ISSN 2407-9189 University Research Colloquium 2015 IDENTIFIKASI BAKTERI BATANG GRAM NEGATIF PADA DARAH WIDAL POSITIF BERDASARKAN KARAKTER FENOTIPIK Sri Darmawati1), Langkah Sembiring2), Widya Asmara3), Wayan T. Artama4) 1 Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang . E-mail: [email protected] , 2 Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 3,4 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Abstract Sensitivity, specificity, and predictive value of Widal test were varied followed by the success values of blood cultures by 40%-89%. The purpose of this study was to identify Gram-negative bacillus bacteria in positive Widal blood cultures based on phenotypic. One hundred and thirty six (136) samples were gathered from in and outpatients of 4 hospitals and 2 community health centers in Semarang. Bact/Alert FAN, Mac Conkey, Rapid Test Kit API 20E, API 50CHB/E were used Blood culture, isolation and characterizations. Sensitivity test to 6 types of antibiotics were used for phenotypic characterization. The results were classified into four clusters. Cluster I consisted of 5 isolates of Salmonella typhi (KD 30.4, SA 02.2, KD 30.3, NCTC 786, BA 07.4) with similarity value of 91.8%-97.4%. Cluster II: Escherichia coli (BA 30.1 ; BA 30.2) and Salmonella sp. BA 30.5 (88.2%-97.4%). Cluster III, Serratia marcescens KD 08.4 and KD 08.5 (94.7%). Cluster IV, Enterobacter cloacae BA 45.4.1, TG 03.5, KT 16, SA 02.1 and 1 isolate of Klebsiella pneumoniae KD 58.4 (83.9%-94.7%) . The results of sensitivity test of 14 bacterial isolates and one reference strain of S. typhi NCTC 786 showed that 93.3 % was sensitive to chloramphenicol, 86.7 % to ciprofloxacin, 66.7 % to gentamicin, respectively to cefotaxime (60%), trimethoprim-sulfametoksasol (60%), and ampicillin (53.3%). Bacterial species diversity in blood caused sensitivity and specificity of Widal various. The bacterial sensitivity to chloramphenicol was still high. Keywords: Widal, Kultur darah, BacT/Alert FAN, API 20E, API 50 CHB/E 1. PENDAHULUAN Demam tifoid adalah infeksi sistemik oleh Salmonella typhi (S.typhi) ( WHO, 2003). Penyakit ini merupakan penyakit endemis yang tersebar luas di dunia, termasuk di Indonesia dan Negara berkembang lainnya (Thong, et al,. 2000; Husein et al., 2002; Vollaard et al., 2005). Di Indonesia angka insiden demam tifoid mencapai 358-810/100.000 penduduk/tahun dengan angka kematian yang cukup tinggi, yaitu 1-5 % dari penderita (Punjabi, 2004; Vollaard et al., 2005). Demam tifoid di Kota Semarang demam tifoid termasuk urutan ke tiga setelah Demam Berdarah Dengue dan Diare serta gastroenteritis dari 10 besar penyakit (Anonim, 2008). Diagnosis klinis demam tifoid harus didukung dengan diagnosis laboratorium, karena gejala klinis tidak spesifik (Khoharo et al., 2010; Ley et al., 2010; Fadeel et al., 2011). Ditemukannya S. typhi pada kultur darah atau sumsum tulang merupakan baku emas demam tifoid, tetapi fasilitas untuk kultur darah ataupun sumsum tulang tidak selalu tersedia, kadang-kadang hasil kultur negatif karena telah mengkonsumsi antibiotik (Khoharo et al., 2010; Ley et al., 2010). Uji Widal sering dilakukan, karena sederhana, cepat, mudah, relatif murah, tetapi sensitivitas, spesifisitasnya dan nilai ramalnya bervariasi. Nilai keberhasilan kultur darah sangat bervariasi 40%-89% dibandingkan dengan keberhasilan isolasi S. typhi. Keberhasilan memperoleh isolat S. typhi dari kultur darah Widal positif sebesar 10,74% (Amarantini et al. 2009). Kejadian ini menunjukkan adanya jenis bakteri lain selain S. typhi. 