Media dan Aktor Politik - Blog Sivitas STIKOM Surabaya

advertisement
Media dan Aktor Politik:
Pengemasan Berita tentang Kesaksian Pejabat – Mantan Pejabat Negara dan
Tim Pansus Century pada Surat Kabar Kompas dan Republika
Oleh : Muh. Bahruddin
Studi ini mengkaji tentang pengemasan surat kabar Kompas dan Republika
tentang kesaksian pejabat-mantan pejabat negara dalam kasus Century serta tim
Pansus yang menanganinya. Dengan menggunakan analisis framing model
Zongdan Pan dan Gerald M. Kosicki, studi ini menemukan bahwa pengemasan
yang dilakukan Kompas dan Republika sangat berbeda. Kompas berharap Pansus
tetap menjalankan tugasnya dengan tidak melibatkan SBY. Sedangkan Republika
berharap pejabat atau mantan pejabat yang dinilai terlibat dalam kasus Century
segera dihadirkan sebagai saksi, termasuk SBY.
LATAR BELAKANG MASALAH
Kesaksian sejumlah pejabat dan mantan pejabat negara dalam kasus Century
maupun tim Pansus yang menanganinya menjadi isu menarik bagi sebagian besar
media di Indonesia. Sebagian besar media, baik cetak maupun elektronik,
menempatkan peristiwa ini sebagai berita utama. Dalam surat kabar, kasus
Century menjadi headline atau diletakkan dalam halaman muka (front page). Hal
ini memperlihatkan betapa penting dan menariknya peristiwa yang melibatkan
aktor-aktor politik itu bagi media. R.M. Perloff menyebutkan bahwa media adalah
pihak yang ikut melakukan komunikasi politik. 1 Studi ini ingin melihat bagaimana
Kompas dan Republika mengemas aktor-aktor politik dalam kasus Bank Century.
Kasus penyelamatan Bank Century sejumlah 6,7 triliun pada November
2008 menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat atau para aktor politik.
Mantan Gubernur BI Boediono dan Sri Mulyani misalnya, mengatakan bahwa
pengucuran dana ini dilakukan dalam rangka penyehatan bank Century sekaligus
menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi. Sementara bagi sebagian tokoh
politik lain mengatakan bahwa Bank Century adalah bank bermasalah sejak
didirikan, sehingga jika bank tersebut ditutup, maka tidak mempunyai pengaruh
apa-apa terhadap stabilitas ekonomi di Indonesia. Jusuf Kalla bahkan mengatakan
bahwa pengucuran ini merugikan keuangan negara.2
Berkaitan dengan masalah tersebut, pejabat dan mantan pejabat negara yang
dilibatkan sebagai saksi kasus Century antara lain mantan Gubernur BI yang saat
1
R.M. Perloff, Political Communication: Politics, Press, and Public in America, New Jersey
and London : Lawrence Erlbaum, 1998 dalam setabasri01.blogspot.com (diakses 17 Januari 2009).
2
Republika, 18 Januari 2010, hlm. 1
ini menjadi Wakil Presiden Boediono, Burhanuddin Abdullah, Anton Tarihoran,
Aulia Pohan, Miranda Goeltom, dan Anwar Nasution. Selian itu mantan Ketua
BPK Anwar Nasution, Ketua BPK Hadi Purnomo, mantan Ketua Komite
Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang saat ini menjadi Menteri Keuangan Sri
Mulyani, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sekretaris Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) Raden Pardede, Kepala Unit Kerja Presiden bagi Pengelolaan
Program Kebijakan dan Reformasi (UKP3KR) Marsilam Simanjuntak, Deputi
Gubernur Senior BI Darmin Nasution, Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan Fuad Rahmany, Kepala Eksekutif
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani dan Komisioner LPS
Roedjito. mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol Susno Duadji serta masih
banyak lagi yang rencananya akan dipanggil oleh Pansus Century.
