Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka

advertisement
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa
(Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian
menunjukkan berbagai temuan penelitian yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Beberapa temuan dalam pemberitaan wacana politik Kasus Bank Century
di media massa dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, wacana politik Kasus Bank Century yang berkembang melalui
media massa Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka meliputi empat isu
dominan, yakni usulan dan dorongan hak angket Kasus Bank Century di DPR,
wacana perebutan pimpinan pansus, wacana keputusan opsi DPR tentang Bank
Century, dan dugaan keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani dalam Skandal Bank
Century. Keempat isu ini berkembang di media massa menjadi isu dominan
terkait dengan realitas politik Kasus Bank Century yang melibatkan aktor-aktor
politik, aktor sosial, dan peristiwa politik yang terjadi seputar Kasus Bank
Century yang bergulir di Parlemen. Selain itu, isu-isu ini merupakan isu yang
paling banyak disoroti oleh aktor politik dan sosial terkait dengan Kasus Bank
Century yang tengah bergulir.
Kedua, konstestasi kekuasaan yang ditampilkan oleh media massa
Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka ditunjukkan dengan posisi ketiga media
249
tersebut yang menjalin relasi dominan yang mengedepankan relasi historyideologi, politik media, dan kepentingan pasar pada masing-masing isu dalam
Kasus Bank Century.
Pada isu usulan hak angket dan pembentukan pansus, Kompas
membangun relasi dominan dengan PDIP sebagai partai oposisi. Relasi PDIP
dengan Kompas lebih kepada relasi history-ideologi. Sejarah masa lalu
menunjukkan bahwa afiliasi Kompas dengan Partai Katholik pada masa orde
lama, lalu ketika masa Orde Baru Kompas lebih condong ke Partai Demokrasi
Indonesia (fusi dari beberapa partai) pada masa itu. Dalam Kasus Bank Century
relasi history-ideologi tersebut mengemuka hal itu diperkuat bahwa posisi PDIP
sebagai partai oposisi.
Sementara itu, Republika membangun relasi history-ideologi dengan
kelompok politik yang berideologi Islam dan kelompok nasionalis yang dekat
dengan Islam hampir di semua isu dalam Kasus Bank Century. Republika terlihat
konsisten dalam membangun relasi dominan dengan kelompok ini sesuai dengan
visi-misi dan history-ideologi-politik media tersebut yang mengakomodir
kepentingan ummat dalam setiap pemberitaannya.
Sedangkan, Rakyat Merdeka menampilkan relasi kuasa yang dominan
dengan Koalisi Oposan terutama Partai Golkar dan Kelompok Oposisi (PDIP).
Relasi ini tentu mempunyai alasan yang kuat dan sejalan history-ideologi yang
merupakan koran yang berakar dari koran “Merdeka” milik BM. Diah yang
berafiliasi dengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI). BM. Diah dikenal sangat
nasionalis yang kemudian juga menjadi ciri media ini. Dalam perkembangannya
250
Rakyat Merdeka memposisikan diri sebagai koran politik dengan semboyan
“Koran Oposisi”. Rakyat Merdeka berada dalam jalur kelompok oposisi. Secara
otomatis, hal ini juga mempengaruhi Rakyat Merdeka dalam membentuk fakta
berita yang lebih cenderung kepada wacana yang dibangun kelompok oposisi.
Bila dilihat dari pergulatan ideologi, terlihat Rakyat Merdeka mengakomodir
kepentingan kelompok nasionalis-sekuler.
Pada isu usulan hak angket Bank Century di DPR ini, ketiga media
memainkan isu publik untuk kepentingan politik medianya. Terlihat bahwa ketiga
media mendukung usulan hak angket Bank Century dengan menggunakan aktoraktor politik dan masyarakat sipil untuk mendorong usulan hak angket di DPR,
seperti yang disuarakan oleh kelompok oposisi. Wacana yang dibangun media
soal ini memperlihatkan bahwa isu publik yang seolah menginginkan usulan Hak
Angket di DPR untuk membangun kuasa politik media.
Pada isu wacana perebutan pimpinan pansus, Kompas tidak terjebak
dalam arena kontestasi wacana perebutan pimpinan Pansus Bank Century di DPR.
