revisi komunikasi budaya - 201431158 – Karina Dewi

advertisement
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
MATA KULIAH : KOMUNIKASI
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Via Novizar
2014-31-031
Siti Aminah
2014-31-072
Gusty Monika
2014-31-082
Karina Dewi
2014-31-158
Siti Sarah Hardita Lubis
2014-31-165
Jakarta
2015
ABSTRAK
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu
dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Dan
setiap manusia sangat membutuhkan itu semua, karena manusia tidak dapat hidup
secara individu, dalam kehidupannya pasti membutuhkan pertolongan dari orang lain.
Dan untuk mewujudkan itu semua diperlukan komunikasi yang baik.Budaya merupakan
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang
dan diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan
orang-orang
yang
berbeda
budaya
dan
menyesuaikan
perbedaan-
perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya merupakan suatu
pola yang komprehensif yang bersifat kompleks dan abstrak. Telah banyak aspek dari
budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Terdapat beberapa alasan mengapa
orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat
dalam definisi budaya : budaya adalah suatu perangkat yang rumit dimana nilai-nilai
yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaan
sendiri.
Kata kunci : komunikasi antar budaya, komunikasi dan kebudayaan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Berkomunikasi merupakan kebutuhan yang fundamental bagi seseorang yang
hidup bermasyarakat, tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk,
sebaliknya tanpa masyarakat, maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan
komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam
hidup, manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia
hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Budaya yang dimiliki seseorang sangat menentukan bagaimana cara kita
berkomunikasi, artinya cara seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain apakah
dengan orang yang sama budaya maupun dengan orang yang berbeda budaya,
karakter budaya yang sudah tertanam sejak kecil sulit untuk dihilangkan, karena
budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi (Tubbs-Sylvia Moss,
1996:237). Dengan demikian konstruksi budaya yang dimiliki oleh seseorang itu,
diperoleh sejak masih bayi sampai ke liang lahat, dan ini sangat mempengaruhi cara
berpikir, berperilaku orang yang bersangkutan dalam berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang yang berbeda budaya. Bahkan benturan persepsi antar budaya sering
kita alami sehari-hari, dan bilamana akibatnya fatal kita cenderung menganggap orang
yang berbeda budaya tersebut salah, aneh tidak mengerti maksud kita. Hal ini terjadi
karena, kita cenderung memandang perilaku orang lain dalam konteks latar belakang
kita sendiri dan karena bersifat subyektif.
Dari permasalahan tersebut maka dalam artikel jurnal ini penulis menuangkan
pemikiran tentang pengertian komunikasi dan budaya, hubungan antara komunikasi
dengan budaya, dimensi keterikatan diantara komunikasi dan budaya, hakekat pokok
komunikasi
dalam
pembentukan
kebudayaan,
serta
peranan
bahasa
perkembangan budaya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana komunikasi antarbudaya mahasiswa Korea di Yogyakarta ?
2. Bagaimana penyesuaian kebudayaan mahasiswa Korea di Yogyakarta ?
dalam
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Komunikasi dan Budaya
1. Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu cum, sebuah kata depan yang
artinya dengan, atau bersama dengan, dan kata units, sebuah kata bilangan yang
berarti satu. Dua kata tersebut membentuk kata benda communio, yang dalam bahasa
Inggris disebut dengan communion yang berarti kebersamaan, persatuan, persekutuan
gabungan, pergaulan atau hubungan. Karena untuk bercommunio diperlukan adanya
usaha dan kerja, maka kata itu dibuat kata kerja communicate yang berarti membagi
sesuatu dengan seseorang, tukar menukar, membicarakan sesuatu dengan orang,
memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran,
berhubungan, berteman. Jadi komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan,
percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan.
Endang Lestari dan MA Maliki, (2009:4-5) Pengertian lain bahwa komunikasi dari
kata communicate yang berarti sebagai upaya untuk membuat pendapat, mengatakan
perasaan, menyampaikan informasi dan sebagainya agar diketahui atau dipahami oleh
orang lain (to make opinios, feelings, information etc, known ot understood by others).
Arti lain juga sebagai berbagi (to share), bertukar (to exchange) pendapat, perasaan,
informasi. Communication diartikan sebagai tindakan atau proses berkomunikasi (the
act or process of communicating).
2.2. Pengertian Budaya
Kata ”budaya” berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu ”buddhayah” yang
merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti budi atau akal. Kebudayaan itu
sendiri diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan budi atau akal.
Istilah lainnya ”culture” yang merupakan istilah bahasa asing, sama artinya
dengan kebudayaan, berasal dari kata ”colere” yang artinya adalah mengolah atau
mengerjakan, keahlian mengolah, mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang
kemudian berubah menjadi culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia
untuk mengolah dan mengubah alam.
Dalam konteksnya dengan komunikasi antarbudaya, ada beberapa para ahli yang
memberikan batasan tentang hal ini, seperti :

