(ctl) terhadap keterampilan sosial anak usia dini

advertisement
Vol.1 | No.1 | Oktober2015
Tunas Siliwangi
Halaman 73 - 81
PENGARUH PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING
& LEARNING (CTL) TERHADAP KETERAMPILAN
SOSIAL ANAK USIA DINI
(Penelitian Eksperimen Kuasi PadaTaman Kanak-Kanak Daarut Tauhiid
Bandung)
Oleh Dedah Jumiatin
Abstrak
Pada usia 4-6 tahun kemampuan social anak anak berkembang sejalan dengan rasa ingin
berteman dan mengenal lingkungan. Keterampilan sosial merupakan bagian dari proses belajar
anak untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok, moralitas, dan tradisi; berinteraksi
dengan lingkungan, saling berkomunikasi, dan bekerjasama. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memperoleh gambaran dan menganalisa perbedaan hasil keterampilan sosial pada anakanak TK yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL), dengan
mereka yang tidak mendapatkan pembelajaran serupa. Penelitian ini menggunakan desain
quasi eksperimen, yaitu Nonequivalent Control Group Design. Di sini terdapat dua kelompok
yang diteliti, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Lokasi penelitian di Taman
Kanak-kanak Daarut Tauhiid Bandung. Subyek penelitian ialah anak TK Kelompok B yang
berusia 5-6 tahun. Data diperoleh dari hasil observasi berupa pernyataan-pernyataan yang
sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan
program hitung statistik SPSS versi 17. Kesimpulan dari penelitian ini, terdapat perbedaan
keterampilan sosial pada anak yang mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching &
Learning (CTL) dengan anak yang tidak mendapatkannya. Respon anak terhadap pembelajaran
CTL juga memperlihatkan respon positif, karena metode ini menitik-beratkan pada upaya
menghadirkan dunia nyata dalam pembelajaran, sehingga ia lebih produktif dan bermakna. Di
dalam CTL terkandung unsur mengalami (experiencing), menerapkan (applying), kerjasama
(cooperative), dan mentransfer (transfering) sebagai satu kesatuan. Hasil dari penelitian ini
memberikan rekomendasi, bahwa penerapan Contextual Teaching & Learning (CTL) efektif
untuk meningkatkan keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak usia dini, khususnya
pada anak Kelompok B TK Daarut Tauhiid Bandung.
Kata Kunci: Kecerdasan Interpersonal, CTL.
bersama orang lain. Kebaikan-kebaikan ini
1. PENDAHULUAN
Keterampilan
sosial
tentu sangat dibutuhkan setiap anak.
merupakan
kemampuan berinteraksi dengan orang lain
Menurut
sesuai
“Perkembangan
konteks sosial yang ada, dengan
Nurihsan
dan
sosial
Agustin,
merupakan
cara-cara tertentu yang sesuai tata nilai atau
pencapaian kematangan dalam hubungan
penerimaan sosial; dan pada saat yang sama
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses
dapat
personal,
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
keuntungan bersama, atau keuntungan dasar
norma-norma kelompok, moral dan tradisi:
membuahkan
manfaat
meleburkan diri menjadi satu kesatuan,
73
74
saling berkomunikasi, dan bekerjasama.”
yang sering dialami anak adalah: anak ingin
(Ahmad
menang sendiri, sok berkuasa, tidak mau
Juntika
Nurihsan
&
Mubiar
Agustin, 2011: 36).
Perkembangan
menunggu giliran bila sedang bermain
sosial
merupakan
bersama,
selalu ingin diperhatikan
atau
pencapaian kematangan dalam hubungan
memilih-milih teman, agresif dengan cara
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses
menyerang orang atau anak lain, merebut
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
mainan atau barang orang lain, merusak
norma-norma kelompok, moral dan tradisi.
barang teman lain, dan ketidakmampuan
Combs dan Slaby menyatakan:
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Skill social is the ability to interact
with other in a given social context in
(Uyu Wahyudin & Mubiar Agustin, 2011:
45-46).
specific ways that are socially acceptable
Kematangan keterampilan sosial anak
or valued and at the same time personality
berproses bertahap, sesuai pengalaman
beneficial, mutually beneficial, or beneficial
interaksi anak dengan orang lain. Namun
primary to other. (Cartledge & Milburn,
ada
1992: 7).
