AGAMA SUNDA Beberapa komunitas di Jawa Barat yang masih memegang teguh ajaran-ajaran Sunda Wiwitan ini adalah beberapa kelompok atau komunitas yang masih banyak menganut Sunda Wiwitan (penghayat murni atau penghayat tidak murni). Masyarakat Kanekes, Kasepuhan Adat Banten Kidul (Ciptagelar dan kampung adat sekitarnya), Kesatuan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda (AKUR) di Cigugur Kuningan yang meliputi Kampung Adat Cireundeu-Leuwi Gajah Cimahi, Kampung Susuru Ciamis, dan Kampung Pasir Garut adalah Berdasarkan data arkeologis , di wilayah Jawa Barat dan Banten (yang nota bene dominan hidup masyarakat suku bangsa Sunda/orang Sunda), telah ditemukan berbagai artefak budaya arkeologi seperti ditemukannya situs masa megalitikum Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, situs masa transisi megalitikum ke neolotikum di Situs Cipari -Kabupaten Kuningan, Situs Sagarahiang di Kabupaten Kuningan, Situs Arca Domas di Kanekes-Kabupaten LebakBanten, dan sebagainya. Pada situs-situs prasejarah tersebut terdapat artefak yang menurut ahli arkeologi sebagai benda-benda artefak yang terkait dengan nilai-nilai religi masa prasejarah yaitu Menhir, Lingga dan Yoni. Menhir adalah salah satu simbol penghormatan sekaligus tempat pemujaan terhadap leluhur dan atau “Yang Maha” atau Causa Prima dalam sistem kepercayaan Orang Sunda masa pra sejarah. Lingga dan Yoni adalah lambang kesuburan, juga simbol kesadaran dalam sistemkepercayaan Orang Sunda masa lalu berkaitan dengan adanya ketentuan atau ‘tangtu’ tentang hukum alam adanya laki-laki dan perempuan, siang dan malam, dan sebagainya dalam hal mana bahwa didalam kehidupan itu terdapat papasangan”atau ketentuan yang saling berpasangan. bukti arkeologis yang menunjukkan cirisifat religius Orang Sunda bihari (masa lalu)berakulturasi dengan masuk pengaruh budaya luar Nusantara, diantaranya terdapat Situs Cangkuang di Kabupaten Garut, Situs Candi Jiwa di Batu Jaya di Kabupaten Karawang, Situs Candi Bojong Menje di Kabupaten Bandung, Situs Kawali di Kabupaten Ciamis dan situs lainnya. Artefak lainnya yang menunjukkan Orang Sunda biharimerupakan masyarakat religius adalah adanya manuskrip, dan tulisan-tulisan ajaran Sunda Buhun(masa lampau) yang tertulis pada batu-batu, daun rontal (berupa kropakkropak) seperti Naskah Siksa Kanda Ng Karesian, Naskah Darma Jati, Naskah Galungung, Naskah Wangsa Kerta, Naskah Carita Parahiyangan, Naskah-naskah carita Pantun Beberapa data menyebutkan ada beberapa sebutan terhadap yang disembah dan diyakini dalam sistem kepercayaan masyarakat Sunda masa lalu seperti “Hiang atau Hyang, Hyang Tunggal, Batara Tunggal, Nu Ngersakeun, Gusti Pangeran Sikang sawijiwiji”, dan sebagainya. SUNDA WIWITAN Kata “wiwitan”secara harfiah berarti asal mula. Sedangkan Sunda Wiwitan berarti Sunda asal atau Sunda asli Menurut pengakuan dan kepercayaan orang Kanekes, leluhur mereka mempunyai hubungan langsung dengan Adam (manusia pertama) dan agama yang mereka anut disebut Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitanjuga suka dipakai dalam penamaan bagi keyakinan atau sistem keyakinan “masyarakat keturunan Sunda” yang masih mengukuhi keyakinan ajaran spiritual leluhur kesundaan. Penamaan itu tidak muncul serta merta sebagai sebuah konsep penamaan keyakinan oleh