LEPTOSPIROSIS Desi salwani FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAHKUALA 2016 1 DEFINISI Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh salah satu dari spirochete patogenik dari family Leptospiraceae. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interrogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Manusia terinfeksi oleh hewan carrier seperti tikus dan hewan ternak .Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 . Bentuk beratnya dikenal sebagai Weil’s disease. 1 Penyakit ini umumnya ringan namun juga bisa menjadi berat akibat dari bakteremia yang mempengaruhi pembuluh darah kecil. Perubahan transien pada fungsi ginjal sering dijumpai, umumnya membaik dalam 3 sampai 6 minggu. Pemeriksaan laboratorium adalah penting karena gambaran klinis tidak patognomonik. EPIDEMIOLOGI Pada daerah endemik leptospira akut bisa terjadi pada 5-20% populasi yang terpapar setiap tahunnya, penapisan serologis pada pasien meningitis aseptik dan uveitis bisa menunjukkan leptospira dan antibodi (bisa ditunjukkan selama 2 sampai 10 tahun dari masa infeksi) bisa didapatkan 20 sampai 80%. Leptospira bisa terdapat pada binatang peliharaan seperti anjing, lembu, babi kerbau maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai , dll. Penyakit ini dapat berjangkit pada laki-laki dan wanita semua umur, namun lebih banyak mengenai laki-laki dewasa muda. Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, namun terbanyak didapati di daerah tropis. Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.1-6 Penularan langsung terjadi melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu, dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan, dari manusia ke manusia meskipun jarang dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen, atau dari ibu penderita leptospira ke janin melalui sawar plasenta dan air susu 2 ibu. Penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan. 11 Faktor resiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung/terpajan air dan rawa yang terkontaminasi yaitu : kontak dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira/urin tikus saat banjir, pekerjaan tukang perahu, rakit bambu, pemulung, mencuci atau mandi di danau, peternak yang terpajan, tukang kebun, petani tanpa alas kaki di sawah, pekerja potong hewan, tukang daging, pembersih selokan, pekerja tambang, pemancing ikan dan pekerja tambak, anak yang bermain di genangan air atau rawa, tempat rekreasi air tawar, petugas laboratorium yang memeriksa spesimen leptospira serta petugas kebersihan di rumah sakit.11 ETIOLOGI Leptospira termasuk ke dalam ordo Spirochaetales dan famili Leptospiraceae. Secara umum leptospira terbagi atas 2 spesies yaitu L. interrogans yang bersifat patogenik dan L.biflexa yang bersifat saprofitik. Lebih dari 200 serovar dari 25 serogrup telah diidentifikasi untuk L. interrogans. 2,4 Kuman leptospira bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, lentur dengan panjang 10-20 mikron dan tebal 0,1 mikron serta memiliki 2 lapis membran, kedua ujungnya memiliki kait berupa flagelum periplasmik dan berputar pada sumbu panjangnya. 11 PATOGENESIS Leptospira dapat menjangkiti hewan peliharaan seperti anjing, kerbau, sapi, babi dan hewan liar seperti tikus. Leptospira adalah bakteri gram negatif yang tipis, berbentuk helik, motil dengan panjang 6 hingga 20 μm dan lebar 0,1 μm. Di dalam tubuh hewan tersebut leptospira hidup di dalam ginjal atau air seninya.2,4,6 Manusia dapat terinfeksi jika terjadi kontak dengan air, tanah, lumpur dan sebagainya yang telah terkontaminasi dengan air seni hewan yang terinfeksi leptospira. Infeksi baru terjadi bila terdapat luka atau abrasi pada kulit, 3 konjuntiva, mukosa yang utuh yang melapisi mulit, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Pernah dilaporkan penetrasi kuman melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir. Walaupun jarang, transmisi infeksi dapat pula terjadi melalui gigitan hewan. 