MODUL PERKULIAHAN Teori Komunikasi Komunikasi Verbal dan Non Verbal Fakultas Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi Bidang Studi Advertising and Marketing Communication Tatap Muka 10 Kode MK Disusun Oleh MK85004 Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Abstract Kompetensi Komunikasi verbal dan nonverbal merupakan komunikasi yang kerap digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun terkadang penggunaannya masih kontradiktif, pada modul ini akan dibahas mengenai baik komunikasi verbal dan nonverbal agar lebih mudah memahaminya Mahasiswa mampu memahami komunikasi baik verbal maupun non verbal Mengenal Komunikasi Verbal dan Nonverbal setidaknya ada tiga ciri utama yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Pertama, lambang-lambang nonverbal digunakan paling awal sejak kita lahir di dunia ini, sedangkan setelah tumbuh pengetahuan dan kedewasaan kita, barulah bahasa verbal kita pelajari. Kedua, komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding dengan komunikasi nonverbal, sebab bila kita pergi ke luar negeri misalnya dan kits tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh masyarakat di negara tersebut, kita bisa menggunakan isyarat-isyarat nonverbal dengan orang asing yang kita ajak berkomunikasi. Dan ciri yang ketiga adalah, bahwa komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa nonverbal yang lebih merupakan aktivitas emosional. Artinya, bahwa dengan bahasa verbal, sesungguhnya kita mengkomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak, sementara melalui bahasa nonverbal, kita mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian, perasaan dan emosi yang kita miliki. Definisi Sebelum terlalu jauh kita memahami komunikasi verbal dan nonverbal, ada baiknya kita mengawalinya dengan mendeskripsikan definisi atau batasan mengenai komunikasi nonverbal. Mengapa hanya komunikasi nonverbal saja yang didefinisikan? Don Stacks dalam bukunya Introduction to Communication Theory menjelaskan bahwa perhatian untuk mempelajari aspek-aspek dalam komunikasi nonverbal masih sangat kecil, sehingga dari banyak referensi tentang komunikasi antarmanusia, kita lebih banyak menemukan batasan mengenai komunikasi verbal. Dicontohkannya Frank EX Dance dan Carl E. Larson menawarkan lebih dari seratus definisi tentang komunikasi verbal, namun mereka hanya menawarkan satu definisi tentang komunikasi nonverbal. Dengan landasan inilah, kita mencoba untuk lebih banyak memberi penekanan pada definisi komunikasi nonverbal. Secara sederhana, komunikasi nonverbal dapat didefinisikan sebagai berikut: Non berarti tidak, verbal bermakna kata-kata (words), sehingga komunikasi nonverbal dimaknai sebagai komunikasi tanpa kata-kata. Menurut Adler dan Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication, batasan yang sederhana tersebut merupakan langkah awal untuk membedakan apa yang disebut dengan vocal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan mulut dan verbal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan kata-kata. Dengan demikian, definisi kerja dari komunikasi nonverbal adalah pesan lisan dan bukan lisan yang dinyatakan melalui alat lain di luar alat kebahasaan (oral and nonoral messages expressed ‘13 2 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id by other than linguistic means). Untuk memahami dengan lebih jelas, kita dapat melihat tabel mengenai tipe-tipe komunikasi berikut ini. Tabel tipe-tipe komunikasi di atas dapat dibaca sebagai berikut: komunikasi verbal yang termasuk dalam komunikasi vokal adalah bahasa lisan, sedang yang tergolong dalam komunikasi nonvokal adalah bahasa tertulis. Sementara, komunikasi nonverbal yang termasuk dalam komunikasi Vokal adalah nada suara, desah, jeritan dan kualitas vokal; dan yang termasuk dalam klasifikasi komunikasi nonvokal adalah isyarat, gerakan (tubuh), penampilan (fisik), ekspresi wajah dan sebagainya. Atau kita dapat membaca tabel di atas secara terbalik, diawali dengan komunikasi vokal dan nonvokal terlebih dahulu. Batasan lain mengenai komunikasi nonverbal dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya, yaitu. a. Frank EX Dance dan Carl E. Larson: Komunikasi nonverbal adalah sebuah stimuli yang tidak bergantung pada isi simbolik untuk memaknainya (a stimulus not dependent on symbolic content meaning). b. Edward Sapir: Komunikasi nonverbal adalah sebuah kode yang luas yang ditulis tidak di mana pun juga, diketahui oleh tidak seorang pun dan dimengerti oleh semua (an elaborate code that is written nowhere, known to none, and understood by all). c. Malandro dan Barker yang dikutip dari Ilya Sunarwinadi: Komunikasi Antar Budaya memberikan batasan-batasannya sebagai berikut. 1) Komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa kata-kata. 2) Komunikasi nonverbal terjadi bila individu berkomunikasi tanpa menggunakan suara. 3) Komunikasi nonverbal adalah setiap hal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang lain. 4) Komunikasi nonverbal adalah studi mengenai ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak isyarat, bau, perilaku mata dan lain-lain. Perbedaan antara Komunikasi Verbal dan Nonverbal Secara sekilas telah diuraikan pada bagian awal tulisan ini, bahwa antara komunikasi verbal dan nonverbal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti. kedua bahasa tersebut bekerja bersama-sama untuk menciptakan suatu makna. Namun, keduanya juga memiliki perbedaan- perbedaan. Dalam pemikiran Don Stacks dan kawankawan, ada tiga perbedaan utama di antara keduanya yaitu kesengajaan pesan (the intentionality of the message), tingkat simbolisme dalam tindakan atau pesan (the degree of symbolism in the act or message), dan pemrosesan mekanisme (processing mechanism). Kita mencoba untuk menguraikannya satu per satu. ‘13 3 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. Kesengajaan (intentinolity) Satu perbedaan utama antara komunikasi verbal dan nonverbal adalah persepsi mengenai niat (intent). Pada umumnya niat ini menjadi lebih penting ketika kita membicarakan lambang atau kode verbal. Michael Burgoon dan Michael Ruffner menegaskan bahwa sebuah pesan verbal adalah komunikasi kalau pesan tersebut 1) dikirimkan oleh sumber dengan sengaja dan 2) diterima oleh penerima secara sengaja pula. Komunikasi nonverbal tidak banyak dibatasi oleh niat. atau intent tersebut. Persepsi sederhana mengenai niat ini oleh seorang penerima sudah cukup dipertimbangkan menjadi komunikasi nonverbal. Sebab, komunikasi nonverbal cenderung kurang dilakukan dengan sengaja dan kurang halus apabila dibandingkan dengan komunikasi verbal. Selain itu, komunikasi nonverbal mengarah pada norma-norma yang berlaku, sementara niat atau intent tidak terdefinisikan dengan jelas. Misalnya, norma-norma untuk penampilan fisik. Kita semua berpakaian, namun berapa Bering kita dengan sengaja berpakaian untuk sebuah situasi tertentu? Berapa kali seorang teman memberi komentar terhadap penampilan kita? Persepsi receiver mengenai niat ini sudah cukup untuk memenuhi persyaratan guna mendefinisikan komunikasi nonverbal. b. Perbedaan perbedaan simbolik (symbolic differences) Kadang-kadang niat atau intent ini dapat dipahami karena beberapa dampak simbolik dari komunikasi kita. Misalnya, memakai pakaian dengan warna atau model tertentu, mungkin akan dipahami sebagai suatu `pesan' oleh orang lain (misalnya berpakaian dengan warna hitam akan diberi makna sebagai ungkapan ikut berduka cita). Komunikasi verbal dengan sifat-sifatnya merupakan sebuah bentuk komunikasi yang diantarai (mediated form of communication). Dalam arti kita mencoba mengambil kesimpulan terhadap makna apa yang diterapkan pada suatu pilihan kata. Kata-kata yang kita gunakan adalah abstraksi yang telah disepakati maknanya, sehingga komunikasi verbal bersifat intensional dan harus 'dibagi' (shared) di antara orangorang yang terlibat dalam tindak komunikasi. Sebaliknya, komunikasi nonverbal lebih alami, isi beroperasi sebagai norma dan perilaku yang didasarkan pada norma. Mehrabian menjelaskan bahwa komunikasi verbal dipandang lebih eksplisit dibanding bahasa nonverbal yang bersifat implisit. Artinya, isyarat-isyarat verbal dapat didefinisikan melalui sebuah kamus yang eksplisit dan lewat aturan-aturan sintaksis (kalimat), namun hanya ada penjelasan yang samar-samar dan informal mengenai signifikansi beragam perilaku nonverbal. Mengakhiri bahasan mengenai perbedaan simbolik ini, kita mencoba untuk melihat ketidaksamaan antara tanda (sign) dengan lambang (simbol). Tanda adalah sebuah representasi alami dari suatu kejadian atau tindakan. la adalah apa yang kita lihat atau rasakan. Sedangkan lambang merupakan sesuatu yang ditempatkan pada sesuatu yang lain. Lambang merepresentasikan tanda melalui abstraksi. Contoh, tanda dari sebuah kursi adalah kursi itu sendiri, sedangkan lambang adalah bagaimana