dalam
kalanya
muncul
sosial
itu.Menurut
Ernawulan
(1999),
keterampilan sosial. Dalam arti, dia belum
permasalahan-permasalahan
yang
memilki kemampuan bergaul dengan orang
ditemukan pada anak SD kelas awal adalah
lain. Untuk mencapai kematangan sosial,
ketidakmampuan
anak harus belajar cara-cara menyesuaikan
mengendalikan emosi. Permasalahan yang
diri dengan orang lain. Kemampuan ini
ditemukan di SD apabila dibiarkan, anak
diperoleh
anak
melalui
berbagai
akan
kesempatan
atau
pengalaman
bergaul
mengembangkan diri, dan akan mengalami
dengan orang-orang di lingkungannya, baik
hambatan pula dalam pencapaian tahap
orangtua, saudara, teman sebaya, atau orang
perkembangan berikutnya.
dewasa lainnya (Yusuf, 2000: 122).
Dengan
Setiap
anak dilahirkan belum memiliki
pergaulan
masalah-masalah
penelitian
mengalami
demikian,
bersosialisasi
kesulitan
dalam
dan
untuk
proses
Wahyudin dan Agustin menjelaskan,
pembelajaran domain sosial ada dua hal
bahwa kemampuan bersosial anak harus
penting yang perlu dikembangkan, yaitu
dikuasai karena ia akan berinteraksi dengan
kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan
orang lain. Tetapi tidak semua anak mampu
interpersonal.
bersosialisasi. Beberapa masalah sosial
yaitu kemampuan anak untuk mengenali
Tunas Siliwangi
Kecerdasan
intrapersonal
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81
75
kelebihannya,
kekurangannya,
dan
guru menghubungkan isi materi pelajaran
perasaan-perasaannya sendiri; sedangkan
dengan
kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan
memotivasi
anak
hubungan
antara
pengetahuan
karakter, motivasi, dan ekspresi orang lain.
aplikasinya
dalam
kehidupan
(PLPG UPI Bandung, 2012: 61).
sebagai anggota keluarga, warga negara,
Para pendidik perlu terus mencari dan
dan para pekerja; serta melibatkan anak
mengembangkan sebaik-baik metode untuk
untuk bekerja keras dalam belajar.
untuk
mengenali
bagaimana
meningkatkan keterampilan sosial anak usia
situasi
di
dunia
anak
Menurut
nyata,
untuk
Wina
keunikan
lalu
membuat
dan
mereka
Sanjaya,
dari
ada
dini, karena kerap kali persoalan-persoalan
beberapa
pembelajaran
komplek yang muncul di masa dewasa
kontekstual (CTL), yaitu sebagai berikut:
berakar dari kesalahan pendidikan sejak
a)
CTL adalah model pembelajaran yang
usia dini.
menekankan pada aktivitas anak secara
Di antara metode yang penulis coba
penuh, baik fisik maupun mental.
terapkan untuk meningkatkan keterampilan
b) CTL memandang bahwa belajar bukan
berbicara anak dan keterampilan sosial
menghafal,
anak usia dini, ialah Contextual Teaching
berpengalaman dalam kehidupan nyata.
& Learning (CTL), atau dikenal juga
c)
sebagai Pembelajaran Kontekstual.
akan
tetapi
proses
Kelas dalam CTL bukan sebagai
tempat untuk memperoleh informasi,
tetapi sebagai tempat untuk menguji
data hasil temuan mereka di lapangan.
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Metode
Contextual
Teaching
and
d) Materi pelajaran ditentukan oleh anak
sendiri, bukan hasil
Learning (CTL
pemberian dari
orang lain.
Kasihani menyatakan, “Pengajaran dan
Komalasari
pembelajaran kontekstual merupakan suatu
mengidentifikasi
konsepsi yang membantu guru mengaitkan
beberapa
isi materi pelajaran dengan keadaan dunia
kontekstual, yaitu sebagai berikut:
nyata.
a)
Blanchard,
menyatakan,
kontekstual
Berns
bahwa
adalah
&
Erickson
pembelajaran
sebuah
konsep
pengajaran dan belajar yang membantu para
Tunas Siliwangi
karakter
pembelajaran
Relating (keterkaitan). Pembelajaran
memiliki keterkaitan dengan bekal
pengetahuan
anak
dan
konteks
pengalaman dalam kehidupan nyata.