Sitaram (1970), Seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak
yang berbeda kebudayaan.

Samovar dan Porter (1972), komunikasi antar budaya terjadi manakala bagian
yang terlibat dalam kegiatan berkomunikasi tersebut membawa serta latar
belakang budaya pengalaman yang berbeda dan mencerminkan nilai yang
dianut oleh kelompoknya.

Rich (1974), komunikasi antarbudaya terjadi karena adanya orang-orang yang
berbeda kebudayaan.

Stewart (1974), komunikasi antarbudaya yang terjadi dibawah suatu konisi
kebudayaan yang berbeda bahasa, norma serta adat istiadat yang berbeda.
2.3 Fungsi dan Peranan Persepsi Dalam Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar Budaya bertujuan menciptakan persamaan diantara orangorag dari dua budaya yang berbeda. Selain menjadi tingkah laku yang diajarkan,
Komunikasi berfungsi sebagai alat untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya
kepada masyarakatnya melalui komunikasi baik secara lisan, tertulis, maupun pesan
nonverbal. Persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya, orang, benda, dan
peristiwa mempengaruhi berlangsungnya Komunikasi Antar-Budaya. Pemahaman
dan penghargaan akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan
kemampuan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda budaya. Kita harus
belajar memahami referensi perseptual mereka, sehingga kita akan mampu
memberikan reaksi yang sesuai dengan ekspektasi dalam budaya mereka.
Karenanya pengertian secara umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan
memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi.
Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, dan
mengatur stimuli yang datang dari luar. Secara sederhana persepsi dapat dikatakan
sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia
sekelilingnya. Dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa kita
dapat mengenal lingkungan dan sadar apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang
terjadi sebenarnya ialah bahwa kita menciptakan bayang-bayang internal tentang
objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan.
Dalam hal ini masing-masing individu berusaha untuk memahami lingkungan melalui
pengembangan struktur, stabilitas, dan makna bagi persepsinya. Pengembangan ini
mencakup kegiatan-kegiatan internal yang mengubah sistem stimuli menjadi impuls-
impuls (rangsangan) yang bergerak melalui sistem syaraf ke otak, serta
mengubahnya lagi ke dalam pengalaman-pengalaman yang bermakna. Kegiatan
internal perseptual ini dipelajari. Setiap orang lahir sudah dengan alat-alat fisik yang
penring bagi persepsi, seperti halnya dengan alat untuk mampu berjalan. Dalam hal
ini orang haru belajar untuk mencapai kemampuan tersebut. Secara umum proses
persepsi melibatkan tiga aspek :
1. Struktur
Jika kita menutup mata, memalingkan muka dan dan kemudian membuka mata,
kita akan melihat lingkungan yanng terstruktur dan terorganisasikan. Apa yang kita
hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas, dan lain-lain.
Bayangan kita mengenai lingkungan merupakan hasil dari kegiatan kita secara aktif
memproses informasi, yang mencakup seleksi dan kategorisasi input/masukan. Kita
mngembangkan
kemampuan
membentuk
struktur
ini
dengan
mempelajari
kategorisasi-kategorisasi untuk memilah-milah stimjulasi eksternal.
Kategorisasi untuk mengkalsifikasikan lingkungan ini dapat berbeda-beda antara
orang yang satu dengan lainnya. Kategori tergantung pada sejarah pengalaman dan
