DIAGNOSIS dan TATALAKSANA LEPTOSPIROSIS

advertisement
LEPTOSPIROSIS
Desi salwani
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAHKUALA
2016
1
DEFINISI
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh salah
satu dari spirochete patogenik dari family Leptospiraceae. Penyakit ini
disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira
interrogans
tanpa memandang
bentuk spesifik serotipenya. Manusia terinfeksi oleh hewan carrier seperti tikus
dan hewan ternak .Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Weil pada tahun
1886 . Bentuk beratnya dikenal sebagai Weil’s disease. 1
Penyakit ini umumnya ringan namun juga bisa menjadi berat akibat dari
bakteremia yang mempengaruhi pembuluh darah kecil. Perubahan transien
pada fungsi ginjal sering dijumpai, umumnya membaik dalam 3 sampai
6
minggu. Pemeriksaan laboratorium adalah penting karena gambaran klinis tidak
patognomonik.
EPIDEMIOLOGI
Pada daerah endemik leptospira akut bisa terjadi pada 5-20% populasi
yang terpapar setiap tahunnya, penapisan serologis pada pasien meningitis
aseptik dan uveitis bisa menunjukkan leptospira dan antibodi (bisa ditunjukkan
selama 2 sampai 10 tahun dari masa infeksi) bisa didapatkan 20 sampai 80%.
Leptospira bisa terdapat pada binatang peliharaan seperti anjing, lembu, babi
kerbau maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai , dll. Penyakit ini dapat
berjangkit pada laki-laki dan wanita semua umur, namun lebih banyak mengenai
laki-laki dewasa muda. Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, namun terbanyak
didapati di daerah tropis. Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.1-6
Penularan langsung terjadi melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang
mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu, dari hewan ke
manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan, dari manusia ke manusia
meskipun jarang dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen,
atau dari ibu penderita leptospira ke janin melalui sawar plasenta dan air susu
2
ibu. Penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau,
selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan. 11
Faktor resiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung/terpajan
air dan rawa yang terkontaminasi yaitu : kontak dengan air yang terkontaminasi
kuman leptospira/urin tikus saat banjir, pekerjaan tukang perahu, rakit bambu,
pemulung, mencuci atau mandi di danau, peternak yang terpajan, tukang kebun,
petani tanpa alas kaki di sawah, pekerja potong hewan, tukang daging,
pembersih selokan, pekerja tambang, pemancing ikan dan pekerja tambak, anak
yang bermain di genangan air atau rawa, tempat rekreasi air tawar, petugas
laboratorium yang memeriksa spesimen leptospira serta petugas kebersihan di
rumah sakit.11
ETIOLOGI
Leptospira
termasuk
ke
dalam
ordo
Spirochaetales
dan
famili
Leptospiraceae. Secara umum leptospira terbagi atas 2 spesies yaitu
L. interrogans yang bersifat patogenik dan L.biflexa yang bersifat saprofitik. Lebih
dari 200 serovar dari 25 serogrup telah diidentifikasi untuk L. interrogans.
2,4
Kuman leptospira bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, lentur dengan
panjang 10-20 mikron dan tebal 0,1 mikron serta memiliki 2 lapis membran,
kedua ujungnya memiliki kait berupa flagelum periplasmik dan berputar pada
sumbu panjangnya. 11
PATOGENESIS
Leptospira dapat menjangkiti hewan peliharaan seperti anjing, kerbau,
sapi, babi dan hewan liar seperti tikus. Leptospira adalah bakteri gram negatif
yang tipis, berbentuk helik, motil dengan panjang 6 hingga 20 μm dan lebar 0,1
μm. Di dalam tubuh hewan tersebut leptospira hidup di dalam ginjal atau air
seninya.2,4,6
Manusia dapat terinfeksi jika terjadi kontak dengan air, tanah, lumpur dan
sebagainya yang telah terkontaminasi dengan air seni hewan yang terinfeksi
leptospira. Infeksi
baru terjadi bila terdapat luka atau abrasi pada kulit,
3
konjuntiva, mukosa yang utuh yang melapisi mulit, faring, esofagus, bronkus,
alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang
terkontaminasi. Pernah dilaporkan penetrasi kuman melalui kulit utuh yang lama
terendam air saat banjir. Walaupun jarang, transmisi infeksi dapat pula terjadi
melalui gigitan hewan. 2,4,6,11
Masuk melalui luka dikulit,
konjuntiva,mukosa utuh
Multiplikasi kuman dan
menyebar mlalui aliran darah
Kerusakan endotel pembuluh darah
kecil : ekstravasai & perdarahan
Perubahan patologi di organ/jaringan
Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan
Hati : Gambaran nospesifik sampai nekrosis sentrilobular
disertai hiertropi & hiperplasia sel kupfer
Paru : inflamasi interstisial sampai perdarahan paru
Otot lurik : nekrosis fokal
Jantung : Ptekie, endokarditis akut, miokarditis toksik
Mata : Dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridisiklitis
Gambar.1 patogenesis leptospirosis11
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga
menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas
kuman leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan
toksisitas selular. Lipopolysaccharidae (LPS) pada kuman leptospira mempunyai
aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif dan
aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan neutrofil pada sel endotel dan
trombosit sehingga terjadi agregsi trombosit disertai trombositopenia. Kuman
leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisin yang mengakibatkan
lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid.11
4
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal, kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan
lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi
mikro
dan
meningkatkan
permeabilitas
kapiler
sehingga
menyebabkan
kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan
permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal. Ikterik disebabkan oleh
kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin, kolestasis intrahepatik
sampai berkurangnya sekresi bilirubin.11
Manifestasi Klinik
Masa inkubasi leptopirosis antara 2-26 hari, namun kebanyakan 7-13 hari
dan rata-rata 10 hari. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari yang asimptomatis
sampai gejala berat yang dikenal dengan sindrom Weil. Gejala klinis ringan
dengan keluhan mirip influenza. Sedangkan gejala klinis berat sindrom Weil
ditandai dengan ikterik, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, gangguan
kesadaran, dan diatesis hemorhagik. 6,7,8
Leptospirosis memiliki 3 fase penyakit. Fase pertama adalah fase
leptospiremia yang ditandai dengan adanya leptospira dalam darah dan cairan
serebrospinal. Gejala yang timbul dapat berupa demam tinggi mendadak, sakit
kepala, nyeri otot terutama otot gastroknemius, hiperestesia pada kulit, mual,
muntah, diare, penurunan kesadaran, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata,
rash makular, urtikaria, dan hepatosplenomegali. Fase kedua atau fase imun
berhubungan dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi dengan gambaran yang
sangat bervarisi yaitu dapat terjadi demam yang tidak terlalu tinggi, gangguan
fungsi ginjal dan hati, serta gangguan faal hemostasis dengan manifestasi
perdarahan spontan. Fase ketiga adalah fase konvalesen dimana terjadi pada
minggu kedua sampai munggu keempat dengan patogenesis yang belum jelas. 3
Mekanisme penyakit pada leptospirosis belum sepenuhnya dipahami. Di
dalam tubuh leptospira bermultiplikasi dalam darah, jaringan dan organ. Semua
organ dapat terlibat. Leptospira merusak dinding vaskular sehingga terjadi
vaskulitis yang dapat menyebabkan ekstravasasi cairan termasuk timbulnya
5
perdarahan. Beberapa jenis leptospira diketahui memproduksi endotoksin dan
hemolisin. Membran luar leptospira mengandung lipopolisakarida dan beberapa
lipoprotein. Lipopolisakarida ini menstimulasi pengikatan neutrofil dengan sel
endotel dan trombosit sehingga timbul agregasi. Trombositopenia dipikirkan
terjadi akibat hal ini. Inflamasi pada sistem saraf pusat dipikirkan karena
timbulnya kompleks imun pada leptospirosis. 1-6
Penelitian Di RSCM dan RSP
Dari hasil penelitian pada 68 penderita leptospirosis yang terdiri atas 44
penderita di RSUPN RSCM dan 24 penderita di RSP didapatkan karakteristik
penderita ádalah 51 (75%) laki-laki dengan umur rata-rata 35,86 tahun dan 17
orang perempuan (25%) dengan umur rata-rata 45,76 tahun, 28 orang laki-laki
(55%) bekerja sebagai buruh, 14 orang (27%) karyawan swasta, 5 orang (9%),
pegawai negeri sipil, 4 orang (7,8%) relajar. Sebanyak 14 orang perempuan
(82,53%) bekerja sebagai ibu rumah tangga, 2 orang (11,76%) karyawan swasta,
dan 1 orang (5,88%) sebagai pegawai negeri sipil. Angka kejadian leptospirosis
meningkat antara bulan Januari dan Maret
Gejala klinis leptospirosis dapat dilihat pada tabel 1. Gejala klinis tersebut
adalah demam atau riwayat demam dengan presentase 100%. Sumber
perdarahan tersering berasal dari lambung berupa hematemesis atau melena.
