PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL SKRIPSI ENHA DIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL ENHA DIKA D01499022 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN ENHA DIKA. D01499022. 2006. Performa Reproduksi Cacing Tanah Lumbricus rubellus yang Mendapat Pakan Sisa Makanan Warung. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Salundik, M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si Cacing tanah mempunyai banyak manfaat seperti meningkatkan kesuburan tanah, sebagai makanan ikan, obat-obatan dan bahan baku produk kosmetika. Selain itu, cacing tanah juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah organik. Banyak bahan organik yang belum dimanfaatkan secara optimal seperti kotoran ternak dan sisa makanan manusia yang dapat ditingkatkan manfaatnya oleh cacing tanah. Sisa makanan yang terdapat pada restoran, warung atau tempat makan lainnya hanya dibuang begitu saja, penumpukan limbah warung berupa sisa makanan yang tidak habis dikonsumsi akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah dapat membantu dalam meningkatkan manfaat limbah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa reproduksi cacing tanah Lumbricus rubellus yang mendapat pakan sisa makanan warung. Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari 20 September sampai dengan 8 Desember 2005. Cacing tanah yang digunakan adalah L. rubellus umur dewasa kelamin yang dipelihara pada media hidup berupa campuran feses sapi perah dan cacahan rumput kering dengan perbandingan volume 1:3. Media hidup difermentasikan selama tiga minggu sedangkan pakan berupa sisa makanan warung difermentasikan selama satu minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, dengan empat perlakuan jumlah pemberian pakan yaitu pemberian pakan sebanyak satu kali bobot badan (P1), pemberian pakan sebanyak 1,25 kali bobot badan (P1,25), pemberian pakan sebanyak 1,5 kali bobot badan (P1,5) dan pemberian pakan sebanyak 1,75 kali bobot badan cacing tanah (P1,75). Setiap perlakuan terdiri atas lima ulangan sehingga terdapat 20 unit percobaan. Peubah yang diamati adalah pertambahan bobot badan induk, jumlah kokon, daya tetas dan jumlah anak tiap kokon. Analisis ragam (ANOVA) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati pada taraf P< 0,05. Pengaruh perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji polinomial ortogonal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi minyak dari sisa makanan warung menyebabkan media berminyak dan membuat kondisi media tidak nyaman bagi cacing tanah. Hal ini mempengaruhi pertambahan bobot badan dan produksi kokon akan tetapi tidak mempengaruhi daya tetas dan jumlah anak cacing tanah. Pertambahan bobot badan tertinggi ada pada tingkat pemberian pakan 1,32 kali bobot badan. Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah sebaiknya diimbangi dengan jumlah media hidup (kotoran ternak) yang lebih banyak untuk mengatasi akumulasi minyak dari sisa makanan warung. Kata-kata kunci: L. rubellus, sisa makanan warung, performa reproduksi ABSTRACT Performance Reproduction of Earthworm Lumbricus rubellus with Restaurant Waste Feed Treatment. Dika E., Salundik, and H. C. H. Siregar Earthworm has potential to be used as fertilizer, fish feed, medicine, and cosmetics. Earthworm as detrivor animal that solve odor problem of organic waste, decreasing the organic waste and it’s metabolic worth for fertilizer. The aims of this study were obtained earthworm’s performance reproduction in different level of treatment. The study was held from September 20th until December 8th 2005 at Non Ruminants and Prospective Animal Division, Departement of Animal Production and Technology, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. The experiment used Complete Randomized Design in four feeding level treatments consists of 1; 1.25; 1.5; 1.75 times earthworms weight. Each treatment had five replications. Observed variables were body weight gain, cocoons production, hatch capability and total juvenil. Data were analyzed using ANOVA and tested using Polynomial Orthogonal to determined the difference among the treatments. Result showed that the fedding level had a significant effect in body weight gain (P<0,05) and very significant effect in coccon production (P<0,01) but not gave a significant effect in hatch capability and total juvenil. Elevation feed increased the body weight gain of earthworm until fed level 1,32 body weight gain, after that level the treatment could accumulate the oil on bedding. Oil accumulation in bedding appear as uncomforted environtment to earthworms, thus the body weight gain reduce until negative value. Food restaurant waste can be used as earthworm’s meal but the beeding must be in large supply. Keywords: Lumbricus rubellus, restaurant food waste, reproduction . RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sei Penuh pada tanggal 18 Desember 1982 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yakub Kari dan Ibu Lisdar Nur. Tahun 1993, Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 434 Bangko, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN III Bangko Jambi dari tahun 1993-1996. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 1999 di SMUN I Bangko Jambi. Tahun 1999, Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada jurusan Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI). KATA PENGANTAR Alhamdulillah segenap rasa syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa reproduksi Lumbricus rubellus yang mendapat pakan sisa makanan warung. Penelitian dimulai dari persiapan alat dan pembuatan media hidup cacing tanah yaitu kotoran sapi perah dan cacahan rumput kering. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) umur dewasa kelamin diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di bagian Non Ruminansia dan satwa harapan, Institut Pertanian Bogor selama tiga bulan. Performa reproduksi yang dihasilkan pada awal penelitian cukup bagus, akan tetapi kandungan minyak yang terakumulasi pada media diakhir penelitian mulai mempengaruhi performa L. rubellus. Akhir kata, Penulis berharap penelitian yang ditulis dalam bentuk skripsi ini dapat bermanfaat, terutama bagi perkembangan usaha peternakan cacing tanah. Bogor, Juni 2006 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ............................................................................................ i ABSTRACT................................................................................................ ii RIWAYAT HIDUP.................................................................................... iii KATA PENGANTAR............................................................................... iv DAFTAR ISI.............................................................................................. v DAFTAR TABEL...................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... ix PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................ Perumusan Masalah ........................................................................ Tujuan ............................................................................................ 1 1 2 TINJAUAN PUSTAKA Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) ............................................... Klasifikasi .............................................................................. Ciri-ciri................................................................................... Siklus Hidup .......................................................................... Produksi kokon ...................................................................... Manfaat .................................................................................. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Cacing Tanah ..... Ketersediaan Makanan ........................................................... Temperatur ............................................................................. Kelembaban .......................................................................... Keasaman (pH) ...................................................................... Aerasi ..................................................................................... Cahaya ................................................................................... Kepadatan Populasi................................................................ Media Hidup dan Pakan Cacing Tanah .......................................... Kotoran Sapi Perah ................................................................ Sisa Makanan Warung ........................................................... 3 3 3 4 4 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 7 METODE Lokasi dan Waktu ........................................................................... Materi .............................................................................................. Rancangan Percobaan ..................................................................... Peubah yang Diamati .............................................................. Prosedur .......................................................................................... Persiapan Media Cacing Tanah ............................................. 9 9 9 10 11 11 Penanganan Sisa Makanan warung........................................ Seleksi Cacing Tanah............................................................. Penanaman dan Pemeliharaan Cacing Tanah ........................ Pengamatan Cacing Tanah..................................................... Pemanenan dan Penetasan Kokon ......................................... 11 11 11 12 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan Hidup Cacing Tanah Selama Penelitian ..................... Suhu, Kelembaban Ruangan dan Media ................................. Komposisi dan pH Media ....................................................... Sisa MakananWarung ..................................................................... Bobot Badan Induk Cacing Tanah .................................................. Pertambahan Bobot Badan Induk ................................................... Produksi Kokon .............................................................................. Daya Tetas ...................................................................................... Jumlah Anak ................................................................................... 13 13 14 16 17 19 21 23 24 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ..................................................................................... Saran ............................................................................................... 26 26 UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 28 LAMPIRAN .............................................................................................. 31 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Gizi Limbah Restoran .......................................................... 8 2. Rataan Suhu Ruangan dan Media, serta Kelembaban Ruangan Selama Penelitian ..................................................................................... 13 3. Hasil Analisis Proksimat Media Hidup Cacing Tanah ............................ 14 4. Hasil Analisis Proksimat Sisa Makanan Warung .................................... 16 5. Bobot Badan Induk Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan ......... 17 6. Jumlah Kokon yang Dihasilkan Selama 49 Hari Pemeliharaan .............. 21 7. Daya Tetas Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan ................................... 23 8. Jumlah Anak yang Dihasilkan Setiap Kokon .......................................... 24 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Siklus Hidup L. rubellus ............................................................... 4 2. Grafik Rataan Bobot Badan L. rubellus Selama 49 Hari Pemeliharaan ................................................................................... 18 3. Pola Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah pada Berbagai Tingkat Pemberian Pakan Sisa Makanan Warung .......................... 19 4. Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan ................................................................................... 20 5. Produksi Kokon Cacing Tanah pada Berbagai Tingkat Pemberian Pakan Sisa Makanan Warung ......................................................... 21 6. Produksi Kokon Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan ...... 22 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan ................................................................................... 32 2. Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Setiap ekor (gram/ hari) ................................................................................................. 32 3. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan ......................................................... 32 4. Uji Polinomial Ortogonal Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari pemeliharaan .............................................. 32 5. Analisis Ragam Jumlah Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan ...... 33 6. Uji Polinomial Ortogonal Jumlah Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan............................................................................................ 33 7. Analisis Ragam Daya Tetas Selama 49 Hari Pemeliharaan ........... 33 8. Analisis Ragam Jumlah Anak tiap Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan ................................................................................... 33 PENDAHULUAN Latar belakang Cacing tanah mempunyai peranan yang penting dalam ekosistem dan kehidupan manusia. Cacing tanah mempunyai banyak manfaat seperti meningkatkan kesuburan tanah, sebagai makanan ikan, obat-obatan dan bahan baku produk kosmetika. Selain itu, cacing tanah juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah organik. Cacing tanah mampu memperbanyak jumlahnya dalam waktu yang singkat. Siklus hidup cacing tanah berkisar 40-60 hari. Cacing tanah yang telah berumur 3545,5 hari (dewasa kelamin) akan menghasilkan kokon setiap 7-10 hari sekali melalui alat reproduksinya (klitelum). Kokon akan menetas setelah 14-21 hari. Setiap butir kokon akan menghasilkan 1-8 ekor anak. Kemampuan cacing tanah memperbanyak jumlahnya dalam waktu singkat dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah akibat limbah organik karena cacing tanah dapat mengkonsumsi limbah organik satu kali bobot hidupnya dalam waktu 24 jam. Sisa makanan warung, berperan cukup besar dalam masalah pencemaran lingkungan di perkotaan. Salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan limbah tersebut sebagai pakan hewan. Jumlah dan komposisi sisa makanan warung amat bevariasi, antara lain sayur-sayuran, sisa makanan, tulang, daging, ikan, telur dan aneka sisa makanan lainnya. Bila sisa makanan ini tidak diatasi dengan benar maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah dapat membantu dalam mengatasi pencemaran lingkungan. Perumusan Masalah Salah satu kelebihan cacing tanah dibanding ternak lain yaitu dapat dikembangbiakkan di semua daerah, termasuk daerah perkotaan. Media dan pakan utama yang dibutuhkan untuk pemeliharaan cacing tanah adalah kotoran ternak. Kendala peternakan cacing tanah di daerah perkotaan adalah sulitnya memperoleh kotoran ternak karena itu diberikan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah. Limbah jenis ini banyak mengandung bahan-bahan berbahaya bagi cacing, seperti cuka, asam, garam, cabe dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan perlakuan tambahan sebelum sisa makanan restoran digunakan sebagai pakan cacing tanah, yaitu dengan cara memisahkan sisa makanan dari bahan-bahan yang membahayakan cacing tanah lalu memfermentasikannya. Tujuan dari fermentasi agar bahan makanan menjadi lebih sederhana dan dalam bentuk yang tersedia bagi cacing tanah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa reproduksi Lumbricus rubellus yang mendapat pakan sisa makanan