pengetahuan kita. Misalnya kata ‘rumah’ konsep fisiknya akan berbeda antara orang
asia dengan orang eskimo. Objek-objek sosial dan fisik juga akan mempunyai
struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan saat itu. Fungsi misalnya
bisa digunakan sebagai kategori.
Dalam membeli pena kita mempunyai beberpa kategori seperti warna, ukuran
dan sebagainya.
2. Stabilitas
Dunia realitas yanng berstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak
selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman kita mengetahui bahwa tingi/besar
seseorang tetap , walajupun dari bayangan terfokus pada mata kita berubah seiring
dengan perbedaan jarak. Walaupun alat-alat panca indera kita sangat sensitif, kita
mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan atau perubahanperubahan dari input sehingga dunia luar tidak berubah-ubah.
3. Makna
Persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil
tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang
beberapa waktu. Jika tidak, maka setiap masukan yang sifatnya perseptualakan
ditangkap sebagai sesuatu yang baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam
keadaan heran/terkejut/aneh dan gtiak ada yag nampak familiar bagi kita.
Makna berkembang dari pelajaran dan pengalaman kita masa lalu, dan dalam
kegiatan yang ada tujuannya. Kita belajar mengemangkan aturan-atruan bagi usaha
dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan atruan-aturan ini kita kita bertindak sebagai
pemroses aktif dari stimulasi kita mengkategorisaikan peristiwa-peristiwa di masa
lalau dan sekarang. Kita menjadi pemecah masalah yang aktif dalam usaha mencari
makna dari lingkunagan kita. Artinya, kita belajar untuk memberi makna pada
persepsi-persepsi kita yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan
pengalaman masa lalu, tindakan dan tujuan masa sekarang, dan antisipasi kita
tentang masa depan.
Suatu hal yang pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa. Dengan
kemampuan bahasa, kita dapat menangkap stimulasi eksternal dan menghasilkan
makna dengan memberi warna dan merumuskan kategorinya. Dengan memberi
kode secara linguistik pada pengalaman-pengalaman, kita dapat mengingat,
memanipulasi, dan membagi bersama dengan orang lain, serta menghubungkan
mereka pada pengalaman-pengalaman lain melalui penggunaan kata-kata yang
mencerminkan pengalaman-pengalaman itu. Makna, karenanya, tidak dapat
dilepaskan dari kemampuan bahasa dan tergantung pada penggunaan kta atas
kata-kata yang dapat memberi gambaran secara tepat
2.4 Unsur-unsur kebudayaan
Porter dan Samovar (1993:26) menyatakan bahwa hubungan reciprocal (timbal
balik) antara budaya dan komunikasi penting untuk dipahami bila ingin mempelajari
komunikasi antarbudaya secara mendalam. Hal ini terjadi karena melalui budayalah
orang-orang dapat belajar berkomunikasi.
Berikut kita akan membicarakan beberapa unsur sosial budaya sebagai bagian dari
komunikasi antarbudaya, yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap maknamakna yang kita bangun dalam persepsi kita sehingga mempengaruhi perilaku
komunikasi kita (Porter dan Samovar, 2003:28-32
1. Sistem kepercayaan (belief), nilai (values), dan sikap (attitude).
Kepercayaan dalam pandangan Mulyana (2004) adalah suatu persepsi pribadi.
Kepercayaan merujuk pada pandangan dimana sesuatu memiliki ciri-ciri atau kualitas
tertentu, tidak peduli apakah sesuatu itu dapat dibuktikan secara empiris (logis) atau
tidak. Berikut dicontohkan Mulyana:

Berdoa membantu menyembuhkan penyakit.