2,4,6,11 Masuk melalui luka dikulit, konjuntiva,mukosa utuh Multiplikasi kuman dan menyebar mlalui aliran darah Kerusakan endotel pembuluh darah kecil : ekstravasai & perdarahan Perubahan patologi di organ/jaringan Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan Hati : Gambaran nospesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai hiertropi & hiperplasia sel kupfer Paru : inflamasi interstisial sampai perdarahan paru Otot lurik : nekrosis fokal Jantung : Ptekie, endokarditis akut, miokarditis toksik Mata : Dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridisiklitis Gambar.1 patogenesis leptospirosis11 Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharidae (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan neutrofil pada sel endotel dan trombosit sehingga terjadi agregsi trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid.11 4 Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal, kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin.11 Manifestasi Klinik Masa inkubasi leptopirosis antara 2-26 hari, namun kebanyakan 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari yang asimptomatis sampai gejala berat yang dikenal dengan sindrom Weil. Gejala klinis ringan dengan keluhan mirip influenza. Sedangkan gejala klinis berat sindrom Weil ditandai dengan ikterik, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, gangguan kesadaran, dan diatesis hemorhagik. 6,7,8 Leptospirosis memiliki 3 fase penyakit. Fase pertama adalah fase leptospiremia yang ditandai dengan adanya leptospira dalam darah dan cairan serebrospinal. Gejala yang timbul dapat berupa demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri otot terutama otot gastroknemius, hiperestesia pada kulit, mual, muntah, diare, penurunan kesadaran, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata, rash makular, urtikaria, dan hepatosplenomegali. Fase kedua atau fase imun berhubungan dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi dengan gambaran yang sangat bervarisi yaitu dapat terjadi demam yang tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta gangguan faal hemostasis dengan manifestasi perdarahan spontan. Fase ketiga adalah fase konvalesen dimana terjadi pada minggu kedua sampai munggu keempat dengan patogenesis yang belum jelas. 3 Mekanisme penyakit pada leptospirosis belum sepenuhnya dipahami. Di dalam tubuh leptospira bermultiplikasi dalam darah, jaringan dan organ. Semua organ dapat terlibat. Leptospira merusak dinding vaskular sehingga terjadi vaskulitis yang dapat menyebabkan ekstravasasi cairan termasuk timbulnya 5 perdarahan. Beberapa jenis leptospira diketahui memproduksi endotoksin dan hemolisin. Membran luar leptospira mengandung lipopolisakarida dan beberapa lipoprotein. Lipopolisakarida ini menstimulasi pengikatan neutrofil dengan sel endotel dan trombosit sehingga timbul agregasi. Trombositopenia dipikirkan terjadi akibat hal ini. Inflamasi pada sistem saraf pusat dipikirkan karena timbulnya kompleks imun pada leptospirosis. 1-6 Penelitian Di RSCM dan RSP Dari hasil penelitian pada 68 penderita leptospirosis yang terdiri atas 44 penderita di RSUPN RSCM dan 24 penderita di RSP didapatkan karakteristik penderita ádalah 51 (75%) laki-laki dengan umur rata-rata 35,86 tahun dan 17 orang perempuan (25%) dengan umur rata-rata 45,76 tahun, 28 orang laki-laki (55%) bekerja sebagai buruh, 14 orang (27%) karyawan swasta, 5 orang (9%), pegawai negeri sipil, 4 orang (7,8%) relajar. Sebanyak 14 orang perempuan (82,53%) bekerja sebagai ibu rumah tangga, 2 orang (11,76%) karyawan swasta, dan 1 orang (5,88%) sebagai pegawai negeri sipil. Angka kejadian leptospirosis meningkat antara bulan Januari dan Maret Gejala klinis leptospirosis dapat dilihat pada tabel 1. Gejala klinis tersebut adalah demam atau riwayat demam dengan