89 ISSN 2407-9189 Kejadian demam tifoid telah diperburuk dengan terjadinya peningkatan resistensi bakteri terhadap banyak antibiotik, meningkatnya jumlah individu yang terinfeksi HIV serta meningkatnya mobilitas pekerja migran dari daerah dengan insiden yang tinggi (Thong et al., 2000a). Resistensi S. typhi terhadap beberapa antibiotik semakin meningkat seperti resistensi terhadap ampisilin, kloramfenikol, kotrimoksazol, trimetoprim, sulfonamid, streptomisin dan tetrasiklin, bahkan terhadap banyak antibiotik atau multi-drug resistant (MDR). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk identifikasi bakteri batang gram negatif pada kultur darah Widal positif asal Kota Semarang berdasarkan karakter fenotipik menggunakan media API 20E, API 50CHB/E, dan uji sensitivitas terhadap antibiotik. 2. METODE PENELITIAN Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah 136 sampel darah Widal positif asal pasien rawat jalan dan rawat inap (RSUD Tugurejo, RSUD Kota Semarang, RSI Sultan Agung, Puskesmas Kedungmundu kecamatan Tembalang dan Puskesmas Bangetayu kecamatan Genuk). Pasien dengan diagnosis gejala klinis menderita demam tifoid dengan criteria inklusi demam ≥ 3hari, suhu tubuh ≥ 38°C, titer Widal O ≥ 1/160, ≥1/80 untuk titer Widal H, dewasa umur ≥ 14 tahun dan ≤ 55 tahun, tidak mengalami tindakan invasif (pemasangan kateter, infus, pemasangan klep jantung) sebelum pemeriksaan Widal, bersedia dijadikan responden dengan menandatangai surat persetujuan. Pengambilan sampel dengan cara Consecutive Sampling. Kultur darah dan Isolasi bakteri Kultur darah. Kultur darah menggunakan medium BacT/Alert FAN blood culture bottles (Bio Merieux Inc.). Darah vena sebanyak 5 ml, diinokulasikan ke dalam medium BacT/Alert FAN, diinkubasikan selama 5 sampai 7 hari pada suhu 37˚C (Bourbeau & Pohlman, 2001). 90 University Research Colloquium 2015 Pertumbuhan mikroorganisma diamati selama waktu inkubasi, yang ditandai dengan perubahan warna sensor pada bagian dasar botol menjadi kuning, kemudian dikultur pada media Blood Agar Plate (BAP) dan diinkubasi selama 24 jam atau semalam pada suhu 37˚C, selanjutnya dilakukan subkultur/isolasi bakteri. Tahap isolasi/ subculture Setelah dilakukan kultur pada medium BAP, kemudian dilakukan pengamatan morfologi koloni pada setiap 5 koloni terpilih meliputi: warna koloni, bentuk, diameter, tepi, elevasi, sifat berdasarkan kemampuannya untuk menghemolisa sel darah merah (alfa, beta atau gamma). Koloni bakteri terpilih kemudian diisolasi secara bertingkat beberapa kali sampai diperoleh kultur murni, koloni bakteri dicat dengan pengecatan gram dan ditanam pada medium BHI agar miring serta BHI agar tegak untuk disimpan pada suhu 4˚C sebagai stok. Karakterisasi fenotipik Koloni terpilih untuk bakteri batang, gram negatif enterik dikultur pada media Mac Conkey Agar (MC, OXOID) kemudian dilakukan karakterisasi fenotipik. Karakter fenotipik yang digunakan untuk identifikasi bakteri batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae meliputi morfologi sel bakteri, morfologi koloni, sifat biokimiawi menggunakan API 20E dan API 50CHB/E, serta uji sensitivitas terhadap enam macam antibiotik (ampisilin, gentamisin, sefotaksim, siprofloksasin, trimetoprim-sulfametoksasol, kloramfenikol) menggunakan metode disk diffusion (KirbyBauer) pada medium Mueller-Hilton Agar (MHA, OXOID). Klasifikasi Numerik Fenetik Koleksi Data. Ditentukan Operational Taxonomical Units (OTU) yaitu 14 strain bakteri batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae dengan 1 strain acuan S. typhi NCTC 786 (n=15), kemudian ditentukan 76 unit karakter (t=76). Data tersebut selanjutnya disusun dalam matriks n x t dengan menggunakan program MS Excell 2007. ISSN 2407-9189 University Research Colloquium 2015 Pengkodean Data. Pengkodean unit karakter dilakukan dengan cara diberi skor, unit karakter yang positif (+) diberi skor 1, sedangkan unit karakter yang negatif (-) diberi skor 0. Pemberian skor unit karakter menggunakan program PFE (Programmer’s File Editor). Analisis Data. Data yang telah diolah menggunakan program PFE kemudian dianalisis dengan program MVSP (Multi Variate Statistical Package). Untuk mengetahui hubungan similaritas antara strain satu dan strain yang lainnya digunakan SSM (Simple Matching Coefficients) versi 3,1. Kemudian pengklusteran dilakukan dengan menggunakan algoritma UPGMA (Unweighted Pair Group Methode with Averages). Setelah itu hasil analisisnya dipresentasikan dalam bentuk dendogram menggunakan program Paint Shop Pro dan diedit dengan program Adhobe photoshop (Sembiring, 2002) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi bakteri batang gram negatif pada kultur darah Widal positif asal Kota Semarang berdasarkan karakter fenotipik Hasil kultur bakteri berdasarkan total kultur sampel darah positif menggunakan medium BacT/Alert FAN blood culture bottles sebanyak 65 sampel (47,8%) dari 136 sampel darah, 17 sampel (12,5%) bakteri batang gram negatif, 3 isolat tidak teridentifikasi, dan bakteri kokus gram positif 48 sampel (35,3%). Hasil identifikasi bakteri batang gram negatif menggunakan Rapid Test Kit API 20E dan API 50CHB/E dengan satu strain acuan S. typhi NCTC 786 terdiri dari S. typhi, Salmonella sp., Ent. cloacae, E. coli, Kleb. pneumoniae, Ser. marcescens (Tabel 1). Hasil analisis similaritasnya atas dasar SSM dan algoritme UPGMA (Tabel 2), dipresentasikan dalam bentuk dendrogram menggunakan Paint Shop Pro dan diedit dengan program Adhobe Photo Shop (Sembiring, 2002) ditunjukkan pada Gambar 1. menunjukkan 4 klaster yang tersusun dari 14 nodus. Pengelompokan 14 isolat bakteri anggota familia Enterobacteriaceae dan satu strain acuan S. typhi NCTC 786 berdasarkan persentase respon positif ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 1. Isolat bakteri batang gram negatif hasil isolasi dari sampel darah Widal positif pada pasien gejala klinis demam tifoid berdasarkan hasil konfirmasi menggunakan Rapid Test Kit API 20E dan API 50CHB/E Kode Isolat NCTC 786 BA 07.4 BA 30.1 BA 30.2 BA 30.5 BA 45.4.1 KD 30.3 KD 30.4 KD 08.4 KD 08.5 KD 58.4 SA 02.1 SA 02.2 TG 03.5 KT 16 Nama Isolat S. typhi S. typhi E. coli E. coli Salmonella sp. Ent. cloacae S. typhi S. typhi Ser. marcescens Ser. marcescens K. pneumoniae sp. Ent. cloacae S. typhi Ent. cloacae Ent. cloacae 91 ISSN 2407-9189 University Research Colloquium 2015 Gambar 1. Dendrogram yang menunjukkan hubungan kemiripan antara 14 isolat bakteri batang gram negatif (Kleb. pneumoniae KD 58.4; Ent. cloacae SA 02.1; Ent. cloacae KT 16; Ent. cloacae BA 45.4.1; Ent. cloacae TG 03.5; Ser. marcescens KD 08.5; Ser. marcescens KD 08.4; E. coli BA 30.2; E. coli BA 30.1; Salmonella sp.BA 30.5; S. typhi BA 07.4; S. typhi SA 