Vol.1 | No.1 | Oktober2015 Tunas Siliwangi Halaman 73 - 81 PENGARUH PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING (CTL) TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI (Penelitian Eksperimen Kuasi PadaTaman Kanak-Kanak Daarut Tauhiid Bandung) Oleh Dedah Jumiatin Abstrak Pada usia 4-6 tahun kemampuan social anak anak berkembang sejalan dengan rasa ingin berteman dan mengenal lingkungan. Keterampilan sosial merupakan bagian dari proses belajar anak untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok, moralitas, dan tradisi; berinteraksi dengan lingkungan, saling berkomunikasi, dan bekerjasama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dan menganalisa perbedaan hasil keterampilan sosial pada anakanak TK yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL), dengan mereka yang tidak mendapatkan pembelajaran serupa. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen, yaitu Nonequivalent Control Group Design. Di sini terdapat dua kelompok yang diteliti, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Lokasi penelitian di Taman Kanak-kanak Daarut Tauhiid Bandung. Subyek penelitian ialah anak TK Kelompok B yang berusia 5-6 tahun. Data diperoleh dari hasil observasi berupa pernyataan-pernyataan yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan program hitung statistik SPSS versi 17. Kesimpulan dari penelitian ini, terdapat perbedaan keterampilan sosial pada anak yang mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) dengan anak yang tidak mendapatkannya. Respon anak terhadap pembelajaran CTL juga memperlihatkan respon positif, karena metode ini menitik-beratkan pada upaya menghadirkan dunia nyata dalam pembelajaran, sehingga ia lebih produktif dan bermakna. Di dalam CTL terkandung unsur mengalami (experiencing), menerapkan (applying), kerjasama (cooperative), dan mentransfer (transfering) sebagai satu kesatuan. Hasil dari penelitian ini memberikan rekomendasi, bahwa penerapan Contextual Teaching & Learning (CTL) efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak usia dini, khususnya pada anak Kelompok B TK Daarut Tauhiid Bandung. Kata Kunci: Kecerdasan Interpersonal, CTL. bersama orang lain. Kebaikan-kebaikan ini 1. PENDAHULUAN Keterampilan sosial tentu sangat dibutuhkan setiap anak. merupakan kemampuan berinteraksi dengan orang lain Menurut sesuai “Perkembangan konteks sosial yang ada, dengan Nurihsan dan sosial Agustin, merupakan cara-cara tertentu yang sesuai tata nilai atau pencapaian kematangan dalam hubungan penerimaan sosial; dan pada saat yang sama sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses dapat personal, belajar untuk menyesuaikan diri terhadap keuntungan bersama, atau keuntungan dasar norma-norma kelompok, moral dan tradisi: membuahkan manfaat meleburkan diri menjadi satu kesatuan, 73 74 saling berkomunikasi, dan bekerjasama.” yang sering dialami anak adalah: anak ingin (Ahmad menang sendiri, sok berkuasa, tidak mau Juntika Nurihsan & Mubiar Agustin, 2011: 36). Perkembangan menunggu giliran bila sedang bermain sosial merupakan bersama, selalu ingin diperhatikan atau pencapaian kematangan dalam hubungan memilih-milih teman, agresif dengan cara sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses menyerang orang atau anak lain, merebut belajar untuk menyesuaikan diri terhadap mainan atau barang orang lain, merusak norma-norma kelompok, moral dan tradisi. barang teman lain, dan ketidakmampuan Combs dan Slaby menyatakan: menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Skill social is the ability to interact with other in a given social context in (Uyu Wahyudin & Mubiar Agustin, 2011: 45-46). specific ways that are socially acceptable Kematangan keterampilan sosial anak or valued and at the same time personality berproses bertahap, sesuai pengalaman beneficial, mutually beneficial, or beneficial interaksi anak dengan orang lain. Namun primary to other. (Cartledge & Milburn, ada 1992: 7). dalam kalanya muncul sosial itu.Menurut Ernawulan (1999), keterampilan sosial. Dalam arti, dia belum permasalahan-permasalahan yang memilki kemampuan bergaul