Sementara anggota pansus terdiri dari 30 orang dengan komposisi delapan
orang dari Fraksi Partai Demokrat, enam orang dari Fraksi Partai Golkar, lima
orang dari Fraksi PDIP, tiga orang dari Fraksi PKS, masing-masing dua orang dari
Fraksi PPP, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB, serta masing-masing satu orang dari
Fraksi Gerindra dan Hanura.
Menurut McNair, yang termasuk aktor politik adalah orang atau individu
dalam sebuah organisasi politik, partai politik, dan organisasi publik 3 Maka
pejabat, mantan pejabat (biasanya kembali ke partai politik), dan anggota Pansus
DPR merupakan aktor politik. McNair juga menyebut media sebagai aktor politik.
Menurutnya, aktor politik yang dimaksud adalah institusi media dan orang-orang
yang bekerja di dalamnya. 4 Dan Nimmo menyebut kriteria aktor politik adalah
orang yang berbicara tentang politik atau dalam setting politik, seperti politikus,
profesional, dan aktivis.5
Menurut Ibnu Hamad, peristiwa politik yang melibatkan penguasa dan
aktor-aktor politik merupakan sumber berita bagi media. Ada dua faktor mengapa
peristiwa politik selalu menarik perhatian media. Pertama, saat ini politik berada
dalam era mediasi (politics in the age of mediation), bahwa media massa tidak
bisa dipisahkan dari media. Bahkan para aktor politik selalu berusaha menarik
perhatian wartawan agar aktivitas politiknya memperoleh liputan media. Kedua,
3
Brian McNair, An Introduction To Political Communication, London and New York:
Routledge,, 2003, hlm. 5
4
Ibid, hlm. 74
5
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Terjemahan), Bandung:
Rosdakarya, 2004, hlm.30
peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik
biasanya selalu mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat
rutin belaka. Apalagi peristiwa-peristiwa politik yang sifatnya luar biasa, seperti
kasus Century yang tidak hanya melibatkan mantan pejabat tapi tokoh-tokoh yang
saat ini sedang menjabat. Lebih dari itu, anggota Pansus yang notabene
merupakan kumpulan dari anggota partai politik tentu tidak lepas dari kepentingan
partai politik tertentu.6
Media menempati tempat strategis di dalam kajian komunikasi politik.
Terlebih lagi, dunia kini tengah berada di peralihan antara Era Industri menjadi
Era Informasi. Informasi menjadi komoditi yang “laku” dipasarkan layaknya
barang-barang seperti mobil, motor, sepeda, dan air conditioner. Dalam proses
komunikasi pun, media memperoleh peranan yang semakin signifikan terutama
setelah ditemukannya media-media baru akibat hasil perkembangan teknologi.
Pada persoalan ini bahkan kecenderungan media untuk melakukan pemberitaan
secara tidak berimbang.7
Studi ini menganalisis berita edisi 18 Januari 2010. Edisi ini dianggap
menarik karena berita kesaksian pejabat dan mantan pejabat negara mengarah
pada perbedaan pendapat, saling tuding, bahkan melibatkan nama presiden SBY.
Di sisi lain, perilaku atau etika sebagian anggota pansus dan isu pencopotan
anggota Pansus yang dianggap vokal oleh sejumlah fraksi menjadi sorotan media.
Pada halaman muka, surat kabar Kompas menurunkan judul “Mubarok: Ucapan
Buyung Tak Etis”. Sedangkan surat kabar Republika menurunkan berita di
halaman muka berjudul “Pansus Kejar Marsilam.
Kedua media yaitu Kompas dan Republika merupakan surat kabar yang
berpengaruh di Indonesia. Dalam sejarahnya kedua media memiliki kedekatan
dengan kekuatan sosial politik tertentu di Indonesia. Kompas memiliki kedekatan
dengan kelompok Katholik dan terkesan hati-hati dengan pemerintah. Sedangkan
Republika memiliki kedekatan dengan kolompok Islam. 8 Faktor kedekatan ini
tentu dapat mempengaruhi media dalam mengemas berita.
