopapula ataupun urtikaria
generalisata maupun setempat pada badan tulang kering atau tempat lain.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk leptospirosis dilakukan juga :
i. Pemeriksaan laboratorium umum
ii. pemeriksaan laboratorium khusus
1) Pemeriksaan laboratorium umum
Pemeriksaan laboratorium umum ini tidak terlalu spesifik untuk
menentukan diagnosis leptospirosis.
Termasuk pemeriksaan laboratorium umum yaitu :
a. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal,
atau menurun, hitung jenis leukosit, terdapat peningkatan jumlah
netrofil. Leukositosis dapat mencapai 26.000/mm3 pada keadaan
ikterik.
Morfologi darah terpi terlihat mielosit yang menandakan gambaran
pergeseran ke kiri.
Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan masa
pembekuan umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik
eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin memanjang pada
sebagian kecil pasien namun dapat dikoreksi dengan vitamin k.
Trombositopenia ringan 80.000/mm3 sampai 150.000/mm3. laju
16
endap darah meningi dan pada kasus berat ditemua anemia
hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada
stadium lanjut perjalanan penyakit.
b. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pada pemeriksaan urin, terdapat albuminuria dan peningkatan
silinder ( hialin, granular ataupun selular ) pada fase dini,
kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat
pula bilirubinemia yang dapat mencapai 1g/hari dengan disertai
piuria dan hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar dapat
dipakai sebagai salah satu faktor prognosis, makin tinggi kadarnya
makin jelek prognosisnya. Peningkatan ureum sampai di atas 400
mg/dl. Proses perjalanan penyakit gagal ginjal berlangsung
progresif dan selang 3 hari kemudian akan terjadi amat total.
Gangguan ginjal pada pasien penyakit weil ditemukan proteinuria
serta azotemia dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus akut,
oliguria, produksi urin kurang dari 600 ml/hari, terjadi akibat
hidrasi, hipotensi.
c. Pemeriksaan fungsi hati
Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada
gejala ikterik. Ikterik disebabkan karena bilirubin direk mening.
Gangguan fungsi hati ditunjukkan dengan meningkatnya serum
transaminase ( serum oxalaacetic transaminase=SGOT fan tidak
pasti, dapat tetap normal ataupun meningkat 2-3 kali nilai normal.
Berbeda dengan hepatitis virus yang selalu menunjukkan
peningkatan bermakna SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot
menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. Peningkatan
terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai
nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai
peningkatan kadar enzim kreatinin fosfokinase.
d. Pemeriksaan laboratorium khusus
17
Pemeriksaan
laboratorium
khusus
untuk
mendeteksi
keberadaan kuman leptospira dapat secara langsung dengan
mencari kuman leptospira atau antigennya dan secara tidak
langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira
dengan uji serologis.
Pemeriksaan langsung meliputi kultur , mikroskopik, inokulasi
hewan (immuno) staining dan reaksi polimerase berantai.
Pemeriksaan langsung dengan isolasi kuman leptospira patogen
merupakan diagnosis pasti leptospirosis. Sedangkan interpretasi
pemeriksaan tidak langsung harus dikorelasi dengan gejala klinik
dan data epidemiologi seperti riwayat pajanan dan faktor resiko
lain.
Tabel jenis uji serologi
Microscopic
agglutination
test Makroscopis slide agglutination test (
(MAT)
MSAT)
Uji carik celup :
Enzyme
-
Lepto Dipstick
-
LeptoTek Lateral Flow
Aglutinasi
lateks
linked
imunosorbent
assay
(ELISA)
kering
( Microcapsule agglutination test
LeptoTek Dri_Dot)
Indirek flourescent antibody test Patoc slide agglutination test (PSAT)
(IFAT)
Indirect haemogglutination test Sensitized erythrocyt lysis test (SEL)
(IHA)
Uji aglutinasi lateks
Counterimmanelectrophoresis (CLE)
Complikasi fixation test (CFT)
Sumber: WHO, 2003
Berbagai uji serologi dapat dilihat pada tabel
Microscopik Agglutination Test ( MAT )
MAT adalah pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopis untuk
mendeteksi titer antibodi aglutinasi yang terdiri dari Ig M atau IgG.