Bersiul di malam hari mengundang setan, terutama di tempat ibadah.

Menabrak kucing hitam akan membawa kemalangan.

Angka 9 adalah angka keberuntungan, dll.
2. Pandangan dunia (world view)
Unsur budaya ini, meskipun konsep dan uraianya absrak, merupakan salah satu
unsur terpenting dalam aspek aspek perseptual komunikasi antar budaya. Pandangan
dunia
berkaitan
dengan
orientasi
suatu
budaya
terhadap
hal-hal
seperti
tuhan,kemanusiaan,alam,alam semesta, dan masalah-masalah filosofis lainya yang
berkenan dengan konsep makhluk pendek kata,pandangan dunia membantu kita untuk
mengetahui posisi dan tingkatan kita dalam alam semesta. Contohnya: pandangan
dunia orang-orang indian Amerika tentang kedudukan manusia didalam alam semesta
tentu sangat berbeda
dengan pandangan orang-orang amerika asal Eropa kelas
menengah tentang hal yang sama. Penduduk asli Amerika itu memandang manusia
bersatu dengan alam mereka menganggap bahwa ada suatu hubungan yang seimbang
antara manusia dengan lingkunganya, suatu kerjasama yang adil dan terhormat,
sedangkan orang-orang amerika keturunan Eropa mempunyai gambaran dunia yang
berpusat manusia.
3. Organisasi sosial (social organization)
Porter dan Samovar (1993:31-32) berpendapat, cara bagaimana suatu budaya
mengorganisasikan dirinya dan lembaga-lembaganya juga mempengaruhi bagaimana
anggota-anggota budaya mempersepsi dunia dan bagaimana mereka berkomunikasi.
Menurut Porter dan Samovar, ada dua institusi atau organisasi sosial yang
berperanan penting dalam kaitannya dengan persepsi. Pertama keluarga, yang
meskipun merupakan organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya, ia juga mempunyai
pengaruh penting. Keluarga memberi banyak pengaruh budaya kepada anak.
Keluargalah
yang
membimbing
anak
dalam
menggunakan
berkomunikasi, mulai dari cara memperoleh kata hingga dialek.
bahasa
untuk
BAB III
Pembahasan
Studi Jurnal : Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Korea Selatan di Yogyakarta
1. Bagaimana proses komunikasi antarbudaya mahasiswa Korea Selatan di
Yogyakarta ?
Tujuan mahasiswa Korea Selatan datang ke Indonesia untuk mempelajari
bermacam ilmu pengetahuan. Sebagian mahasiswa belajar bahasa Indonesia terlebih
dahulu sebagai bahasa pengantar yang digunakan selama perkuliahan. Sebelum
memulai perkuliahan setiap mahasiswa asal Korea diuji terlebih dahulu untuk
menentukan mereka masuk kelas dasar,menengah atau kelas lanjut melalui tes TIFL
(test of Indonesian forgein language) untuk bisa belajar bahasa Indonesia. Keberadaan
mahasiswa korea di Yogyakarta mengharuskan mereka melakukan kontak antarbudaya
dengan penduduk asli.disamping itu mereka dituntut dapat menyesesuaikan diri dengan
lingkungan sosial budaya Yogyakarta artinya mereka diharuskan melakukan proses
penyesesuaian antarbudaya. Meskipun ada beberapa kemiripan antara budaya orang
Korea dengan orang jawa di Yogyakarta namun mereka tetap harus menyesesuaikan
diri selama tinggal di Yogyakarta
Adapun penyesesuaian yang dilakukan mahasiswa Korea dengan tuan rumah
saat terjadi komunikasi antarbudaya yaitu bahasa,persepsi,kebiasaan,makanan dan
transportasi. Penyesuaian diri yang dilakukan mahasiswa Korea tidak terlalu
lama.dalam Proses penyesuaian diri yang sangat diperlukan adalah penguasaan
bahasa. Mahasiswa Korea yang tinggal di Yogyakatra saat ini,memang bisa berbahasa
Indonesia,namun komunikasi secara langsung atau oral communication ada perbedaan
logat (aksen,intonasi da nada penyampaian), hal ini mempengaruhi makna pesan yang
disampaikan saat berkomunikasi dengan mahasiswa tuan rumah Ttidak semua
kosakata dapat diucapkan dengan benar oleh mahasiswa Korea, karena beberapa
huruf bahasa di Indonesia yang biasa digunakan tidak lazim dipakai orang korea saat
berbicara.hal ini mempengaruhi pengucapan suatu kata menjadi berbeda dengan
seharusnya seperti yang digunakan orang-orang Indonesia
Penyesuaian dalam bahasa tidak hanya terjadi pada mahasiswa Korea namun
pada orang jawa di Yogyakarta juga. Meskipun dalam berkomunikasi menggunakan
bahas Indonesia namun baik mahasiswa Korea maupun tuan rumah saling