dengan orang ditemukan pada anak SD kelas awal adalah lain. Untuk mencapai kematangan sosial, ketidakmampuan anak harus belajar cara-cara menyesuaikan mengendalikan emosi. Permasalahan yang diri dengan orang lain. Kemampuan ini ditemukan di SD apabila dibiarkan, anak diperoleh anak melalui berbagai akan kesempatan atau pengalaman bergaul mengembangkan diri, dan akan mengalami dengan orang-orang di lingkungannya, baik hambatan pula dalam pencapaian tahap orangtua, saudara, teman sebaya, atau orang perkembangan berikutnya. dewasa lainnya (Yusuf, 2000: 122). Dengan Setiap anak dilahirkan belum memiliki pergaulan masalah-masalah penelitian mengalami demikian, bersosialisasi kesulitan dalam dan untuk proses Wahyudin dan Agustin menjelaskan, pembelajaran domain sosial ada dua hal bahwa kemampuan bersosial anak harus penting yang perlu dikembangkan, yaitu dikuasai karena ia akan berinteraksi dengan kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan orang lain. Tetapi tidak semua anak mampu interpersonal. bersosialisasi. Beberapa masalah sosial yaitu kemampuan anak untuk mengenali Tunas Siliwangi Kecerdasan intrapersonal Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81 75 kelebihannya, kekurangannya, dan guru menghubungkan isi materi pelajaran perasaan-perasaannya sendiri; sedangkan dengan kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan memotivasi anak hubungan antara pengetahuan karakter, motivasi, dan ekspresi orang lain. aplikasinya dalam kehidupan (PLPG UPI Bandung, 2012: 61). sebagai anggota keluarga, warga negara, Para pendidik perlu terus mencari dan dan para pekerja; serta melibatkan anak mengembangkan sebaik-baik metode untuk untuk bekerja keras dalam belajar. untuk mengenali bagaimana meningkatkan keterampilan sosial anak usia situasi di dunia anak Menurut nyata, untuk Wina keunikan lalu membuat dan mereka Sanjaya, dari ada dini, karena kerap kali persoalan-persoalan beberapa pembelajaran komplek yang muncul di masa dewasa kontekstual (CTL), yaitu sebagai berikut: berakar dari kesalahan pendidikan sejak a) CTL adalah model pembelajaran yang usia dini. menekankan pada aktivitas anak secara Di antara metode yang penulis coba penuh, baik fisik maupun mental. terapkan untuk meningkatkan keterampilan b) CTL memandang bahwa belajar bukan berbicara anak dan keterampilan sosial menghafal, anak usia dini, ialah Contextual Teaching berpengalaman dalam kehidupan nyata. & Learning (CTL), atau dikenal juga c) sebagai Pembelajaran Kontekstual. akan tetapi proses Kelas dalam CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. 2. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Metode Contextual Teaching and d) Materi pelajaran ditentukan oleh anak sendiri, bukan hasil Learning (CTL pemberian dari orang lain. Kasihani menyatakan, “Pengajaran dan Komalasari pembelajaran kontekstual merupakan suatu mengidentifikasi konsepsi yang membantu guru mengaitkan beberapa isi materi pelajaran dengan keadaan dunia kontekstual, yaitu sebagai berikut: nyata. a) Blanchard, menyatakan, kontekstual Berns bahwa adalah & Erickson pembelajaran sebuah konsep pengajaran dan belajar yang membantu para Tunas Siliwangi karakter pembelajaran Relating (keterkaitan). Pembelajaran memiliki keterkaitan dengan bekal pengetahuan anak dan konteks pengalaman dalam kehidupan nyata. Aspek keterkaitan disini meliputi Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81 76 keterkaitan materi pelajaran dengan: pengetahuan dan keterampilan sebelumnya; materi pelajaran lain; hasil pemberitaan lingkungan media; keluarga, e) regulating (pengaturan diri). Pembelajaran mendorong anak untuk mengatur diri konteks Indikatornya sekolah, belajar dan antara sepanjang mandiri. lain: motivasi hayat; motivasi masyarakat; pengalaman dunia nyata; mencari dan menggunakan informasi kebutuhan anak; keluasan materi. atas b) Experiencing (pengalaman langsung). Pembelajaran kepada memberi kesempatan untuk memaknai anak pengetahuan dengan cara menemukan dan mengalami sendiri secara yang relevan langsung. Kegiatan berupa: eksplorasi, penemuan dasar kesadaran sendiri; melaksanakan