18
Prinsip uji MAT adalah serum diencerkan secara serial kemudian
dicampur dengan kuman leptospira hidup. Pada suhu dan waktu tertentu.
Dan dengan mikroskop lapang gelap dicari aglutinasi 50% sebagi end
point titre.
MAT merupakan baku emas pemeriksaan serologi kuman
leptospira dan sampai saat ini belum ada uji lain yang lebih spesifik. Uji
MAT bertujuan untuk mengidentifikasi jenis serovar pada manusia dan
hewan, diperlukan panel suspensi kuman leptospira hidup dan mencakup
semia jenis serovar.
Sampel untuk pemeriksaan MAT sebaiknya diambil secara
serialdengan rentang waktu 1-2 minggu dan sampel pertama diambil saat
pasien datang berobat.
Pemeriksaan sampel harus dilakukan di laboratorium yang sama oleh
pemeriksa yang sama pula.dan sisa spesimen peratama diperiksa lagi
bersama spesimen yang kedua.
Macroscopis Slide Aggultination Test (MSAT)
Prinsip uji MSAT samas dengan MAT namun secara makroskopis
di atas kaca objek. Hasil reaksi yang dinilai secara semi kuantitatif dengan
mata telanjang. Interpretasi hasil sama dengan MAT. Uji MSAT kurang
spesifik dibandingkan dengan MAT.
Uji Linked Immunosurbent Assay ( ELISA, EIA)
Uji ELISA sering dipakai dan dapat dilakukan dengan reagen
komersial maupun antigen yang dibuat sendiri. Uji ini memakai suatu
antigen yang bersifat spesifik pada genus dapat mendeteksi antibodi
dikelas IgM dan IgG.
Keuntungan uji ELISA ini untuk mengetahui jenis antibodi apakah
IgM atau IgG. Antibodi IgM merupakan prediksi leptospirosis sebagai
infeksi akut. Dan IgG merupakan untuk infeksi terdahulu. Meskipun
19
demikian perlu diingat bahwa IgM kadang dapat menetap selama beberapa
tahun.
Diagnosis banding Leptospirosis anikterik
Influensa, demam dengue dan demam berdarah dengue, infeksi
virus hanta, demam kuning, riketsiosis, boreliosis, bruselosis, malaria,
pielonefritis, meningitis, aseptik dan penyakit demam enterik lain, fever of
unknow origin (FUO), serokonversi HIV primer, penyakit legioner,
toksoplasma, mononukleosis infeksiosa, faringitis dan infeksi virus lain.
Leptospirosis ikterik : malaria falcifarum berat, hepatitis virus, demam
tifus, dengan komplikasi ganda, hemorhagic fever with renal falilure
demam berdarah virus lainnya dengan komplikasi.
THERAPI
Kuman leptospira sensitif terhadap sebagian besar antibiotika
terkenali vankomisin, rifampisin dan metronidazole.
Pasien azotemia prarenal dilakukan rehidrasi dan pemantauan fungsi ginjal
sedangkan pasien gagal ginjal segera lakukan dialisis peritoneal.
Pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan pada hari pertama rawat inap.
Dengan mencakup aspek terapi kausatif, simtomatik dan supportif.
Prinsip umum dengan terapi suportif dan simptomatik meliputi
pemberian analgetik untuk rasa sakit. Bila perlu diberikan analgesik kuat
seperti morfin atau petidin. Nyeri kepala hebat dapat dihilangkan dengan
pungsi lumbal. Pada pasien yang gelisah diberikan penenang. Anemia
berat diperbaiki dengan tranfusi darah. Keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat diare dan muntah-muntah, memerlukan penanganan secara intensif
infus. Pada pasien gagal ginjal dan gangguan fungsi hati berat,
memerlukan terapi suportif intensif.
