tugas online 2 henni epid bu nurul

advertisement
NAMA : HENNI NATALIA HUTAGAOL
NIM : 201331286
Environmental Health
Leptospirosis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Leptospirosis tersebar luas di seluruh dunia, muncul di daerah perkotaan dan
pedesaan baik di Negara maju maupun Negara berkembang kecuali daerah kutub. Penyakit ini
dapat terjadi sebagai resiko pekerjaan (occupational hazard) menyerang petani padi dan tebu,
pekerja tambang, dokter hewan, peternak, peternak sapi perah, pekerja yang bekerja di
pemotongan hewan, nelayan dan tentara( Chin,J. 2000 ).
Leptospirosis merupakan penyakit demam akut dengan manifestasi klinis bervariasi,
disebabkan oleh Leptospira. Leptospirosis hingga kini masih merupakan masalah kesehatan
global terutama di Negara tropis seperti Indonesia. Leptospirosis termasuk emerging infectious
diseases dan akhir-akhir ini sering terjadi outbreaks diNicaragua, Brasil, India, negara-negara
Asia Tenggara juga Amerika. Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit ini
adalah diagnosisnya sering terlambat serta progresivitas penyakit yang sepenuhnya belum
diketahui.
Berbagai faktor yang ikut menentukan progresivitas leptospirosis adalah: Faktor
eksternal antara lain virulensi Leptospira, sedangkan factor internal adalah: status imun
penderita. Faktor yang ikut menentukan progresivitas leptospirosis antara lain: hemolisin,
lipopolisakarida, glikoprotein, lipoprotein, peptidoglikan, heat shockproteiuhuns, dan flagellin.
Gen hemolisin SphH dari L. interigans strain HY-1 juga ikut berperan dalam pengendalian
progresivitas leptospirosis. Leptospira yang mengalami lisis akibat aktivitas immunoglobulin
maupun komplemen dapat menginduksi sekresi enzim, toksin, dan sitokin (IL-1, IL-6, IL-8,
TNFa) yang kemudian ikut menentukan derajat berat manifestasi klinis (Sachro, 2002).
B. Tujuan
1.
Mengetahui apa Pengertian Leptospirosis
2.
Mengetahui apa penyebab timbulnya Leptospirosis
3.
Mengetahui bagaimana pencegahan terhadap Leptospirosis
C. Ruang Lingkup
Makalah Leptospirosis ini merupakan ruang lingkup Mikrobiologi.
D. Manfaat
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penyakit
leptospirosis .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis atau disebut sebagai Penyakit Weil, Demam Canicola,Ikterus Hemoragika,
Demam Lumpur, dan Penyakit Swineherd. Kelompok penyakit zoonesis yang disebabkan oleh
bakteri dengan manifestasi berubah-ubah. Ciri-ciri yang umum adalah demam dengan serangan
tiba-tiba, sakit kepala, menggigil, mialgia berat (betis dan kaki) dan merah pada conjuctiva.
Manifestasi lain yang mungkin munculadalah demam diphasic, meningitis, ruam (palatal
exanthem), anemia hemolytic, pendarahan di dalam kulit dan selaput lendir, gatal hepatorenol,
gangguan mental dan depresi, myocarditis dan radang paru-paru dengan atau tanpa hemopthisis.
Di daerah yang endemis leptospirosis, mayoritas infeksi tidak jelas secara klinis atau terlalu
ringan untuk didiagnosa secara pasti. Kasus sering didiagnosa salah sebagai meningitis, ecefalitis
atau influenza, bukti serologis adanya infeksi leptospiraditemukan diantara 10% kasus
meningitis dan encephalitis yang tidak terdiagnosa ( Chin,J. 2000 ).
Leptospirosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan bisa
menyerang manusia dan hewan. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia ( Yatim, F. 2007 ).
B. Leptospira
Leptospira merupakan kuman bentuk spiral halus, ujung sel kuman bengkok, bergerak
aktif dan berukuran 6-20um x 0,1 um. Morfologi tersebut dapat dilihat setelah diberikan
pewarnaan Burri, Fontana Tribondeau, Becker Krantz atau Giemsa. Gerak kuman dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Bersifat aerob obligat dengan suhu
pertumbuhan antara 28-30⁰C. Untuk pertumbuhannya diperlukan perbenihan yang mengandung
serum kelinci 10%. Leptospira dapat dibiakkan pada selaput Korioalantois. Pembenihan yang
banyak
digunakan
dalam leptospira antara
lain
perbenihan Vervoort,
Noguchi,
Fletcher dan Cox. Leptospira dapat tahan lama dalam air terutama dalam pH alkali. Secara garis
besar leptospira dapat dibagi menjadi dua spesies, yaitu Leptospira interrogans yang patogen
dan Leptospira biflexayang bersifat saprofit, yang terutama ditemukan pada permukaan air
tawar, jarang ditemukan pada air laut dan jarang ada kaitannya dengan infeksi pada mamalia.