Dengan menggunakan analisis framing penulis ingin mengetahui bagaimana
media-media tersebut mengemas kesaksian pejabat dan mantan pejabat negara
serta penangangan Pansus kasus Bank Century dalam surat kabar Kompas dan
6
Ibnu Hamad, KonstruksiRealitas Politik dalam Media Massa, Jakarta: Granit, 2004, hlm. 1
Setabasri01.blogspot.com (diakses 17 Januari 2009)
8
Lihat uraian Ibnu Hamad, Ibid, hlm.114-152
7
Republika. Analisis framing merupakan salah satu model analisis alternatif yang
bisa mengungkap rahasia di balik perbedaan, bahkan pertentangan media dalam
mengungkapkan fakta. Analisis framing membongkar bagaimana realitas
dibingkai oleh media. Dengan metode ini pula bisa diketahui siapa mengendalikan
siapa, mana lawan mana kawan, mana patron maka klien, siapa diuntungkan siapa
dirugikan, siapa membentuk dan siapa yang dibentuk. 9 Untuk mengetahui hal
tersebut, penulis menggunakan model Pan dan Kosicki yakni dengan
mengklasifikasikan berita berdasarkan perangkat framing yang terbagi dalam
empat struktur besar, yang meliputi; struktur sintaksis (berkaitan dengan
penyusunan berita), struktur skrip (berkaitan dengan cara mengisahkan fakta),
struktur tematik (berkaitan dengan penulisan fakta), dan struktur retoris (berkaitan
dengan penekanan fakta)10.
Fokus studi ini adalah berita hard news di halaman muka (front page) yang
memberitakan tentang aktor-aktor politik terkait dengan kasus Bank Century.
Berita yang termasuk dalam studi ini adalah berita tentang pejabat atau mantan
pejabat yang telah atau diisukan menjadi saksi, berita tentang orang atau tokoh
yang dinilai terlibat dalam kasus Century, serta berita tentang hal-hal yang
berkaitan dengan Pansus Century.
Asumsi dari studi ini adalah kedua media menggunakan sudut pandang yang
berbeda dalam mengemas aktor-aktor politik dalam kasus Bank Century.
Karakteristik kedua media dan kedekatannya dengan kelompok sosial politik
tertentu ikut mempengaruhi mereka dalam mengemas berita. Tema, struktur
kalimat, bahasa, dan gambar/ foto dalam berita akan memperlihatkan bagaimana
kedua media memiliki kepentingan tertentu dalam mengemas berita seputar kasus
Century. Bahkan, kedua media mengkonfrontir aktor-aktor politik, baik antara
pejabat dengan mantan pejabat, antara pejabat dengan Pansus, atau antara mantan
pejabat dengan Pa
nsus.
PERMASALAHAN
Dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka rumusan
permasalahan dalam studi ini adalah bagaimana surat kabar Kompas dan
Republika mengemas aktor-aktor politik dalam kasus Bank Century?
9
Eriyanto, Analisis Framing, Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara, 2008, hlm. vi
Ibid, hlm. 256
10
PEMBAHASAN
Kompas : Tim Pansus Century harus tetap berjalan dengan syarat tidak
melibatkan SBY
Berita dalam surat kabar Kompas yang berjudul ”Mubarok: Ucapan Buyung
Tak Etis” diletakkan di bagian halaman muka (front page). Hal ini
memperlihatkan bagaimana berita ini dianggap penting. Hanya saja, Kompas tidak
membuat judul besar (headline) dalam berita ini, melainkan diletakkan pada posisi
paling bawah. Isu yang ditonjolkan dalam berita ini adalah pro kontra tentang
kemungkinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil alih kasus Bank
Century.
Dari struktur sintaksis, berita diawali dengan wacana pro kontra tentang
usulan sejumlah tokoh agar kasus Century diambil alih oleh SBY. Penolakan
tentang usulan tersebut dikemukakan oleh Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat
Partai Demokrat Achmad Mubarok yang menilai ucapan Adnan Buyung Nasution
tidak etis karena mengharuskan SBY mengambil tanggung jawab kebijakan
penanganan bail out Bank Century sebagai kebijakan pemerintah. Selain itu,
Kompas juga menulis pernyataan Mubarok tentang usulan yang dianggap
menyudutkan SBY itu.