Terapi leptospirosis ringan.
20
1. Pemberian antipiretik , teruatama apabila demamnya melebihi 38 0 c
2. pemberian antibiotik-antikuman leptospira. Pada leptospirosis rngan
diberikan terapi :
o Doksisiklin 100 mg yang diberikan 2 kali sehari, selama 7 hari.
Pada anak diatas 8 tahun; 2 mg/kg/hari. (maksimal 100 mg) atau
o Ampicilin 500-750 mg yang diberikan 4 kali sehari oral atau
o Amoxicillin 500 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral
Pemberian antibiotik tersebut dapat mengurangi masa demam,
komplikasi ginjal / hati. Hal yang penting dan perlu diketahui as
waktu pemberiannya. Pemberian antibiotik antikuman leptospira
yang paling tepat pada fase leptospiremia, yang diperkirakan pada
minggu-minggu pertama infeksi. Antibiotik diberikan tanpa
menunggu hasil laboratorium.
Pada leptospirosis ringan yang belum ada komplikasi perlu
dilakukan pirasi pemantuaan tekanan darah, suhu, denyut nadi dan
respirasi secara berkala tiap jam atau empat jam. Seseuai dengan
kondisi klinik pasien disertai dengan pencatatan produksi urin.
Terapi leptospirosis berat.
1. Antipiretik
2. nutrisi dan cairan
pemberian nutrisi perlu diperhatikan. Karena nafsu makan pasien
menurun. Sehingga asupan nutrisi kurang. Pemberian nutrisi yang
seimbang dengan kebutuhan kalori sehingga tidak membebani fungsi
hati
dan
ginjal
yang
denganmempertimbangkan
menurun.
keseimbangan
Kalori
diberikan
nitrogen
perhitungan :
berat badan 0-10 kg
: 100 kalori/ kgBB/ hari
berat badan 20-30 kg
: ditambahkan 50 kalori/ kgBB/ hari
berat badan 30-40 kg
: ditambahkan 25 kalori/ kgBB/ hari
berat badan 40-50 kg
: ditambahkan 10 kalori/ kgBB/ hari
21
dengan
berat badan 50-60 kg
: ditambahkan 5 kalori/ kgBB/ hari
Karbohidrat diberikan dalam jumlah cukup untuk mencegah
terjadinya ketosis protein. Protein yang mengandung asam amino
esensial, diberikan sebanyak 0,2-0,5 gram/kgbb/ hari. Pemberian
kalium dibatasi sampai 40mEq/hari, karena kemungkinan sudah terjadi
hiperkalemia. Kadar natrium tidak boleh terlalu tinggi pada fase
oliguria, maksimal 0,5 gram/hari. Pada fase oliguria pemberian cairan
dibatasi.
Hindari pemberian cairan terlalu banyak, karena akan membebani
kerja hati dan ginjal. Misalnya infus ringer laktat yang akan
membebani kerja hati. Pemberian cairan harus memadai dan tidak
berlebihan sehingga perlu dilakukan pemantauan keseimbangan cairan
secara tepat.
Pada pasien dengan muntah hebat atau tidak mau makan, diberi
makanan secara parenteral. (sekarang sudah tersedia kemasan cairan
infus yang praktis dan cukup mengandung nutrisinya.)
3. pemberian anti biotik
Prokain penisilina 6-8 juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari
intra muskuler
o Ampicilina 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena atau
o Antibiotik pada anak:
o Prokain penisilin 50.000 IU/kg BB sehari intramuskular 2 juta IU
sehari yang diberikan 4kali sehari intramuskular atau
o Doksisiklin pada anak >8 tahun: 2 mg/KbBB: maksimal 100 mg
sehari yang diberikan per oral.
o Penelitian terakhir secara in vito menunjukkan bahwa antibiotik
golongan
ceftriaxone)
fluoroquiolone
lebih
baik
dan
beta
diberikan
laktam
(sefalosporin,
dibandingkan
dengan
konvensional tersebut diatas, meskipun masih perlu dibuktikan
keunggulannya secara invito tersebut.