Spesies yang patogen dibagi dalam 16 serogrup dimana tercakup 150 serotip (serovar). Dari
banyak strain Leptospira dapat dikstraksi lipopolisakarida yang memiliki reaktivitas grup.
C. Penyebab Leptospirosis
Penyebab penyakit adalah Leptospira, anggota dari ordo Spirochaetales.Leptospira yang
menularkan penyakit termasuk ke dalam spesies Leptospira interregans, yang dibagi lagi
menjadi berbagai serovarian. Lebih dari 200 serovarian telah diketahui, dan semuanya terbagi
dalam 23 kelompok (serogroup) yang didasarkan pada keterkaitan serologis. Perubahan penting
dalam penamaan (nomenklatur) leptospira sedang dibuat didasarkan atas keterkaitan DNA.
Serovarian yang umum ditemukan di AS adalah Icterohaemorrhagiae, canicola, autumnalis,
hebdomidis,
australis dan pomona.
Inggris,
New
Zeland
dan
Australia,
infeksi L.
Interrogans serovarian hardjo paling sering terjadi pada manusia yang kontak dekat dengan
peternakan yang terinfeksi.
Hewan peliharaan dan binatang liar, serovarian berbeda-beda pada setiap hewan yang
terinfeksi. Khususnya tikus besar (ichterohemorrhagiae), babi (pomona), lembu (hardjo), anjing
(canicola), dan raccoon (autumnalis) di AS, babi terbukti menjadi tempat hidup bratislava,
sedangkan di Eropa badger sejenis mamalia karnivora juga dilaporkan sebagai reservoir. Ada
banyak hewan lain yang dapat menjadi hospesalternative, biasannya berperan sebagai carrier
dalam waktu singkat. Hewan-hewan tersebut adalah binatang pengerat laut, rusa,tupai, rubah,
raccoon, mamalia laut (singa laut). Serovarian yang menginfeksi reptile dan amfibi belum
terbukti dapat menginfeksi mamalia, namun di Babardos dan Trinidad dicurigai telah
menginfeksi manusia. Pada binatang carrier terjadi infeksi asimtomatik, leptospira ada dua di
dalam tubulus renalis binatang tersebut sehingga terjadi leptospiruria seumur hidup binatang
tersebut.
D. Cara Penularan
Penularan penyakit Leptospirosis melalui kontak pada kulit, khususnya apabila terluka
atau kontak selaput lendir dengan air, tanah basah atau tanaman, khususnya tanaman tebu yang
terkontaminasi dengan hewan terinfeksi, berenang, luka yang terjadi karena kecelakaan kerja,
kontak lansung dengan
urin atau jaringan
tubuh
hewan
yang
terinfeksi,
kadang
melalui droplet dari cairan yang terkontaminasi.Masa inkubasi biasanya 10 hari, dengan rentang
4-19 hari. Penularan langsung dari orang ke orang sangat jarang terjadi. Leptospira dapat
dikeluarkan biasanya dalam waktu 1 bulan, tetapi leptospiruria telah ditemukan pada manusia
dan hewan dalam waktu 11 bulan setelah menderita penyakit akut. Pada umumnya orang rentan
kekebalan timbul terhadap serovarian tertentu yang disebabkan oleh infeksi alamiah atau
(kadang-kadang) setelah pemberian imunisasi tetapi kekebalan ini belum tentu dapat melindungi
orang dari infeksi serovarian yang berbeda.
E. Gejala Leptospirosis
Gejala klinis berlangsung selama beberapa hari sampai 3 minggu atau lebih. Setelah
melewati masa tunas antara 10-12 hari, penderita dapat terkena demam mendadak dan mengigil,
sakit perut dan muntah-muntah. Penderita mengeluh sakit otot, sakit kepala hebat dan epistaksis,
mungkin dapat ditemukan konjungtivitis. Hati dapat membengkak, pada 50 % dari kasus ijumpai
ikterus pada hari ke-5. Pada hepatitis karena leptospira ini sering kali disertai dengan
peningkatan serum kreatin fosfokinase (pada hepatitis virus kadarnya normal). Pada minggu
pertama sakit, leptospira dapat dijumpai di seluruh tubuh penderita, hal ini dapat dibuktikan
dengan cara inokulasi darah penderita pada marmot. Pada minggu ke-2 leptospira mulai
menyerang ginjal dan pada akhir minggu ke-2 dapat ditemukan dalam urin. Leptospiradalam
urin dapat dijumpai pada hari ke-40. Kerusakan pada ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal dan
berakibat fatal, mungkin perlu dianalisis. Jika susunan syaraf pusat terkena, dapat menimbulkan
timbulnya gejala meningitis atau ensefalitis.
F.
Diagnosa Leptospirosis
Jenis leptospira yang berbeda sehingga tes serologi harus menggunakan panel yang
khusus untuk mendiagnosa leptospira di suatu daerah tertentu. Kesulitan dalam mendiaknosa
penyakit ini menyulitkan upaya pemberantasan sehingga sering menyebabkan peningkatan angka
kematian karena penderita cenderung menjadi berat karena tidak dilakukan diagnosa dan
pengobatan
yang
tepat. Untuk
bahan
pemeriksaan
yang
berupa
darah
dan likuor
serebrospinalis, leptospira dapat ditemukan pada minggu sakit yang pertama. Leptospira dapat
ditemukan dalam urin mulai akhir minggu pertama sampai hari ke-40.