presentase 100%. Sumber perdarahan tersering berasal dari lambung berupa hematemesis atau melena. Gejala Klinis Demam atau riwayat demam (n=68) % 68 100 6 Mual dengan atau tanpa muntah Nyeri otot Injeksi silier Ikterik Sakit kepala Batuk Hepatomegali Perdarahan Menggigil 65 59 58 47 37 25 24 20 13 95,6 86,8 85,3 69,1 54,4 36,8 35,3 29,4 19,1 Splenomegali 1 1,5 Tabel 1. Gejala Klinis Leptospirosis ( n= 68 ).3 Presentase kelainan laboratorium penderita leptospirosis yang sering ditemukan adalah peningkatan lipase yaitu 100% (tabel 2) Kelainan Laboratorium Penibgkatan lipase Peningkatan LED Peningkatan ureum Peningkatan kreatinin Lekositosis Peningkatan amylase Peningkatan bilirubin Proteinuria Trombositopenia Peningkatan SGOT Peningkatan SGPT Anemia 3 ∑ Pemeriksaan ∑ Kelainan % 26 30 68 68 68 25 62 64 67 60 60 68 26 29 64 60 60 22 53 39 31 30 21 10 100 96,6 94,1 88,2 88,2 88 85,5 60,9 46,3 44,1 35 14,7 Tabel 2. Kelainan laboratorium Leptospirosis ( n=68 ). 3 Leptospirosis berat ditandai dengan salah satu tanda-tanda sebagai berikut : 1) Adult respiratory distress syndrome dengan pulmonarry hemorrhage, edema dan perubahan radiologis yang bervariasi, bisa terjadi hemoptisis 2) Renal failure akibat dari perdarahan pada renal calyces, pelvis dan parenkim; interstitial nefritis dan acute tubular necrosis yang luas.Urin mengandung protein hemoglobin pigmen empedu, silinder eritrosit, hialin dan granular 7 3) Miokarditis dan perikarditis hemorrhagik yang bisa berhubungan dengan aritmia terutama atrial fibrilasi dan gangguan konduksi 4) Anemia, umumnya dengan splenomegali dan trombositopenia debagai bagian dari diatesis hemorrhagic yang melibatkan kulit, mukosa dan semua organ internal termasuk kelenjar adrenal. Bleeding, clotting dan prothrombin time umumnya normal, namun kerapuhan kapiler meningkat. Sindroma uremia hemolitik adalah komplikasi yang jarang. 5) Liver failure, yang diikulti ikterus . Fatty change dan nekrosis pada liver jarang mengakibatkan kematian; ikterus yang mendadak dan berat biasanya didahului uremia, oliguria atau anuria, berlanjut dengan confusion dan gangguan mental dan perdarahan berlanjut. Beberapa pasien ikterik menjadi komatous dan meninggal akibat dari gagal ginjal. Pada leptospirosis berat, dapat menunjukkan gambaran klinik yang mirip dengan malaria falciparum, demam berdarah dengan sindroma renal pada infeksi hantavirus, serta demam tifoid berat dengan koplikasi ganda. Penyebab kematian pada leptospirosis berat adalah koma uremia, syok septikimia, gagal kardiorespirasi dan syok hemorragik. Faktor-faktor prognostik yang berkaitan dengan kematian pada leptospirosis adalah oliguria, hiperkalemia, hipotensi, ronkhi basah paru, leukositosis, kelainan elektrokardigrafi serta serta adanya infiltrat pada foto thoraks.11 DIAGNOSIS Diagnosis leptospirosis ditegakkan berdasarkan anamnesis termasuk di dalamnya pekerjaan apakah termasuk dalam kelompok risiko tinggi, gambaran klinis dan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, bradikardi, nyeri tekan otot, ikterik, injeksi silier, hepatomegali, dan limfadenopati. Penelitian Pohan di Jakarta menyatakan bahwa 5 gejala tersering leptospirosis berturutturut adalah demam (100%), mual dengan atau tanpa muntah (95,6%), nyeri otot (86,8%), injeksi silier (85,3%), dan ikterik (69,1%). 3 8 Gambar 2. Perjalanan penyakit leptospira 2 Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukopenia atau leukositosis , trombositopeni dan peningkatan LED. Peningkatan SGOT SGPT, serum amilase lipase dapat pula ditemukan. Pada urinalisis dapat ditemukan proteinuria, hematuria, leukosituria, dan sediment granular atau hialin. Gangguan fungís ginjal yang berat berupa uremia, oliguria, atau anuria dapat terjadi. Pada pemeriksaan cairan serebrospinal dapat ditemukan predominan polimorfisme atau sel limfosit. Protein cairan serebrospinal dapat normal atau meningkat, sedangkan kadar glukosa umumnya normal. 