warung. TINJAUAN PUSTAKA Cacing Tanah Lumbricus rubellus Klasifikasi Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak bertulang belakang dan hidup di dalam tanah. Kedudukan Lumbricus rubellus dalam taksonomi (Gates, 1972) adalah: Filum : Annelida Ordo : Oligochaeta Kelas : Clitellata Famili : Lumbricidae Spesies : Lumbricus rubellus Ciri-ciri Ciri tubuh khusus yang dimiliki filum Annelida yaitu adanya segmen-segmen teratur seperti cincin (annulus) pada tubuhnya (Sihombing, 2002). Bentuk tubuh cacing tanah L. rubellus silindris dengan tubuh bagian belakang klitelium memipih dorsal lateral dan bagian depan atau kepala lebih memipih dari pada bagian belakang atau ekor (Gates, 1972). Lumbricus rubellus berwarna merah tua gelap, perut kuning dan memiliki panjang 2,5-10,5 cm (Yuliprianto, 1994). Menurut Anas (1990), cara membedakan jenis spesies cacing tanah adalah dengan melihat segmennya. L. rubellus memiliki 95-120 segmen. Klitelium muncul saat cacing tanah telah memasuki umur dewasa kelamin. Klitelium merupakan penebalan dari jaringan epitel permukaan dan mengandung banyak sel-sel kelenjar. Sel-sel ini menghasilkan sekreta berlendir yang berguna untuk pembentukan kokon yang melindungi saat perkembangan embrio. Klitelium membentuk semacam selaput yang membungkus anak-anak cacing yang sedang tumbuh (Edwards dan Lofty, 1977). Klitelium L. rubellus terlihat seperti penggembungan atau pembesaran dari beberapa segmen dan berwarna lebih terang dari segmen tubuh lainnya (Edwards dan Lofty, 1977). Letaknya pada segmen ke-26, 27-32 hampir mendekati bagian tengah tubuh (Minnich, 1977). Klitelium pada cacing L. rubellus muncul pada umur 65-90 hari (Rukmana, 1999). Siklus Hidup Siklus cacing tanah dipengaruhi oleh temperatur, kadar air, ketersediaan makanan dan faktor-faktor lingkungan (Sihombing, 2002). Menurut Anas (1990), siklus hidup L. rubellus seperti Gambar 1. Kokon Inkubasi (14-21 hari) (7-10 hari) Perkawinan Menetas (2,5-3 bulan) Dewasa kelamin Gambar 1. Siklus Hidup Lumbricus rubellus Kokon menetas setelah 14-21 hari, L. Rubellus membutuhkan waktu 2,5-3 bulan untuk mencapai dewasa kelamin. Kokon akan dihasilkan 7-10 hari setelah melakukan perkawinan. Produksi Kokon Mashur (2001) menyatakan bahwa produksi kokon selain dipengaruhi oleh jenis media atau pakan, juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti pH, kelembaban, suhu media dan pakan. Jenis media, kandungan nutrisi media atau pakan sangat mempengaruhi produksi kokon. Produksi kokon berkisar antara 2-10 butir dalam waktu 3-5 hari, setiap kokon mengandung 1-8 embrio (Sihombing, 2002) sedangkan menurut Lee (1985) satu induk cacing tanah diperkirakan dapat menghasilkan 1.200-1.500 anak dan kokon setiap tahun. Menurut Edwards dan Lofty (1977), produksi kokon dipengaruhi oleh kepadatan populasi, biomassa, temperatur, kelembaban, kandungan energi dan ketersediaan makanan. Lama penetasan kokon sangat dipengaruhi oleh temperatur. Penelitian Brata (2003) menunjukkan bahwa L. rubellus yang mendapat pakan ampas tahu menghasilkan kokon sebanyak 3,25 butir/ekor selama 60 hari pemeliharaan atau 0,37 butir/ekor setiap minggu. Penelitian Samosir (2000) pada L. rubellus umur 70-84 hari yang mendapat pakan kotoran sapi perah menunjukkan produksi kokon setiap minggu berkisar 1,12-1,94 butir kokon/ekor. Menurut Hatanaka et al., (1983), L. rubellus menghasilkan satu butir kokon/ekor setiap lima hari, yang sama artinya dengan 1,4 butir kokon/ekor setiap minggu. Manfaat Cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu sebagai sumber protein hewani untuk subtitusi tepung ikan dan tepung daging (Catalan, 1981). Menurut Sihombing (2002), cacing tanah mempunyai banyak manfaat diantaranya memperbaiki ekosistem tanah, menyuburkan lahan pertanian, meningkatkan manfaat limbah organik, meningkatkan daya serap air permukaan tanah, mengurangi pencemaran lingkungan, umpan ikan, kosmetik, bahan obat dan penghasil kascing. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Cacing Tanah Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah adalah ketersediaan makanan, temperatur, kelembaban, derajat keasaman (pH), aerasi, intensitas cahaya, kepadatan populasi dan predator (Martin et al., 1981). Ketersediaan makanan Pertumbuhan dan laju reproduksi cacing tanah tergantung pada jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi (Catalan, 1981). Kandungan protein yang baik bagi cacing tanah berkisar 9-15% (Sihombing, 2002). Kotoran sapi sebagai media hidup juga berfungsi sebagai bahan makanan cacing tanah. Media cacing tanah dapat berfungsi ganda sebagai tempat hidup dan juga sekaligus sebagai makanan (Simandjuntak dan Waluyo, 1982). Cacing tanah lebih menyukai bahan organik yang sedang mengalami proses dekomposisi dibanding yang sudah terdekomposisi, ataupun yang masih segar (Minnich, 1977). Bahan organik tersebut dapat berasal dari hewan yang sudah mati, serasah daun tumbuhan yang telah lapuk, atau kotoran hewan (Gaddie dan Douglas, 1977). Menurut Haukka (1987), cacing tanah mampu mengkonsumsi makanan seberat bobot badannya dalam waktu 24 jam. Temperatur Lumbricus rubellus memerlukan waktu 6,5 minggu untuk dewasa pada temperatur 28°C. Temperatur optimum untuk perkembangan L. rubellus adalah 1518°C (Anas, 1990). Catalan (1981) menyatakan bahwa temperatur optimum untuk reproduksi cacing tanah adalah 21 oC sampai 29 oC dan untuk penetasan kokon adalah 26,7 oC sampai 29 oC. Kelembaban Kelembaban yang dibutuhkan cacing tanah berkisar antara 60-90% (Sihombing, 2002). Cacing tanah membutuhkan suasana basah sehingga cacing tidak tahan hidup pada cuaca panas dan media yang kering. Menurut Anas (1990), sebagian besar cacing tanah melakukan pernafasan melalui permukaan tubuh yang selalu dijaga kelembabannya oleh kelenjar lendir dan epidermis. Penelitan Brata (2003) menunjukkan bahwa kelembaban yang tinggi menyebabkan produksi kokon rendah, sebaliknya kelembaban yang sesuai menghasilkan produksi kokon yang cukup tinggi. Menurut Budiarti dan Palungkun (1992) pada kelembaban yang terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera menghindar untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya baik, karena cacing tanah bernafas melalui kulitnya dan bukan mengambil oksigen dari air. Keasaman (pH) Menurut Sihombing (2002), cacing tanah memiliki enzim yang terbatas. Oleh karena itu, pH media harus dijaga antara 68-7,2 yaitu pH yang optimum bagi bakteri yang membantu dalam saluran pencernaan cacing tanah. Bila media alkalis akan menghambat pertumbuhan bakteri yang membantu merombak makanan di di dalam alat pencernaan cacing tanah. Sebaliknya bila media asam, maka kelenjar kapu yang terdapat dalam esofagus tidak cukup untuk menetralisir asam yang terbentuk. Hal ini akan menyebabkan membengkaknya tembolok dan pecah. Aerasi Aerasi sangat penting untuk mencegah akumulasi asam dan gas dalam media. Media dapat dibalik seminggu sekali, media yang terlalu padat dapat menyebabkan sulit bergerak dan bernafas. Aerasi yang baik merupakan syarat yang penting dalam reproduksi cacing tanah. Media dapat ditambahkan bahan-bahan yang berserat kasar tinggi untuk meningkatkan aerasi media. Cahaya Cacing tanah termasuk jenis hewan nocturnal (aktif mencari makan dimalam hari). Menurut Gaddie dan Douglas (1975), pada tubuh cacing tanah, terutama bagian ujung depan (anterior), terdapat banyak sel yang peka terhadap cahaya. Oleh karena itu, semua kegiatan mencari makan dan kawin dilakukan malam hari, sedangkan siang hari cacing tanah bergerak dibawah permukaan tanah. Budidaya cacing tanah diperlukan naungan, agar cacing tetap aktif mencari makan disiang hari (Sihombing, 2002) Kepadatan Populasi Menurut Oktoviana (2000), perbandingan media dan jumlah cacing tanah yang menghasilkan bobot badan terbaik adalah 1:20, yaitu satu bagian cacing dan 20 bagian media. Pemeliharaan cacing tanah yang dilakukan pada bak berukuran 60x45x20 cm (54.000 cm3) memiliki populasi cacing tanah yang ideal yaitu 200-400 gram (Catalan, 1981). Populasi yang terlalu padat menyebabkan cacing tanah menjadi kecil-kecil dan kemungkinan terjadi