prinsip trial and error (coba lalu perbaiki); melakukan refleksi. f) Authentic otentik). assessment (penilaian Pembelajaran mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar (kognitif, afektif, (discovery), perintisan (inventory), psikomotorik), baik hasil yang tampak investigasi, penelitian, pemecahan maupun adanya perubahan masalah. c) Self Applying atau perkembangan, menilai hasil belajar di (aplikasi). menekankan Pembelajaran penerapan konsep, kelas atau di luar kelas. (Komalasari, 2011: 13-15). prinsip, dan prosedur yang dipelajari ke dalam konteks berbeda, sehingga bermanfaat bagi kehidupan anak. d) Cooperating (kerjasama). B. Keterampilan sosial Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode Pembelajaran mendorong anak bekerja Contextual Teaching & Learning (CTL) sama, baik dengan guru, sesama dapat meningkatkan keterampilan sosial kawan, dan sumber belajar. Kegiatan anak Taman Kanak-kanak Daarut Tauhiid yang relevan misalnya kerja kelompok, Bandung. Merujuk hasil skor rata-rata diskusi, interaktif, pretest keterampilan sosial pada kelompok toleransi terhadap perbedaan gender, eksperimen sebesar 36,60,sedang skor rata- suku, agama, status rata pretest kelompok kontrol sebesar perspektif. komunikasi sosial, budaya, 55,36. Hal ini menunjukkan keterampilan sosial anak kelompok eksperimen dan Tunas Siliwangi Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81 77 kontrol berada dalam batas rata-rata, atau adalah Cooperative (kerjasama). Dalam tidak berbeda jauh. praktiknya indikator-indikator tersebut bisa Kemudian setelah dilakukan perlakuan, dikembangkan melalui proyek-proyek yang skor dikerjakan anak-anak secara berkelompok, posttest kelompok meningkat menjadi sedangkan pada eksperimen sebesar kelompok 78,76, sebagaimana ditekankan dalam CTL. kontrol Komalasari mengidentifikasi meningkat menjadi 70,60.Hal ini berarti karakteristik CTL, dengan menyatakan, pada kedua kelompok terjadi peningkatan, “Pembelajaran yang menerapkan konsep tetapi kelompok eksperimen mengalami kerjasama peningkatan lebih tinggi. Peningkatan ini mendorong kerjasama di antara siswa, juga dapat dilihat pada N-gain kelompok antara siswa dengan guru eksperimen yaitu sebesar 42,16 (61,64 % belajar. dari skor ideal) yang berarti menunjukkan menerapkan konsep adanya peningkatan yang lebih tinggi dari meliputi: pada kelompok kontrol yaitu 15,24 (30,70 memecahkan masalah dan menngerjakan dari skor ideal). tugas; Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, mengajukan, dan menjawab pertanyaan; (c). bahwa metode Komunikasi interaktif antar sesama siswa, Learning antara siswa dengan guru, siswa dengan keterampilan narasumber; (d). Penghormatan terhadap sosial anak. Padahal jika merujuk hasil rata- perbedaan gender, suku, ras, agama, status rata pretest keterampilan sosial, tampak sosial ekonomi, budaya, dan perspektif.” kelompok kontrol mempunyai rata-rata skor (Komalasari, 2011: 14). pembelajaran Contextual (CTL)dapat dengan Teaching meningkatkan & lebih tinggi. Indikator (a). (b). dan sumber pembelajaran yang kerjasama ini Kerja Saling kelompok bertukar dalam pikiran, Bern dan Erickson mengemukakan Peningkatan yang signifikan pada kelompok adalah pembelajaran yang eksperimen disebabkan lima strategi pembelajaran CTL, antara lain, “Cooperative learning (pembelajaran pembelajaran dengan metode Contextual kooperatif), Teaching & Learning (CTL) memiliki mengorganisasikan pembelajaran dengan karakteristik yang sesuai dengan tujuan menggunakan kelompok belajar kecil di pengembangan indikator mana keterampilan pendekatan siswa bekerja untuk sosial anak. Salah satu prinsip yang mencapai dikembangkan dalam pembelajaran CTL (Komalasari, 2011: 23). Ditjen Dikdasmen Tunas Siliwangi tujuan bersama yang pembelajaran.” Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81 78 menyatakan, “Belajar kooperatif Dalam kegiatan ini, anak-anak (cooperative learning) yang memerlukan tampak bekerjasama dalam membaca kertas pendekatan melalui kelompok kecil siswa instruksi, untuk bekerjasama dalam memaksimalkan bekerjasama mengenali nama sayuran, dan kondisi belajar untuk bekerjasama mencapai tujuan belajar.” (Ditjen Dikdasmen, 2003: 4-8). juga mendukung kerjasama. Dalam bekerjasama, para siswa terbantu dalam merancang menemukan rencana, masalah, dan mencari pemecahan masalah. Bekerjasama membantu mereka mengetahui untuk memenangkan perlombaan. Ketika dihadapkan kepada Elaine Johnson menyatakan, “Prinsip kesaling-bergantungan bekerjasama memilih sayuran, akan bahwa tugas bersama, mereka melakukan kegiatan yang bernilai kooperatif, respect, kompetisi, imitasi, komunikasi, dan empati. Semua indikator keterampilan sosial dirangsang dan dikembangkan. Sebagaimana data yang telah disampaikan, seluruh indikator mengalami kenaikan. saling mendengarkan akan menuntun pada Kenaikan yang rerata tinggi tampak pada keberhasilan. Pandangan setiap orang yang indikator kooperatif, respect, kompetisi, berbeda dan kemampuan-kemampuan yang dan komunikasi. Hal ini membenarkan unik secara bersama-sama akan tersusun pendapat para ahli, bahwa kegiatan bersama menjadi sesuatu yang lebih besar, daripada bermanfaat penjumlahan keterampilan sosial. dari bagian-bagian itu sendiri.” (Johnson, 2012: 73). Dalam penelitian lakukan, diadakan mengenal sayuran. Sue yang penulis kegiatan bertema Anak-anak diajak “Perkembangan kemampuan menjadi namanya Sementara simulasi menyatakan, sosial anak bagian kelompok.” kegiatan meningkatkan Wortham mengenali bentuk sayuran dan namadengan untuk terpusat untuk dari ke berkembang interaksi-interaksi (Wortham, Hendrick 2006: 254). menyatakan, perlombaan. Mereka dibentuk kelompok- “Perkembangan sosial tidak bisa diajarkan kelompok, melalui lalu diminta berlomba aktivitas-aktivitas grup yang mengambil sayuran seperti tertulis dalam bersifat paksaan secara semu, tetapi dengan kertas instruksi. Mereka berusaha menjadi cara melibatkan anak dalam pengalaman kelompok yang tercepat dan terbanyak hidup sehari-hari bersama para remaja dan mengenali nama sayuran. Di sini terjadi orang dewasa.” (Wortham, 2006: 254). interaksi sosial untuk mencapai satu tujuan. Tunas Siliwangi Syamsu Yusuf menyatakan, “Untuk Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81 79 mencapai kematangan sosial, anak harus akan merasa kesepian, serta tidak puas, bila belajar dengan cara menyesuaikan diri tidak dengan (Nurihsan, 2007: 163). orang lain. Kemampuan ini bersama teman-temannya.” diperoleh anak melalui berbagai Lebih jauh Nurihsan dan Agustin kesempatan atau pengalaman bergaul menyatakan, “Perkembangan sosial anak dengan orang-orang di lingkungannya, baik sangat orangtua, saudara, teman sebaya, maupun sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya.” (Yusuf, 2000: 122). orang dewasa lainnya, Mengajarkan nilai-nilai sosialisasi dipengaruhi sebayanya. Apabila oleh lingkungan maupun teman lingkungan sosial akan lebih efektif dengan cara melibatkan tersebut memfasilitasi atau memberikan anak-anak kelompok, peluang terhadap perkembangan sosial anak sebagaimana karakter pembelajaran CTL. secara positif, maka anak akan dapat Alwasilah anak mencapai perkembangan sosialnya secara sebaiknya dibiasakan saling belajar dari dan matang. Namun apabila lingkungan sosial dalam berbagi itu kurang kondusif, seperti perlakuan pengetahuan dan menentukan fokus belajar. orangtua yang kasar, sering memarahi, acuh (Pengantar buku CTL tak acuh, tidak memberikan bimbingan, dalam kegiatan menyatakan, kelompok, bahwa untuk karya Elaine Johnson). teladan, Jika merujuk perkembangan kognitif anak, mereka memiliki pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma- bakat untuk norma, baik agama maupun tatakrama (budi melakukan kontak sosial dengan orang lain. pekerti); anak cenderung menampilkan “Perkembangan perilaku maladjustment (punya masalah perilaku anak ditandai dengan adanya minat emosional sehingga berperilaku negatif).” terhadap aktivitas bersama teman-teman (Nurihsan dan Agustin, 2011: 39-40). Nurihsan menyatakan, dan meningkatnya keinginan kuat untuk Pengembangan karakter sosial anak diterima sebagai anggota suatu kelompok, akan lebih baik dilakukan di tempat dan merasa tidak puas bila tidak bersama tumbuhnya kehidupan