02.2; S. typhi KD 30.4; S. typhi KD 30.3) hasil isolasi dari sampel darah Widal positif pada pasien gejala klinis demam tifoid dengan satu strain acuan S. typhi NCTC 786 yang didasarkan atas analisis Simple Matching Coefficient (SSM) dan algoritma UPGMA berdasarkan karakter fenotipik Tabel 2. Analisis klaster 14 isolat bakteri batang gram negatif anggota familia Enterobcteriaceae dengan satu strain acuan S. typhi NCTC 786 didasarkan atas analisis Simple Matching Coefficient (SSM) dan algoritma UPGMA No dus 92 Grup 1 1 2 3 KD 30.4 BA 30.1 KD 30.3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Nodus 3 KD 08.4 TG 03.5 Nodus 4 Nodus 6 BA 30.5 Nodus 8 Nodus 10 Nodus 7 Nodus 12 Nodus 13 Grup 2 SA 02.2 BA 30.2 S. typhi NCTC 786 Nodus 1 KD 08.5 BA 45.4.1 BA 07.4 KT 16 Nodus 2 SA 02.1 KD 58.4 Nodus 9 Nodus 5 Nodus 11 Simi larit as (%) 97,4 97,4 96,1 95,4 94,7 93,4 91,8 91,4 88,2 85,5 83,9 80,0 70,4 67,5 ∑ objek yang bergab ung 2 2 2 4 2 2 5 3 3 4 5 8 10 15 Tabel 3. Karakteristik klaster hasil klasifikasi 14 isolat bakteri batang gram negatif dengan satu strain acuan S. typhi NCTC 786 anggota familia Enterobacteriaceae didasarkan atas analisis Simple Matching Coefficient (SSM) dan algoritma UPGMA dan berdasarkan persentase respon positif Karakteristik β-galaktosidase Arginin dihidrolase Ornitin dekarb. H2S Ferm/Oks.D-arabinosa Ferm/Oks.L-sorbosa Ferm/Oks.Dulsitol Ferm/Oks.Inositol Ferm/Oks. Metil-αDGlukopiranosida Ferm/Oks.D-selobiosa Ferm/Oks.D-rafinosa Ferm/Oks.Xilitol Ferm/Oks.Gentiobiosa Ferm/Oks..D-turanosa Ferm/Oks.L-lixosa Ferm/Oks.D-tagatosa Ferm/Oks.D-fukosa Ferm/Oks..D-arabitol Ferm/Oks.Pot. 5ketoglukonat I 0 0 0 80 0 0 0 0 0 Klaster II III 66,7 100 33,3 50 66,7 100 33,3 0 0 0 100 0 100 0 0 100 0 0 IV 80 80 80 0 100 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 100 0 100 100 100 0 80 20 0 0 0 100 0 0 0 100 0 0 100 0 0 0 0 University Research Colloquium 2015 Klaster I beranggotakan 5 isolat S. typhi (KD 30.4, SA 02.2, KD 30.3, NCTC 786, BA 07.4) yang tersusun dari 4 nodus dengan nilai similaritas 91,8%-97,4%. Berdasarkan kemampuannya memfermentasi xilosa dan arabinosa semua isolat S. typhi yang masuk dalam klaster I termasuk biotipe I biotipe I (xilosa positif, arabinosa negatif) (Quintaes et al., 2002), hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan Darmawati et al. (2011) bahwa 6 isolat S. typhi yang berasal dari Magelang, Salatiga, Surakarta, dan Yogyakarta termasuk biotipe III (xilosa dan arabinosa positif) Klaster II beranggotakan isolat E. coli ( BA 30.1 dan BA 30.2) dan Salmonella sp. BA30.5 dengan nilai similaritas 88,2%-97,4%. Karakter yang mampu mengelompokkan ke 3 isolat anggotanya karena kemampuannya dalam memfermentasikan L-arabinosa, L-sorbosa, dulsitol, D-tagatosa dan potassium 5 ketoglukonat. Tiga isolat bakteri anggota klaster II berasal dari sampel yang sama, hal ini menunjukkan bahwa dari sampel darah pasien yang sama dapat diisolasi lebih dari satu jenis bakteri dan setiap bakteri dari jenis yang sama dapat memiliki perbedaan karakter fenotipik. Klaster III beranggotakan 2 isolat Ser. marcescens KD 08.4 dan KD 08.5 yang tersusun pada nodus 5 dengan nilai similaritas 94,7%. Karakter yang dapat memisahkan menjadi klaster tersendiri adalah kemampuannya untuk memfermentasi inositol, xilitol, L-lixosa dan L-arabitol, sedangkan ke 3 klaster yang lain tidak memiliki kemampuan tersebut. Perbedaaan karakter kedua isolat tersebut pada