”Mubarok mengemukakan, belakangan ini banyak sekali orang yang
mengharuskan Yudhoyono melakukan ”ini dan itu” terkait dengan Bank
Century. ”SBY itu pemimpin yang hati-hati dan mengutamakan harmoni.
Yakinlah SBY akan mengambil keputusan setelah permasalahan menjadi
jelas. Sekarang ini belum,”tutur Mubarok11
Pernyataan-pernyataan yang diungkapkan Achmad Mubarok disusun
Kompas hingga mencapai enam paragraf. Selanjutnya, pernyataan tersebut
ditegaskan lagi oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum dengan
empat paragraf di bawahnya, di antaranya sebagai berikut:
”Menurut Anas, sikap Yudhoyono dalam kasus ini dapat dilihat dari
sejumlah pernyataannya. Misalnya, Yudhoyono sudah menyatakan,
kebijakan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak
sistemik dan kemudian menyuntikkan penyertaan modal sementara adalah
untuk mencegah krisis perbankan, bahkan krisis ekonomi. Sebab, saat itu
ada krisis ekonomi global.” 12
11
12
Kompas, 18 Januari 2010, hlm. 1
Ibid, hlm. 1 dan 15
Pendominasian aktor-aktor dari Partai Demokrat dalam berita ini memberi
kesan bahwa pelibatan SBY dalam kasus Century tidak perlu terjadi. Apalagi
dalam berita ini Adnan Buyung sebagai narasumber tidak dihadirkan, terutama
untuk mem-balances pernyataan Mubarok. Kompas justru menghadirkan
narasumber dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar
yang menyarankan Pansus agar SBY mengklarifikasi terkait dengan kehadiran
Marsilam Simandjuntak dan pernyataan Sri Mulyani. Selanjutnya, Kompas
menghadirkan anggota Pansus dari Partai Golkar Bambang Soesatyo yang
menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan Pansus. Sedangkan Ketua Pansus
Idrus Marham melihat pernyataan Adanan Buyung Nasution secara netral
sebagaimana kutipan Kompas di bawah ini:
Ketua Pansus Idrus Marham menegaskan, ”Apakah Presiden akan
melakukan hal itu (mengambil alih tanggung jawab) atau tidak, Pansus harus
tetap ada dan berjalan. Terima kasih atas saran Bang Buyung. Ini artinya
kerja Pansus DPR dipantau dan memberikan hasil yang penting,” 13
Meski pernyataan ini seolah untuk menetralisir kontroversi isu pengambilalihan oleh SBY namun sebenarnya justru menegaskan bahwa pengambil-alihan
SBY adalah hal yang tidak perlu. Hal ini terlihat dari kalimat Idrus
Marham ”Pansus harus tetap ada dan berjalan”.
Berita ini ditutup dengan pernyataan mantan Ketua Amien Rais yang
mengingatkan agar Pansus jangan sampai terpecah memperdebatkan soal etika
bertanya. Kompas juga mengutip pernyataan Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi
Santoso bahwa Golkar tidak akan mencopot Bambang Soesatyo dari Pansus yang
selama ini dianggap vokal.
Dalam struktur skrip, Kompas seolah mengajak pembaca agar tidak semakin
memperuncing persoalan kasus Century. Dalam gambaran Kompas, kasus
Century bukanlah persoalan sangat genting sehingga harus melibatkan SBY untuk
turun tangan menangani masalah tersebut. Hal ini tampak dari alur berita Kompas
yang digambarkan melalui pernyataan Mubarok, kemudian dilanjutkan dengan
pernyataan Anas Urbaningrum. Intinya, agar kasus Century tidak dibesarbesarkan karena peristiwa tersebut adalah bagian dari masa lalu.
Dalam struktur tematik, Kompas mengemas berita dengan menghadirkan
tema tentang keterlibatan SBY dalam kasus bank Century tidak perlu. Hal ini
13
Ibid, hlm. 15
tampak dari pernyataan Mubarok dan Anas Urbaningrum yang mendominasi
struktur berita. Lebih dari itu, pernyataan Idrus Marham sebagai ketua Pansus
seolah ingin menegaskan kembali bahwa SBY tidak perlu dilibatkan dalam kasus
ini, terutama untuk mengambil alih kasus Century.