kita menjelaskan kursi ‘13 4 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tersebut melalui abstraksi. Dengan perkataan lain, apa yang secara fisik menarik bagi kita adalah tanda (sign) dan bagaimana menciptakan perbedaan yang berubah-ubah untuk menunjukkan derajat ketertarikan tersebut adalah lambang (simbol). Komunikasi verbal lebih spesifik dari bahasa nonverbal, dalam arti is dapat dipakai untuk membedakan hal-hal yang sama dalam sebuah cara yang berubah-ubah, sedangkan bahasa nonverbal lebih mengarah pada reaksi-reaksi alami seperti perasaan atau emosi. c. Mekanisme pemrosesan (processing mechanism) Perbedaan ketiga antara komunikasi verbal dan nonverbal berkaitan dengan bagaimana kita memproses informasi. Semua informasi termasuk komunikasi diproses melalui otak, kemudian otak kita menafsirkan informasi ini lewat pikiran yang berfungsi mengendalikan perilaku- perilaku fisiologis (refleks) dan sosiologis (perilaku yang dipelajari dan perilaku sosial). Satu perbedaan utama dalam pemrosesan adalah dalam tipe informasi pada setiap belahan otak. Secara tipikal, belahan otak sebelah kiri adalah tipe informasi yang lebih tidak berkesinambungan dan berubah-ubah, sementara belahan otak sebelah kanan, tipe informasinya Iebih berkesinambungan dan alami (pada uraian di bawah, Malandro dan Barker juga menjelaskan mengenai hal ini). Berdasarkan pada perbedaan tersebut, pesanpesan verbal dan nonverbal berbeda dalam konteks struktur pesannya. Komunikasi nonverbal kurang terstruktur. Aturan-aturan yang ada ketika kita berkomunikasi secara nonverbal adalah lebih sederhana dibanding komunikasi verbal yang mempersyaratkan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis. Komunikasi nonverbal secara tipikal diekspresikan pada saat tindak komunikasi berlangsung. Tidak seperti komunikasi verbal, bahasa nonverbal tidak bisa mengekspresikan peristiwa komunikasi di masa lalu atau masa mendatang. Selain itu, komunikasi nonverbal mempersyaratkan sebuah pemahaman mengenai konteks di mana interaksi tersebut terjadi, sebaliknya komunikasi verbal justru menciptakan konteks tersebut. Perbedaan lain tentang komunikasi verbal dan nonverbal dapat dilihat dari dimensidimensi yang dimiliki keduanya. Gagasan ini dicetuskan oleh Malandro dan Barker seperti yang dikutip dalam buku Komunikasi Antar Budaya tulisan Dra. Ilya Sunarwinadi, M.A. a) Struktur >< Nonstruktur Komunikasi verbal sangat terstruktur dan mempunyai hukum atau aturan-aturan tata bahasa. Dalam komunikasi nonverbal hampir tidak ada atau tidak ada sama sekali struktur formal yang mengarahkan komunikasi. Kebanyakan komunikasi nonverbal terjadi secara tidak disadari, tanpa urut-urutan kejadian, yang dapat diramalkan sebelumnya. Tanpa pola yang jelas, perilaku nonverbal yang sama dapat memberi arti yang berbeda pada saat yang berlainan. b) ‘13 Linguistik >< Nonlinguistik 5 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Linguistik adalah ilmu yang mempelajari anal usul, struktur, sejarah, variasi regional dan ciri-ciri fonetik dari bahasa. Dengan kata lain, linguistik mempelajari macam-macam segi bahasa verbal, yaitu suatu sistem dari lambang-lambang yang sudah diatur pemberian maknanya. Sebaliknya. pada komunikasi nonverbal, karena tidak adanya struktur khusus, maka sulit untuk memberi makna pada lambang. Belum ada sistem bahasa nonverbal yang didokumentasikan, walaupun ada usaha untuk memberikan arti khusus pada ekspresi-ekspresi wajah tertentu. Beberapa teori mungkin akan memberikan pengecualian pada bahasa kaum tunarungu yang berlaku universal, sekalipun ada juga lambang-lambangnya yang bersifat unik. c) Sinambung (continuous) >< Tidak Sinambung (discontinuous) Komunikasi nonverbal dianggap bersifat sinambung, sementara komunikasi verbal didasarkan pada unit-unit yang terputus-putus. Komunikasi nonverbal baru berhenti bila orang yang terlibat di dalamnya meninggalkan suatu tempat. Tetapi selama tubuh, wajah dan kehadiran kita masih dapat dipersepsikan oleh orang lain atau diri kita sendiri, berarti komunikasi nonverbal dapat terjadi. Tidak sama halnya dengan kata-kata dan simbol dalam komunikasi verbal yang mempunyai titik awal dan akhir yang pasti. d) Dipelajari ><Didapat secara Ilmiah Jarang sekali individu yang diajarkan cara untuk berkomunikasi secara nonverbal. Biasanya is hanya mengamati dan mengalaminya. Bahkan ada yang berpendapat bahwa manusia lahir dengan naluri-naluri dasar nonverbal. Sebaliknya komunikasi verbal adalah sesuatu yang harus dipelajari. e) Pemrosesan dalam Bagian Otak sebelah Kiri >< Pemrosesan dalam Bagian Otak sebelah Kanan Pendekatan neurofisiologik melihat perbedaan dalam pemrosesan stimuli verbal dan nonverbal pada diri manusia. Pendekatan ini menjelaskan bagaimana kebanyakan stimuli nonverbal diproses dalam bagian otak sebelah kanan, sedangkan stimuli verbal yang memerlukan analisis dan penalaran, diproses dalam bagian otak sebelah kiri. Dengan adanya perbedaan ini, maka kemampuan untuk mengirim dan menerima pesan berbeda pula. Masih dalam buku Komunikasi Antar Budaya karya Ilya Sunarwinadi Samovar, Porter dan Jain melihat perbedaan antara komunikasi verbal dan nonverbal dalam hal sebagai berikut. ‘13 6 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a) Banyak perilaku nonverbal yang diatur oleh dorongan-dorongan biologik. Sebaliknya komunikasi verbal diatur oleh aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang dibuat oleh manusia, seperti sintaks dan tata bahasa. Misalnya, kita bisa secara sadar memutuskan untuk berbicara, tetapi dalam berbicara secara tidak sadar pipi menjadi memerah dan mata berkedip terusmenerus. b) Banyak komunikasi nonverbal serta lambang-lambangnya yang bermakna universal. Sedangkan komunikasi verbal lebih banyak yang bersifat spesifik bagi kebudayaan tertentu. c) Dalam komunikasi nonverbal bisa dilakukan beberapa tindakan sekaligus dalam suatu waktu tertentu, sementara komunikasi verbal terikat pada urutan waktu. d) Komunikasi nonverbal dipelajari sejak usia sangat dini. Sedangkan penggunaan lambang berupa kata sebagai alat komunikasi membutuhkan masa sosialisasi sampai pada tingkat tertentu. e) Komunikasi nonverbal lebih dapat memberi dampak emosional dibanding komunikasi verbal. Fungsi Komunikasi Verbal dan Nonverbal Meskipun komunikasi verbal dan nonverbal memiliki perbedaan- perbedaan, namun keduanya dibutuhkan untuk berlangsungnya tindak komunikasi yang efektif. Fungsi dari lambang-lambang verbal maupun nonverbal adalah untuk memproduksi makna yang komunikatif. Secara historis, kode nonverbal sebagai suatu multi saluran akan mengubah pesan verbal melalui enam fungsi: pengulangan (repetition), berlawanan (contradiction), pengganti (substitution), pengaturan (regulation), penekanan (accentuation) dan pelengkap (complementation). Dalam tahun 1965, Paul Ekman menjelaskan bahwa pesan nonverbal akan mengulang atau meneguhkan pesan verbal. Misalnya dalam suatu lelang, kita mengacungkan satu jari untuk menunjukkan jumlah tawaran yang kita minta, sementara secara verbal kila mengatakan "satu'. Pesan-pesan nonverbal juga berfungsi untuk mengkontradiksikan atau menegaskan pesan verbal seperti dalam sarkasme atau sindiriansindiran tajam. Kadang-kadang, komunikasi nonverbal mengganti pesan verbal. Misalnya, kita tidak perlu secara verbal menyatakan kata "menang", namun cukup hanya mengacungkan dua jari kita membentuk huruf `V' (victory) yang bermakna kemenangan. Fungsi lain dari komunikasi nonverbal adalah mengatur pesan verbal. Pesan-pesan nonverbal berfungsi untuk mengendalikan sebuah interaksi dalam suatu cara yang sesuai dan halus, seperti misalnya anggukan kepala selama percakapan berlangsung. Selain itu, komunikasi nonverbal juga memberi penekanan kepada pesan verbal, seperti mengacungkan kepalan tangan. Dan akhirnya fungsi komunikasi nonverbal adalah ‘13 7 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pelengkap pesan verbal dengan mengubah pesan verbal, seperti tersenyum untuk menunjukkan rasa bahagia kita. Pemikiran yang sama juga diungkapkan oleh Samovar (Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya), bahwa dalam suatu peristiwa komunikasi, perilaku nonverbal digunakan secara bersama-sama dengan Bahasa verbal: a. Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal. Misalnya menyatakan terima kasih dengan tersenyum. b. Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal. Misalnya menyatakan arah tempat dengan menjelaskan "Perpustakaan Universitas Terbuka terletak di belakang gedung ini", kemudian mengulang pesan yang sama dengan menunjuk arahnya. c. Tindak komunikasi nonverbal melengkapi pernyataan verbal, misalnya mengatakan maaf pada teman karena tidak dapat meminjamkan uang; dan agar lebih percaya, pernyataan itu ditambah lagi dengan ekspresi muka sungguh-sungguh atau memperlihatkan saku atau dompet yang kosong. d. Perilaku nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal. misalnya menyatakan rasa haru tidak dengan kata-kata, melainkan dengan mata yang berlinang-linang. Dalam perkembangannya sekarang ini, fungsi komunikasi nonverbal dipandang sebagai pesan-pesan yang holistik, lebih dari pada sebagai sebuah fungsi pemrosesan informasi yang sederhana. Fungsi-fungsi holistik mencakup identifikasi, pembentukan dan manajemen kesan, muslihat, emosi dan struktur percakapan. Karenanya, komunikasi nonverbal terutama berfungsi mengendalikan (controlling), dalam arti kita berusaha supaya orang lain dapat melakukan apa yang kita perintahkan. Hickson dan Stacks menegaskan bahwa fungsi-fungsi holistik tersebut dapat diturunkan dalam 8 fungsi, yaitu pengendalian terhadap percakapan, kontrol terhadap perilaku orang lain, ketertarikan atau kesenangan, penolakan atau ketidaksenangan, peragaan informasi kognitif, peragaan informasi afektif, penipuan diri (self- deception) dan muslihat terhadap orang lain. Komunikasi nonverbal digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti atau bahkan tidak dapat dipahami. Keduanya, komunikasi verbal dan nonverbal, kurang dapat beroperasi secara terpisah, satu sama lain saling membutuhkan guna mencapai komunikasi yang efektif. Komunikasi Non Verbal dalam Kegiatan Belajar 2 berikut ini, kits akan mempelajari komunikasi nonverbal dengan lebih mendalam. Pembahasan akan mencakup bagaimana kita memahami komunikasi nonverbal dan deskripsi ringkas mengenai sejarah komunikasi nonverbal. Bagaimana kita memahami komunikasi nonverbal, setidaknya dapat kita lihat dari dua nisi. Pertama, karakteristik komunikasi nonverbal yang meliputi eksistensinya, perannya dalam mentransmisikan perasaan, sifat menduanya, dan keterikatannya dengan suatu budaya tertentu. Selain itu, upaya untuk memahami komunikasi nonverbal dapat pula dilihat dari ‘13 8 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kategorinya yang mencakup postur, isyarat (gestural), penggunaan wajah dan mata, suara, sentuhan, cara berpakaian, dan sebagainya. Pada bagian lain, kita akan mempelajani jugasejarah singkat komunikasi nonverbal dari masa Yunani dan Romawi sampai pendekatan yang sekarang digunakan. Karenanya, mempelajari dengan sungguh-sungguh materi yang ada dalam Kegiatan Belajar 2 ini merupakan langkah awal untuk dapat memahami komunikasi manusia secara verbal dan nonverbal. A. MEMAHAMI KOMUNIKASI NONVERBAL 1. Karakteristik Komunikasi Nonverbal Komunikasi nonverbal sebagaimana yang telah diuraikan dalam Kegiatan Belajar 1, terdiri dari pesan-pesan yang dinyatakan melalui alat-alat nonlinguistik. Namun demikian, kurang tepat apabila kita mempunyai pikiran bahwa semua ekspresi yang tanpa kata-kata (wordless) merupakan komunikasi nonverbal atau semua pernyataan yang terungkapkan secara lisan merupakan komunikasi verbal (pelajari kembali tabel mengenai tipe-tipe komunikasi yang ada pada Kegiatan Belajar 1). Menurut Ronald Adler dan George Rodman, komunikasi nonverbal memiliki empat karakteristik yaitu keberadaannya, kemampuannya menyampaikan pesan tanpa bahasa verbal, sifat ambiguitasnya dan keterikatannya dalam suatu kultur tertentu. Eksistensi atau keberadaan komunikasi nonverbal akan dapat diamati ketika kita melakukan tindak komunikasi secara verbal, maupun pada saat bahasa verbal tidak digunakan. Atau dengan kata lain, komunikasi nonverbal akan selalu muncul dalam setiap tindakan komunikasi, disadari maupun tidak disadari. Keberadaan komunikasi nonverbal ini pada gilirannya akan membawa kepada cirinya yang lain, yaitu bahwa kita dapat berkomunikasi secara nonverbal, karena setiap orang mampu mengirim pesan secara nonverbal kepada orang lain, tanpa menggunakan tanda-tanda verbal. Karakteristik lain dari komunikasi nonverbal adalah sifat ambiguitasnya, dalam arti ada banyak kemungkinan penafsiran terhadap setiap perilaku. Sifat ambigu atau mendua ini sangat penting bagi penerima (receiver) untuk menguji setiap interpretasi sebelum sampai pada kesimpulan tentang makna dari suatu pesan nonverbal. Dan karakteristik terakhir adalah bahwa komunikasi nonverbal terikat dalam suatu kultur atau budaya tertentu. Maksudnya, perilaku-perilaku yang memiliki makna khusus dalam satu budaya, akan mengekspresikan pesan-pesan yang berbeda dalam ikatan kultur yang lain. 2. Kategori Komunikasi Nonverbal Kategori komunikasi nonverbal yang dimaksudkan dalam bahasan ini adalah beragam cara yang digunakan orang-orang untuk berkomunikasi secara nonverbal, yaitu vocalics atau paralanguage, kinesics yang mencakup gerakan tubuh, lengan, dan kaki, serta ekspresi wajah (facial expression), perilaku mata (eye behavior), ‘13 9 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id lingkungan yang mencakup objek benda dan artifak, proxemics: yang merupakan ruang dan teritori pribadi, haptics (sentuhan), penampilan fisik (tubuh dan cara berpakaian), chronemics (waktu), dan olfaction (bau). Dalam tindak komunikasi sehari-hari, kita lebih banyak mempunyai output dan input vokal dibanding dengan kata-kata yang kita ungkapkan secara lisan. Output dan input vokal inilah yang kita sebut sebagai vocalics atau paralanguage. Contoh nyata dari kategori komunikasi nonverbal ini adalah desah (sighing), menjerit (screaming), merintih (groaning), menelan (swallowing) menguap (yawning), di samping bentuk-bentuk seperti jeda, intonasi, dan penekanan dalam pembicaraan lisan. Kategori lain dari komunikasi nonverbal adalah kinesics. Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, ekspresi wajah kita akan selalu berubah tanpa melihat apakah kita sedang berbicara atau mendengarkan. Paul Ekman dan Wallace Friesen telah mengidentifikasikan enam emosi dasar bahwa ekspresi wajah mencerminkan keheranan, ketakutan, kemarahan, kebahagiaan, kesedihan, dan kebencian atau kejijikan. Bentuk lain dari kinesics adalah gerakan tangan, kaki dan kepala. Orang- orang yang terlibat dalam tindak komunikasi sering menggerakkan kepala dan tangannya selama interaksi berlangsung. Beberapa dari gerakan kepala dan tangan tersebut dilakukan secara sadar dan beberapa lainnya dilaksanakan secara tidak sengaja, namun semuanya memiliki makna. Gerakan tangan cenderung digunakan paling banyak oleh orang yang sedang berbicara, sedangkan pendengar cenderung, memakai gerakan kepala. Gerakan kepala yang paling umum digunakan oleh orang-orang yang sedang mendengar adalah anggukan dan gelengan kepala. Gerakan kepala yang lain adalah dengan mengernyitkan atau mengerutkan dahi. Gerakan ini bermakna bahwa orang yang sedang mendengarkan memberikan umpan balik (feedback) kepada pembicara. Gerakan tangan menyajikan banyak fungsi pesan bagi pembicara selama interaksi berlangsung, yaitu menegaskan atau menjelaskan apa yang dikatakan, memberi penekanan pada pembicaraan dan mengilustrasikan apa yang sedang dikatakan. Selain itu, ada jugs gerakan tangan yang tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap apa yang sedang dikatakan. Tujuan dari gerakan tangan ini adalah untuk menunjukkan intensitas pesan, misalnya berjabat tangan dengan cepat untuk mengekspresikan kegembiraan. Aspek komunikatif yang utama dari perilaku mata adalah siapa dan apa yang sedang kita lihat dan untuk berapa lama. Mata kita merupakan saluran komunikasi nonverbal yang penting, tidak hanya selama interaksi tetapi jugs sebelum dan sesudah interaksi berakhir. Dengan memelihara kontak mata dan tersenyum, orang-orang yang terlibat mengindikasikan bahwa mereka tertarik dengan persoalan yang sedang diperbincangkan. Kategori selanjutnya dari komunikasi nonverbal adalah proxemics, yaitu suatu cara bagaimana orang-orang ‘13 10 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang terlibat dalam suatu tindak komunikasi berusaha untuk merasakan dan menggunakan ruang (space). Antropolog Edward T. Hall mendefinisikan empat jarak yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, Ia menjelaskan bahwa kita memilih satu jarak khusus bergantung pada bagaimana kita merasakan terhadap orang lain pada suatu situasi tertentu, konteks percakapan dan tujuan-tujuan pribadi kita. Keempat jarak tersebut adalah intimate distance, personal distance, social distance dan public distance. Namun empat jarak yang dikemukakan oleh Hal ini hanya menggambarkan perilaku orang-orang dari Amerika Utara dan sangat mungkin berbeda dengan orang-orang yang berasal dari budaya lain. Adapun klasifikasi Hall tersebut adalah sebagai berikut. a. Intimate Distance Percakapan dalam jarak yang akrab ini berlangsung dengan bisikan atau suara yang sangat pelan. Dalam jarak ini, orang-orang yang berkomunikasi secara emosional sangat dekat dan dalam situasi yang sangat pribadi. Orang-orang yang terlibat dalam interaksi dengan jarak yang akrab ini merupakan suatu tanda bahwa di antara mereka tumbuh rasa saling percaya. Namun demikian, interaksi dalam jarak yang akrab