Pemeriksaan serologi sangat penting untuk diagnosis leptospirosis. Pada umumnya
antibodi baru ditemukan setelah hari ke-7 atau ke-10. Titernya akan selalu meningkat dan akan
mencapai puncaknya pada minggu sakit yang ke-3 atau ke-4, namun hasil tes serologi
bergantung kepada jumlah strain leptospira yang di pergunakan untuk memeriksa serum
penderita. Titernya dimulai dari 1/10.000ke atas. Untuk tes serologi ini dapat digunakan cara
aglutinasi mikroskopis atau makroskopis, atau tes hemaglutinasi. Imunitas yang timbul setelah
infeksi bersifat spesies spesifik terhadap serotip tertentu. Imunitas akan menetap bertahun-tahun.
G. Cara Pencegahan
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mencegah penularan penyakit Leptospirosis yaitu :
1.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan
a.
Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan penyakit ini. Jangan berenang
atau menyeberangi sungai yang airnya diduga tercemar oleh leptospira, dan gunakan alat-alat
pelindung yang diperlukan apabila harus bekerja pada perairan yang tercemar.
b.
Lindungi para pekerja yang bekerja di daerah yang tercemar dengan perlindungan secukupnya
dengan menyediakan sepatu boot, sarung tangan dan apron.
c.
Kenali tanah dan air yang berpontesi terkontaminasi dan keringkan air tersebut jika
kemungkinan.
d.
Berantas hewan-hewan pengerat dari lingkungan pemukiman terutama di pedesaan dan tempattempat rekreasi. Bakar ladang tebu sebelum panen.
e.
Pisahkan hewan peliharaan yang terinfeksi; cegah kontaminasi pada lingkungan manusia, tempat
kerja dan tempat rekreasi oleh urin oleh urin hewan yang terinfeksi.
f.
Pemberian imunisasi kepada hewan ternak dan binatang peliharaan dapat mencegah timbulnya
penyakit, tetapi tidak mencegah terjadinya infeksileptospiruria. Vaksin harus mengandung strain
domain dari leptospira di daerah itu.
g.
Imunisasi diberikan kepada orang yang karena pekerjaannya terpajan dengan leptospira jenis
serovarian tertentu, hal ini dilakukan di Jepang, Cina, Itali, Spanyol, Perancis, dan Israel.
h.
Doxycycline telah terbukti efektif untuk mencegah leptospirosis pada anggota militer dengan
memberikan dosis oral 200mg seminggu sekali selama masa penularan di Panama.
2.
Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
a.
Laporan kepada instansi kesehatan setempat: pelaporan kasus diwajibkan di banyak negara
bagian (AS) dan negara lain di dunia, klasifikasi 2B (lihat tentang laporan penyakit menular).
b.
Isolasi: tindakan kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh.
c.
Disinfeksi serentak: dilakukan terhadap benda yang tercemar dengan urin.
d.
Karantina: tidak dilakukan.
e.
Imunisasi terhadap kontak: tidak dilakukan.
f.
Investigasi orang-orang yang kontak dan sumber infeksi: selidiki adanya hewan-hewan yang
terinfeksi dan air yang terkontaminasi.
g.
Pengobatan
spesifik:
penisilin, cephalosporin
lincomycin dan erythromycinmenghambat
pertumbuhan leptospira invitro. Doxycyline dan penisilin G dikatakan terbukti masih efektif
dalam percobaan Double Blind Placebo Controlled trials penisilin G dan amoksisilin terbukti
masih efektif walaupun diberikan dalam 7 hari sakit. Namun pengobatan yang tepat dan sedini
mungkin sangatlah penting. Belakangan setelah dilakukan telah secara sistematik terhadap
berbagai uji coba randomized control trials terhadap berbagai antibiotika dapat menurunkan
angka kematian leptospirosis. Namun pengobatan yang tepat dan cepat (< 5 hari sakit), dapat
mengurangi lamanya perawatan di rumah sakit. Penisilin (1,2gr benzyl penicillin IV atau IM
setiap 4-6 jam) cukup efektif untuk kasus berat walaupun diberikan 7 hari sakit.
3.
Penanggulangan wabah
Mencari sumber infeksi seperti kolam renang yang terkontaminasi dan sumbe air
lainnya;menghilangkan kontaminasi atau melarang penggunaannya. Menyelidiki sumber
penyakit dan lingkungan pekerjaan, termasuk mereka yang kontak langsung dengan hewan.
4.
Implikasi bencana
Potensi untuk terjadi penularan dan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada saat terjadi banjir yang
menggenangi daerah sekitarnya.
5.
Tindakan internasional
Manfaatkan pusat kerjasama World Health Organization (WHO).
Download