Dalam struktur retorik, Kompas menggunakan bahasa-bahasa yang dianggap
mampu mewakili tema berita yang dikemas. Hal ini tampak dalam penggunaan
kata ”masyarakat madani” saat mengutip pernyataan Anas Urbaningrum yang
membicarakan sikap SBY. Kompas juga mengutip kata ”harmoni” yang
diungkapkan Mubarok ketika menggambarkan sosok SBY. Tak ada gambar atau
foto sedikit pun yang digunakan Kompas untuk mendukung beritanya.
Secara keseluruhan pengemasan berita yang dilakukan Kompas menyatakan
bahwa ivestigasi yang dilakukan Pansus Century harus tetap berjalan namun
jangan sampai melibatkan SBY. Karena itu, Kompas mengharapkan Pansus
mampu menyelematkan bangsa. Pernyataan dari Bambang Suesatyo, Idrus
Marham, Amien Rais, dan Priyo Budi Santoso cukup untuk menggambarkan
bahwa tim Pansus adalah aktor politik yang diharapkan mampu menyelesaikan
kasus Century.
Republika : Pejabat atau mantan pejabat yang dinilai terlibat dalam kasus
Century harus segera dihadirkan sebagai saksi, termasuk SBY.
Surat kabar Republika menurunkan berita berjudul ”Pansus Kejar Marsilam”.
Judul ini juga dibumbui dengan sub judul ”Pansus belum putuskan pemanggilan
SBY”. Berita ini ditempatkan sebagai headline (judul besar) di halaman muka,
satu halaman penuh. Dengan diletakkannya berita di halaman ini menunjukkan
bahwa berita ini dianggap sangat penting oleh Republika. Isu yang ditonjolkan
dalam berita ini adalah aktor-aktor penting yang dianggap terlibat kasus Century.
Bahkan, Republika seolah melihat SBY adalah salah satu aktor penting itu. Tentu
hal ini bertolak belakang dengan Kompas.
Dari struktur sintaksis, berita diawali dengan kecurigaan Pansus terhadap
Marsilam Simandjuntak, ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program
Reformasi (UKP3R). Disebutkan bahwa Pansus menilai peran Marsilam sangat
penting sampai akhirnya terjadi penggelontoran dana Rp 6,7 triliun. Hal ini
didasarkan pada keterangan dari saksi-saksi yang menyatakan bahwa Marsilam
diketahui terus mengikuti rapat-rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Kecurigaan Pansus ini ditulis sebanyak enam paragaraf dengan menghadirkan
narasumber dari anggota Pansus dari Fraksi PDIP Muruarar Sirait dan Fraksi PKS
Andi Rahmat. Kecurigaan tersebut di antaranya ditulis sebagai berikut:
Anggota Pansus dari Fraksi PKS, Andi Rahmat, menambahkan, dirinya
melihat adanya ketidakwajaran posisi Marsilam dalam rapat-rapat KSSK.
Menurut Andi, Marsilam sebagai ketua UKP3R tidak memiliki hubungan
langsung dengan rapat KSSK. ”Kejanggalan lainnya adalah dia hadir hanya
pada rapat KSSK yang khusus membahas penyelematan Century,” kata
Andi menandaskan.14
Sedangkan
paragraf
selanjutnya,
Republika
mencoba
mengarahkan
kemungkinan penyelidikan terhadap SBY dengan mewawancarai ketua Pansus
Idrus Marham. Namun sayang, Idrus justru tidak memberi jawaban memuaskan
tentang kemungkinan SBY dipanggil atau tidak. Hal ini karena belum ada data
yang mengarah ke sana.
Kendati demikian, untuk mendukung keinginan Republika yang sifatnya
provokatif tersebut, media ini menghadirkan Ketua Umum Pengurus Pusat
Muhammadiyah Din Syamsuddin sebagai narasumber untuk menanggapi
kemungkinan tersebut. Din menyatakan bahwa kemungkinan-kemungkinan
tersebut tetap terbuka dan merupakan hal yang wajar.