menyesesuaikan. Mahasiswa Korea yang kurang fasih berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia berusaha mengutarakan maksud mereka dengan intonasi dengan yang edikit
lambat. Tuan rumah juga berusaha menjelaskan apa yang mereka maksud dengan
intonasi yang lambat agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Selain
proses penyesuaian diri dalam bahasa,kendala persepsi juga mempengaruhi adaptasi
yang dilakukan mahasiswa Korea terhadap keadaan yang mereka alami selama
mereka tinggal di Yogyakarta. Persepsi menurut de vito (1997:77)” mengacu pada
proses dengan mana kita menyadari banyak stimulus mengenai alat indra kita. Proses
membantu menjelaskan mengapa kita membuat perkiraan tertentu dan tidak mebuat
perkiraan yang lain tentang seseorang.mahasiswa korea memiliki persepsi bahwa
orang jawa sebagai masyarakat mayoritas adalah orang-orang yang ramah,baik
hati,taat beragama dan beribadah dan juga taat kepada raja dan sultan. Anggapan
bahwa orang jawa adalah orang yang baik dan menjunjung tinggi norma-norma karena
Yogyakarta memiliki sultan yang sangat dihormati sama hal nya dengan di negara
mereka sangat menghormati raja di Korea.
Interaksi social yang terjadi antara mahasiswa Korea dengan tuan rumah
menggunakan bahasa Indonesia, meskipun sulit mereka pahami jika diucapkan dengan
cepat. Mahasiswa Korea tidak menjadikan perbedaan kebudayaan menjadi suatu
permasalahan walaupun mereka menemukan beberapa kesulitan selama tinggal di
Yogyakarta. Meskipun mereka dapat berinteraksi dan sudah mengetahui kebiasaan dari
tuan rumah, tidak seluruhnya dapat memprediksi sikap dari tuan rumah maupun
sebaliknya.
2. Bagaimana perbedaan kebudayaan mahasiswa Korea di Yogyakarta ?
Orang Korea saat bertemu atau berkenalan dengan orang baru hanya
menganggukan kepala dan mengucapkan salam,sedangkan di yogjakarta berkenalan
dilakukan dengan berjabat tangan. Kebiasaan ini lama-kelamaan dilakukan oleh
mahasiswa Korea karena terbiasa dengan kebiasaan tuan rumah yang berjabat tangan
saat berkenalan atau saat pertama bertemu. Penyesuaian yang dilakukan mahasiswa
Korea juga dalam hal makanan. Makanan merupakan suatu kebudayaan. Masakan
orang Korea berbeda dengan orang Jawa yang hidup di yogyakarta. Masakan Korea
dimasak dengan direbus, dikukus, atau difermentasi dan sangat jarang makanan
dimasak dengan cara di goreng. Makanan pokok orang Indonesia dan orang Korea
sama-sama
nasi,
beberapa
permasalahan
terkait
makan
yang
mengganggu
penceranaan mereka namun itu hanya hanya pada jenis makanan tertentu dan tidak
terjadi pada semua mahasiswa Korea. Tidak semua mahasiswa Korea bersedia makan
ditempat yang lebih sederhana, kebanyakan dari mereka memilih tempat makan yang
lebih nyaman. Kebiasaan makan dengan menggunakan sumpit masih dapat dilakukan
selama mereka di yogyakarta jika di tempat makan tidak menyediakan sumpit makan
mereka menggunakan sendok karna tidak bisa makan dengan menggunakan tangan
karena menurut kebudayaan mereka dianggap tidak sopan. Penyesuaian lainnya
adalah dalam hal transportasi karena mahasiswa Korea belum terbiasa dengan
keadaan tgransportasi umum yang ada di Yogyakarta. Bagi mahasiswa Korea
transportasi di Yogyakarta sangat membingungkan karena semua kendaraan umumj
dapat berhenti dimana saja (kecuali Transjogja). Di Korea lalu lintas teratur dengan dan
jalan-jalan juga bersih. Akses bagi pejalan kaki pun diperhatikan, hal yang berbeda saat
mereka tinggal di Yogyakarta. Bagi pejalan kaki, lampu penyebrang juga disediakan
tidak hanya untuk kendaraan bermotor. Mahasiswa Korea agar sampai ke tempat
tujuan mereka banyak bertanya dari tuan rumah dan berusaha menghafal semua jalan
yang mereka lewati.
Penyesuaian diri bahasa, makanan, kebiasaan, persepsi dan transportasi,
komunikasi antarbudaya juga terjadi melalui adanya persepsi komunikasi verbal dan
non verbal (Samovar 2010:294). Komunikasi yang baik dalam intensitas yang banyak
dapat melemahkan pandangan ataupun persepsi yang tidak baik tersebut bagi kedua
belah p[ihak, baik pandangan tuan rumah maupun sebaliknya.
BAB IV
Kesimpulan

