Document

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Berawal dari ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional
sudah banyak dikenal oleh manusia jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dan
obat-obatan modern dikenal masyarakat luas (Wijayakusuma, 2002). Obat-obatan
tradisional ini umumnya berasal dari berbagai bagian dari tumbuhan. Tumbuhan
yang digunakan sebagai obat tradisional memiliki keunggulan, yakni mempunyai
aktivitas biologi karena mengandung berbagai senyawa yang dapat mempengaruhi
sel-sel hidup dari suatu organ. Keunggulan yang lain dari obat-obatan tradisional
selain murah juga relatif mudah dalam penggunaannya, yakni dapat direbus,
ditumbuk, ataupun diminum air perasannya, serta dapat pula dimakan langsung
(Dalimartha, 2001).
Pegagan (Centella asiatica) adalah salah satu tanaman di Indonesia yang
dapat digunakan sebagai obat tradisional. Penggunaannya dapat dalam bentuk
segar, kering maupun dalam bentuk ramuan atau jamu. Khasiat tanaman ini dapat
meningkatkan daya ingat, stamina tubuh, menurunkan gejala stress dan depresi
(Yu et al., 2006). Pegagan dapat berfungsi sebagai obat untuk penyembuhan luka,
karena dapat meningkatkan sel kolagen pada jaringan, menyembuhkan
peradangan, asma, wasir, tuberkulosis, demam, dan penambah selera makan.
Disamping itu pegagan dapat dimanfaatkan untuk memperlancar sirkulasi darah,
syphilis, epilepsy, antiinflamasi, hipotesi, dan antialergi (Matsuda et al, 2001).
Pegagan mengandung berbagai bahan aktif diantaranya adalah triterfenoid
safonin. Triterfenoid safonin meliputi asiaticoside, centelloside, madecassoside,
dan asam asiatik. Komponen lainnya adalah minyak volatil, flavonoid, tannin,
fytosterol, asam amino, dan karbohidrat. Kandungan triterfenoid safonin pada
pegagan berfungsi untuk meningkatkan aktivasi makrofag (Ito et al., 2000).
Demikian banyak manfaat pegagan untuk menjaga proses fisiologis tubuh agar
berjalan normal, sehingga terhindar dari berbagai kelainan, yang ditimbulkan
akibat kelainan metabolisme didalam tubuh baik disebabkan oleh agen non
2
infeksius maupun agen infeksi. Salah satu agen infeksius yang dapat
menimbulkan perubahan pada tubuh dan organ tubuh hewan adalah bakteri
Salmonella typhi.
Salmonella typhi dapat menyebabkan Salmonellosis, ditandai enterokolitis
akut, sakit perut, diare, mual, dan terkadang muntah. Penyakit ini ditandai dengan
demam, anoreksi, dan diare kadang muncul selama beberapa hari. Infeksi dapat
berkembang menjadi septisemia atau hanya infeksi lokal. Kadang-kadang,
penyebab infeksi terlokalisir di jaringan tubuh tertentu, menyebabkan abses dan
septic arthritis serta peradangan pada organ saluran pencernaan, hati, jantung,
paru, otak, limpa, dan organ lainnya (Sunarno, 2007).
Saluran pencernaan merupakan salah satu pintu gerbang masuknya
penyakit. Usus halus merupakan bagian saluran pencernaan yang sangat penting
karena didalamnya terjadi proses pencernaan bahan pakan dan di ditempat
tersebut pula terjadi proses penyerapan sari makanan. Usus halus terbagi dalam
tiga bagian yaitu duedonum, Jejunum, dan ileum. Pada Duodenum terjadi
pencernaan paling aktif dengan proses hidrolisis dari nutrien kasar berupa pati,
lemak, dan protein. Penyerapan hasil akhir dari proses ini sebagian besar terjadi di
duodenum. Duodenum merupakan tempat sekresi enzim dari pankreas dan getah
empedu dari hati. Jejunum dan ileum merupakan kelanjutan dari duodenum. Pada
bagian ini proses pencernaan dan penyerapan zat makanan yang belum
diselesaikan pada duodenum dilanjutkan sampai tinggal bahan yang tidak dapat
dicerna (Yuwanta, 2004). Makanan yang mengandung mikroorganisme patogen
yang masuk ke dalam usus halus dapat menyebabkan kelainan pada usus halus.