keracunan protein (Gaddie dan Douglas, 1975). Media Hidup dan Pakan Cacing Tanah Kotoran Sapi Perah Menurut Catalan (1981), kotoran ternak adalah sumber protein dan mineral yang dapat digunakan sebagai media cacing tanah. Penggunaan kotoran sapi sebagai media perlu dicampur dengan bahan tambahan lain seperti potongan rumput, tujuannya adalah untuk memperbaiki porositas media karena tekstur kotoran sapi relatif padat (Gaddie dan Douglass, 1975). Sisa Makanan Warung Pakan merupakan hal terpenting dalam budidaya cacing tanah. Keberhasilan pertumbuhan cacing tanah tergantung dari jenis pakan yang diberikan dan jumlah pakan yang dapat dicerna. Pakan cacing tanah selain berasal dari media hidupnya, dapat juga diperoleh dari pakan yang diberikan oleh peternak (Catalan, 1981). Bahan organik merupakan pakan utama cacing tanah, yaitu bahan yang berasal dari organisme hidup (hewan dan tumbuhan) yang mengandung senyawa karbon (Gaddie dan Douglas, 1975). Senyawa organik tersebut adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin, asam nukleat dan asam organik (McDonald et al., 1989). Pakan diberikan dengan tujuan penggemukan cacing tanah dan pengolahan limbah organik. Pemberian pakan berupa ampas tahu dan pakan ternak komersial biasa dilakukan dalam penggemukan cacing tanah. Tidak ada pakan komersial yang khusus diproduksi untuk pakan cacing tanah. Pakan berupa bahan organik lain yang sudah tidak dimanfaatkan seperti sampah organik pasar, limbah sayuran, limbah rumah tangga diberikan pada cacing tanah untuk membantu dalam pengolahan limbah (Catalan, 1981). Tabel 1. Kandungan Gizi Limbah Restoran Komposisi Bahan Kering Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar Santoso (1989) Yanis et al.(2000) ----------------(%)---------------26,3 tidak dianalisis 4,2 10,89 0,7 9,13 5,9 9,70 Kandungan limbah restoran menurut Santoso (1989) dan Yanis et al. (2000) dapat dilihat pada Tabel 1. Limbah warung dan rumah tangga sangat bervariasi jenisnya, antara lain sayur-sayuran, sisa makanan, tulang, daging, ikan, telur, dan aneka sisa makanan lainnya. Jumlah dan komposisi limbah tidak sama setiap harinya sehingga sulit diberikan kepada ternak dalam jumlah besar dan bergizi cukup baik (Santoso, 1989). Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah harus memenuhi syarat untuk pakan yaitu rasa asin, minyak dan pedasnya tidak berlebihan (Palungkun, 1999). Penggunaan limbah organik dapat dicuci terlebih dahulu, untuk menghindari zat-zat yang tidak disukai oleh cacing tanah. Menurut Catalan (1981), cacing tanah tidak mempunyai gigi dan membutuhkan air cukup banyak karena itu pakan yang diberikan sebaiknya dalam bentuk bubur. Pakan yang diberikan sama dengan bobot cacing tanah yang ada. Menurut Palungkun (1999), cacing tanah dapat mengkonsumsi berbagai macam bahan organik dengan bobot seberat tubuhnya dalam sehari. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari tanggal 20 September sampai 8 Desember 2005. Analisis kandungan zat-zat makanan bahan media atau pakan cacing tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Materi Cacing tanah yang digunakan adalah L. rubellus umur dewasa kelamin yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pakan cacing tanah berupa sisa makanan yang tidak habis dimakan oleh pengunjung warung yang telah difermentasikan terlebih dahulu. Sisa makanan ini diperoleh dari lima warung tegal di sekitar jalan Raya Darmaga, Bogor. Media hidup yang digunakan adalah campuran feses sapi perah dengan cacahan rumput kering (± 2 cm). Kotoran sapi perah dan rumput lapang diperoleh dari kandang B, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sisa makanan warung diperoleh dari warung makan di daerah Darmaga, Bogor. Peralatan yang akan digunakan adalah 20 pot plastik dengan diameter 20 cm, gelas plastik, 4 tong kecil, plastik penutup, sarung tangan, termometer tanah, higrometer tanah, higrometer ruangan, timbangan, handsprayer, dan pengukur pH. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari empat taraf perlakuan pemberian pakan sisa makanan restoran dengan lima kali ulangan. Model rancangan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: Yij = μ + τ i + εij Keterangan: Yij = Pengamatan μ = Rataan pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j umum τi = Pengaruh εij = taraf perlakuan ke-i (i = P1; P1,25; P1,5 dan P1,75) Galat percobaan dari taraf perlakuan jenis media ke-i pada ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4 dan 5) Data yang diperoleh akan dianalisis dengan Analisis Ragam (ANOVA) (Steel dan Torrie, 1995). Jika hasil analisis berbeda nyata akan diuji lanjut dengan polinomial ortogonal. Peubah yang Diamati Pertambahan bobot badan induk per ekor per minggu. Pertambahan Bobot Badan per ekor per minggu: bobot badan saat pengamatan dikurangi dengan bobot badan pengamatan sebelumnya kemudian dibagi dengan jumlah populasi cacing tanah saat pengamatan. PBB = BBn-BBn-1 ∑ populasin Keterangan: PBB = Pertambahan bobot badan BBn = Bobot badan pada saat pengamatan BBn-1 = Bobot badan pengamatan sebelumnya ∑ populasin = Jumlah populasi pada saat pengamatan Jumlah kokon. Perhitungan jumlah kokon dilakukan pada setiap pot secara manual setelah tujuh hari penanaman setiap minggu selama 49 hari. Daya tetas. Daya tetas diperoleh dari jumlah kokon yang menetas, dibagi dengan jumlah kokon yang diinkubasi, dikali dengan seratus persen. Penghitungan daya tetas dilakukan 7-21 hari setelah kokon diinkubasi. Daya tetas = Σ kokon yang diinkubasi – Σ kokon yang tidak menetas x 100% Σ kokon yang diinkubasi Jumlah anak setiap kokon. Penghitungan jumlah anak setiap kokon diperoleh dari jumlah anak cacing tanah yang ada dibagi dengan jumlah kokon yang menetas. Penghitungan jumlah anak dilakukan 7-21 hari setelah kokon diinkubasi. Jumlah anak per kokon = Σ anak cacing tanah Σ kokon yang diinkubasi – Σ kokon yang tidak menetas Prosedur Persiapan Media Cacing Tanah Rumput lapang dicacah 1-2 cm lalu dicampur kotoran sapi perah dengan perbandingan 1:3 (berdasarkan volume). Campuran ditambahkan EM4 (11 ml) lalu difermentasikan secara anaerob selama tiga minggu. Suhu dan pH diukur pada akhir fermentasi, kapur ditambahkan sebanyak 0,3% untuk mengurangi tingkat keasaman media (Meliyani, 1999) sehingga pH media menjadi optimum bagi kehidupan cacing tanah yaitu berkisar 6,8-7,2 (Sihombing, 2002). Sebelum digunakan, media dianginanginkan terlebih dahulu selama tiga hari untuk mengurangi kandungan air dan gas. Media yang telah siap digunakan dianalisis kandungan C/N dan kadar airnya. Penanganan Sisa Makanan Warung Sisa makanan warung dibersihkan dari bahan-bahan yang tidak dapat dicerna cacing tanah, seperti tulang, plastik, tusuk gigi dan lainnya. Sisa makanan difermentasikan selama satu minggu dalam kondisi anaerob, lalu dianalisis kandungan bahan kering, energi bruto, protein kasar dan kadar air. Pemberian pakan dilakukan dua hari sekali sesuai perlakuan, yaitu pemberian pakan sebanyak 1 kali bobot badan (P1), 1,25 kali bobot badan(P1,25), 1,5 kali bobot badan (P1,5) dan 1,75 kali bobot badan (P1,75). Seleksi Cacing Tanah Cacing tanah (L. rubellus) yang baru memiliki klitelum dipilih sebagai materi penelitian. Klitelum yang masih baru terlihat seperti segmen yang berwarna lebih terang tapi masih belum terjadi penonjolan klitelum merupakan tanda cacing telah dewasa kelamin. Jumlah cacing yang digunakan adalah 20 ekor untuk setiap bak dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Jadi, jumlah cacing tanah yang digunakan seluruhnya berjumlah 400 ekor. Penanaman dan Pemeliharaan Cacing Tanah Media yang telah disiapkan, terlebih dahulu dilakukan uji biologis untuk mengetahui kecocokan media sebagai tempat hidup bagi cacing tanah. Uji biologis dilakukan dengan memasukkan lima ekor cacing. Media sudah dapat digunakan sebagai tempat hidup cacing tanah apabila dalam waktu 2 x 24 jam cacing tersebut tidak keluar atau mati. Pot yang berisi media hidup (700 gr) dan 20 ekor cacing tanah ditempatkan di rak dan ditutup dengan karung plastik untuk menghindari predator dan mengurangi penguapan. Selama penelitian