22
Reaksi jarisch-herxheimer pada pemberian penisilin kadang timbul,
misalnya reaksi demam akut antara 37,8-38,4 0 c, sakit kepala disertai
mialgia dan hipotensi. Reaksi umumnya timbul dalam waktu 4-5 jam
setelah pemberian penisillin intravena.mekanisme terjadinya reaksi belum
sepenuhnya jelas. Diduga lisisnya kuman leptospira oleh karena antibiotik
akan melepaskan toksin yang menginduksi sitoksin. Penatalaksanaan
reaksi jerisch –herxheimer hanya supportif dan simtomatik, reaksi bersifat
sementara danberkurang dalam waktu 24 jam berikutnya.
Leptospirosis dengan kegagalan ginjal / ginjal akut yang merupakan
salah saru komplikasi berat leptospirosis,pada ginjal ditemukan nekrosis
tubular akut. Terjadi nekrosis tubular akut dapat diketahui dengan :
-
Kadar natrium urin
> 40mEq/L
-
Rasio kreatinin urin dan plasma
< 20
-
index gagal ginjal
> 1 (index gagal ginjal =
kadar nartrium urin X kadar kreatinin plasma/ kadar natrium urin. )
kegagalan ginjal akut pada leptospirosis dapat dibagi menjadi 2 bentuk
yaitu :
-
Type oliguria
-
Tipe non oliguria
Tipe oliguria mempunyai prognosis yang jelek, terutama bila fase
oliguria berlangsung lama, kurang respon pada pemberian diuretik, rasio
ureum urin: darah meningkat dan kadar ureum/ kratinin darah tetap tinggi.
Perlu pemantauan karena akan timbul hiperkalemia dalam kurun waktu 48
jam pertama sakit. Dan mendahului uremia.
Lamanya fase oliguria dan kecepatan katabolisme protein merupakan
faktor penentu untuk melakukan dialisis. Dialisis dilakukan pada fase
penentu untuk melakukan dialisis. Dialisis dilakukan pada fase oliguria
yang lama. Perlu pemantuaan yang baik tanpa kedua keadaan diatas,tidak
perlu dilakukan dialisis.
4. pengobatan terhadap infeksi sekunder
23
pasien leptospirosis sangat rentan terhadap infeksi sekunder
sebagai komplikasi penyakit sendiri atau akibat tindakan medik yang
dilakukan antara lain: brpn, infeksi saluran kemih, peritonitis
(komplikasi dalam dialisis peritoneal) dan sepsis
dilaporkan kelainan paru dalam leptospirosis sebesar 20-70 %.
Pengobatan disesuaikan dengan jenis komplikasi yang terjadi.
Pasien leptospirosis dengan sepsis/syok septikemia mempunyai angka
kematian yang tinggi.
5. penanganan khusus
a. Hiperkalemia
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena
menyebabkan cardiac arrest. Sebagai tindakan darurat dapat
diberikan garam kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin
(10-20 U reguler insulin dalam infus dekstrosa 40%)
b. Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas dengan dosis
(0,3X kg BB x defisit HC03 plasma dalam mEq/L)
c. Hipertensi perlu diberikan anti hipertensi
d. Gagal jantung: pembatasan cairan, digitalis dan diuretik
e. Kejang dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia.
Hipertensi ensefalopati dan karena uremia. Kausa primer
diatasi, dipertahankan oksigenasi/ sirkulasi ke otak dan diberi
obat anti konvulsi.
f. Perdarahan diatasi dengan transfusi
Perdarahan merupakan komplikasi serius leptospirosis dan
terjadi akibat penumpukan bahan toksik dan trombositopati.