Sedangkan Republika memberikan ruang pada isu ini dan Rakyat Merdeka sangat
dominan dalam memberitakan soal isu ini. Republika sangat konsisten
menampilkan relasi dominan yang menunjukkan sikap politik redaksionalnya
dengan mengakomodir kepentingan kelompok partai-partai Islam dan nasionalis
yang dekat dengan Islam, walaupun masing-masing partai tersebut saling berbeda
diwacanakan oleh Republika dalam pemberitaannya. Sedangkan Rakyat Merdeka
membangun relasi dengan Partai Golkar dalam isu perebutan pimpinan pansus.
Hal ini jelas menujukkan politik media yang mengakar pada ideologi nasionalis
251
yang dianut oleh Rakyat Merdeka. Selain itu, Rakyat Merdeka mengedepankan
motif-motif ekonomi yang berorientasi pada pasar pembacanya dalam
mengkonstruksi pemberitaan ini dengan menampilkan judul-judul berita yang
bombastis dan vulgar.
Sementara pada isu keputusan opsi DPR soal Bank Century, ketiga media
mempunyai cara yang berbeda. Kompas memposisikan relasi dengan kelompok
oposisi dan kelompok koalisi dengan pendekatan aman. Mencoba berada di
tengah dua kelompok yang sedang bertarung, meskipun pada akhirnya lebih
dominan menampilkan relasi yang tidak seimbang dengan sisi pemihakan kepada
kelompok oposisi yang mendukung penyelesaian Kasus Bank Century.
Posisi Republika tetap sama dengan tegas mengidentifikasikan dirinya
sebagai bagian dari akomodasi kepentingan kelompok politik Islam dan yang
dekat dengan Islam mencerminkan sikap politik media tersebut dalam Kasus
Bank Century. Aspek lain yang dipertimbangkan Republika terkait dengan
khalayak pembacanya yang memang kebanyakan dari pembaca muslim. Bisa jadi
apa yang ditampilkan oleh Republika yang banyak mengakomodir kepentingan
politik partai Islam dan kelompok Islam lainnya sebagai bentuk akomodasi
Republika pada khalayak pembacanya.
Sementara itu, Rakyat Merdeka mengidentifikasikan sebagai wadah dari
semua kolompok yang berseberangan yang kemudian bertarung menentukan
keputusan opsi DPR mengenai Kasus Bank Century. Walaupun penonjolanpenonjolan tertentu yang merepresentasikan relasi media tersebut dengan
kekuatan koalisi oposan dan koalisi. Namun terlihat konstruksi pemberitaan
252
Rakyat Merdeka mengakomodir semua kelompok koalisi, oposisi dan koalisioposan,
Sementara itu, pada isu dugaan keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani
dalam Kasus Bank Century, ketiga media juga memposisikan relasi yang berbeda.
Kepentingan ekonomi disadari betul oleh Kompas sebagai sebuah industri media
yang sudah mapan menjadi pertimbangan. Kompas tidak mau terjebak
membangun relasi kuasa yang dominan dengan kelompok-kelompok yang
membangun wacana keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani terlalu jauh. Kompas
mencoba membangun relasi seimbang dengan mengakomodir pernyataan
Boediono dan Sri Mulyani dalam pemberitaannya.
Republika membangun relasi kuasa dengan kelompok oposisi dan koalisi
oposan yakni PKS dan PDIP. Relasi dominan ini dikonstruksikan Republika
dalam isu ini. Hal ini mempertegas identitas Republika merupakan bagian dari
kelompok oposisi dan koalisi oposan dalam menampilkan dugaan keterlibatan
Boediono dan Sri Mulyani dalam kasus Bank Century.
Relasi yang dibangun oleh Rakyat Merdeka bukan kepada kelompok,
namun lebih kepada isu dugaan keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani. Rakyat
Merdeka menempatkan diri sebagai “koran oposisi” terhadap wacana yang
melibatkan pemerintah. Selain itu, terdapat kecenderungan juga bahwa Rakyat
Merdeka memainkan motif ekonomi dalam mengkonstruksi kontestasi wacana
dugaan keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani sebagai komoditas yang dapat
mendongkrak pembaca medianya.