ini juga terjadi dalam lingkungan yang kurang akrab, seperti ketika kita berobat ke dokter. b. Personal distance Dalam jarak personal ini, kontak komunikasi yang berlangsung masih tertutup, namun percakapan-percakapannya tidak lagi bersifat pribadi dibanding dengan interaksi dalam jarak akrab. c. Social distance Interaksi yang berlangsung dalam jarak sosial ini biasanya terjadi dalam situasi bisnis, misalnya interaksi antara salesman/girl dengan para calon pembeli/pelanggan. Dalam kontak komunikasi ini, suara yang lebih keras sangat dibutuhkan, d. Public distance Contoh nyata dari komunikasi yang menggunakanjarak publik ini adalah perkuliahan dalam kelas dan pidato yang disampaikan pada suatu ruang tertentu. Dalam jarak publik ini, komunikasi yang bersifat dua arah (twoway traffic) sulit untuk dilaksanakan, sebab ada jarak yang cukup jauh antara pembicara dengan para pendengarnya. Faktor lingkungan sebagai salah satu karakteristik penandaan nonverbal dapat berupa lingkungan atau benda-benda yang digunakan atau dimiliki seseorang yang dapat merefleksikan makna tertentu yang berkaitan dengan orang tersebut. Misalnya, ketika kita memasuki ruang atau rumah seseorang, dengan segera kita dapat memperoleh kesan mengenai kepribadian penghuninya. Demikian pula dengan kesan yang kita berikan pada seseorang dengan melihat mobil yang dikendarainya, perabot rumahnya, asesorisnya, dan sebagainya. Hal ini terjadi karena orang cenderung memilih benda atau lingkungan yang dapat merefleksikan citra diri dan kepribadiannya. Penampilan fisik acapkali mengekspresikan penandaan nonverbal tertentu. Hal ini dapat kita rasakan ketika memberikan stereotipe tertentu yang berkaitan dengan keadaan fisik ‘13 11 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id seseorang. Misalnya orang yang gemuk dianggap sebagai periang dan orang yang kurus sebagai orang yang serius. Demikian pula dengan panjang atau potongan rambut tertentu. Beberapa karakter fisik lainnya yang dianggap berperan dalam penandaan nonverbal mencakup berat badan, tinggi badan, wama kulit, kontur wajah, dan berbagai jenis bekas luka atau cacat fisik. Sementara itu atribut lain yang berhubungan erat dengan penampilan fisik, dan sangat jelas berperan sebagai penanda makna tertentu adalah cars berpakaian. Biasanya ketika orang memilih dan memutuskan untuk memakai pakaian tertentu, maka dia secara sadar telah menggunakan tanda nonverbal untuk mengekspresikan makna melalui kesan tertentu dalam penampilannya. Seperti dikemukakan oleh Ronald B. Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication, bahwa salah satu kategori komunikasi nonverbal yang penting adalah clothing atau cara berpakaian. Pakaian yang dikenakan merupakan satu alat komunikasi. Orang-orang dengan sengaja mengirimkan pesan tentang diri mereka melalui apa yang mereka kenakan dan kits berusaha menginterpretasikannya berdasarkan pada pakaian yang dikenakan. Dengan demikian, pakaian tidak hanya melindungi kita dari panas dan dingin, namun melalui pakaian dapat menjadi indikator dari status sosial ekonomi seseorang, penanda dari peranperan tertentu (ABRI, Pegawai Negeri Sipil) dan sebagainya. Haptics atau sentuhan atau kontak tubuh dikatakan oleh Emmert dan Donaghy sebagai cara terbaik untuk mengkomunikasikan sikap pribadi, baik yang positif maupun yang negatif. Frekuensi dan durasi sentuhan dapat menjadi indikator tentang persahabatan dan rasa suka di antara orang yang melakukannya. Sentuhan dapat pula menjadi indikator yang paling ekstrim dari rasa tidak suka atau kemarahan, seperti menampar, menyepak, memukul, dan sebagainya. Cara-cara atau bentuk sentuhan dapat pula menunjukkan posisi orang dalam hubungan dengan orang lainnya, khususnya dalam pengertian dominan dan submisif (seperti mengelus kepala, mencium tangan, dan sebagainya). Waktu atau chronemics juga dapat menjadi penanda nonverbal yang digunakan ketika seseorang berkomunikasi. Bentuk nyata yang dapat kita rasakan adalah mengenai orang yang tepat/tidak tepat waktu, orang yang mengulur-ulur waktu untuk menyampaikan pesan bahwa dia tidak menyukai apa yang sedang dilakukannya, dan sebagainya. 3. Deskripsi Historis Komunikasi Nonverbal Kajian pertama mengenai komunikasi nonverbal ditemukan pada zaman Aristoteles sekitar 400 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Namun studi ilmiahnya yang berkaitan dengan retorika, barn dilakukan pada zaman Yunani dan Romawi Kuno. Karya Cicero, Pronuntiatio atau cara berpidato, mungkin yang pertama kali memperlakukan komunikasi nonverbal secara sistematis. Bagaimanapun juga, karyanya telah ‘13 12 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dibatasi untuk menggunakan suara dan gerakan-gerakan ragawi dalam konteks public speaking. Dari hasil karya Cicero ini, kemudian orang lain mengkaji pengaruh bahasa nonverbal terhadap komunikasi dalam hampir keseluruhan situasi public speaking. Dalam tahun 1775, Joshua Steele memusatkan kajiannya mengenai komunikasi nonverbal pada suara sebagai satu instrumen atau pada suatu konsep yang disebut Prosody. Konsep dari Steele ini menjelaskan bahwa bahasa dalam drama atau puisi dapat "dibaca" hampir seperti notasi musik. Kemudian pada tahun 1806, Gilbert Austin mengkonsentrasikan kajiannya pada gerakan-gerakan badan yang dihubungkan dengan bahasa. Pendekatan ini menghasilkan sebuah sistem yang disebut dengan elocutionary system di mana isyarat-isyarat yang" pantas" dipelajari dan digunakan dalam pertunjukan drama. Elocutionary system adalah seni deklamasi atau keahlian membaca/mengucapkan kalimat dengan logat dan lagu yang baik di muka umum. Kajian yang lebih kompleks tentang komunikasi nonverbal dikembangkan oleh Francois Delsarte. Delsarte menggabungkan suara dan gerakan-gerakan badan sekaligus. Dalam kajiannya tersebut, Delsarte berusaha meyakinkan bahwa pesanpesan atau komunikasi secara nonverbal merupakan "agents of the heart". Pendekatan Teori Komunikasi Non Verbal Permulaan dari studi komunikasi nonverbal modern seringkali diidentifikasikan dengan karya Darwin: The Expression of Emotions in Man and Animals. Perhatian Darwin terhadap komunikasi nonverbal terutama berkaitan dengan fungsinya sebagai sebuah teori untuk menjelaskan mengenai penampilan (theory of performance), sebuah cara berpidato yang mengindikasikan suasana hati, sikap atau perasaan. Dari karya Darwin ini, perhatian terhadap komunikasi nonverbal telah memunculkan kajian antardisiplin. Dari hasil karyanya pula, telah dikembangkan tiga perspektif teoritis, yaitu the ethological approach (studi mengenai kesamaan-kesamaan antara perilaku manusia dengan perilaku binatang), the anthropological approach dan the functional approach. Dari ketiga pendekatan ini muncul ‘13 13 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sejumlah teori-teori yang menjelaskan tentang fenomena nonverbal yang dapat diterapkan dalam konteks komunikasi. 1. Ethological Approach (Pendekatan Etologi) Menurut Darwin, emosi manusia seperti halnya emosi dari binatang dapat dilihat dari wajahnya. Darwin mengasumsikan bahwa komunikasi nonverbal dari makhluk hidup (species) yang berbeda sebenarnya adalah sama. Orang-orang yang mendukung pandangan Darwin seperti Morris, Ekman dan Friesen percaya bahwa ekspresi nonverbal pada budaya mana pun esensinya sama, karena komunikasi nonverbal tidak dipelajari, is adalah bagian alami dari keberadaan manusia. Dua contoh etologis yang sering disebut-sebut adalah senyuman dan ekspresi wajah yang dapat ditemukan pada kultur mana pun juga. a. Teori struktur kumulatif Dalam teorinya ini, Ekman dan Friesen memfokuskan analisisnya pada makna yang diasosiasikan dengan kinesic. Teori mereka disebut cumulative structure atau meaning centered karena lebih banyak membahas mengenai makna yang berkaitan dengan gerak tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur perilaku. Mereka beranggapan bahwa seluruh komunikasi nonverbal merefleksikan dua hal: apakah suatu tindakan yang disengaja dan apakah tindakan harus menyertai pesan verbal. Hal ini dapat dicontohkan pada kasus ketika seseorang menceritakan sesuatu sambil gerak tangannya yang menunjukkan tinggi dan ekspresi wajah yang gembira. Gerak tangan yang menunjukkan tinggi ini tidak akan memiliki arti tanpa disertai ungkapan verbal, jadi tindakan ini disengaja dan memiliki makna tertentu. Lain halnya dengan ekspresi wajah yang gembira, yang dapat berdiri sendiri dan dapat diartikan tanpa bantuan pesan verbal. Meskipun demikian, kedua tindakan tersebut telah menambahkan kepada makna yang berkaitan dengan interaksi antara kedua orang tersebut, dan ini oleh Ekman dan Friesen disebut sebagai `expressive behavior'. Selanjutnya, Ekman dan Friesen mengidentifikasi lima kategori dari expressive behavior yaitu emblem, ilustrator, regulator, adaptor, dan penggambaran perasaan, di mana masing-masing memberikan kedalaman