hasil uji arginin dihidrolase, fermentasi arabinosa, Dxilosa, D-galaktosa dan resistensi pada antibiotik sefotaksim. Perbedaan resistensi dari 2 isolat Ser. marcescens yang berasal dari sampel yang sama terhadap sefotaksim senada dengan perbedaan resistensi 2 isolat S. typhi dari sampel yang sama pula terhadap kloramfenikol yang terdapat pada klaster I yang dapat dilihat pada Tabel 4. Pola resistensi terhadap antibiotik tersebut menunjukkan bahwa pada isolat yang berbeda dari anggota spesies yang sama ISSN 2407-9189 dapat memiliki pola resistensi terhadap antibiotik yang berbeda, ini terjadi kemungkinan karena seseorang dapat terinfeksi oleh isolat yang berbeda dari spesies yang sama. Klaster IV beranggotakan 5 isolat yang bersifat memfermentasikan laktosa secara cepat, karena memiliki enzim βgalaktosidase dan enzim β-galaktoside permiase. Lima isolat bakteri terdiri dari 4 isolat Ent. cloacae yaitu BA 45.4.1, TG 03.5, KT 16 dan SA 02.1 serta 1 isolat Kleb. pneumoniae KD 58.4 dengan nilai similaritas 83,9%-94,7%. Karakter yang menyebabkan menjadi klaster tersendiri selain kemampuannya dalam memfernentasikan laktosa yaitu karena kemampuannya memfermentasikan D-arabinosa, metil alfa D-glukopiranosida, D-selobiosa, D-rafinosa dan D-arabitol. Isolat bakteri anggota klaster IV terbagi menjadi 4 nodus yaitu nodus 6, 8, 10 dan 11. Klasifikasi numerik fenetik berdasarkan karakter fenotipik pada 14 isolat bakteri batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae dengan satu strain acuan S. typhi NCTC 786 dapat mengelompokkan isolat-isolat anggota spesies yang sama ke dalam klaster yang sama pula, sehingga berdasarkan Dendrogramnya dapat terbentuk menjadi empat klaster yang masing-masing beranggotakan S. typhi, E. coli dan Salmonella sp., Ser. marcescens serta Ent. cloacae dan Kleb. pneumoniae. Dendrogram dari 14 isolat bakteri batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae disusun berdasarkan sistematika numerik fenetik yaitu sistematika menurut Priest dan Austin (1995) yang prinsip dasarnya menggunakan banyak karakter biologi. Dendrogram tersebut disusun berdasarkan 76 karakter mampu mengelompokkan menjadi empat kluster, dimana klaster I tersusun dari isolat bakteri anggota S. typhi, klaster II tersusun dari isolat bakteri anggota E. coli dan Salmonella sp., klaster III tersusun dari isolat bakteri anggota Ser. marcescens. Ketiga klaster tersebut bergabung pada nilai similaritas 70,4%, kemudian bergabung dengan klaster 93 ISSN 2407-9189 University Research Colloquium 2015 IV yang beranggotakan isolat Ent. cloacae dan Kleb. pneumoniae pada nilai similaritas 67,5%. Sistematika numerik fenetik yang ditampilkan dalam bentuk Dendrogram tersebut mempunyai tingkat resolusi diskriminatif yang baik sehingga dapat memisahkan isolat-isolat yang sama dari anggota setiap spesies pada klaster yang berbeda, sehingga dapat digunakan untuk kalsifikasi sampai tingkat spesies dan dapat untuk menentukan karakter yang dapat memisahkan klaster, hasil ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Sembiring dan Goodfellow (2001) dan Vandamme et al. (1996) bahwa sistematika klasifikasi numerik fenetik dapat digunakan untuk identifikasi sampai pada tingkat genus. Profil sensitivitas antibiotik bakteri terhadap Hasil uji sensitivitas 14 isolat bakteri dan satu strain acuan S. typhi ATCC 786 menunjukkan bahwa 93,3% sensitif terhadap kloramfenikol, 86,7 % terhadap siprofloksasin, 66,7% terhadap gentamisin, berturut-turut terhadap sefotaksim (60%), trimetoprim-sulfametoksasol (60%) dan ampisilin 53,3%. Hal ini seperti yang dilaporkan Tjaniadi et al.