dilakukan penyemprotan air dengan handsprayer satu kali sehari untuk menjaga kestabilan temperatur dan kelembaban media. Pengukuran suhu media, kelembaban dan suhu ruangan dilakukan setiap pukul 12.00 WIB (siang). Pengadukan dilakukan satu minggu sekali agar aerasi berjalan dengan baik. Pengamatan Cacing Tanah Pengamatan dan pencatatan dilakukan setiap satu minggu selama 49 hari, yang meliputi penimbangan bobot badan dan perhitungan populasi cacing tanah setiap pot. Pemanenan dan Penetasan Kokon Pemanenan kokon dilakukan setiap satu minggu setelah tujuh hari penanaman. Kokon yang ada dihitung jumlahnya. Kokon diinkubasikan pada gelas plastik aqua dengan media yang diambil dari media hidup induknya. Media inkubasi diletakkan pada tempat yang berbeda dari media hidup induknya lalu ditutup dengan plastik. Penyiraman media inkubasi dilakukan setiap satu hari sekali untuk menjaga kelembaban media hidup. Kokon yang menetas dihitung setiap minggu setelah tujuh hari inkubasi selama 21 hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan Hidup Cacing Tanah Selama Penelitian Suhu, Kelembaban Ruangan dan Media Rataan suhu dan kelembaban selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Rataan suhu media pada tiap perlakuan berkisar antara 27,4-29 oC. Rataan suhu tertinggi ada pada P1,75 dan yang terendah ada pada P1. Perbedaan suhu sebesar satu derajat Celcius akan mempengaruhi kehidupan cacing tanah. Akan tetapi, kisaran suhu dalam penelitian masih dalam kisaran suhu optimum bagi cacing tanah menurut Sihombing (2002) sebesar 21,1-29,4oC. Tabel 2. Rataan Suhu Ruangan dan Media serta Kelembaban Ruangan Selama Penelitian Parameter Suhu (oC) Media Perlakuan 2 3 Umur (minggu) 4 5 6 7 8 9 Rataan P1 28,5 28,0 27,0 27,0 27,0 27,0 28,0 27,0 27,4 P1,25 29,0 28,5 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 27,5 28,1 P1,5 P1,75 29,0 29,0 29,0 82,0 Ruangan 29,0 29,0 29,0 82,0 28,5 29,0 29,0 73,0 28,5 29,0 28,0 76,0 28,0 29,0 28,0 72,0 28,5 29,0 28,0 72,0 Kelembaban Ruangan (%) Keterangan: Periode pencatatan suhu dan kelembaban pada musim hujan 28,0 29,0 29,0 73,0 28,0 29,0 28,0 76,0 28,4 29,0 28,5 75,7 Perbedaan suhu antar perlakuan disebabkan oleh perbedaan jumlah pemberian pakan tambahan. P1,75 diberi pakan dalam jumlah lebih banyak daripada P1. Menurut Prihmantoro (1999) bahan organik yang dikomposkan akan membebaskan sejumlah energi melalui perubahan dalam bentuk panas sehingga terjadi kenaikan suhu dalam tumpukan. Mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu media. Sisa makanan warung yang tidak habis dimakan oleh cacing tanah akan mengalami proses fermentasi yang mengakibatkan kenaikan suhu dalam tumpukan. Suhu ruangan merupakan salah satu aspek keberhasilan budidaya cacing tanah. Fluktuasi suhu udara yang tinggi akan mempengaruhi proses fisiologis cacing tanah seperti metabolisme, pernafasan, pertumbuhan dan perkembangbiakkan (Sihombing, 2002). Suhu ruangan diukur setiap hari pada pukul 12.00 siang. Suhu ruangan selama penelitian relatif stabil antara 28-29 oC, dengan rataan 28,5 oC. Suhu tersebut masih dalam kisaran suhu ruangan penelitian Syaputra (2004) pada lima peternakan cacing tanah sebesar 28-30 oC. Sebaliknya, kelembaban (Rh) berfluktuasi antara 72%-82%, dengan rataan 75,75%. Kelembaban ini masih memenuhi syarat hidup cacing tanah menurut Sihombing (2002) yaitu 50-80%. Suhu ruangan mempengaruhi suhu media cacing tanah. Bila suhu ruangan tinggi, maka panas yang ada akan diserap oleh media cacing tanah dan akan menaikkan suhu media. Penurunan suhu media dapat dilakukan melalui penyiraman media dengan air secukupnya. Kelembaban media dapat tetap dijaga dengan memberikan penutup ada media, misalnya dengan menggunakan kertas koran sehingga penguapan air dari media dapat dikurangi. Komposisi dan pH Media Hasil analisis Proksimat media hidup cacing tanah dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan protein kasarnya cukup rendah yaitu 5,57%. Kandungan protein kasar media ini berada dibawah syarat media hidup cacing tanah menurut Sihombing (2002) yang kandungan proteinnya 9-15%. Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Media Hidup Cacing Tanah Komposisi Bahan Kering* Kadar Air* Abu* Protein Kasar* Serat Kasar* Lemak Kasar* Beta-N* C** N** C Awal Penelitian Akhir Penelitian -----------------(%)-----------------tidak dianalisis 44,07 tidak dianalisis 55,93 tidak dianalisis 7,15 5,57 tidak dianalisis 11,63 tidak dianalisis 1,00 tidak dianalisis 5,69 tidak dianalisis 34,23 35,85 0,86 0,84 /N** 39,80 42,68 Sumber: *)Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, **) Hasil Analisis Laboratorium Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2006 Kadar air media awal penelitian sebesar 55,93%. Kadar air ini sesuai untuk media hidup cacing tanah menurut Sihombing (2002) yaitu kandungan air media sebesar 50-80%. Media hidup cacing tanah harus dapat menahan air karena sebagian besar bobot hidupnya adalah air (75-90%), karena itu cacing tanah tidak tahan terhadap cuaca panas dan tanah kering. Selain itu, cacing tanah bernafas melalui permukaan kulitnya, mengeluarkan lendir melalui pori-pori kulit untuk melindunginya dari gesekan saat bergerak, kelembaban sangat dibutuhkan cacing tanah untuk menjaga agar kulit tetap berfungsi normal. Kelembaban media dapat tetap dijaga dengan memberikan penutup pada media, misalnya dengan menggunakan kertas koran sehingga penguapan air dari media dapat dikurangi. Kandungan serat kasar pada media sebesar 11,63 %. Penambahan rumput kering yang mengandung serat kasar tinggi dapat meningkatkan porositas media. Selain rumput kering, dapat juga digunakan bahan yang berserat kasar tinggi lainnya seperti jerami padi dan daun-daunan (Sihombing, 2002). Media penelitian sebelum pengomposan memiliki nisbah C/N sebesar 39,80. Nisbah C/N ini lebih besar daripada C/N yang optimum menurut Yang (1997) yaitu 25. Hal ini disebabkan penambahan rumput kering yang mengandung unsur karbon cukup tinggi dengan nisbah C/N 50-70 (Murbandono, 1999). Nisbah C/N media hasil penelitian (vermikompos) meningkat menjadi 42,68. Menurut Loh et al., (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi penurunan nisbah C/N pada media cacing tanah dari 50,98 menjadi 40,66. Peningkatan nisbah C /N ini disebabkan pemberian pakan tambahan pada cacing tanah yang berupa sisa makanan warung. Sisa makanan warung merupakan bahan organik yang termasuk sumber karbon. Keasaman (pH) feses sapi perah sebelum pengomposan sebesar 6,57. Hal ini sesuai dengan Manik (1994) yang menyatakan bahwa kotoran sapi perah memiliki pH antara 6,6-6,8. Setelah pengomposan pH naik menjadi 6,98. Media ditambahkan kapur sebanyak 0,3% (Meliyani, 1999) karena banyak terdapat kutu yang menunjukkan bahwa media masih bersifat asam. Penambahan kapur bertujuan untuk menaikkan pH media (Sihombing, 2002). Keasaman (pH) media setelah pengomposan berada dalam kisaran pH media yang optimum bagi cacing tanah menurut Sihombing (2002) yaitu 6,8-7,2. Sisa Makanan Warung Sisa makanan warung yang diperoleh dari lima warung Tegal bervariasi setiap harinya baik dalam jumlah dan komposisi. Bahan makanan yang selalu terdapat dalam sisa makanan biasanya berupa nasi, tahu dan sayur-sayuran. Hasil analisis proksimat sisa makanan warung disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Sisa Makanan Warung Komposisi Jumlah Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) 91,47 11,6 5,17 Energi bruto (kalori/gram) 3487 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, 2006 Hasil fermentasi sisa makanan dalam bentuk bubur. Proses fermentasi merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana (Murbandono, 1999) sehingga tersedia bagi cacing tanah Media hidup cacing tanah tidak menyediakan nutrisi yang cukup bagi cacing tanah selama hidupnya karena itu pakan tambahan diberikan sebagai tambahan nutrisi bagi cacing tanah. Hasil analisa menunjukkan bahwa sisa makanan warung mempunyai kandungan protein yang cukup baik yaitu 11,6%. Kandungan protein kasar sisa makanan warung sesuai dengan kandungan protein yang baik bagi cacing