pada makna yang berkaitan dengan situasi komunikasi. Emblem adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang disengaja, dan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contohnya adalah setuju, pujian, atau ucapan selamat jalan yang dapat digantikan dengan anggukan kepala, acungan jempol, atau lambaian tangan. Ilustrator adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang mendukung dan melengkapi pesan verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan penjelasan untuk menunjukkan bahwa yang dibicarakan adalah persoalan serius, atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang ‘13 14 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dibicarakan. Sementara itu, regulator adalah tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan, misalnya mengenai giliran berbicara. Bentuk-bentuk lain dari regulator dalam percakapan antara lain adalah senyuman, anggukan kepala, tangan yang menunjuk, mengangkat alis, orientasi tubuh, dan sebagainya, yang kesemuanya berperan dalam mengatur anus informasi pada suatu situasi percakapan. Kategori keempat adalah adaptor yaitu tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan menciptakan kenyamanan bagi tubuh atau emosi. Terdapat dua subkategori dari adaptor, yaitu: `self' (seperti menggaruk kepala, menyentuh dagu atau hidung) dan `object' (menggigit pinsil, memainkan kunci).. Perilaku ini biasanya dipandang sebagai refleksi kecemasan atau perilaku negatif. Kategori kelima adalah penggambaran emosi atau `affect display' yang dapat disengaja maupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri. Menurut Ekman dan Friesen, terdapat tujuh bentuk affect display yang pengungkapannya cukup universal, yaitu: marah, menghina, malu, takut, gembira, sedih, dan terkejut. Mereka mengemukakan pula bahwa beberapa affect display yang berbeda dapat diungkapkan secara bersamaan, dan bentuk seperti ini disebut "affect bland". b. Teori tindakan (Action theory) Morris juga mengemukakan suatu pandangan mengenai kinesic yang lebih didasarkan pada tindakan. Dia mengasumsikan bahwa perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbagi ke dalam suatu rangkaian panjang peristiwa yang terpisah-pisah. Menurutnya, terdapat lima kategori yang berbeda dalam tindakan yaitu: pembawaan (inborn), ditemukan (discovered), diserap (absorb), dilatih (trained), dan campuran (mixed). Inborn merupakan insting yang dimiliki sejak lahir, seperti perilaku menyusu. Discovered diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetik tubuh, seperti menyilangkan kaki. Absorbed. Diperoleh secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang lain (biasanya teman) seperti meniru ekspresi atau gerakan seseorang. Trained diperoleh dengan belajar, seperti berjalan, mengetik dan sebagainya. Sedangkan mixed actions diperoleh melalui berbagai macam cara yang mencakup keempat hal di atas. 2. Anthropological Approach (Pendekatan Anthropologis) Pendekatan antropologis menganggap komunikasi nonverbal terpengaruh oleh kultur atau masyarakat, dan pendekatan ini diwakili oleh dua teori yang dikemukakan oleh Birdwhistell dan Edward T. Hall. a. Analogi Linguistik ‘13 15 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam teorinya ini Birdwhistell mengasumsikan bahwa komunikasi nonverbal memiliki struktur yang sama dengan komunikasi verbal. Bahasa distrukturkan atas bunyi dan kombinasi bunyi yang membentuk apa yang kita sebut kata. Kombinasi kata dalam suatu konteks akan membentuk kalimat, dan berikutnya kombinasi kalimat akan membentuk paragraf. Birdwhistell mengemukakan bahwa hal yang sama terjadi dalam konteks nonverbal, yaitu terdapat `bunyi nonverbal' yang disebut allokines (satuan gerakan tubuh terkecil yang sering kali tidak dapat dideteksi). Kombinasi allokines akan membentuk trines dalam suatu bentuk yang serupa dengan bahasa verbal, yang dalam teori ini disebut sebagai analogi linguistik. Teori ini mendasarkan penjelasannya pada enam asumsi sebagai berikut. 1. Terdapat tingkat Baling ketergantungan yang tinggi antara kelima indera manusia, yang bersama-sama dengan ungkapan verbal akan membentuk `infracommunicational system'. 2. Komunikasi kinesic berbeda antarkultur dan bahkan antara mikrokultur. 3. Tidak ada simbol bahasa tubuh yang universal. 4. Prinsip-prinsip pengulangan (redundancy) tidak terdapat pada perilaku kinesic. 5. Perilaku kinesic lebih primitif dan kurang terkendali dibanding komunikasi verbal. 6. Kita harus membandingkan tanda-tanda nonverbal secara berulang-ulang sebelum kita dapat memberikan interpretasi yang akurat. Keenam prinsip yang mendasari analogi linguistik ini pada dasarnya menyatakan bahwa kelima indera kita berinteraksi atau bekerja bersama- sama untuk menciptakan persepsi, dan dalam setiap situasi, satu atau lebih indera kita akan mendominasi indera lainnya. Menurut Birdwhistell, perilaku kinesic bersifat unik bagi tiap kultur atau subkultur, sehingga perbedaan individu dalam komunikasi nonverbal merupakan fungsi kultur atau subkultur di mana individu tersebut berada. Oleh karenanya, kultur harus diperhitungkan dalam studi tentang komunikasi nonverbal. Prinsip ketiga menegaskan kembali bahwa perilaku nonverbal lebih banyak diperoleh sebagai hasil belajar daripada faktor genetik yang diturunkan antar generasi. Dia juga menganggap bahwa komunikasi nonverbal lebih bersifat melengkapi komunikasi verbal dari pada mengulang atau menggantikannya, yaitu keduanya bekerja bersama- sama dalam menghasilkan makna. Dan akhirnya, karena komunikasi nonverbal tidak selalu dilakukan secara sadar dan lebih bersifat primitif, kita cenderung untuk melupakan apa yang kita 'katakan' secara nonverbal. Selanjutnya Birdwhistell ‘13 16 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menjelaskan bahwa fenomena parakinesic (yaitu kombinasi gerakan yang dihubungkan dengan komunikasi verbal) dapat dipelajari melalui struktur gerakan. Struktur ini mencakup tiga faktor yaitu: intensitas dari tegangan yang tampak dari otot, durasi dari gerakan yang tampak, dan luasnya gerakan. Dari faktor-faktor ini kita dapat mengenal isi berbagai klasifikasi gerakan/perilaku yang meliputi allokine, kine, kineme (pengelompokan kine yang artinya menyerupai suatu `kata' dalam bahasa), dan kinemorpheme (yang menyerupai kalimat dalam konteks bahasa). Jadi kita dapat menganalisis komunikasi nonverbal seperti jika kita melakukannya pada komunikasi verbal, namun kita mengganti unit analisisnya dari `bunyi dan kata' menjadi `gerak dan gerakan'. b. Analogi kultural Analogi kultural yang dikemukakan oleh Edward T. Hall membahas komunikasi nonverbal dari aspek proxemics dan chronemics. Teori Hall mengenai proxemico mengacu kepada penggunaan "ruang" sebagai ekspresi spesifik dari kultur. Teori Hall mencakup batasan-batasan mengenai ruang yang disebutnya sebagai lingkungan (artifactual), teritorial, dan personal. Lebih lanjut dia mengemukakan adanya tiga jenis ruang, masingmasing dengan norma dan ekspektasi yang berbeda, yaitu: informal space, ruang terdekat yang mengitari kita (personal space); fixed feature space' yaitu benda di lingkungan kita yang relatif sulit bergerak atau dipindahkan seperti rumah, tembok, dan sebagainya; dan `semifixed feature space', yaitu barang-barang yang dapat dipindahkan yang berada dalam fixed-feature space. Salah satu aspek terpenting dari teori Hall adalah kajiannya mengenai preferensi dalam personal space. Menurutnya, preferensi ruang seseorang ditentukan oleh delapan faktor yang saling terkait yang ditemukan dalam tiap kultur. Pertama adalah, jenis kelamin dan posisi dari orang yang sating berinteraksi, yaitu lelaki atau perempuan, dan apakah mereka duduk, berdiri, dan sebagainya. Kedua, sudut pandangan atau "angle" yang terbentuk oleh bahu dan dada/punggung dari orang yang berkomunikasi (faktor sociofugalsociopetal axis). Ketiga, posisi badan ketika berkomunikasi yang berada dalam jarak sentuhan (faktor kinesthetic). Keempat, sentuhan dan jenis sentuhan (faktor zeroproxemic). Kelima, frekuensi dan cara-cara kontak mata (faktor visual code). Keenam, persepsi tentang panas tubuh yang dapat dirasakan ketika berinteraksi (faktor thermal code). Ketujuh, odor atau bau yang tercium ketika berinteraksi (faktor olfactory code). Delapan, kerasnya atau volume suara dalam interaksi (faktor voice loudness). Dalam analisisnya mengenai chronemics atau waktu sebagai salah satu tanda nonverbal, Hall mengemukakan bahwa norma-norma waktu ditemukan dalam berbagai kultur dalam bentuknya yang berbeda-beda. Waktu memiliki apa yang disebut dengan `formal time, 'informal time , dan 'technical time' Formal time mencakup susunan dan siklus, memiliki nilai, memiliki durasi dan kedalaman. Informal time biasanya didefinisikan secara lebih longgar ‘13 17 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dalam kultur, dan bekerja pada tataran psikologis atau sosiologis, serta diungkapkan melalui individu atau kelompok. Penggunaannya dapat berupa ungkapan `sebentar lagi', `nanti', atau `sekarang'. Sedangkan technical time menggambarkan penggunaan waktu secara lebih spesifik, seperti `kilometer perjam', `tahun matahari' atau `meter per detik'. 