Aspek
keterkaitan
disini
meliputi
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81
76
keterkaitan materi pelajaran dengan:
pengetahuan
dan
keterampilan
sebelumnya; materi
pelajaran lain;
hasil
pemberitaan
lingkungan
media;
keluarga,
e)
regulating
(pengaturan
diri).
Pembelajaran mendorong anak untuk
mengatur
diri
konteks
Indikatornya
sekolah,
belajar
dan
antara
sepanjang
mandiri.
lain:
motivasi
hayat;
motivasi
masyarakat; pengalaman dunia nyata;
mencari dan menggunakan informasi
kebutuhan anak; keluasan materi.
atas
b) Experiencing (pengalaman langsung).
Pembelajaran
kepada
memberi
kesempatan
untuk
memaknai
anak
pengetahuan dengan cara menemukan
dan
mengalami
sendiri
secara
yang
relevan
langsung.
Kegiatan
berupa:
eksplorasi,
penemuan
dasar
kesadaran
sendiri;
melaksanakan prinsip trial and error
(coba
lalu perbaiki); melakukan
refleksi.
f)
Authentic
otentik).
assessment
(penilaian
Pembelajaran
mengukur,
memonitor, dan menilai semua aspek
hasil
belajar
(kognitif,
afektif,
(discovery),
perintisan
(inventory),
psikomotorik), baik hasil yang tampak
investigasi,
penelitian,
pemecahan
maupun adanya perubahan
masalah.
c)
Self
Applying
atau
perkembangan, menilai hasil belajar di
(aplikasi).
menekankan
Pembelajaran
penerapan
konsep,
kelas atau di luar kelas. (Komalasari,
2011: 13-15).
prinsip, dan prosedur yang dipelajari
ke dalam konteks berbeda, sehingga
bermanfaat bagi kehidupan anak.
d) Cooperating
(kerjasama).
B. Keterampilan sosial
Hasil penelitian penulis menunjukkan
bahwa
pembelajaran
dengan
metode
Pembelajaran mendorong anak bekerja
Contextual Teaching & Learning (CTL)
sama, baik dengan guru, sesama
dapat meningkatkan keterampilan sosial
kawan, dan sumber belajar. Kegiatan
anak Taman Kanak-kanak Daarut Tauhiid
yang relevan misalnya kerja kelompok,
Bandung. Merujuk hasil skor rata-rata
diskusi,
interaktif,
pretest keterampilan sosial pada kelompok
toleransi terhadap perbedaan gender,
eksperimen sebesar 36,60,sedang skor rata-
suku, agama, status
rata pretest kelompok kontrol sebesar
perspektif.
komunikasi
sosial, budaya,
55,36. Hal ini menunjukkan keterampilan
sosial anak kelompok eksperimen dan
Tunas Siliwangi
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81
77
kontrol berada dalam batas rata-rata, atau
adalah Cooperative (kerjasama). Dalam
tidak berbeda jauh.
praktiknya indikator-indikator tersebut bisa
Kemudian setelah dilakukan perlakuan,
dikembangkan melalui proyek-proyek yang
skor
dikerjakan anak-anak secara berkelompok,
posttest
kelompok
meningkat
menjadi
sedangkan
pada
eksperimen
sebesar
kelompok
78,76,
sebagaimana ditekankan dalam CTL.
kontrol
Komalasari
mengidentifikasi
meningkat menjadi 70,60.Hal ini berarti
karakteristik CTL, dengan menyatakan,
pada kedua kelompok terjadi peningkatan,
“Pembelajaran yang menerapkan konsep
tetapi kelompok eksperimen mengalami
kerjasama
peningkatan lebih tinggi. Peningkatan ini
mendorong kerjasama di antara siswa,
juga dapat dilihat pada N-gain kelompok
antara siswa dengan guru
eksperimen yaitu sebesar 42,16 (61,64 %
belajar.