tanah menurut Sihombing (2000) yaitu 9-15%. Sisa makanan warung bervariasi jenisnya, antara lain nasi, tahu, sayursayuran, wortel, tulang, daging, ikan, telur, cabe dan aneka sisa makanan lainnya. Macam dan jumlah sampah tidak sama setiap harinya. Menurut Palungkun (1999), penggunaan sisa makanan warung media cacing tanah harus memenuhi syarat untuk pakan yaitu rasa asin, minyak dan pedasnya tidak berlebihan (Palungkun, 1999). Pemberian pakan berupa sisa makanan warung tidak mengalami proses pencucian terlebih dahulu, sehingga masih terdapat kandungan minyak, dan rasa pedas dan asin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sisa makanan warung dimakan oleh cacing tanah. Hal ini terlihat dari banyaknya cacing tanah yang berkumpul pada gumpalan sisa makanan warung. Sisa makanan warung pada P1 selalu habis dimakan oleh cacing tanah, berbeda halnya pada P1,75 yang hampir selalu tersisa. Jumlah konsumsi pakan tidak dapat diukur karena pakan sudah bercampur dengan media hidup cacing tanah. Sisa makanan yang tidak dimakan oleh cacing tanah akan mengalami proses fermentasi dan menaikkan suhu media. Kandungan lemak kasar sisa makanan warung cukup tinggi dibandingkan dengan kandungan lemak kasar pada kotoran sapi perah. Kotoran sapi perah yang merupakan tempat hidup cacing tanah hanya mengandung 1% lemak kasar sedangkan kandungan lemak kasar pada sisa makanan warung sebesar 5,17%. Kandungan lemak pada pakan akan menaikkan kandungan lemak media. Pakan diberikan setiap dua hari sekali sesuai dengan perlakuan sehingga kandungan lemak pada pakan akan menumpuk, menaikkan kandungan lemak dan mengubah tekstur media menjadi berminyak dan liat. Media menjadi tidak nyaman bagi cacing tanah karena cacing tanah bernafas melalui kulit. Media yang liat akan menghambat pernafasan, pertumbuhan dan aktifitas cacing tanah. Kondisi media yang tidak nyaman ini terlihat dari populasi cacing tanah yang tidak menyebar merata pada media, cacing tanah berkumpul pada satu tempat. Bobot Badan Induk Cacing Tanah Rataan bobot badan cacing tanah tiap perlakuan berkisar antara 7,44-10,54 gram/wadah atau 0,37-0,52 gram/ekor seperti yang tercantum pada Tabel 5. Rataan bobot badan terbesar terdapat pada perlakuan pemberian pakan sebanyak 1,25 kali bobot badan cacing tanah dan yang terkecil pada perlakuan 1,75 kali bobot badan. Tabel 5. Bobot Badan Induk Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Penimbangan ke- Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 Ratarata /wadah Ratarata /ekor ------------------------------gram--------------------------------P1 4,32 9,64 P1,25 4,42 11,42 11,76 11,92 11,3 10,24 P1,5 4,36 10,62 10,24 9,46 9,08 P1,75 4,32 7,68 7,5 9,38 8,54 8,66 8,6 8,16 7,96 7,86 7,94 7,87 0,39 11 12,32 10,54 0,52 8,08 8,22 8,54 8,57 0,42 7,42 7,2 7,42 7,44 0,37 Rataan bobot badan cacing tanah selama 49 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2. Bobot badan cacing tanah pada minggu pertama memiliki bobot badan yang hampir seragam, berkisar antara 0,216-0,221 gram/ekor. Bobot badan ini masih di bawah bobot badan dewasa cacing tanah menurut Yuliprianto (1994) sebesar 0,43 gram/ekor dan Ulep (1982) sebesar 0,50-0,82 gram/ekor. Cacing tanah belum mencapai bobot dewasa tubuh, terlihat dari klitelum yang masih belum berkembang dengan sempurna. Klitelum hanya terlihat seperti segmen yang berwarna lebih terang tapi masih belum terjadi penonjolan. BB (gram/ekor) 0.7 0.6 P1 P1,25 P1,5 P1,75 0.5 0.4 0.3 0.2 1 2 3 4 5 6 Pengamatan minggu ke- 7 8 Gambar 2. Grafik Rataan Bobot Badan L. rubellus Selama 49 Hari Pemeliharaan Hasil penimbangan kedua menunjukkan peningkatan bobot badan yang pesat dengan rataan berkisar 9,38-11,42 gram/ wadah atau 0,46-0,57 gram/ ekor. Bobot badan ini sesuai dengan bobot badan cacing tanah dewasa menurut Yuliprianto (1994) dan Ulep (1982). Hasil penimbangan ketiga sampai dengan penimbangan kedelapan menunjukkan bahwa bobot badan cacing tanah cenderung konstan, karena nutrisi yang didapat dari pakan sebagian besar digunakan untuk aktivitas reproduksi (Samosir, 2000). Menurut Hisbinudin (2000) pertumbuhan cacing tanah akan berlangsung lambat dan terjadi penurunan bobot badan cacing tanah setelah cacing tanah mencapai dewasa kelamin. Pertambahan Bobot Badan Induk Rataan pertambahan bobot badan (PBB) cacing tanah berkisar antara 0,00270,0074 gram/ekor/hari (Lampiran 2). Pertambahan bobot badan ini berbeda dengan penelitian Brata (2003) yang menyatakan bahwa PBB L. rubellus berkisar antara 0.0043-0.00578 gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan perbedaan pemberian pakan pada penelitian Brata (2003) yang menggunakan ampas tahu dengan kandungan protein (26,06%) yang lebih tinggi dan kandungan lemak (7,78%) yang lebih rendah daripada sisa makanan warung (Protein kasar: 11,6 % dan Lemak kasar: 5,17%). Pola PBB cacing tanah (gram/ ekor) pada berbagai tingkat pemberian pakan dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah pemberian pakan berpengaruh nyata terhadap PBB cacing tanah (P<0,05), mengikuti persamaan kuadratik Y = -0.1474x2 + 0.3894x - 0.2142 dengan R2 = 0.67. Jumlah pemberian pakan sebanyak 1,32 kali akan menghasilkan PBB yang tertinggi yaitu 0,0429 gram/ekor. y = -0.1474x 2 + 0.3894x - 0.2142 R2 = 0.67 0.06 PBB (gram/ekor) 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 Perlakuan Gambar 3. Pola Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah pada Berbagai Tingkat Pemberian Pakan Sisa Makanan Warung. Pemberian pakan sisa makanan warung sampai 1,32 kali bobot badan akan menaikkan PBB cacing tanah, sedangkan lebih dari 1,32 kali bobot badan akan menurunkan PBB cacing tanah. Penambahan sisa makanan warung menyebabkan akumulasi minyak pada media yang mempengaruhi tekstur media, sehingga semakin banyak jumlah makanan warung yang diberikan, semakin banyak minyak yang terakumulasi pada media. Pernafasan cacing tanah menjadi terhambat akibat minyak pada media dan tubuh cacing tanah sehingga menghambat pertumbuhannya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa P1,25 menghasilkan PBB tertinggi. Hal ini disebabkan pada P1, pakan yang ada tidak mencukupi kebutuhan hidup cacing tanah sedangkan pada P1,5 dan P1,75, akumulasi minyak yang berasal dari pakan menyebabkan tekstur media menjadi tidak nyaman untuk hidup cacing tanah sehingga bobot badan cacing tanah menurun. Rataan PBB cacing tanah selama 49 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4. Pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada penimbangan ke 1-2. Pertambahan bobot badan rata-rata bernilai negatif pada penimbangan kedua sampai kedelapan, kecuali pada P1,25. PBB bernilai negatif pada P1,25 hanya pada penimbangan keempat sampai keenam. Nilai negatif PBB mengindikasikan bahwa kandungan nutrisi pakan tidak mencukupi kebutuhan hidup dan aktifitas reproduksi cacing tanah, sehingga cacing tanah mulai merombak sel tubuhnya untuk PBB (gram/ekor) menghasilkan kokon. 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 -0.05 -0.1 P1 P1,25 P1,5 P1,75 1-2 2-3 3-4 4-5 5-6 6-7 7-8 Pengamatan minggu ke- Gambar 4. Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan PBB bernilai positif pada penimbangan ke enam sampai delapan untuk P1,25, karena pada waktu tersebut kokon yang dihasilkan cacing tanah sangat sedikit bahkan tidak menghasilkan kokon sama sekali. Produksi Kokon Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa jumlah pemberian pakan yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap produksi kokon cacing tanah (P<0,01). Pemberian pakan sisa makanan warung akan meningkatkan produksi kokon mengikuti persamaan kubik Y= 0,021x3 - 0,0888x2 + 0,1253x – 0,0559 dengan 100% respon produksi kokon yang disebabkan oleh perlakuan (R2= 1), seperti yang tampak pada Gambar 5. 