Manifestasi perdarahan bervariasi dari ringan sampai berat.
Perdarahan dapat terjadi saat melakukan dialisis peritoneal.
Diagnosis suspect ( hanya didukung oleh gejala klinis &riwayat pajanan) demam, conjuctival
suffusion, kaku&nyeri otot(betis dan paha), ikterik, sakit kepala, menggigil, oliguria, anuria,
kaku kuduk, dll. Ditambah riwayat pajanan dengan hewan/ lingkungan terkontaminasi urin
hewan
factor resiko transmisi leptospirosis
Diagnosis probable: diagnosis suspect didukung test serologi penyaring positif
24serial? 4 atau serokonvulsi MAT atau ELISA IgM (+)
Diagnosis confirmed: peningkatan titer
ikterik
anikterik
azotemia
Tidak/ ringan
A:
Nutrisi, terapi suportif
pencegahan & komplikasi
keseimbangan air dan
elektrolit
Ya/ berat
Non oliguria (poliuria) urin
Urin > 600 ml/ hari
Oliguria
Urin < 600 ml/hari
Seperti A ditambah dengan:
pemantauan intensif
keseimbangan air &
elektrolit
Seperti A ditambah dengan:
Hidrasi dengan cairan & elektrolit
Dopamine: meningkatkan perfusi ginjal
Diuretic (ARF oliguria
poliuria)
Keseimbangan asam basa, dialysis bila ada
indikasi dialysis :
- Hiperkatabolik (Ureum>60mg/24 jam)
- Hiperkalemia (serum K> 6mEq/l
- Asidosis metabolic (HCO3<12 meq/L
- Perdarahan tanda sindroma uremia lain
Gambar bagan tatalaksana leptospirosis
Sumber adaptasi dari : Gasem MH, 2003
BAB IV
25
PENCEGAHAN
Pencegahan penularan kuman leptospira dpat dilakukan melalui tiga jalur
intervensi yang meliputi :
1. Intervensi sumber infeksi
2. intervensi pada jalur penularan.
3. intervensi pada pejamu manusia.
Intervensi sumber infeksi:
-
Memberikan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi (
sapi/ babi/ kambing dll)
-
Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi seperti penisilin,
ampisilin, atau dihydrostreptomicin, agar tidak menjadi karier kuman
leptospira. Dosis dan cara pembrian berbeda-beda. Tergantung pada jenis
hewan yang terinfeksi.
-
Mengurangi populasi tikus denga beberapa cara seperti panggunaan racun
tikus, pemasangan jebakan, penggunaan rodentisida dan predator roden.
-
Menidakan akses tikus ke pemukiman, makanan dan air minum denga
membangun gudang penyimpanan hasil pertanian sumber penampungan
air
dan pekarangan yang kedap tikus. Dan dengan membuang sisa
makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus
-
Mencegah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan
memelihara lingkungan yang bersih, membuang sampah memangkas
rumput dan semak belukar, menjaga sanitasi, khususnya dengan
membangun sarana pembuangan limbah dan kamar mandi yang baik dan
menyediakan air minum yang bersih.
-
Melakukan vaksinasi hewan termasuk ternak dan hewan peliharaan
-
Membuang kotoran hewan peliharaan sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian desinfektan ,
dibakar dll
INTERVENSI PADA JALUR PENULARAN
26
Penularan dapat dicegah dengan :
-
Memakai pelindung kerja (sepatu lars, sarung tangan,pelindung mata,
apron, masker)
-
Mencuci luka dengan cairan antiseptik dan ditutup dengan plester kedap
air
-
Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan
urin, tanah, dan air yang terkontaminasi
-
Menumbuhkan kesadaran terhadap potensi resiko dan metoda untuk
mencegah atau mengurangi pajanan. Misal dengan mewaspadai percikan
urin atau aerosol. Tidak menyentuh bangkai hewan, janin, plasenta,organ
(ginjal, kandung kemih) dengan tangan telanjang dan jangan menolong
persalinan hewan dengan tangan telanjang.