sosial itu sendiri. teman-temannya. Anak tidak lagi puas Pembelajaran bermain sendiri di rumah atau dengan dikhawatirkan tidak membuahkan hasil saudara-saudara kandung atau melakukan optimal. kegiatan dengan anggota-anggota keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan Tunas Siliwangi yang terlalu teoritik Dalam konteks CTL Elaine Johnson menyatakan, “Kemampuan otak untuk Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81 80 menemukan makna dengan membuat Demikianlah, penerapan metode Contextual hubungan-hubungan, menjelaskan mengapa Teaching & Learning (CTL) secara empirik siswa dan teoritis telah membuktikan manfaatnya yang didorong untuk menghubungkan tugas-tugas sekolah untuk meningkatkan keterampilan sosial dengan kenyataan saat ini, dengan situasi anak. Bahkan bisa dikatakan, metode CTL pribadi, sosial, dan budaya mereka saat termasuk model pembelajaran yang sangat ini, dengan konteks kehidupan keseharian menekankan keterampilan sosial, karena di mereka; akan mampu memasangkan makna dalamnya terdapat prinsip Cooperatif yang pada materi akademik, sehingga mereka merupakan salah satu pilar CTL (merujuk dapat mengingat apa yang mereka pelajari. pendapat Jika kehilangan makna, otak mereka akan Dikdasmen, Komalasari, dan lain-lain). membuang materi akademik yang mereka Elaine Elaine Johnson, Johnson Ditjen menyatakan, terima.” (Johnson, 2012: 64). Pernyataan “Sekolah adalah sebuah sistem kehidupan, ini menyimpulkan pendapat dari Caine & dan bahwa bagian-bagian dari sistem itu – Caine, Carter, Davis, Kotulak, Sousa, dan para siswa, para guru, koki, tukang kebun, Sylvester. tukang Lagi pula dalam pegawai administrasi, langsung sekretaris, sopir bus, orangtua, dan teman- dengan lingkungan, akan membuat anak teman masyarakat- berada di dalam sebuah cepat menyadari kondisi sosial itu sendiri. jaringan Syamsu lingkungan belajar.” (Johnson, 2012: 72- Yusuf sosialisasi sapu, menyebutkan beberapa karakter negatif pada anak dalam kontek hubungan yang menciptakan 73). sosial, antara lain: membangkang, agressif, bertengkar, menggoda, bersaing secara tidak sehat, sok berkuasa, mementingkan diri sendiri. (Nurihsan dan Agustin, 2011: 38-39). Hal ini perlu diketahui dan disadari oleh anak sebagai peringatan dalam interaksi sosial. Mereka akan memahami bahwa dalam kehidupan di masyarakat akan melihat kenyataan-kenyataan sosial itu. Pemahaman yang utuh atas kenyataan sosial akan lebih mendewasakan. Tunas Siliwangi 3. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian teori dan penelitian dilapangan terdapat peningkatan keterampilan sosial pada anak yang mendapat perlakuan dengan pembelajaran Contextual Teaching &Learning (kelompok eksperimen), jika dibandingkan sebelum mendapatkan perlakuan.Penerapan CTL pada anak usia dini meliputi kegiatankegiatan yang mengandung unsur Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81 81 mengalami (experiencing), menerapkan (applying), kerjasama (cooperating), dan mentransfer (transfering). Sanjaya, Wina (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Keempat kegiatan tersebut ada dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain dan dapat meningkatkan kemampuan anak usia dini. kreatif tari etnis. Hasilnya adalah 100% peserta meningkat kemampuannya dalam menyusun kembali koreografi tari etnis Melayu dan Dayak, dan 50% peserta meningkat menyusun kemampuannya model pembelajaran dalam kreatif yang berbasis tari etnis. Dari pengabdian tersebut diperoleh kesimpulan, kemampuan dalam menyusun bahan ajar belum seimbang dengan kemampuan menyusun implemenentasi pembelajarannya. 4. REFERENSI Johnson, Elain B. (2012). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Penerbit Kaifa. Kasihani (2002). Contextual Learning and Teaching – CTL (Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual). Prosiding seminar pendidikan, vol. 2, 2002. Komalasari, Kokom (2011). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama Nurihsan, Ahmad Juntika & Agustin, Mubiar (2011). Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Refika Aditama. Tunas Siliwangi Vol.1, No.1, Oktober 2015: 73-81