170 Jomlah kokon 150 y = 2788.3x 3 - 11794x 2 + 16239x - 7169.2 R2 = 1 130 110 90 70 50 30 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 Perlakuan Gambar 5. Produksi kokon Cacing Tanah Pada Berbagai Tingkat Pemberian Pakan Sisa Makanan Warung Rataan produksi kokon tertinggi pada P1,25 (7,39 butir) dan terendah pada P1,5 (3,2 butir). Produksi kokon yang rendah pada P1 menunjukkan bahwa kandungan nutrisi dari pakan tidak mencukupi kebutuhan hidup cacing tanah, seperti yang ditunjukkan oleh PBB yang juga rendah (Gambar 3.). Tabel 6. Jumlah Kokon yang Dihasilkan Selama 49 Hari Pemeliharaan Perlakuan P1 Rataan /wadah Rataan /ekor -----------------(butir)-------------64,4 3,22 P1,25 147,8 7,39 P1,5 64 3,2 P1,75 74,4 3,72 Produksi kokon yang rendah pada P1,5 dan P1,75 disebabkan kandungan minyak pada media lebih tinggi daripada media P1,25. Menurut Brata (2003), produksi kokon akan semakin rendah pada media dengan kadar lemak tinggi. Selain itu, akumulasi minyak pada P1,5 dan P1,75 ternyata juga menghambat reproduksi melalui gangguan proses respirasi yang ditunjukkan oleh nilai PBB yang bernilai negatif. Pola produksi kokon setiap penimbangan selama 49 hari pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6. Rataan produksi kokon setiap minggu berkisar antara 0,641,69 butir/ ekor. Penelitian Samosir (2000) pada L. rubellus umur 70-84 hari dengan pakan tambahan kotoran sapi perah menunjukkan produksi kokon setiap minggu berkisar 1,12-1,94 butir/ ekor. Lumbricus rubellus menurut Hatanaka et al., (1983) menghasilkan satu butir kokon/ekor setiap lima hari yang sama artinya dengan 1,4 butir kokon/ ekor setiap minggunya. 4 Jumlah kokon (butir/ekor) 3,5 3 P1 P1,25 2,5 P1,5 2 P1,75 1,5 1 0,5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu ke- Gambar 6. Produksi Kokon Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kokon mulai dihasilkan pada penimbangan kedua, tetapi dalam jumlah yang sedikit karena cacing tanah belum mencapai aktivitas reproduksi yang optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Brata (2003) yang menunjukkan bahwa kokon baru yang dihasilkan pada awal fase reproduksi masih dalam jumlah yang sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa cacing tanah membutuhkan waktu satu minggu setelah mencapai bobot badan dewasa untuk menghasilkan jumlah kokon yang maksimal. Cacing tanah sudah menghasilkan kokon pada minggu ke dua, namun nutrisi yang diperoleh lebih diutamakan untuk pencapaian bobot badan dewasa. Jumlah kokon yang terbesar diperoleh pada penimbangan ketiga, peningkatan jumlah kokon diikuti oleh penurunan PBB karena energi yang dimiliki cacing tanah digunakan untuk memproduksi kokon, seperti yang terlihat pada Gambar 3.. Hal ini sesuai dengan penelitian Samosir (2000) yang menyatakan bahwa penurunan bobot badan cacing tanah terjadi saat cacing mulai menghasilkan kokon. Setelah minggu ke tiga, produksi kokon terus menurun sampai minggu ke enam. Penurunan produksi kokon juga diikuti oleh PBB yang bernilai negatif, mungkin karena proses metabolisme cacing tanah terhambat akibat tubuhnya dilapisi minyak yang terakumulasi pada media sehingga pernafasan terhambat. Seekor cacing tanah mampu menghasilkan 1,4 butir kokon setiap minggu (Hatanaka et al., 1983), namun pada penelitian ini cacing tanah tidak lagi memproduksi kokon pada minggu ke tujuh dan ke delapan. Hal ini mengindikasikan bahwa media sudah tidak cocok sebagai media cacing tanah. Daya Tetas Daya tetas menunjukkan kemampuan setiap kokon yang dihasilkan untuk menetas dan menghasilkan anak cacing tanah. Persentase daya tetas tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Rataan persentase daya tetas tertinggi ada pada P1, sebesar 93,13%. Perlakuan pemberian pakan P1,25; P1,5 dan P1,75 mempunyai rataan persentase daya tetas yang tidak berbeda jauh yaitu 90,25; 90,01 dan 89,47%. Tabel 7. Daya Tetas Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan Perlakuan Daya tetas (%) P1 93,13 ± 3.164 P1,25 90,25 ± 1.458 P1,5 90,01 ± 2.358 P1,75 89,47 ± 2.195 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah pemberian pakan tidak berpengaruh pada daya tetas kokon. Persentase daya tetas lebih dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Penurunan jumlah anak cacing tanah yang menetas atau rendahnya daya tetas cacing tanah dapat pula disebabkan oleh adanya kokon yang kosong, kokon yang belum menetas dan kematian anak cacing tanah. Hasil menunjukkan bahwa jumlah kokon yang banyak belum tentu diikuti dengan daya tetas yang tinggi. Jumlah kokon terbanyak ada pada perlakuan P1,25 (7,39 butir/ekor) sedangkan daya tetas terbesar ada pada P1 (93,13%). Semua kokon yang dihasilkan belum tentu semua dapat menetas dan menghasilkan anak cacing tanah. Daya tetas kokon lebih dipengaruhi oleh kelembaban sedangkan lama menetas kokon dipengaruhi oleh suhu media. Media dengan kelembaban yang cukup tinggi, menghasilkan daya tetas yang cukup rendah (Brata, 2003). Rendahnya daya tetas cacing tanah dapat pula disebabkan oleh adanya kokon yang kosong dan kokon yang belum menetas (Sihombing, 2002). Jumlah Anak Jumlah anak cacing tanah setiap ekor selama 49 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan sisa makanan warung tidak berpengaruh terhadap jumlah anak yang dihasilkan setiap kokon. Tabel 8. Jumlah Anak yang Dihasilkan Setiap Kokon Pengamatan minggu kePerlakuan P1 P1,25 P1,5 P1,75 Rataan 2 Rataan 3 4 5 6 ----------------------------- ekor ------------------------------- 1,24 1,2 1,46 1,92 1,45 1,3 1,22 1,46 1,46 1,36 Jumlah anak tiap kokon dari 1,63 1,5 2,47 1,76 1,84 seluruh 2,44 1,79 2,03 1,61 1,96 perlakuan 2,19 1,88 2,6 0,67 1,83 berkisar 1,8 1,5 2 1,5 antara 1,5- 2 ekor/ kokon, Rataan jumlah anak cacing tanah dari seluruh perlakuan paling banyak dihasilkan pada pengukuran ke lima sebesar 1,96 ekor anak cacing tanah/kokon, Jumlah anak ini sesuai dengan penelitian Brata (2003) menunjukkan bahwa Lumbricus rubellus menghasilkan 1,5 ekor anak cacing tanah/kokon tetapi lebih besar dari jumlah anak pada penelitian Samosir (2000) sebesar 0,87-1,93 ekor/kokon. Menurut Sihombing (2002), satu kokon dapat mengandung 1-8 embrio atau 220 embrio dengan rata-rata yang menetas 7 embrio. Jumlah anak yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor, seperti daya tetas kokon, kondisi media yang mendukung untuk kehidupan anak cacing tanah (Samosir, 2000). Selain itu, faktor genetik, faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi jumlah anak cacing tanah (Brata, 2003). Penyiraman merupakan salah satu cara untuk mengatur kondisi temperatur dan kelembaban media. Kondisi temperatur dan media optimal akan menghasilkan tingkat reproduksi yang optimal. Cacing tanah merupakan hewan terrestrial yang pada kondisi kering yang panjang akan menurunkan jumlah anaknya (Edwards dan Lofty, 1977), Penelitian Brata (2003) menunjukkan hasil bahwa pada perlakuan media tanpa penyiraman (suhu: 27 oC; kelembaban: 34,75%), jumlah anak cacing tanah yang dihasilkan sedikit. Semakin rendah kelembaban akan menghasilkan jumlah anak yang sedikit. Oleh karena itu, cacing tanah membutuhkan air baik untuk mempertahankan temperatur dan kelembaban yang optimal maupun untuk kebutuhan konsumsi. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Pertambahan bobot badan dan produksi kokon terbesar ada pada perlakuan pemberian pakan sisa makanan warung sebanyak 1,25 kali bobot badan cacing tanah. Pemberian pakan berupa sisa makanan warung tidak mempengaruhi daya tetas dan jumlah anak cacing tanah. Penggunaan pakan cacing tanah berupa sisa makanan warung dapat mempengaruhi tekstur media menjadi lebih berminyak. Kandungan lemak pada media menjadi meningkat media menjadi tidak nyaman bagi kehidupan cacing tanah. SARAN Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah sebaiknya melalui proses pencucian terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan minyak, rasa pedas dan rasa asin. Perlu memperbanyak jumlah media hidup (kotoran ternak) untuk mengatasi akumulasi minyak dari sisa makanan warung. Hal ini dimaksudkan agar media tetap dalam kondisi yang nyaman bagi kehidupan cacing tanah. UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Ir. Salundik, MSi dan Ir. Hotnida C. H. Siregar, MSi selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan penuh kesabaran memberi bimbingan, petunjuk, saran dan koreksi dalam penulisan. Bapak Jakaria Spt. Msi dan Ir. Abdul Djamil Hasjmy, Ms. sebagai dosen penguji sidang sarjana. Ir. Suhut Simamora, Ms. selaku dosen penguji seminar. Mas Nana yang telah memberikan bantuan serta kemudahan dalam mengurus administrasi. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr. Sc. yang telah memberikan saran dan dorongan bagi Penulis dalam menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini. Mama tercinta yang telah memberikan Do’a dan kasih sayang yang tulus tiada terhingga. Amy dan Nita, yang terus memberikan semangat. Terimakasih kepada Desyana yang telah memberikan motivasi, do’a dan perhatian yang tulus. David raimon, teman-teman Zenith serta keluarga besar NRSH atas dukungan, pengertian dan persahabatan selama penulis berada di kampus tercinta, IPB. Akhirnya penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis selama menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2006 Penulis DAFTAR PUSTAKA Anas, I. 1990. Metode Penelitian Cacing Tanah dan Nematoda. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Brata, B. 2003. Pertumbuhan, perkembanganbiakkan dan kualitas eksmecat dari beberapa spesies cacing tanah pada kondisi lingkungan yang berbeda. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Budiarti dan Palungkun. 1992. Cacing Tanah: Aneka Cara Budidaya, Penanganan Lepas Panen, Peluang Campuran Ransum Ternak dan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Catalan, G. I. 1981, Earthworms a New Resource of Protein. Philippine Earthworm Center. Philippines. Edward, C. A. and J. R. Lofty. 1977. Biology of Earthworm. Chapman and Hall. New York. Gaddie, R. E. and D. E. Douglas. 1975. Earthworm for Ecology and Profit. Vol I. Bookworm Publishing Company Ontario. California. Gaddie, R. E. and D. E. Douglas. 1977. Earthworm for Ecology and Profit. Vol II. Bookworm Publishing Company Ontario. California. Gates, G. E. 1972. Burmesse Earthworm, Vol. 62. The American Philocophical Society Independent Square. Philadelphia. Hatanaka, K. Y., Ishioka dan E. Furnichi. 1983. Cultivation of Eisenia foetida using daily waste sludge cake. In: Satchell. Earthworm Ecology. Chapman and Hall. New York. Haukka, 1987. Growth and Survival of Eisenia foetida (sav) (Oligochaeta: Lumbricidae) in Relation to Temperature, Moisture and Presence of Enchytraeus albidus. Biology Fertil Soils 3:99-102. Hisbinudin, N. 2000. Pengaruh jenis media campuran kotoran sapi, kelinci dan cacahan batang pisang terhadap produktivitas dan kualitas nutrisi cacing tanah (Lumbricus rubellus). Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lee, K. E. 1985. Earthworms. Their Ecology and Relationships with Soils and Land Use. CSIRO Divisions of Soils Adelaide. Academic Press (Harcourt Brace Jovanovich Publishers), Sydney. Loh,T. C., Y. C. Lee., J. B. Liang dan D. Tan. 2005. Vermicomposting of cattle and goat manures by Eisenia foetida and their growth and reproduction performance. J. Bioresource Technology. 96: 111-114. Manik, S. T. H. 1994. Pengaruh imbangan kotoran sapi perah dengan sampah pasar organik terhadap produksi dan kualitas kompos secara aerob. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Martin, J. P. , H. Black and Hawthorne.1981. Earthworm biology and production. In: Explore The World Earthworm. Inseat Lecture Hall, UPLPB College. Laguna. Mashur. 2001. Kajian perbaikan budidaya cacing tanah Eisenia foetida Savigna untuk meningkatkan produksi biomassa dan kualitas eksmecat dengan memanfaatkan limbah organik sebagai media. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor McDonald, P., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh. 1989. Animal Nutrition. John Wiley and Sons, Inc. New York Meliyani, E. 1999. Permberian kapur dalam media sarang terhadap perkembangan tubuh dan klitelium pada cacing tanah (Eisenia foetida). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Murbandono, L. 1999. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. Minnich, J. 1977. The Earthworm Book. Rodale Press Emmaus, P. A. USA. Oktovhiana, K. 2000. Vermikomposting limbah padat rumah potong hewan dengan jenis cacing dan ukuran kepadatan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Palungkun, R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Penebar Swadaya. Jakarta Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Rukmana, R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Samosir, C. M. F. 2000. Studi performans produksi cacing tanah dari tiga spesies berbeda (Lumbricus rubellus, Eisenia foetida dan Perionyx exavatus). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santoso, U. 1989. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. PT. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Sihombing, D. T. H. 2002. Satwa Harapan I. Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya Wirausaha Muda. Bogor. Simandjuntak, A. K dan D. Waluyo. 1982. Cacing Tanah. Budidaya dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie.1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan. B. Sumantri. PT. Gremedia. Jakarta. Syaputra, D. S. 2004. Sifat fisik dan kimia casting dari berbagai peternakan cacing tanah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Ulep, L. J. L. 1982. The production, processing and evaluation of the nutritive value of the earthworm (Perionyx excavatus) as feed for broilers. Disertation. Faculty of The Graduated School. University of Philiphines At los Banos. Yang, S. S. 1997. Preparation of Compost and Evaluating Its Maturity. Food and Fertilizer Tehnology Center. Extention Bulletin, 445: 1-23 Yanis,M., D. Zainuddin., R. W. Suryawati dan M. Rochjat. 2000. Pemanfaatan limbah restoran untuk ransum ayam buras. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta Yuliprianto. 1994. Identifikasi sifat-sifat Kependidikan, Nomor 1 (XXIV): 75-86. eksternal cacing tanah. Jurnal LAMPIRAN Lampiran 1. Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Perlakuan 1-2 5,32 7,00 6,26 5,06 P1 P1,25 P1,5 P1,75 2-3 -1,1 0,34 -0,38 -0,72 Penimbangan Ke3-4 4-5 5-6 0,06 -0,44 -0,2 0,16 -0,62 -1,06 -0,78 -0,38 -1,00 -0,98 -0,18 -0,08 6-7 -0,10 0,72 0,14 -0,22 7-8 -0,10 0,72 0,14 -0,22 Rataan per wadah Rataan per ekor 0,49142 1,03714 0,57142 0,38 0,0245 0,0518 0,0285 0,019 Lampiran 2. Pertambahan Bobot badan Cacing Tanah Setiap ekor (Gram/Hari) Ulangan Perlakuan P1 0,0037 0,0025 0,0019 0,0072 0,0020 0,0035 1 2 3 4 5 Rataan P1,25 0,0112 0,0100 0,0052 0,0036 0,0064 0,0074 P1,5 0,0037 0,0073 1,24E-18 0,0134 0,0040 0,0057 P1,75 0,0039 0,0017 0,0026 0,0008 0,0043 0,0027 Lampiran 3. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan SUMBER perlakuan Galat Total db 3 16 19 JK 0,003131 0,004957 0,008088 KT 0,001043741 0,000309809 F hit 3,368987 Ftab 0.05 3,24 KK = 56,77419 Lampiran 4. Uji Polinomial Ortogonal Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan SK perlakuan Linier kuadratik kubik Galat Total R2 = 0,67 db 3 1 1 1 16 19 JK 0,003131 0,000400 0,001698 0,001033 0,004957 0,008088 KT 0,001044 0,000400 0,001698 0,001033 0,00031 F hit 3,368987 1,291119 5,481000 3,334843 F tab 0.05 3,24 4,49 4,49 4,49 F tab 0.01 5,29 8,53 8,53 8,53 Lampiran 5. Analisis Ragam Jumlah Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan SUMBER db JK KT perlakuan 3 24467.35 8155.783 galat 16 7805.2 487.825 total 19 32272.55 F hit F tab 0.01 16.71867 5.29 KK = 25,20251 Lampiran 6. Uji Polinomial Ortogonal Jumlah Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan SK perlakuan linier kuadratik kubik galat total R2 = 0,99 db 3 JK 24467,35 723,61 6661,25 17082,49 7805,20 32272,55 1 1 1 16 19 KT 8155,783 723,61 6661,25 17082,49 487,825 F hit 16,71867 1,483339 13,655 35,01766 F tab 0.05 3,24 4,49 4,49 4,49 F tab 0.01 5,29 8,53 8,53 8,53 Lampiran 7. Analisis Ragam Daya Tetas Selama 49 Hari Pemeliharaan SUMBER perlakuan galat Total db 3 16 19 JK 40,45207 90,04582 130,4979 KT 13,48402 5,627864 F hit 2,39594 Ftab 0.05 3,24 KK = 2,614706 Lampiran 8. Analisis Ragam Jumlah Anak tiap Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan SUMBER perlakuan Galat Total KK = 12,51832 db 3 16 19 JK 0,203029 0,57004 0,773068 KT 0,067676 0,035627 F hit 1,89955 Ftab 0.05 3,24