dari skor ideal) yang berarti menunjukkan
menerapkan konsep
adanya peningkatan yang lebih tinggi dari
meliputi:
pada kelompok kontrol yaitu 15,24 (30,70
memecahkan masalah dan menngerjakan
dari skor ideal).
tugas;
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan,
mengajukan, dan menjawab pertanyaan; (c).
bahwa
metode
Komunikasi interaktif antar sesama siswa,
Learning
antara siswa dengan guru, siswa dengan
keterampilan
narasumber; (d). Penghormatan terhadap
sosial anak. Padahal jika merujuk hasil rata-
perbedaan gender, suku, ras, agama, status
rata pretest keterampilan sosial, tampak
sosial ekonomi, budaya, dan perspektif.”
kelompok kontrol mempunyai rata-rata skor
(Komalasari, 2011: 14).
pembelajaran
Contextual
(CTL)dapat
dengan
Teaching
meningkatkan
&
lebih tinggi.
Indikator
(a).
(b).
dan sumber
pembelajaran
yang
kerjasama
ini
Kerja
Saling
kelompok
bertukar
dalam
pikiran,
Bern dan Erickson mengemukakan
Peningkatan yang signifikan pada
kelompok
adalah pembelajaran yang
eksperimen
disebabkan
lima strategi pembelajaran CTL, antara lain,
“Cooperative
learning
(pembelajaran
pembelajaran dengan metode Contextual
kooperatif),
Teaching & Learning (CTL) memiliki
mengorganisasikan pembelajaran dengan
karakteristik yang sesuai dengan tujuan
menggunakan kelompok belajar kecil di
pengembangan indikator
mana
keterampilan
pendekatan
siswa
bekerja
untuk
sosial anak. Salah satu prinsip yang
mencapai
dikembangkan dalam pembelajaran CTL
(Komalasari, 2011: 23). Ditjen Dikdasmen
Tunas Siliwangi
tujuan
bersama
yang
pembelajaran.”
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81
78
menyatakan,
“Belajar
kooperatif
Dalam
kegiatan
ini,
anak-anak
(cooperative learning) yang memerlukan
tampak bekerjasama dalam membaca kertas
pendekatan melalui kelompok kecil siswa
instruksi,
untuk bekerjasama dalam memaksimalkan
bekerjasama mengenali nama sayuran, dan
kondisi belajar untuk
bekerjasama
mencapai tujuan
belajar.” (Ditjen Dikdasmen, 2003: 4-8).
juga
mendukung
kerjasama. Dalam bekerjasama, para siswa
terbantu
dalam
merancang
menemukan
rencana,
masalah,
dan
mencari
pemecahan masalah. Bekerjasama
membantu
mereka
mengetahui
untuk
memenangkan
perlombaan. Ketika dihadapkan kepada
Elaine Johnson menyatakan, “Prinsip
kesaling-bergantungan
bekerjasama memilih sayuran,
akan
bahwa
tugas bersama, mereka melakukan kegiatan
yang bernilai kooperatif, respect, kompetisi,
imitasi, komunikasi, dan empati.
Semua indikator keterampilan sosial
dirangsang
dan
dikembangkan.
Sebagaimana data yang telah disampaikan,
seluruh indikator
mengalami kenaikan.
saling mendengarkan akan menuntun pada
Kenaikan yang rerata tinggi tampak pada
keberhasilan. Pandangan setiap orang yang
indikator kooperatif, respect, kompetisi,
berbeda dan kemampuan-kemampuan yang
dan komunikasi. Hal ini membenarkan
unik secara bersama-sama akan tersusun
pendapat para ahli, bahwa kegiatan bersama
menjadi sesuatu yang lebih besar, daripada
bermanfaat
penjumlahan
keterampilan sosial.
dari
bagian-bagian
itu
sendiri.” (Johnson, 2012: 73).
Dalam
penelitian
lakukan,
diadakan
mengenal
sayuran.