253
Ketiga, Representasi pertarungan wacana politik yang melibatkan aktor
politik dan sosial yang ditampilkan media massa menunjukkan pola-pola
discourse yang spesifik dan tegas, yang dilakukan aktor politik dan sosial dalam
semua isu politik kasus Bank Century yakni mendukung usulan Hak Angket Bank
Century di DPR, perebutan pimpinan pansus Century, penentuan, keputusan opsi
DPR, dan dugaan keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani dalam Kasus Century.
Begitu juga intertekstualitas terkait produksi teks, konsumsi teks, dan aksentuasi
pernyataan aktor politik dilatarbelakangi oleh kondisi sosial politik yang beragam
dari masing-masing isu yang berkembang dalam pertarungan wacana Kasus Bank
Century. Selain itu, tentunya motif politik berperan penting yang menjadi latar
belakang produksi teks, konsumsi teks, dan pola aksentuasi aktor-aktor politik
dari berbagai kelompok tersebut dalam menyampaikan pendapatnya.
Representasi media massa, pada persoalan usulan hak angket Bank
Century yang diinisiasi oleh anggota DPR dari kelompok partai oposisi dan
koalisi oposan dianggap sebagai sebuah wacana politik untuk mengusut Kasus
Bank Century. Sementara itu pola-pola discourse menentang digunakan oleh
kelompok koalisi terhadap usulan Hak Angket Bank Century, yakni Partai
Demokrat. Kelompok ini mengatakan menunggu hasil audit BPK untuk
menentukan sikap terhadap usulan Hak Angket Bank Century. Pada isu ini
masyarakat sipil (akademisi, pengamat, maupun LSM) membangun wacana
dominan mendukung kelompok oposisi yang mendorong usulan hak angket dan
pembentukan pansus Century. Pola-pola produksi dan konsumsi teks yang
digunakan oleh partai oposisi sangat jelas menginginkan pengusutan Kasus
254
Century melalui penggunaan hak angket DPR, karena telah memiliki cukup bukti.
Sementara kelompok koalisi-oposan terbagi menjadi dua kubu, yakni Partai
Golkar mendukung sepenuhnya wacana oposisi, sementara PKS, PAN, PKB,
PPP masih memainkan “wacana dua kaki”. Sedangkan Partai koalisi sangat jelas
pola-pola produksi dan konsumsi teks yang disampaikannya mengamankan posisi
pemerintah.
Pertarungan wacana perebutan pansus Century di media massa yang
melibatkan kelompok-kelompok yang bertarung membangun pola-pola discourse
masing-masing. Kelompok oposisi dan koalisi-oposan membangun wacana
menentang keinginan Partai Demokrat untuk ambil bagian memimpin pansus.
Sementara Partai Koalisi (Demokrat) menyatakan sesuai dengan tatib DPR,
pembahasan
pimpinan
menerapkan
mekanisme
musyawarah
mufakat.
Intertekstualitas terkait produksi teks, konsumsi teks dan aksentuasi yang
dibangun oleh kelompok oposisi dan koalisi-oposan lebih kepada “hasrat politik”
masing-masing
partai
yang
menginginkan
posisi
pimpinan.
Sedangkan
intertekstualitas kelompok koalisi karena posisi sebagai partai besar yang
memiliki kekuatan dominan di DPR dan kesempatan untuk ambil bagian
memimpin pansus.
Pada pertarungan wacana pengambilan keputusan opsi DPR, pola-pola
discourse yang dimainkan masing-masing kelompok di media massa mengacu
pada hasil akhir voting DPR yang memenangkan opsi C (bahwa pemberian dana
talangan kepada Bank Century dan penyaluran diduga ada penyimpangan
sehingga diserahkan kepada proses hukum). Dalam menyikapi ini kelompok
255
oposisi dan koalisi-oposan merasa eforia kemenangan dan membangun pola-pola
produksi teks yang memberikan penghargaan pada pansus dalam menjalankan
misi kebenaran dan keadilan yang menginginkan adanya tindak lanjut dari
presiden. Sementara itu, pola-pola discourse yang disampaikan oleh kelompok
koalisi bahwa keputusan opsi DPR tersebut adalah sebagai kemenangan rakyat.