Komunikasi antarbudaya adalah salah satu cara interaksi komunikasi dengan
latar belakang budaya yang berbeda

Komunikasi antarbudaya membutuhkan alat bantu seperti bahasa yang diterima
agar pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti oleh komunikan.

Bahasa, nilai atau norma dan agama adalah contoh penyesuaian kebudayaan
dalam komunikasi antarbudaya

Unsur kebudayaan dalam komunikasi antarbudaya adalah system kpercayaan,
pandangan dunia dan organisasi social.

Dalam komunikasi antarbudaya dibutuhkan persepsi yang mendasarinya yaitu :
struktur, stabilitas dan makna.
Saran
Komunikasi merupakan kunci utama dalam keberhasilan hidup bermasyarakat.
Terutama pentingnya komunikasi yang efektif ketika diantara individu memiliki
perbedaan baik itu dalam segi bahasa tingkah laku atau pun budaya. Kita harus terus
mengingat dan sadar kembali akan pandangan bangsa Indonesia dalam menanggapi
keanekaragaman budaya tersebut yaitu bhinneka tunggal ika yang berarti walaupun
berbeda-beda tetap satu jua. Bahasa merupakan faktor yang sangat menentukan
dalam keberhasilan komunikasi, oleh karena itu untuk meningkatkan perkembangan
budaya diperlukan kompetensi yang mendasarinya.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
S.Djuarsa Sendjaja – Cet.8—Jakarta: Universitas Terbuka, 2004.
Mulyana, Deddy & Rakhmat, J., 2000, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Artikel jurnal “ komunikasi antarbudaya mahasiwa Korea Selatan di Yogyakarta” oleh
ZuraidaHenny, Christina Rochayanti dan Isbandi. Fakultas ilmu social dan politik
program studi komunikasi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Download