Berbagai usaha dapat dilakukan untuk menanggulangi kelainan ataupun
kejadian penyakit pada ternak akibat agen infeksi tersebut, antara lain :
memperbaiki manajemen peternakan, menjaga kebersihan kandang, memberikan
makanan yang berkualitas dan teratur serta melakukan pengobatan terhadap ternak
yang sakit atau melakukan vaksinasi untuk pencegahan timbulnya penyakit.
Akhir-akhir ini berkembang cara baru untuk pencegahan penyakit, yakni
dengan memanfaatkan bahan alami. Bahan yang mampu meningkatkan ketahanan
tubuh atau meningkatkan respon imun dikenal dengan nama imunostimulator
3
(Tizard, 2000). Salah satu imunostimulator yang berasal dari bahan nabati atau
bahan herbal adalah pegagan (Januwati dan Yusron, 2005). Sampai saat ini
pemanfaatan pegagan sebagai bahan imunostimulator masih dikembangkan dan
terus diteliti, sejauhmana peranannya dalam mencegah kelainan organ penyusun
tubuh yang diakibatkan oleh infeksi Salmonellosis.
1.2
Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah pemberian
pegagan (Centella asiatica) berpengaruh dalam mencegah perubahan gambaran
mikroskopis usus halus mencit yang diinfeksi Salmonella typhi?.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pegagan (Centella
asiatica) dalam mencegah perubahan gambaran mikroskopis usus halus mencit
yang diinfeksi Salmonella typhi.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai pengaruh
pegagan (Centella asiatica) dalam mencegah perubahan gambaran mikroskopis
usus halus mencit yang diinfeksi Salmonella typhi.
1.5
Kerangka Pemikiran
Pengaruh pemberian pegagan terhadap gambaran mikroskopis usus halus
yang diinfeksi Salmonella typhi masih belum jelas. Salmonella typhi yang berada
di dalam saluran pencernaan akan melakukan invasi ke jaringan usus dan bertahan
di dalam sel usus.
Usus halus merupakan saluran panjang yang berawal dari lubang keluar
lambung otot yang terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Pada duodenum bagian yang mengarah ke atas disebut ascenden dan yang
mengarah ke bawah disebut descenden. Antara ascenden dan descenden ada organ
pankreas yang memproduksi enzim-enzim pencernaan. Jejunum dan ileum dilapisi
oleh epitel silindris selapis yang mengandung banyak sel mangkok (sel Goblet).
Villi terdapat di sepanjang usus halus dengan kripta Lieberkhun. Bagian dari usus
halus ini berjalan secara berkelok-kelok dan digantung oleh suatu membran tipis
yang disebut mesenterium.
4
Secara umum struktur histologi usus halus terdiri dari tunika mukosa,
submukosa, muskularis, dan tunika serosa. Tunika mukosa dibalut oleh epitel
permukaan, lamina propria, dan lamina muskularis mukosa. Tunika muskularis
terdiri dari lapisan dalam yang tersusun melingkar dan lapisan luar yang tersusun
memanjang. Struktur histologi tersebut akan dapat mengalami perubahan, apabila
organ tersebut diberikan beberapa perlakuan. Salah satunya dengan adanya infeksi
Salmonella typhi yang dapat menyebabkan Salmonellosis.
Infeksi Salmonella typhi dapat menyebabkan abses atau peradangan pada
organ dan ditengarai akibat infeksi ini dapat dihindarkan dengan pemberian
pegagan sehingga pengamatan secara histologi akan memberikan gambaran dalam
mengidentifikasi pengaruh pemberian pegagan terhadap gambaran mikroskopis
usus halus mencit yang diinfeksi Salmonella typhi.
1.6
Hipotesis Penelitian
Pemberian pegagan (Centella asiatica) berpengaruh dalam mencegah
perubahan gambaran mikroskopis usus halus mencit yang diinfeksi Salmonella
typhi.
Download