”SBY tidak boleh diam. Sudah cukup alasan untuk dipanggil Pansus, tidak
perlu dihindari.” ujar Din. Ia mengingatkan, presiden sendiri sudah
berkomitmen agar kasus Century bisa diungkap dan dituntaskan.
Berita ini ditutup dengan dengan pernyataan Amien Rais yang menilai
kinerja Pansus tidak fokus sehingga diperkirakan bahwa kasus Century akan
berlarut-larut. Pernyataan ini seolah menegaskan bahwa keragu-raguan Pansus
untuk memanggil SBY justru semakin membuat kasus ini berlarut-larut.
Susunan berita yang dikemas Republika ini memberi kesan bahwa surat
kabar ini berharap agar SBY dilibatkan dalam masalah ini. Hal ini ditegaskan
dalam subjudul ”Pansus belum putuskan pemanggilan SBY”. Subjudul ini
memberi kesan bahwa suatu saat SBY akan dipanggil dalam kasus Bank Century
sebagaimana pejabat atau mantan pejabat yang lain.
Dalam struktur skrip, Republika menggambarkan bagaimana suasana Pansus
Century semakin panas dan sulit untuk diselesaikan. Hal ini sangat disayangkan
karena persoalan ini terkait dengan penyelewengan uang negara yang dilakukan
oleh pejabat negara.
14
Republika, 18 Januari 2010 hlm, 1
Dalam struktur tematik, Republika mengusung tema perburuan pejabatpejabat negara yang dicurigai terlibat dalam kasus Century. Hal ini tampak dari
seluruh berita yang membicarakan kemungkinan-kemungkinan pejabat negara
yang dianggap terlibat dalam kasus Century, dari Marsilam Simandjuntak hingga
SBY.
Dalam struktur retoris, Republika menghadirkan gambar karikatur Jusuf
Kalla yang cukup besar dengan wajah tersenyum membelakangi Budiono, Sri
Mulyani, dan Marsilam Simandjuntak dengan tubuh kecil dan menggambarkan
wajah sedih. Gambar ini memberi kesan bahwa meski Jusuf Kalla dipanggil
sebagai saksi namun posisinya sebagai pemenang mengalahkan lawan politiknya
Boediono, Sri Mulyani, dan Marsilam Simandjuntak. Hal ini karena kesaksian
Jusuf Kalla memberatkan ketiga tokoh tersebut.
”Tidak ada apa-apa di negeri ini. Sama sekali tak benar kondisi 2008 lebih
para dari 1998”15
Pernyataan Jusuf Kalla ini diletakkan di bawah gambar karikaturnya di antara
pernyataan-pernyataan aktor politik lain. Sebagaimana kutipan-kutipan aktor
politik lain yang mengelilingi tabel dan karikatur, pernyataan tersebut sengaja dibold warna oranye dan italic (miring). Hal seolah memberi penekanan bahwa
pernyataan tersebut penting. Tampak bahwa dalam struktur retoris, Republika
membuat tabel-tabel yang mengelilingi pokok berita. Tabel ini diberi
judul ”Simpang Siur Kesaksian Kasus Century”. Dalam tabel ini berisi subjudulsubjudul. Subjudul pertama adalah ”Pelanggaran Proses Merger” yang berisi
tentang pernyataan aktor-aktor politik tentang apakah merger Bank century
memenuhi syarat atau tidak. Boediono, Anton Tarihoran, Aulia Poha, Miranda
Goeltom, menyatakan bahwa tidak ada manipulasi merger. Sedangkan Anwar
Nasution dan Burhanuddin Abdullah menyatakan ada manipulasi merger.
Subjudul kedua adalah ”Sistematis atau Tidak Sistematis” yang berisi tentang
apakah ditutupnya Bank Century berdampak sistematis atau tidak sistematis.
Tokoh yang menyatakan sistematis adalah Miranda S. Goeltom dan Boediono.