(2003) bahwa bakteri enterik patogen di Indonesia seperti Shigella spp., Vibrio cholera, Vibrio parahaemplyticus, S. typhi, S. paratyphi A mengalami penurunan sensitivitas terhadap 8 jenis antibiotik (ampisilin, trimetoprimsulfametoksasol, kloramfenikol, siprofloksasin, tetrasiklin, sepalotin, seftriason, norfloksasin). Demikian pula kejadian di Sulawesi selatan, bahwa resistensi S. typhi terhadap kloramfenikol meningkat setiap tahunnya dari 1,04% pada tahun 2001 menjadi 7,84% pada tahun 2007 (Hatta & Ratnawati, 2008). Resistensi terhadap antibiotik lini pertama (ampisilin, trimetoprimsulfametoksasol, kloramfenikol dan gentamisin) karena memiliki R-plasmid (resistance plasmid) yang membawa satu atau lebih gen yang mengkode protein yang dapat merusak antibiotik misalnya dengan terjadinya asetilasi kloramfenikol dan golongan aminoglisida yang lain (Tjaniadi et 94 al., 2003; Willey et al., 2009), sedangkan resistensi terhadap antibiotik lini ketiga yaitu golongan quinolon seperti siprofloksasin karena terjadinya mutasi pada gen gyr A atau gyr B yang berada pada kromosom (Anonim, 2001; Thong et al., 2000; Hirose et al., 2003; Mandal et al., 2004). Seseorang dapat terinfeksi oleh 2 isolat S. typhi yang memiliki resistensi berbeda terhadap kloramfenikol, seperti isolat KD 30.4 sensitif terhadap kloramfenikol sedangkan KD 30.3 resisten, karena Rplasmid dapat ditransfer melalui mekanisme konjugasi, transduksi dan transformasi baik pada jenis spesies bakteri yang sama ataupun yang berbeda pada lingkungan dimana bakteri tersebut berada (Willey et al., 2009). Demikian pula 2 isolat yang berbeda berasal dari pasien yang sama tetapi memiliki sifat sensitivitas yang berbeda, seperti S. typhi SA 02.2 sensitif terhadap gentamisin, siprofloksasin dan sefotaksim, sedangkan Ent. cloacae SA 02.1 resisten terhadap jenis antibiotik yang sama. Pola sensitivitas ini menunjukkan bahwa pemberian antibiotik pada pasien harus didahului dengan uji sensitivitas terhadap jenis-jenis antibiotik untuk dapat memilih antibiotik yang tepat, sehingga efisien dan tidak menimbulkan terjadinya peningkatan resistensi terhadap antibiotik. Demikian pula uji sensitivitas pada satu jenis bakteri terhadap antibiotik yang sama sebaiknya dilakukan pada beberapa isolat dari jenis yang sama pula. 4. SIMPULAN Hasil isolasi dan identifikasi bakteri pada kultur darah Widal positif asal Kota Semarang berdasarkan karakter fenotipik menggunakan media API 20E, API 50 CHB/E dan uji sensitivitas terhadap 6 jenis antibiotik dapat diketemukan 14 isolat bakteri batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae yaitu: Salmonella typhi, Salmonella sp., Serratia marcescens, Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae. Berdasarkan sistematika numerik fenetik hasilnya dapat dikelompokkan menjadi empat klaster, klaster I beranggotakan 5 isolat Salmonella typhi University Research Colloquium 2015 (similaritas 91,8%-97,4%). Klaster II beranggotakan 2 isolat Escherichia coli dan 1 isolat Salmonella sp. (similaritas 88,2%97,4%). Klaster III beranggotakan 2 isolat Serratia marcescens (similaritas 94,7%). Klaster IV beranggotakan 5 isolat bakteri terdiri dari 4 isolat Enterobacter cloacae serta 1 isolat Klebsiella pneumoniae (similaritas 