Sedangkan masyarakat sipil lebih menampilkan kekalahan voting kelompok
koalisi karena koalisi yang dibangun Partai Demokrat tidak solid dan akhirnya
berantakan. Pola-pola aksentuasi yang disampaikan masyarakat sipil lebih
menekankan pada persoalan politik berupa pengkhianatan partai-partai yang
tergabung dalam koalisi dan hukum berupa tindak lanjut penanganan Kasus
Century pasca keputusan DPR.
Sedangkan pada pertarungan wacana dugaan keterlibatan Boediono dan
Sri Mulyani, pola-pola discourse yang sampaikan kelompok oposisi dan koalisioposan dalam media massa menyatakan bahwa Boediono dan Sri Mulyani adalah
pihak yang paling bertanggungjawab dalam pengucuran bailout Rp. 6,7 Triliun
kepada Bank Century dan sikap Boediono yang tidak tegas dalam memberikan
keterangan di depan pansus dan terkesan menghindar. Intertekstualitas terkait
produksi teks aktor-aktor politik kelompok oposisi dan koalisi-oposan dalam
menyampaikan pendapatnya adalah melihat dari peran kedua pejabat tersebut
dalam penanganan keputusan pemberian dana talangan (bailout) kepada Bank
Century.
Keempat, kerja ideologi kelompok-kelompok dominan berelasi dengan
kuasa media berupa (history-ideologi, politik media, dan motif ekonomi yang
256
berorientasi pada pasar), sehingga menimbulkan wacana-wacana dominan yang
kemudian menjadi hegemoni media dalam berbagai bentuk, tidak saja wacana
dominan. Namun hegemoni media juga menjadi kekuatan penggalangan opini
bagi kelompok oposisi dan koalisi-oposan dalam membangun kerja ideologi
kelompoknya. Seperti kekuatan opini yang menyatakan Boediono dan Sri
Mulyani adalah pihak yang bersalah dan harus bertanggung jawab dalam bailout
Bank Century.
Kelima, pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa,
juga diwarnai dengan adanya konsistensi serta inkonsistensi partai dan aktor
politik. Pertarungan wacana politik kasus Bank Century yang terjadi melibatkan
kelompok-kelompok politik yang mempunyai kepentingan politik sendiri, bukan
lagi berorientasi pada koalisi dan oposisi. Hal ini ditunjukkan dengan wacana
politik yang disampaikan oleh aktor politik masing-masing partai politik yang
sarat dengan motif politik sesuai dengan target yang diinginkan oleh kelompok
masing-masing.
B. Saran
Realitas politik Kasus Bank Century direpresentasikan oleh media massa
berdasarkan cara pandang media tersebut. Namun cara pandang media terhadap
realitas politik bukanlah sebuah realitas yang tanpa motif dan kepentingan media
terhadap kelompok-kelompok politik tertentu. Oleh karena itu, saran dari
penelitian ini antara lain:
257
(1)
Pengembangan kajian wacana politik dalam media massa dengan
menggunakan metode lain untuk memahami dinamika politik yang
ditampilkan oleh media massa, khususnya surat kabar.
(2)
Bagi media massa, diharapkan melahirkan kesadaran bahwa realitas politik
yang ditampilkan dalam bentuk berita dapat memperhatikan aspek-aspek
keberimbangan dan idealisme dan tidak hanya mengakomodasi kepentingan
ekonomi, politik, dan ideologi media semata.
(3)
Bagi masyarakat secara umum diharapkan menjadi inspirasi berpikir kritis
masyarakat dalam menyikapi persoalan persoalan politik yang ditampilkan
oleh media massa khususnya surat kabar. Realitas politik yang ditampilkan
oleh media massa, bukanlah semata-mata pertarungan politik yang
sesungguhnya, namun realitas politik merupakan realitas politik yang
direpresentasikan oleh media massa yang sarat dengan kepentingan dan
motif.
258
Download