Sedangkan menyatakan tidak berdampak sistematis adalah Burhanuddin Abdullah,
Anwar Nasution, dan Jusuf Kalla. Subjudul ketiga adalah ”Apakah Krisis di
2008?”. Boediono menyatakan tahun 2008 adalah krisis, situasinya mirip dengan
tahun 1997-1998. Sedangkan Jusuf Kalla menyatakan krisis namun dampaknya
15
Ibid
tidak besar. Subjudul keempat adalah ”Kontroversi Bail Out” yang berisi tentang
pernyataan Sri Mulyani, Miranda Goeltom, Robert Tantular menyatakan bahwa
bail out Bank century adalah keputusan tepat. Sedangkan Burhanuddin Abdullah
dan Jusuf Kalla menyatakan bahwa bail out Bank Century justru salah satu cara
untuk merampok dan merugikan negara. Subjudul kelima adalah ”Bail Out Uang
Negara?”. Boediono menyatakan bahwa dana tersebut uang negara atau bukan,
diserahkan kepada ahli hukum. Sedangkan Sri Mulyani menyatakan uang tersebut
bukan uang negara karena diambil dari premi bank-bank. Sementara Jusuf Kalla
dana tersebut merupakan uang negara.
Secara kesuluruhan Republika menyatakan bahwa para pejabat atau mantan
pejabat yang dinilai terlibat dalam kasus Century harus segera dihadirkan sebagai
saksi, termasuk SBY. Hal ini agar penyeledikan yang dilakukan Pansus tidak
berlarut-larut.
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan, maka studi ini bisa ditarik
kesimpulan bahwa surat kabar Kompas dan Republika mengemas aktor-aktor
politik dalam kasus Bank Century secara berbeda. Kompas berharap tim Pansus
harus tetap menjalankan tugasnya dalam menangani kasus Century namun dengan
syarat tidak melibatkan nama SBY. Sedangkan Republika meminta tim Pansus
untuk tidak segan-segan menghadirkan saksi dari pejabat atau mantan pejabat,
termasuk SBY jika memang diperlukan untuk dimintai keterangan.
REKOMENDASI
Media sebagai pihak yang ikut melakukan komunikasi politik (RM Perlof,
1998) atau sebagai aktor politik (McNair, 2003) sebaiknya memberikan ruang
(public sphere) kepada semua aktor politik yang terlibat dalam penyelesaian kasus
Century. Bukan justru memberikan ruang untuk mengkofrontasi para aktor politik.
Apalagi sengaja mengkonstruksi aktor politik tertentu sebagai pahlawan serta
menyudutkan aktor politik lain sebagai musuh yang dianggap bersalah. Sebab hal
ini tidak saja mampu mempengaruhi pihak yang terlibat dalam penyelesaian kasus
Century tetapi juga semakin membuat kasus ini berlarut-larut. Lebih dari itu,
pertarungan para aktor politik yang dikonstruksi media akan melahirkan
penumpukan opini publik yang semakin luas.
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto 2008. Analisis Framing. Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara
Hamad, Ibnu. 2004. KonstruksiRealitas Politik dalam Media Massa. Jakarta:
Granit.
McNair, Brian. 2003 An Introduction To Political Communication. London and
New York: Routledge.
Nimmo, Dan. 2004. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media,
(Terjemahan), Bandung: Rosdakarya.
Perloff, R.M. 1998. Political Communication: Politics, Press, and Public in
America. New Jersey and London : Lawrence Erlbaum. Dalam
setabasri01.blogspot.com (diakses 17 Januari 2009).
Kompas, 18 Januari 2010
Republika, 18 Januari 2010
setabasri01.blogspot.com (diakses 17 Januari 2009).
TUGAS UAS KOMUNIKASI POLITIK
Media dan Aktor Politik:
Pengemasan Berita tentang Kesaksian Pejabat - Mantan
Pejabat Negara dan Tim Pansus Century pada Surat Kabar
Kompas dan Republika
Dosen : Prof. Kacung Maridjan, Ph.D dan Drs. Suko Widodo M.Si.
Oleh :
Muh. Bahruddin, S.Sos
(NIM : 090810352M)
Studi Media dan Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya
2010
Download