2,4 Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan dada menunjukkan infiltrat difus bilateral.13 Diagnosis pasti leptospirosis adalah ditemukannya leptospira pada darah, urin atau cairan serebrospinal baik melalui pemeriksaan langsung dengan mikroskop lapangan gelap atau dengan kultur, pemeriksaan serologi atau peningkatan antibodi aglutinin 4 kali atau lebih. Pemeriksaan serologi yang 9 sering dilakukan adalah microscopic agglutination test (MAT) dan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Standar titer yang dipakai Balitvet untuk menentukan suatu serum positif leptospira adalah 100, mengikuti standar internasional. Pemeriksaan lain untuk mendeteksi leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR). 2-4,6 Tabel 3. Kriteria diagnostik leptospirosis1 A. Apakah penderita Jawab Nilai Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak 2/0 4/0 2/0 2/0 4/0 10/0 1/0 1/0 Riwayat kontak dengan hewan pembawa kuman Ya/tidak leptospira, pergi ke hutan, rekreasi tempat kerja, yang diduga atau dikatahui kontak dengan air yang terkontaminasi C. Hasil laboratorium pemeriksaan serologi 10/0 Sakit kepala mendadak Conjuntival suffusion Demam Demam > 38 oC Meningismus Meningismus, nyeri otot, conjuntival suffusion Ikterik Albuminuria B. Fakto-faktor Epidemiologik Serologi (+) dan daerah endemi Serum tunggal (+), titer rendah Serum tunggal (+), titer tinggi Serum serial, titer meningkat Serologi (+), dan bukan daerah endemi Serum tunggal (+), titer rendah Serum tunggal (+), titer tinggi Serum serial, titer meningkat Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak 2/0 10/0 25/0 Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak 5/0 15/0 25/0 Bedasarkan kriteria diatas, leptospirosis dapat ditegakkan jika : - Probable leptospirosis bila A atau A+B >26 atau A+b+c>25 - Suspek leptospirosis bila A+B antara 20-25 Penelitian Pohan di Jakarta menunjukkan dari hasil pemeriksaan serologi UAM (yang sekaligus menampilkan hasil reaksi terhadap beberapa serovar) didapatkan satu jenis serovar sebanyak 60,3% yang 94,7% terdiri atas L.bataviae dan 0,26% L.hardjo. Dua jenis serovar sebanyak 36,8% terdiri atas 10 68% L.hardjo dan L.bataviae, 12% L. icterihemorrhagiae dan L.bataviae sedangkan 4% terdiri atas L.australis dan L.bataviae. Tiga jenis serovar sebanyak 2,9%, yang masing-masing terdiri atas 50% L. icterihemorrhagiae, L.bataviae, dan L.tarassovi serta L. icterihemorrhagiae, L. celedóni dan L. javanica (tabel 4) 9 TERAPI Terapi suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Keseimbangan cairtan akibat diare dan muntah-muntah memerlukan infus, anemia berat diperbaiki dengan transfusis darah.Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer. Selama perlu dilakukan pemantauan tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan respirasi secara berkala tiap jam atau 4 jam serta pemantauan jumlah urin. Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. 11 Table 5. Pengobatan dan kemoprofilaksis Leptospirosis. 4 Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intravena penicillin G, amoxicillin, ampicillin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasuskasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun sefalosporin. Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotik pilihan utama, namun diingat bahwa antibiotika bermanfaat apabila leptosipra masih terdapat dalam darah (fase leptospiremia). Sebagai terapi alternatif dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga dan fluorokuinolon (ciprofloxacin) 2 x 200-400mg dimana penetrasi ke jaringan baik. Penelitian di thailand tentang pemberian ceftriaxon dibandingkan peniccilin G pada leptospirosis berat menunjukkan tidak adanya perbedaan. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Bila terjadi uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis. 2-4,6,11,12 Penanganan pada kondisi khusus seperti hiperkalemia, asidosis metabolik, hipertensi, gagal jantung, kejang dan perdarahan. Hiperkalemia dapat 12 menyebabkan cardiac arrest, dapat diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa-insulin (10-20 unit regular insulin dalam dektrosa 40 %). Asidosis metabolik diatasi dengan pemberian natrium bikarbonat. Pada hipertensi dapat diberikan obat hipertensi. Kejang dapat timbul karena hiponatremia, hipokalsemia atau hipertensi ensefalopati dan karena uremia, hal terpenting adalah mengatasi penyebab dasar serta diberikan obat anti konvulsi. Perdarahan dapat timbul karena trombopati.11 PROGNOSIS Leptospirosis ringan dapat sembuh sempurna. Mortalitas penderita pada kondisi yang berat berkisar antara 15-40% dan prognosis bergantung dari keganasan kuman, daya tahan dan keadaan umum penderita, usia, gagal multiorgan serta pemberian antibiotik dengan dosis kuat pada fase dini. Faktorfaktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu usia > 60 tahun, produksi urin < 600 mL/hari, kadar kreatinin > 10 mg/Dl, kadar ureum > 200 mg/dL, albumin < 3 g/dL, kadar bilirubin > 25 mg/dL, trombositopenia < 100.000/mm3, anemia < 12mg/Dl, adanya komplikasi, sesak nafas, abnormalitas EKG serta adanya infiltrat alveolar pada pencitraan paru.3,11 Mortalitas penderita pada penelitian yang dilakukan di Jakarta sebanyak 3%, meninggal karena syok septik dan gagal nafas. 3, PENCEGAHAN Doksisiklin 200 mg setiap minggu dapat digunakan untuk pencegahan leptospirosis dengan efektivitas hingga 95% dan direkomendasikan pada orang yang diperkirakan terpajan dalam jangka waktu tertentu. Hindari paparan dari air seni dan jaringan hewan terinfeksi, vaksinasi hewan peliharaan dan hewan ternak, eradikasi hewan liar reservoar. 4 13 DAFTAR PUSTAKA 1. Gantz NM, Brown RB, Berk SL, Myers JW. Leptospirosis. In : Manual of Clinical Problems in Infectious Disease. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2006 : 311-3 2. Levett Paul N. Leptospirosis. Clin. Microbial. Reviews 2001; University of the West Indies, School of Clinical Medicine & Research, and Leptospira Laboratory, Ministry of Health, Barbados. Vol. 14(2):296-326 3. Pohan H. Kasus Leptospirosis di Jakarta. Dalam : Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2003. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2003: 68-75. 4. Speelman P. Leptospirosis. In : Braunwauld E, Kasper D, Fauci A, etc. Harrison’s Principles of Internal Medicine,16th ed. New York : McGraw-Hill, 2005 : 988-991 5. Zulkarnain I. Management of leptospirosis, recent development. Dalam : Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2003. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2003: 76-81 6. Hickey W.P, Demers D, Leptospirosis 2006. available at : http//www.emedicine.com. Downloaded on 4 July 2007. 7. Zein U . Leptospirosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006 : 1845-8 8. Meites E, Jay MT, Deresinski S, Shieh WJ, Zaki SR, Reemerging leptospirosis, California. In : Emerging Infectious Disease 2004 ; 10 (3) : 406-11. Available at http://www.cdc.gov/eid 9. Pohan H. Gambaran klinis dan laboratoris leptospirosis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Persahabatan, Jakarta . Majalah kedokteran Indonesia Vol : 50 Nomor : 2 Februari 2000 10. Mc Kenzie DJ. Leptospirosis in Human. available at : http//www.emedicine.com. Downloaded on 4 July 2007. 11. Soetanto T, Soeroso S, Ningsih S. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI. 2004 12. Thanachai Panaphut, Somnuek Domrongkitchaiporn,Asda Vibhagool, Bandit Thinkamrop, Wattanachai Susaengrat. Ceftriaxone Compared with Sodium Penicillin G for Treatment of Severe Leptospirosis. Clinical Infectious Diseases 2003; 36:1507–13 13. Tanomkiat W, Poosawat P. Pulmonary radiographic findings in 118 leptospirosis patients. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2005; 36 : 1247-51 14 15