Sue
yang
penulis
kegiatan
bertema
Anak-anak
diajak
“Perkembangan
kemampuan
menjadi
namanya
Sementara
simulasi
menyatakan,
sosial
anak
bagian
kelompok.”
kegiatan
meningkatkan
Wortham
mengenali bentuk sayuran dan namadengan
untuk
terpusat
untuk
dari
ke
berkembang
interaksi-interaksi
(Wortham,
Hendrick
2006:
254).
menyatakan,
perlombaan. Mereka dibentuk kelompok-
“Perkembangan sosial tidak bisa diajarkan
kelompok,
melalui
lalu
diminta
berlomba
aktivitas-aktivitas
grup
yang
mengambil sayuran seperti tertulis dalam
bersifat paksaan secara semu, tetapi dengan
kertas instruksi. Mereka berusaha menjadi
cara melibatkan anak dalam pengalaman
kelompok yang tercepat dan terbanyak
hidup sehari-hari bersama para remaja dan
mengenali nama sayuran. Di sini terjadi
orang dewasa.” (Wortham, 2006: 254).
interaksi sosial untuk mencapai satu tujuan.
Tunas Siliwangi
Syamsu Yusuf menyatakan, “Untuk
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81
79
mencapai kematangan sosial, anak harus
akan merasa kesepian, serta tidak puas, bila
belajar dengan cara menyesuaikan diri
tidak
dengan
(Nurihsan, 2007: 163).
orang
lain.
Kemampuan
ini
bersama
teman-temannya.”
diperoleh
anak
melalui
berbagai
Lebih jauh Nurihsan dan Agustin
kesempatan
atau
pengalaman
bergaul
menyatakan, “Perkembangan sosial anak
dengan orang-orang di lingkungannya, baik
sangat
orangtua, saudara, teman sebaya, maupun
sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga,
orang dewasa lainnya.” (Yusuf, 2000: 122).
orang dewasa lainnya,
Mengajarkan
nilai-nilai
sosialisasi
dipengaruhi
sebayanya.
Apabila
oleh
lingkungan
maupun teman
lingkungan
sosial
akan lebih efektif dengan cara melibatkan
tersebut memfasilitasi atau memberikan
anak-anak
kelompok,
peluang terhadap perkembangan sosial anak
sebagaimana karakter pembelajaran CTL.
secara positif, maka anak akan dapat
Alwasilah
anak
mencapai perkembangan sosialnya secara
sebaiknya dibiasakan saling belajar dari dan
matang. Namun apabila lingkungan sosial
dalam
berbagi
itu kurang kondusif, seperti perlakuan
pengetahuan dan menentukan fokus belajar.
orangtua yang kasar, sering memarahi, acuh
(Pengantar buku CTL
tak acuh, tidak memberikan bimbingan,
dalam
kegiatan
menyatakan,
kelompok,
bahwa
untuk
karya Elaine
Johnson).
teladan,
Jika merujuk perkembangan kognitif
anak, mereka memiliki
pengajaran
atau
pembiasaan
terhadap anak dalam menerapkan norma-
bakat untuk
norma, baik agama maupun tatakrama (budi
melakukan kontak sosial dengan orang lain.
pekerti); anak cenderung menampilkan
“Perkembangan
perilaku maladjustment (punya masalah
perilaku anak ditandai dengan adanya minat
emosional sehingga berperilaku negatif).”
terhadap aktivitas bersama teman-teman
(Nurihsan dan Agustin, 2011: 39-40).
Nurihsan
menyatakan,
dan meningkatnya keinginan kuat untuk
Pengembangan karakter sosial anak
diterima sebagai anggota suatu kelompok,
akan lebih baik dilakukan di tempat
dan merasa tidak puas bila tidak bersama
tumbuhnya kehidupan sosial itu sendiri.
teman-temannya. Anak tidak lagi puas
Pembelajaran
bermain sendiri di rumah atau dengan
dikhawatirkan tidak membuahkan hasil
saudara-saudara kandung atau melakukan
optimal.
kegiatan dengan anggota-anggota keluarga.