-
Mengenakan sarung tangan melakukan tindakan higienik saat kontak
engan urin hewan , cuci setelah selesai dan waspada terhadap
kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit.
-
Melakukan sanitasi air minum penduduk dengan pengelolaan air minum
yang baik, filtrasi dan klorinasi untuk mencegah invasi kuman leptospira
-
Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk /
bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman leptospira
berkurang.
-
Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genangan
air dan sungai yang relah atau diduga terkontaminasi kuman leptospira
-
Mekanisme pekerjaan dengan reisiko terpajan tinggi seperti menanam padi
dan menebang tebu.
-
Manajemen ternak yang baik (hindari menggembalakan ternak ditemoat
umum, membeli ternak dengan sertifikasi bebas kuman leptospira
-
Menerapkan prosedur kewaaspadaan standar di laboratorium dan bangsal
perawatan (merujuk pada buku pedoman lankah-langkah kewaspadaan
standar untuk pencegahan infeksi yang telah disusun oleh departemen
kesehatan.
BAB V
27
KESIMPULAN
Dalam upaya promotif untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan
cara –cara edukasi.lep merupakan zoonosis klasik pada hewan, sebagai sumber
infeksi utama, dengan jenis serovar dan cara penularan berbeda antara daerah satu
dengan daerah lainnya, oleh karena itu setiap program edukasi harus melibatkan
profesi kesehatan, dokter hewab dan kelompok lembaga sosial masyarakat yang
terlibat. Edukasi dengan tenaga kesehatan maupun masyarakat umum, mengenai
perkembangan terbaru leptospirosis didaerahnya. Harus selalu diberikan melelui
penyuluhan dengan tatap muka langsung, seminar dirumah sakit, maupun secara
tidak langsung melalui selebaran masmedia dan media elektronik. Upaya agar
leptospirosis tidak dilupakan oleh para klinikus akan meningkat identifikasi kasus.
Pendidikan masyarakat luas sangat berperan untuk mengidentifikasi faktor resiko,
pencegahan penyakit , mengurangi lama
masa sakit dan tingkat keparahan
penyakit, melalui pengenalan gejala leptospirosis dan kesadaran untuk segera
berobat.
Berbagai cara edukasi yang dapat dipakai yaitu:
-
memberikan selebaran ke kllinik kesehatan, departemen pertanian, institusi
militer
dan
leptospirosis,
lain-lain.
Didalamnya
diuraikan
kriteria
menegakkan
diagnosis
mengenai
terapi
penyakit
dan
cara
pajanan.dicantumkan pula nomor telpon yang dapat dihubungi untuk
informasi lebih lanjut
-
melakukan penyebaran informasi pengendalian wabah
bila menjadi wabah seperti banjir atau angin topan , sesegera mungkin
diinformasikan kepada dokter dan masyarakat mengenai situasi dilapangan
dan cara pencegahan penyakit. Informasi diberikan dalam bentuk publikasi
dan selebaran, agar dokter dapat mengenali suatu penyakit demam, yang
mungkin disebabkan oleh leptospirosis dan memberikan terapi yang tepat.
Selain itu melalui publikasi dimedia cetak dan elektronik, serta selebaran
di lokasi wabah, masyarakat diberi penyuluhan mengenali gejala
28
leptospirosis, resiko pejanan
dan segera datang ke sarana kesehatan
karena penyakit ini dapat diobati dengan antibiotik. Diberikan juga
mengenai cara pencegahan, misalnya : mengingatkan masyarakat untuk
tidak melakukan kegiatan seperti mencuci atau berendam di air yang
mungkin terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
29
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit,
Departemen kesehatan RI, 2003
Leptospira, available from URL: http://www.infeksi.com
30
Download