komunitas penganut Sunda Wiwitan, tetapi kemudian istilah itu dilekatkan pada beberapa komunitas dan individu Sunda (orang Sunda) yang secara kukuh mempertahankan budaya spiritual dan tuntunan ajaran leluhur Sunda. Dasar religi masyarakat Baduy dalam ajaran Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang bersifat monoteis, penghormatan kepada roh nenek moyang, dan kepercayaan kepada satu kekuasaan yakni Sanghyang Keresa(Yang Maha Kuasa) yang disebut juga Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Batara Jagat(Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala(Yang Maha Gaib) yang bersemayam di Buwana Nyungcung(Buana Atas). Orientasi, konsep, dan pengamalan keagamaan ditujukan kepada pikukuh(pedoman atau aturan) untuk menyejahterakan kehidupan di jagat mahpar(dunia ramai). Pada dimensi sebagai manusia sakti, Batara Tunggalmemiliki keturunan tujuh orang batara yang dikirimkan ke dunia melalui Kabuyutan (wilayah yang disakralkan dalam komunitas Baduy); titik awal bumi Sasaka Pusaka Buana. Konsep buwana bagi orang Baduy berkaitan dengan titik awal perjalanan dan tempat akhir kehidupan. Menurut ajaran Sunda Wiwitan, perjalanan hidup manusia tidak terpisah dari wadah tiga Buwana, yaitu (1) Buwana Nyungcung sama dengan Buwana Luhuratau Ambu Luhur; tempat bersemayam Sang Hyang Keresadi tempat paling atas; (2) Buwana Panca Tengahatau Ambu Tengahyang dalam dunia pewayangan sering disebut Mayapadaatau Arcapadatempat hidup manusia dan mahluk lainnya; dan (3) Buwana Larangsama dengan Buwana Handapatau Ambu Handap yaitu tempatnya neraka. Manusia yang hidup di Buwana Panca Tengahsuatu saat akan menemui Buwana Akhiryaitu Buwana Larang, sedangkan proses kelahirannya ditentukan di Buwana Luhur. Antara Buwana Nyungcungdan Buwana Panca Tengahterdapat 18 lapisan alam yang tersusun dari atas ke bawah, lapisan teratas disebut Bumi Suci Alam Padang atau Kahyangantempat Sunan Ambudan para pohacibersemayam. Pada pelaksanaan ajaran Sunda Wiwitandi Kanekes, tradisi religius diwujudkan dalam berbagai upacara yang pada dasarnya memiliki empat tujuan utama: (1) menghormati para karuhun atau nenek moyang; (2) menyucikan Pancer Bumiatau isi jagat dan dunia pada umumnya; (3) menghormati dan menumbuhkan atau mengawinkan Dewi Padi; (4) melaksanakan pikukuh Baduy (hukum ketentuan yang berlaku di Baduy) untuk mensejahterakan inti jagat. Dengan demikian, mantra-mantra yang diucapkan sebelum dan selama upacara berisikan permohonan izin dan keselamatan atas perkenan karuhun, menghindari marabahaya, serta perlindungan untuk kesejahteraan hidup di dunia damai sejahtera. Dalam kosmologi sistem keyakinan Sunda Wiwitan dan dalam kaitannya dengan pembagian pancen amanat leluhur Sunda, dikenal adanya konsep tapa di mandala dan tapa di nagara. Tapa di Mandaladalam pemahaman harfiah adalah perna dan tugas warga Sunda Wiwitan masyarakat Kenekes yang menjaga Kabuyutanpeninggalan nenek moyang dengan cara menjaga keutuhan warisan dan amat leluhur Sunda dengan cara tidak sedikitpun merubahnya. Sedangkan konsep Tapa di Nagara memiliki pengertian peran dan tugas bagi warga Sunda Wiwitanyang hidup di luar kewilayahan Kanekes tetapi sama dalam menjaga Kabuyutan, warisan amanat dan ajaran leluhur Sunda dengan cara mengikuti atau menyelaraskan dengan perkembangan zaman.