Anak ingin bersama teman-temannya dan
Tunas Siliwangi
yang
terlalu
teoritik
Dalam konteks CTL Elaine Johnson
menyatakan, “Kemampuan otak
untuk
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81
80
menemukan
makna
dengan
membuat
Demikianlah, penerapan metode Contextual
hubungan-hubungan, menjelaskan mengapa
Teaching & Learning (CTL) secara empirik
siswa
dan teoritis telah membuktikan manfaatnya
yang
didorong
untuk
menghubungkan
tugas-tugas
sekolah
untuk
meningkatkan keterampilan sosial
dengan kenyataan saat ini, dengan situasi
anak. Bahkan bisa dikatakan, metode CTL
pribadi, sosial, dan budaya mereka saat
termasuk model pembelajaran yang sangat
ini, dengan konteks kehidupan keseharian
menekankan keterampilan sosial, karena di
mereka; akan mampu memasangkan makna
dalamnya terdapat prinsip Cooperatif yang
pada materi akademik, sehingga mereka
merupakan salah satu pilar CTL (merujuk
dapat mengingat apa yang mereka pelajari.
pendapat
Jika kehilangan makna, otak mereka akan
Dikdasmen, Komalasari, dan lain-lain).
membuang materi akademik yang mereka
Elaine
Elaine
Johnson,
Johnson
Ditjen
menyatakan,
terima.” (Johnson, 2012: 64). Pernyataan
“Sekolah adalah sebuah sistem kehidupan,
ini menyimpulkan pendapat dari Caine &
dan bahwa bagian-bagian dari sistem itu –
Caine, Carter, Davis, Kotulak, Sousa, dan
para siswa, para guru, koki, tukang kebun,
Sylvester.
tukang
Lagi
pula
dalam
pegawai
administrasi,
langsung
sekretaris, sopir bus, orangtua, dan teman-
dengan lingkungan, akan membuat anak
teman masyarakat- berada di dalam sebuah
cepat menyadari kondisi sosial itu sendiri.
jaringan
Syamsu
lingkungan belajar.” (Johnson, 2012: 72-
Yusuf
sosialisasi
sapu,
menyebutkan
beberapa
karakter negatif pada anak dalam kontek
hubungan
yang
menciptakan
73).
sosial, antara lain: membangkang, agressif,
bertengkar,
menggoda, bersaing secara
tidak sehat, sok berkuasa, mementingkan
diri sendiri. (Nurihsan dan Agustin, 2011:
38-39). Hal ini perlu diketahui dan disadari
oleh
anak
sebagai
peringatan
dalam
interaksi sosial. Mereka akan memahami
bahwa dalam kehidupan di masyarakat akan
melihat kenyataan-kenyataan sosial itu.
Pemahaman
yang utuh atas kenyataan
sosial akan lebih mendewasakan.
Tunas Siliwangi
3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian teori dan
penelitian dilapangan terdapat peningkatan
keterampilan
sosial
pada
anak
yang
mendapat perlakuan dengan pembelajaran
Contextual Teaching &Learning (kelompok
eksperimen), jika dibandingkan sebelum
mendapatkan
perlakuan.Penerapan
CTL
pada anak usia dini meliputi kegiatankegiatan
yang
mengandung
unsur
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81
81
mengalami
(experiencing),
menerapkan
(applying), kerjasama (cooperating), dan
mentransfer
(transfering).
Sanjaya, Wina (2009). Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Keempat
kegiatan tersebut ada dalam satu kesatuan
yang tidak terpisahkan satu sama lain dan
dapat meningkatkan kemampuan anak usia
dini.
kreatif tari etnis. Hasilnya adalah
100% peserta meningkat kemampuannya
dalam menyusun kembali koreografi tari
etnis Melayu dan Dayak, dan 50% peserta
meningkat
menyusun
kemampuannya
model
pembelajaran
dalam
kreatif
yang berbasis tari etnis. Dari pengabdian
tersebut diperoleh kesimpulan, kemampuan
dalam
menyusun
bahan
ajar
belum
seimbang dengan kemampuan menyusun
implemenentasi pembelajarannya.
4. REFERENSI
Johnson, Elain B. (2012). Contextual
Teaching & Learning. Bandung:
Penerbit Kaifa.
Kasihani (2002). Contextual Learning and
Teaching – CTL (Pengajaran dan
Pembelajaran
Kontekstual).
Prosiding seminar pendidikan, vol. 2,
2002.
Komalasari, Kokom (2011). Pembelajaran
Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.
Bandung: PT. Refika Aditama
Nurihsan, Ahmad Juntika & Agustin,
Mubiar (2011). Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Tunas Siliwangi
Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81
Download