3. Functional Approach (Pendekatan Fungsional) Pendekatan fungsional memandang komunikasi nonverbal sebagai bertujuan dan dibatasi oleh suatu kerangka waktu tertentu. Ini berbeda dari pendekatan ethologis di mana komunikasi nonverbal dipandang sebagai suatu proses evolusi yang berkesinambungan dari spesies yang lebih rendah sampai kepada manusia. Ini juga berbeda dari pendekatan antropologis di mana fungsi tertentu dapat terjadi dalam setiap kultur. Dalam teori fungsional, norma-norma kultural dianggap sebagai sesuatu yang telah ada (given) dan diperhitungkan dalam kerangka waktu sebagai `variasi kultural'. Persoalan yang muncul dengan pendekatan fungsional adalah bahwa teori-teorinya mengemukakan sejumlah fungsi yang berbeda, beberapa di antaranya menunjukkan kesamaan sementara sejumlah lainnya berbeda. a. Teori metaforis dari Mehrabian Teori Mehrabian menempatkan perilaku nonverbal ke dalam pengelompokan fungsi. Dia memandang komunikasi nonverbal berada di antara tiga kontinum, yaitu: dominansubmisif, menyenangkan tidak menyenangkan, dan mengairahkan tidak menggairahkan. Perilaku nonverbal dapat ditempatkan pada setiap kontinum dan dianalisis melalui tiga metafora yang berkaitan dengan kekuasaan dan status, kesukaan, dan tingkat responsif. Metafora kekuasaan-status men- cerminkan tingkatan di mana perilaku nonverbal mengkomunikasikan dominasi atau submisi. Metafora kesukaan didasarkan pada kontinum menyenangkan-tidak menyenangkan, sedangkan metafora responsif didasarkan pada kontinum menggairahkan-tidak menggairahkan. Hampir setiap pesan nonverbal dapat dianalisis oleh setiap fungsinya dan diinterpretasikan dari satu atau kombinasi fungsi-fungsi tersebut. Misalnya senyuman dapat mengindikasikan adanya kesenangan, kegairahan dan kesukaan. Teori Mehrabian dapat diterapkan pada semua komunikasi nonverbal, meskipun paling sesuai untuk diterapkan pada penandaan kinesic, para language, sentuhan danjarak/ruang. b. Teori Equilibrium Michael Argyle dan Janet Dean mengemukakan suatu teori komunikasi nonverbal yang didasarkan pada suatu metafora keintiman-ekuilibrium. Mereka mengemukakan bahwa seluruh interaksi dibatasi dalam konflik ‘13 18 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id antara kekuatan-kekuatan penarik dan penolak. Kekuatan yang menarik dan mendorong antara satu orang dengan orang lainnya cenderung untuk menyeimbangkan suatu hubungan. Kekuatan tersebut dijumpai dalam perilaku nonverbal yang berkaitan dengan pendekatan (jarak yang lebih dekat, kontak mata yang lebih banyak, sentuhan dan gerakan tubuh yang lebih sering) dan penghindaran (jarak yang lebih jauh, kurangnya kontak mata, dan jarangnya sentuhan dan gerakan tubuh). Lebih lanjut Argyle dan Dean mengemukakan bahwa ketika kita berinteraksi, kits mengalami atau menggunakan seluruh saluran komunikasi yang ada, dan suatu perubahan dalam satu saluran nonverbal akan menghasilkan perubahan pada saluran lainnya sebagai kompensasi. c. Teori fungsional dari Patterson ‘Patterson mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal memiliki lima fungsi, yaitu: memberikan informasi, mengekspresikan keintiman, mengatur interaksi, melaksanakan kontrol sosial, dan membantu pencapaian tujuan. Memberikan informasi antara lain membiarkan seseorang mengerti tentang perasaan kita. Mengekspresikan keintiman dapat dilakukan melalui sentuhan. Pengaturan interaksi antara lain mengatur giliran berbicara dalam percakapan. Melaksanakan kontrol sosial digunakan ketika kits mengekspresikan pandangan. Membantu pencapaian tujuan biasanya bersifat impersonal, misalnya sentuhan yang terjadi ketika seorang penata rambut sedang menata rambut kita. d. Teori Fungsional Komunikatif Teori yang dikemukakan oleh Burgoon ini memfokuskan kepada `kegunaan, motif, atau hasil dari komunikasi'. Teori ini menjelaskan peran yang dimiliki oleh komunikasi nonverbal terhadap hasil komunikasi, seperti persuasi dan desepsi (pengelabuan). Dengan demikian teori ini telah mengalihkan perhatian dari suatu pemahaman mengenai bagaimana cara kerja komunikasi nonverbal, kepada apa yang dilakukan komunikasi nonverbal. Burgoon mengemukakan terdapat sedikitnya sembilan fungsi, dari komunikasi emosional sampai pemrosesan informasi dan pemahaman. Teori ini memandang suatu inisiatif untuk berinteraksi sebagai bersifat multi fungsional dan sebagai suatu bagian penting dari proses komunikasi. Jadi fokusnya bukan sekedar pada apa yang ditampilkan oleh perilaku nonverbal, tetapi juga pada hubungan antara perilaku tersebut dengan tujuan-tujuan yang ada di baliknya. Teori Komunikasi Verbal pertanyaan mengenai bagaimana kita memperoleh dan menggunakan bahasa (komunikasi verbal) untuk berkomunikasi telah menjadi bahasan teoritis selama berabad‘13 19 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id abad. Kemampuan kita untuk melakukan simbolisasi dan berbicara telah memisahkan kita dari spesies lain yang lebih rendah. Pembahasan pada Kegiatan Belajar 4 ini berusaha untuk memahami bagaimana dan dengan efek apa bahasa digunakan. Meskipun demikian, sama seperti komunikasi nonverbal, terdapat berbagai perspektif mengenai bahasa dan pengaruhnya. Kita akan mulai dengan suatu pandangan bahwa bahasa secara genetis telah dimiliki oleh manusia (nature approach). Dengan demikian, kita hanya perlu mempelajari kombinasi tertentu dari penggunaan kata, yang merefleksikan cara-cara kita menyampaikan dan menerima pesan. Pada bagian berikutnya kita akan masuk pada suatu pendekatan yang mempelajari dampak dari penggunaan bahasa dalam menciptakan realitas, yaitu bagaimana kita `memberi label' atau 'atribut' pada dunia kita dan bagaimana 'label' tersebut menghasilkan `realitas' (narture approach). Kita kemudian akan beralih kepada pandangan fungsional yang mencoba menjawab pertanyaan: mengapa kita bereaksi terhadap bahasa, seolah-olah kata adalah benda yang direpresentasikannya? Pada bagian akhir kita akan mendiskusikan suatu pendekatan yang berorientasi pada pesan dalam bahasa, dan membahas proses berpikir yang berkaitan dengan bahasa yang mendahului aktivitas transmisi pesan. 1. Nature Approach (Pendekatan Natural) Seorang ahli yang menaruh perhatian pada bagaimana orang memperoleh bahasa adalah Noam Chomsky yang memandang pembelajaran bahasa sebagai suatu fungsi biologis, sama seperti cara Darwin memandang komunikasi nonverbal. Teori Chomsky yang disebut `struktur dalam' (deep structure) mengasumsikan bahwa suatu tata bahasa atau struktur bawaan (innategrammar) yang ada pads diri manusia sejak dia lahir merupakan landasan bagi semua bahasa. Teori ini mencakup suatu pendekatan umum yang universal. Dengan mendasarkan pada sejumlah besar penelitiannya, Chomsky mengidentifikasi adanya tiga struktur dalam semua bahasa. Pertama, adanya hubungan antara subjekpredikat. Apa pun subjeknya, predikat akan selalu menunjukkan tindakan apa yang dilakukan oleh subjek. Demikian pula sebaliknya, apa pun predikatnya, subjek akan selalu menunjukkan apa atau siapa yang melakukan tindakan tersebut. Misalnya 'orang makan', `gajah makan', 'monyet makan', kesemuanya menunjukkan bahwa subjek sedang melakukan tindakan tertentu, yaitu makan. Sementara dari visi predikat `orang lari', `orang bermain', `orang makan', menunjukkan bahwa `orang' yang melakukan tindakan, apa pun bentuknya. Kedua, hubungan antara kata kerja (verb) dengan objek yang mengekspresikan hubungan logis sebab dan akibat. Hubungan ini menunjukkan kepada siapa atau untuk apa suatu tindakan dilakukan. Misalnya `orang memakai topi', `orang memakai jas', `orang memakai kaos', ‘13 20 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kesemuanya menunjukkan bahwa objek (apa pun jenisnya) dipakai oleh orang tersebut. Ketiga, modifikasi,' yang menunjukkan adanya pertautan kelas (intersection of classes). Misalnya orang memakai `topi hitam', 'orang memakai topi kuning,'orang memakai topi putih', di mana kesemuanya menunjuk adanya pertautan (intersection) antara topi dan warna tertentu. Dengan demikian, Chomsky beranggapan bahwa manusia dilahirkan dengan membawa kemampuan alamiah untuk berbahasa. Kita dapat memformulasikan bentuk-bentuk kombinasi kata tertentu hingga terasa masuk akal. Namun penjelasan bahwa bahasa dapat dipilah dalam struktur tata bahasa, belum dapat menjawab bagaimana bahasa mengungkapkan makna. Seorang teoretisi lain, Dan I. Slobin, mengemukakan bahwa bayi terlahir dengan pemahaman tata bahasa yang telah terprogram, anak sebenarnya memiliki suatu mekanisme pemrosesan atau sistem untuk mengorganisasikan informasi linguistik yang diperoleh dari lingkungan anak tersebut. Slobin mengemukakan bahwa perkembangan kognitif mendahului perkembangan bahasa. Dengan berbagai bukti ilmiah dia menunjukkan bahwa anak dari kelompok bahasa yang berbeda, mempelajari bahasa secara berbeda tergantung pada tingkat kesulitan dari bahasa tersebut. Bahasa yang lebih kompleks membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya, karena anak harus membuat sejumlah pengecualian pada prinsip bawaan yang ada dalam setiap bahasa. Slobin sendiri mengidentifikasi adanya empat prinsip yang bekerja pada semua bahasa, yaitu: memperhatikan susunan kata, menghindari pengecualian, menghindari interupsi atau penataan kembali unit-unit bahasa, dan memperhatikan kata yang ada pada bagian terakhir kalimat. Walau ada perbedaan antara teori Chomsky dan Slobin, namun pada dasarnya keduanya mendasarkan diri pada prinsip natural, yang memandang bahwa bahasa diperoleh secara natural. Meskipun demikian keduanya belum dapat menjawab makna apa yang dikaitkan dengan penggunaan bahasa tersebut. 