83,9%-94,7%). Hasil uji sensitivitas 14 isolat bakteri dan satu strain acuan S. typhi NCTC 786 menunjukkan bahwa 93,3% sensitif terhadap kloramfenikol, 86,7 % terhadap siprofloksasin, 66,7% terhadap gentamisin, berturut-turut terhadap sefotaksim (60%), trimetoprim-sulfametoksasol (60%) dan ampisilin 53,3%. Keanekaragaman spesies bakteri pada darah menyebabkan sensitivitas dan spesifisitas Widal bervariasi. Sensitifitas bakteri terhadap kloramfenikol masih tinggi UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah memberikan dana untuk penelitian Hibah Bersaing tahun anggaran 2011 dan 2012 REFERENSI Amarantini, C., W. Asmara, H. Kushadiwijaya & L. Sembiring. 2009. Seleksi Bakteri Salmonella typhi dari Kultur Darah Penderita Demam Tifoid. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. ISBN: 978-979-96880 Anonim. 2008. Profil Kesehatan Kota Semarang 2008. DinasKesehatan. Jl. Pandanaran 79 Semarang Crump, J.A., F.G. Youssef, S.P. Luby, M.O. Wasfy, J.M. Rangel, M. Taalat, S.A. Oun and F.J.Mahomey, 2004. Estimating the Incidence of Typhoid ISSN 2407-9189 Fever and othe Febrile Illness in Developing Countries. Emerging Infectious Diseases. Vo. 9, No. 5: 539544 McDonald, L.C., J. Fune, L. B. Gaido, M.P. Weinstein, L.G. Reimer, T.M. Flynn, M.L. Wilson, S. Mirrett & L.B. Reller. 1996. Clinical Importance of Increased Sensitivity of BacT/Alert FAN Aerobic and Anaerobic Blood Culture Bottles. Journal of Clinical Microbiology. 34 (9): 2180-2184 Moehario, L.H. 2009. The molecular epidemiology of Salmonella Typhi across Indonesia reveals bacterial migration. Department of Microbiology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jalan Pegangsaan Timur 16, Jakarta J Infect Dev Ctries 2009; 3(8):579-584. Novianti, T. 2006. Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM Untuk Diagnosis Demam Tifoid. Informasi Laboratorium. ISSN 0854-7165. No. 5/2006 Olsen, S.J., J. Pruckler, W. Bibb, N.T.M. Tanh, T.M. Trinh, N.T. Minh, S. Silvapalasingam, A. Gupta, P.T. Phuong, N.T. Chinh, N.V. Chau, P.D. Cam and E.D. Mintz, 2004. Evaluation of Rapid Diagnostic test for Typhoid Fever. J. Clin. Microbiol. Vol. 42, No. %: 1885-1889 Punjabi, N.H. 2004. Demam Tifoid dan Imunisasi Terhadap Penyakit ini. U.S. NAMRU-2, Jakarta. http://www.papdi. Or.id/Imunisasi/demam typhoid dan imunisasi terh.htm Sembiring, L. 2004. Peranan Biosistematika Dalam Menunjang Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati. Seminar Nasional Biologi. 25 September 2004. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya 95 ISSN 2407-9189 Suharjono, Sembiring, L., Subagja, J., Ardyati, T. dan Lisdiana, L. 2007. Sistematik Numerik Strain-strain Anggota Genus Pseudomonas Pendegradasi Alkilbenzen Sulfonat Liniar Berdasarkan Sifat Fenotip dan Protein Fingerprinting. Biota, 12 (1): 47−54 Thong, KL., Altwegg, M., Pang, T. 2000. Comparative Analysis of Salmonella typhi by rRNA Gene Restriction and Phage Typhing. Pakistan Journal of Biological Sciences. 3 (5): 738-739 96 University Research Colloquium 2015 Vollaarrd, AM., Soegianto, A., Suwandhi, W., Henri A.G.H. van Asten, Leo G. V. Charles, S., J.T. van Dissel, 2005. Identification of typhoid fever and paratyphoid fever at presentation in outpatient clinics in Jakarta, Indonesia. Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene. Elsever. Vol. 99: 440450 WHO, 2003. Background Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines and Biologicals.