Gejala Klinis
Demam atau riwayat demam
(n=68)
%
68
100
6
Mual dengan atau tanpa muntah
Nyeri otot
Injeksi silier
Ikterik
Sakit kepala
Batuk
Hepatomegali
Perdarahan
Menggigil
65
59
58
47
37
25
24
20
13
95,6
86,8
85,3
69,1
54,4
36,8
35,3
29,4
19,1
Splenomegali
1
1,5
Tabel 1. Gejala Klinis Leptospirosis ( n= 68 ).3
Presentase kelainan laboratorium penderita leptospirosis yang sering ditemukan
adalah peningkatan lipase yaitu 100% (tabel 2)
Kelainan Laboratorium
Penibgkatan lipase
Peningkatan LED
Peningkatan ureum
Peningkatan kreatinin
Lekositosis
Peningkatan amylase
Peningkatan bilirubin
Proteinuria
Trombositopenia
Peningkatan SGOT
Peningkatan SGPT
Anemia
3
∑ Pemeriksaan
∑ Kelainan
%
26
30
68
68
68
25
62
64
67
60
60
68
26
29
64
60
60
22
53
39
31
30
21
10
100
96,6
94,1
88,2
88,2
88
85,5
60,9
46,3
44,1
35
14,7
Tabel 2. Kelainan laboratorium Leptospirosis ( n=68 ). 3
Leptospirosis berat ditandai dengan salah satu tanda-tanda sebagai berikut :
1) Adult respiratory distress syndrome dengan pulmonarry hemorrhage,
edema dan perubahan radiologis yang bervariasi, bisa terjadi hemoptisis
2) Renal failure akibat dari perdarahan pada renal calyces, pelvis dan
parenkim; interstitial nefritis dan acute tubular necrosis yang luas.Urin
mengandung protein hemoglobin pigmen empedu, silinder eritrosit, hialin
dan granular
7
3) Miokarditis dan perikarditis hemorrhagik yang bisa berhubungan
dengan aritmia terutama atrial fibrilasi dan gangguan konduksi
4) Anemia, umumnya dengan splenomegali dan trombositopenia debagai
bagian dari diatesis hemorrhagic yang melibatkan kulit, mukosa dan
semua organ internal termasuk kelenjar adrenal. Bleeding, clotting dan
prothrombin time umumnya normal, namun kerapuhan kapiler meningkat.
Sindroma uremia hemolitik adalah komplikasi yang jarang.
5) Liver failure, yang diikulti ikterus . Fatty change dan nekrosis pada liver
jarang mengakibatkan kematian; ikterus yang mendadak dan berat
biasanya didahului uremia, oliguria atau anuria, berlanjut dengan
confusion dan gangguan mental dan perdarahan berlanjut. Beberapa
pasien ikterik menjadi komatous dan meninggal akibat dari gagal ginjal.
Pada leptospirosis berat, dapat menunjukkan gambaran klinik yang mirip
dengan malaria falciparum, demam berdarah dengan sindroma renal pada
infeksi hantavirus, serta demam tifoid berat dengan koplikasi ganda. Penyebab
kematian pada leptospirosis berat adalah koma uremia, syok septikimia, gagal
kardiorespirasi dan syok hemorragik. Faktor-faktor prognostik yang berkaitan
dengan kematian pada leptospirosis adalah oliguria, hiperkalemia, hipotensi,
ronkhi basah paru, leukositosis, kelainan elektrokardigrafi serta serta adanya
infiltrat pada foto thoraks.11
DIAGNOSIS
Diagnosis leptospirosis ditegakkan berdasarkan anamnesis termasuk di
dalamnya pekerjaan apakah termasuk dalam kelompok risiko tinggi, gambaran
klinis dan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, bradikardi,
nyeri tekan otot, ikterik, injeksi silier, hepatomegali, dan limfadenopati. Penelitian
Pohan di Jakarta menyatakan bahwa 5 gejala tersering leptospirosis berturutturut adalah demam (100%), mual dengan atau tanpa muntah (95,6%), nyeri otot
(86,8%), injeksi silier (85,3%), dan ikterik (69,1%). 3
8
Gambar 2. Perjalanan penyakit leptospira
2
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukopenia atau
leukositosis , trombositopeni dan peningkatan LED. Peningkatan SGOT SGPT,
serum amilase lipase dapat pula ditemukan. Pada urinalisis dapat ditemukan
proteinuria, hematuria, leukosituria, dan sediment granular atau hialin. Gangguan
fungís ginjal yang berat berupa uremia, oliguria, atau anuria dapat terjadi. Pada
pemeriksaan cairan serebrospinal dapat ditemukan predominan polimorfisme
atau sel limfosit. Protein cairan serebrospinal dapat
normal atau meningkat,
sedangkan kadar glukosa umumnya normal. 2,4
Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan dada menunjukkan infiltrat
difus bilateral.13
Diagnosis pasti leptospirosis adalah ditemukannya leptospira pada darah,
urin atau cairan serebrospinal
baik melalui pemeriksaan langsung dengan
mikroskop lapangan gelap atau dengan kultur, pemeriksaan serologi atau
peningkatan antibodi aglutinin 4 kali atau lebih. Pemeriksaan serologi yang
9
sering dilakukan adalah microscopic agglutination test (MAT) dan enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA). Standar titer yang dipakai Balitvet untuk
menentukan suatu serum positif leptospira
adalah 100, mengikuti standar
internasional. Pemeriksaan lain untuk mendeteksi leptospira dengan cepat
adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR). 2-4,6
Tabel 3. Kriteria diagnostik leptospirosis1
A. Apakah penderita
Jawab
Nilai
Ya/tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
2/0
4/0
2/0
2/0
4/0
10/0
1/0
1/0
Riwayat kontak dengan hewan pembawa kuman Ya/tidak
leptospira, pergi ke hutan, rekreasi tempat kerja, yang
diduga atau dikatahui kontak dengan air yang
terkontaminasi
C. Hasil laboratorium pemeriksaan serologi
10/0
Sakit kepala mendadak
Conjuntival suffusion
Demam
Demam > 38 oC
Meningismus
Meningismus, nyeri otot, conjuntival suffusion
Ikterik
Albuminuria
B. Fakto-faktor Epidemiologik
Serologi (+) dan daerah endemi
Serum tunggal (+), titer rendah
Serum tunggal (+), titer tinggi
Serum serial, titer meningkat
Serologi (+), dan bukan daerah endemi
Serum tunggal (+), titer rendah
Serum tunggal (+), titer tinggi
Serum serial, titer meningkat
Ya/tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
2/0
10/0
25/0
Ya/tidak
Ya/tidak
Ya/tidak
5/0
15/0
25/0
Bedasarkan kriteria diatas, leptospirosis dapat ditegakkan jika :
- Probable leptospirosis bila A atau A+B >26 atau A+b+c>25
- Suspek leptospirosis bila A+B antara 20-25
Penelitian Pohan di Jakarta menunjukkan dari hasil pemeriksaan serologi
UAM (yang sekaligus menampilkan hasil reaksi terhadap beberapa serovar)
didapatkan satu jenis serovar sebanyak 60,3% yang 94,7% terdiri atas
L.bataviae dan 0,26% L.hardjo. Dua jenis serovar sebanyak 36,8% terdiri atas
10
68% L.hardjo dan L.bataviae, 12% L. icterihemorrhagiae dan L.bataviae
sedangkan 4% terdiri atas L.australis dan L.bataviae. Tiga jenis serovar
sebanyak 2,9%, yang masing-masing terdiri atas 50% L. icterihemorrhagiae,
L.bataviae, dan L.tarassovi serta L. icterihemorrhagiae, L. celedóni dan L.
javanica (tabel 4) 9
TERAPI
Terapi suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis.
Keseimbangan
cairtan
akibat
diare
dan
muntah-muntah
memerlukan infus, anemia berat diperbaiki dengan transfusis darah.Gangguan
fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya
kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan
hemodialisa temporer. Selama perlu dilakukan pemantauan tekanan darah,
suhu, denyut nadi, dan respirasi secara berkala tiap jam atau 4 jam serta
pemantauan jumlah urin.
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut.
11
Table 5. Pengobatan dan kemoprofilaksis Leptospirosis. 4
Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intravena penicillin G,
amoxicillin, ampicillin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasuskasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau
amoksisilin maupun sefalosporin.
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotik pilihan utama, namun
diingat bahwa antibiotika bermanfaat apabila leptosipra masih terdapat dalam
darah (fase leptospiremia).
Sebagai terapi alternatif dapat digunakan
sefalosporin generasi ketiga dan fluorokuinolon (ciprofloxacin) 2 x 200-400mg
dimana penetrasi ke jaringan baik. Penelitian di thailand tentang pemberian
ceftriaxon dibandingkan peniccilin G pada leptospirosis berat menunjukkan tidak
adanya perbedaan.
Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur
sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Bila terjadi
uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis. 2-4,6,11,12
Penanganan
pada
kondisi
khusus
seperti
hiperkalemia,
asidosis
metabolik, hipertensi, gagal jantung, kejang dan perdarahan. Hiperkalemia dapat
12
menyebabkan cardiac arrest, dapat diberikan kalsium glukonas 1 gram atau
glukosa-insulin (10-20 unit regular insulin dalam dektrosa 40 %). Asidosis
metabolik diatasi dengan pemberian natrium bikarbonat. Pada hipertensi dapat
diberikan
obat
hipertensi.
Kejang
dapat
timbul
karena
hiponatremia,
hipokalsemia atau hipertensi ensefalopati dan karena uremia, hal terpenting
adalah mengatasi penyebab dasar serta diberikan obat anti konvulsi. Perdarahan
dapat timbul karena trombopati.11
PROGNOSIS
Leptospirosis ringan dapat sembuh sempurna. Mortalitas penderita pada
kondisi yang berat berkisar antara 15-40% dan prognosis bergantung dari
keganasan kuman, daya tahan dan keadaan umum penderita, usia, gagal
multiorgan serta pemberian antibiotik dengan dosis kuat pada fase dini. Faktorfaktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu usia > 60 tahun, produksi urin
< 600 mL/hari, kadar kreatinin > 10 mg/Dl, kadar ureum > 200 mg/dL, albumin <
3 g/dL, kadar bilirubin > 25 mg/dL, trombositopenia < 100.000/mm3, anemia <
12mg/Dl, adanya komplikasi, sesak nafas, abnormalitas EKG serta adanya
infiltrat alveolar pada pencitraan paru.3,11
Mortalitas penderita pada penelitian yang dilakukan di Jakarta sebanyak
3%, meninggal karena syok septik dan gagal nafas. 3,
PENCEGAHAN
Doksisiklin 200 mg setiap minggu dapat digunakan untuk pencegahan
leptospirosis dengan efektivitas hingga 95% dan direkomendasikan pada orang
yang diperkirakan terpajan dalam jangka waktu tertentu. Hindari paparan dari air
seni dan jaringan
hewan terinfeksi, vaksinasi hewan peliharaan dan hewan
ternak, eradikasi hewan liar reservoar. 4
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Gantz NM, Brown RB, Berk SL, Myers JW. Leptospirosis. In : Manual of
Clinical Problems in Infectious Disease. Philadelphia : Lippincott Williams
& Wilkins, 2006 : 311-3
2. Levett Paul N. Leptospirosis. Clin. Microbial. Reviews 2001; University of
the West Indies, School of Clinical Medicine & Research, and Leptospira
Laboratory, Ministry of Health, Barbados. Vol. 14(2):296-326
3. Pohan H. Kasus Leptospirosis di Jakarta. Dalam : Current Diagnosis and
Treatment in Internal Medicine 2003. Jakarta : Pusat Informasi dan
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2003: 68-75.
4. Speelman P. Leptospirosis. In : Braunwauld E, Kasper D, Fauci A, etc.
Harrison’s Principles of Internal Medicine,16th ed. New York : McGraw-Hill,
2005 : 988-991
5. Zulkarnain I. Management of leptospirosis, recent development. Dalam :
Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2003. Jakarta :
Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2003: 76-81
6. Hickey W.P, Demers D, Leptospirosis 2006. available at :
http//www.emedicine.com. Downloaded on 4 July 2007.
7. Zein U . Leptospirosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III,
edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006 : 1845-8
8. Meites E, Jay MT, Deresinski S, Shieh WJ, Zaki SR, Reemerging
leptospirosis, California. In : Emerging Infectious Disease 2004 ; 10 (3) :
406-11. Available at http://www.cdc.gov/eid
9. Pohan H. Gambaran klinis dan laboratoris leptospirosis di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo dan RS Persahabatan, Jakarta . Majalah
kedokteran Indonesia
Vol
: 50 Nomor : 2 Februari 2000
10. Mc Kenzie DJ. Leptospirosis in Human.
available at :
http//www.emedicine.com. Downloaded on 4 July 2007.
11. Soetanto T, Soeroso S, Ningsih S. Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen
Kesehatan RI. 2004
12. Thanachai Panaphut, Somnuek Domrongkitchaiporn,Asda Vibhagool,
Bandit Thinkamrop, Wattanachai Susaengrat. Ceftriaxone Compared with
Sodium Penicillin G for Treatment of Severe Leptospirosis. Clinical
Infectious Diseases 2003; 36:1507–13
13. Tanomkiat W, Poosawat P. Pulmonary radiographic findings in 118
leptospirosis patients. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2005;
36 : 1247-51
14
15
Download