2. Nurture Approach (Pendekatan Nurtural) Edward Sapir dan Benyamin Whorf mengemukakan teori yang menentang perspektif alamiah (nature). Dengan memusatkan kajiannya pada semantik (makna dari kata), mereka mengembangkan suatu teori kultural mengenai bahasa. Mereka mengatakan bahwa latar belakang dari sistem linguistik (atau tata bahasa) dari setiap bahasa bukan hanya suatu alat reproduksi untuk menyampaikan gagasan, tetapi lebih sebagai pembentuk gagasan, pembentuk dan pemandu bagi aktivitas mental individu, untuk menganalisis kesan, untuk mensintesiskan aktivitas mental dalam komunikasi. Formulasi gagasan bukan merupakan suatu proses independen dan bukan aktivitas rasional semata, tetapi suatu tata bahasa tertentu yang berbeda di antara berbagai tata bahasa lain. Jadi, bahasa adalah kultural (seperti pandangan Birdwhistel mengenai komunikasi nonverbal). Bahkan aturan-aturan bahasa sangat bervariasi dari satu kultur ke ‘13 21 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kultur lain, oleh karenanya individu dari kultur yang berbeda akan berbeda pula caracaranya dalam memandang dunia. Misalnya, beberapa bahasa memiliki begitu banyak istilah untuk menyebut 'saiju', sementara sejumlah bahasa lainnya bahkan tidak memiliki satu istilah pun, terutama bagi yang belum pernah melihatnya. Menurut Sapir dan Whorf, bahasa dari suatu kultur akan berkaitan langsung dengan bagaimana cara-cara kita berpikir dalam kultur tersebut_ Asumsi ini sejalan dengan pandangan antropologis tentang relativitas kultural, yang menyatakan bahwa, karena kultur yang berbeda memiliki bahasa yang berbeda dan pandangan hidup yang berbeda, maka mereka juga memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang berbeda pula. Kedua teori yang berlawanan ini (nature vs nurture) menunjukkan bahwa baik dalam komunikasi verbal maupun nonverbal, terdapat dua aliran yang berangkat dari posisi yang berlawanan dalam menjelaskan bagaimana orang memperoleh bahasa. Kontroversi ini masih terus berlangsung tanpa salah satu dapat mengklaim bahwa teorinya yang paling benar, karena buktibukti yang ditunjukkan oleh kedua belah pihak belum cukup memadai. 3. Teori Fungsional tentang Bahasa (General Semantics) Hanya dengan memfokuskan pada makna dari kata (dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku), aliran general semantics menganggap bahwa bahasa harus dapat lebih merefleksikan dunia di mana kita hidup. Asumsi yang mendasari pemikiran general semantik adalah bahwa 'the word is not the thing'. Kata dianggap sebagai abstraksi dari realitas. Oleh karenanya general semantics memandang bahwa kata harus sedekat mungkin dengan realitas yang direfleksikannya. Meskipun demikian mereka menyadari bahwa ini suatu hal yang sulit, karena ketika kata merupakan suatu konsep yang statis dalam waktu yang panjang, realitas selalu dalam kondisi yang berubah. Untuk memahami apa yang menjadi kajian general semantics, kita hares mempelajari sifat-sifat simbol dan bagaimana kita menggunakannya. Penggunaan Simbol Pandangan ini mengasumsikan bahwa seluruh perilaku manusia berangkat dari penggunaan simbol. Salah seorang ahlinya yang bemama Alfred Korzybski menganggap adanya ketidaktepatan dalam penggunaan bahasa sehari-hari kita. Argumentasinya adalah bahwa manusia hidup dalam dua lingkungan yang berbeda, lingkungan fisik dan lingkungan simbolik. Untuk memahami hal ini kita dapat menganalogikannya dengan penggunaan peta. Misalnya kita bertanya kepada teman kita berapa jarak antara Jakarta- Surabaya, dan dia menjawab: "Menurut peta sekitar 10 cm". Informasi ini hanya memiliki arti bagi kita jika kita mengetahui skala dari peta tersebut, dan tentunya skala peta tersebut bukanlah 1:1 Karena jika skalanya serupa itu peta tersebut akan sama luasnya dengan wilayah yang ‘13 22 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id digambarkannya. Hal serupa berlaku pula pada kata. Ada satu anekdot untuk mencontohkan hal ini, ketika seorang pengemudi sampai pada suatu perempatan jalan dan bertanya pada orang disebelahnya apakah ada kendaraan lain yang akan melintasi jalanan yang akan diseberanginya, dan orang yang ditanya menjawab `hanya kijang'. Baru setelah mobil yang mereka tumpangi menyeberang dan ditabrak oleh sebuah Toyota Kijang yang sedang melaju, arti semantik dari 'kijang' dipahami oleh keduanya. Kata, dan pada kenyataannya semua jenis simbol, tidak sama dengan fenomena yang digambarkannya. Menurut Ogden dan Richards simbol adalah representasi ide dan ide adalah representasi objek. Dan ketiganya merupakan fenomena yang berbeda. Persoalan menjadi menarik ketika kita berbuat seolah-olah kata adalah objek yang digambarkannya. Kita tahu bahwa orang yang takut ular akan ketakutan jika benar-benar melihat seekor ular, namun kadangkadang ada orang yang begitu takutnya sehingga denyut nadinya meningkat ketika mendengar kata ular. Interaksi antara kata, maknanya dan perilaku manusia inilah yang menjadi perhatian Korzybski ketika dia mengemukakan teori general semantics. Untuk mempelajari teori ini lebih jauh kita akan membahas sejumlah konstruk: `silent assumptions'. reaksi dan respons, penggunaan identitas, waktu dan ruang, multi ordinalitas, orientasi intensional dan ekstensional, dan tataran-tataran abstraksi. Silent Assumptions Dan P Millar dan Frank E. Millar mengemukakan bahwa makna dari suatu kata tidak terbatas dari yang kita temukan dalam kamus. Jadi kesalahpahaman semantik terjadi karena kita terlalu sering menggunakan asumsi secara diam-diam. General semantics menjelaskan bahwa kita memiliki kecenderungan untuk berurusan dengan objek atau benda pada tataran abstrak. Misalnya kita tidak berurusan dengan fenomena pada tataran atomis, meskipun sebenarnya fenomena berubah pada tataran ini. Seperti telah dikemukakan oleh Korzybski bahwa tataran objektif bukan kata dan tidak dapat dicapai hanya dengan kata. Untuk dapat mencapai atau memahami tataran objektif, general semantics mengajarkan kita untuk diam (silent), dan kondisi diam ini memungkinkan kita untuk merespons kata sebagai manusia daripada bereaksi terhadapnya sebagaimana yang dilakukan oleh hewan. Persoalan yang muncul dari silent assumption ini adalah ketika mengantisipasi apa yang dikatakan oleh orang lain. Oleh karenanya ketika kita melakukan silent asssumption, kita harus menanyakan pada diri kita sendiri tiga pertanyaan tentang apa yang sedang dikatakan orang lain, yaitu: apa yang dimaksudkannya? (apakah yang dimaksudkannya berbeda dengan yang dikatakannya), bagaimana dia mengetahui hal yang dibicarakannya? (mengacu kepada sumber informasi), dan mengapa dia mengatakan hal ini kepada saya? (apakah kita pendengar yang sesuai dan apakah kita merupakan sasaran dari kata-kata yang kita dengar). ‘13 23 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Reaksi/Respons Konstruk ini diawali oleh asumsi bahwa manusia bereaksi seperti yang dilakukan hewan melalui apa yang disebut respons yang dikondisikan. Orang dapat dengan mudah dipaksa untuk bereaksi pada slogan, nama, hasrat, dan sebagainya, dalam bentuk yang hampir sama seperti ketika hewan dikondisikan untuk bereaksi terhadap suatu tanda tertentu. Misalnya hat ini terlihat pada reaksi pengikut Hitler pada Swastika dan lambanglambang lainnya, demikian pula dengan reaksi terhadap simbol AIDS, di mana banyak dari kita tidak ingin diasosiasikan dengan simbol tersebut. Korzybski, sebaliknya, menekankan bahwa kita seharusnya tidak meniru binatang. Respons kita haruslah kondisional, bukan dikondisikan. Artinya respons kits harus melalui penundaan (delayed) dan modifikasi, bukan otomatis. Untuk mencapai hat ini kits harus belajar menghindar dari suatu reaksi yang baku (stereo type) terhadap kelas atau kelompok orang, dan menyadari adanya perbedaanperbedaan di antara individu anggota kelompok atau kelas dan menyesuaikan respons kita. Identitas Alasan utama mengapa kits cenderung untuk bereaksi daripada merespons adalah karena kita melihat kesamaan absolut atau identitas. Sedikitnya ada tiga alasan bagi kecenderungan ini, yaitu: nama adalah suatu karakteristik penting dari benda atau objek, keunikan benda atau objek berada di dalam nama, dan jika suatu benda atau objek tidak memiliki nama maka is menjadi tidak eksis atau tidak dianggap. Jadi terdapat orang-orang yang beranggapan bahwa, misalnya, semua "perceraian" memiliki makna yang sarna atau semua pengertian `demonstrasi' adalah sama, padahal dalam situasi yang nyaris sama orang atau hat-hat lainnya akan selalu berbeda. Konstruk tentang identitas berkaitan erat dengan dua konstruk lain dalam teori general semantics, yaitu: `nonallness' dan 'nonadditivity'. Nonallness berarti bahwa kita tidak dapat mengatakan segala sesuatunya secara lengkap mengenai semua hat. Oleh karenanya ketika melihat adanya kesamaan dalam beberapa hat, kita cenderung untuk mengabaikan perbedaan-perbedaannya. General semantics merekomendasikan kita untuk menggunakan 'dan sebagainya' untuk memberikan gambaran bahwa terdapat hal-hal lain yang tidak kita ketahui ketika mendeskripsikan sesuatu pada saat berbicara. Konstruk non additivity kita lakukan ketika kita menambahkan sesuatu dan hasilnya dapat memiliki arti yang lain. Misalnya ketika seorang guru berkata kepada guru lainnya: "Bisakah Anda menerima seorang murid lagi untuk kelas Anda?" Karena tidak ada dua hat yang sama persis, menerima seorang murid yang sekedar duduk di dalam kelas adalah berbeda dengan menerima seorang murid yang sangat partisipatif di dalam kelas. Oleh karenanya menambahkan sesuatu tidak hanya sekedar menghasilkan hat yang sama dalam jumlah yang lebih besar, seperti yang dikondisikan oleh kata atau bunyi, melainkan menghasilkan suatu perilaku komunikatif yang berbeda. Keterikatan pada Waktu dan Ruang ‘13 24 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id General semantics mengemukakan bahwa segala sesuatu di dalam lingkungan fisik akan terus-menerus berubah. Kita tidak sama dengan diri kita sepuluh tahun yang lalu, bahkan juga tidak sama dengan diri kita sepuluh detik yang lalu, karena set dalam tubuh kita berkembang, mati dan sebagainya. Hal yang sama juga terjadi pada benda mati, karena molekul akan selalu berubah atau bergerak. Fenomena ini kita sebut `keterikatan waktu' (time-binding). Selain itu jugs terjadi `keterikatan ruang' (space- binding). Karena orang berada dalam. tempat atau ruang yang berbeda, mereka akan mempersepsikan sesuatu secara berbeda-beda. Contoh yang paling sederhana dari hat ini adalah sebab-sebab dari terjadinya suatu kecelakaan lalulintas. Dua aspek dalam dimensi ruang adalah jarak dan posisi relatif. Seperti halnya dengan waktu, ruang adalah suatu fenomena yang pasif dan penyebab perubahan (catalytic). Benda atau objek atau hal, harus berada di dalarn suatu ruang, harus memiliki jarak (dekat atau jauh) dari benda, objek, atau hal lainnya, dan meskipun memiliki jarak yang sama, mereka harus menempati posisi yang berbeda. Dimensi ruang mencakup tataran fisik (persepsi dan jarak), tataran psikologis (perasaan, keadaan, dan sebagainya), dan tataran kultural (norma, nilai) Multiordinalitas Multiordinalitas menjelaskan mengenai pernyataan yang bertingkat- tingkat. Misalnya kita berkata bahwa `kucing belang berlari lebih cepat daripada kucing hitam'. Lalu kita bergerak pada tataran abstraksi yang lebih tinggi dan membuat pernyataan lain mengenai pernyataan ini, seperti misalnya `itu benar' atau `itu salah' atau `kalau pernyataan itu benar berarti ada hubungan antara pigmen dengan struktur otot'. Pemyataan-pernyataan ini ada pada tataran abstrak yang lebih tinggi daripada pernyataan yang pertama, karena semuanya merupakan pernyataan mengenai pernyataan yang pertama. Jadi kata 'pernyataan' dianggap memiliki multiordinal yang dapat digunakan pada tataran, atau tingkatan abstraksi yang berbeda, dan makna dari tiap-tiap tatarannya juga berbeda. Contoh lain adalah kata 'cinta' Kita dapat mencintai suatu bangunan, seorang gadis, sebuah lukisan, sebuah teori, sebuah pertarungan sengit. Semua 'cinta' ini berada pada tataran abstraksi yang sama, tetapi cinta juga dapat bergerak ke tataran yang lain. Jadi kita dapat mencintai `kecintaan' kita terhadap seorang gadis, dan sebagainya. Ini adalah cinta pada tataran kedua, yang berbeda dari cinta pada tataran pertama karena melibatkan proses psikoneurologis yang berbeda. Orientasi Intensional dan Ekstensional Konstruk ini menjelaskan bagaimana orientasi orang ketika merespons suatu hal. Menurut Irving J. Lee, orientasi `intensional' didasarkan pada definisi verbal, asosiasi, dan sebagainya, yang mengabaikan observasi. Jadi seperti ungkapan `bicara dulu, tanpa peduli bagaimana kenyataannya'. Orientasi ekstensional didasarkan pada susunan observasi, investigasi, dan sebagainya, terlebih dahulu sebelum membicarakannya. ‘13 25 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Beberapa karakteristik dari orientasi internal adalah: orang lebih memperhatikan nama dan apa yang dikatakan mengenai suatu hal daripada kepada kenyataan; orang merespon kata atau pernyataan sebagaimana merespon objek yang digambarkan oleh kata tersebut; orang tidak merasa yakin dengan kenyataan yang dihadapinya; dan orang menggunakan pembuktian verbal, ketimbang fakta yang nyata. General semantics lebih mendukung orientasi eksternal, yang artinya merekomendasikan seseorang untuk lebih dulu mencari faktanya. Oleh karenanya, kata-kata lain yang banyak menandai teori ini adalah seperti `observasi', `keingintahuan' `pengungkapan', `penelitian', dan 'pengujian' 4. Konstruktivisme: Perspektif Pesan dalam Bahasa Jesse G. Delia dan Ruth Anne Clark mengemukakan suatu teori yang dikenal sebagai Konstruktivisme. Teori ini menaruh perhatian pada proses berpikir yang terjadi sebelum pesan dikemukakan dalam suatu tindakan komunikasi. Mereka menyebut proses berpikir ini sebagai `kognisi sosial'. Analisis mereka telah membawa kepada usaha untuk memahami bagaimana orang menyusun dan mengubah suatu `impresi/kesan' pada orang lain, dan bagaimana kesan digunakan untuk menyusun strategi pesan serta bagaimana orang merasionalisasikan strategi tersebut. Beberapa prinsip penting dari teori mereka adalah, konstruksi episodik dan disposisi seseorang diorganisasi oleh skemata interpersonalnya. Skemata skemata interpersonal ini adalah kognisi atau pemikiran mengenai bagaimana kita berpikir (menganggap atau memperkirakan) mengenai apa yang akan dilakukan oleh orang lain. Skemata-skemata interpersonal ini diorganisasi ke dalam semacam sistem (skema), dan pola-pola dalam sistem ini mencakup interpretasi dan penyimpulan, serta pola-pola 'konstruksi' yang kita gunakan untuk menjelaskan perilaku orang lain. Prinsip kedua adalah, organisasi kesan interpersonal memberikan pemahaman dan antisipasi atas orang lain secara kontekstual dan relevan. Dalam hal ini orang bertindak seolah-olah sebagai psikolog-sosial yang mencoba menggunakan suatu pola konsepsional untuk menjelaskan, memahami, dan memperkirakan perilaku orang lain di dalam berbagai konteks. Prinsip ketiga, variasi sistematis dalam konstruk dan skemata interpersonal yang berkembang sebagai suatu fungsi pengalaman sosial, memberikan perbedaan kapasitas untuk membentuk kesankesan yang terorganisasikan dan stabil dalam waktu dan konteks yang berbeda. Jadi, orang yang lebih banyak memiliki pilihan dalam menilai orang lain, dan lebih abstrak pemikiran konstruksi interpersonalnya, cenderung lebih mampu memformulasikan pandangan yang terorganisasi mengenai orang lain. Misalnya, dalam berinteraksi dengan orang yang tidak kita sukai, maka pemikiran kita ‘13 26 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mengenai orang tersebut diwarnai oleh perasaan kita mengenai orang-orang lainnya yang tidak kita sukai. Jadi, kita dapat menilai orang lain sebagai buruk/jahat hanya karena satu atau dua sebab, atau kita mungkin telah memiliki sebelumnya rasa tidak suka pada orang tersebut yang didasarkan atas variasi kognisi kita. Dalam waktu yang lama sepanjang tidak ada kognisi lain yang menandingi, kesan kita terhadap orang tersebut akan stabil, dan kita cenderung untuk memahami dan memprediksi perilakunya berdasarkan kesan tersebut. Dari penjelasannya tersebut, Delia dan Clark telah mengemukakan bahwa bahasa digunakan untuk menilai apa yang akan dirasakan oleh orang lain terhadap suatu pecan yang disampaikan kepadanya, sebelum pesan itu sendiri sepenuhnya disusun. Oleh karenanya, individu dengan kecakapan bahasa yang lebih baik akan mampu menyusun pesan secara lebih tepat dan jelas kepada berbagai jenis orang dalam berbagai situasi spesifik. ‘13 27 Teori Komunikasi Martina Shalaty Putri, S.Sos, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id