Ceramah Sundanologi Di Unpad ' Merupakan Era Baru Dalam Sastra Sunda? i MULA2 yang diminta Sundanologi berceramah tentang sastra i adalah saya. Tap! saya meng-usulkan supaya sastrawan muda ; dahululah yang dikedepankan. Bukankah kita sedang mengada-kan regenerasi?. Dan saya tahu siapa orangnya yang layak benar kita dengar pendapatnya. Orang itu adalah Yuniarso Ridwan. Pada hemat saya ia punya gagasan yang balk. Setuju atau tidak dengannya, gagasan itu ' akan menimbulkan pemikiran kita sendiri, akan merangsang-nya. Pengurus Sundanologi mene-rima usul saya tsb. Maka permin-taan untuk berceramah di dalam forum Sundanologi yang terjadi atas budayawan, sarjana dan ahli sastra itu disampaikanlah kepada Yuniarso Ridwan. Yuniarso Ridwan mula* menerimanya. "Suatu kehormatan bagi saya," katanya. Tapi beberapa hari kemudian ia hendak mengundur-kan diri. Alasannya: "Pikiran saya mungkin sekali berten-tangan dengan pikiran umum para sastrawan kita dewasa ini. Jangan" timbul p.erpecahan." Tapi saya yang ketempuhan' menghubunginya, berkata: Itu justru yang bagus. Bukankah benar perkataan fllsuf Perancis Voltaire, bahwa dari bentrokan pendapat muncullah kebenaran, De chouc des opinions jaillit la verite, sebagaimana sering diku-tip Bung Hatta aim. dulu? Persa-tuan dan kesatuan harus dipeli-hara pada bidang sosial politik. Pada bidang ini percekcokan bisa dianggap tabu, karena bisa mengganggu stabilitas nasional. Namun pada bidang sen! dan budaya percekcokan — atau lebih baik dikatakan, perbedaan pendapat — bisa bermanfaat sekali. Di bidang ini, lebih daripada di bidang ilmu, jarang ada pendapat yang final. Di bidang ini berlaku dialektika filsuf Jerman Hegel: tesis dilawan anti - tesis mengha-silkan sin tesis. Kemudian sin tesis ini merupakan tesis yang baru, dilawan lagi dengan anti - tesis-nya, dan lahirlah sintesis baru. Demikian seterusnya. Itulah di-namika universal, dinamika kehidupan dan pemikiran. "Atau apakah anda takut ber-beda pendapat dengan orang lain, dengan umum? Apakah anda pengecut intelektual?" tanya saya.. Entah karena alasan dan per-tanyaan yang saya kemukakan itu, entah karena alasan lain, maka Yuniarso Ridwan tidak jadi mencabut kembali kesediaannya berceramah itu. Demikianlah ceramah ditentukan wakturiya pada akhir bulan September. Oleh berbagai hal waktu itu diun-durkan sampai dua kali. Keten-tuan terakhir, ceramah diadakan pada hari Sabtu tgl 17 Nopember 1984 yad, bertempat di kampus UNPAD (Universitas Pa diadjaran),ruangC,j am 16.00-17.30. II. APAKAH' betul pikiran Yuniarso Ridwan yang akan dilon-tarkannya dalam forum Sundanologi yang terhormat itu akan ber-sifat kontroversial? Apakah bettil pikiranny a itu akan berbentrokan dengan pikiran orang lain, pikiran umum? Tidak sejalan dengan pendapat umum itu, tap! sebalik-nya bahkan melawan arus?. Sampai di manakah kedalaman bentrokan itu, kontroversi itu, jika memang ada? Apakah hanya bentrokan atau "guerelie de famil-le" kontroversi pada permukaan S£ua, tidak asasi atau fundamental? Hanya "guerelie de famille", percekcokan keluarga?. Dan jika bentrokan itu memang ada dan mendalam sifatnya, apakah akan timbul daripadanya gagasan baru dan sikap baru dalam sastra Sunda? Paling tidak merangsang, mendorong, timbul-nya itu?. Berbagai pihak, baik dari ka-langan tua maupun kalangan muda, pernah memberikan sinya-lemen bahwa sastra Sunda se-dang merosot, bahkan sedang menghadapi ajalnya, sedang sa-karatul maut. Apakah pikiran Yuniarso Ridwan merangsang timbulnya era baru dalam kesu-sasteraan Sunda, merangsang timbulnya Sastra Sunda baru?. Jika dengan ceramah Yuniarso Ridwan akan mulai dirintis Sastra Sunda baru, maka dengan Sastra Sunda baru itu akan timbul pula kebudayaan Sunda baru. Karena, sastra adalah inti kebudayaan; inti yang menentukan baik wujud atau hakekat maupun coraknya. Sebagaimana sudah dlberikan sinyalemennya pula oleh berbagai pihak, kebudayaan Sunda sedang merosot pula sampai titik sakaratul maut, kantun ngantos* dawuh. Selanjutnya jika sastra Sunda baru timbul, maka sama sekali tidak mustahil, bahwa sastra tsb. akan merangsang timbulnya sastra nasional, sastra Indonesia, yang baru. Sastra Indoneia dewasa ini, menurut berbagai sinya-lemen pula, sedang macet, karena terpencil, — terpulau menurut is-tilah Ayip Rosidi, Profesor di Universitas Osaka, Jepang. Sesung-guhnya suatu gagasan yang me-nittibulkan kontroversi, yang melawan arus, bila benar, akan jauh jangkauannya. Atau apakah semuanya itu tidak akan terjadi? Apakah semuanya, itu tidak lebih dari "wishful thinking", pikiran yang dimunculkan oleh keinginan b£-laka? Apakah gagasan sastrawan muda yang bernama Yuniarso Ridwan itu hanya akan merupakan" een - rimpeltje in de oceaan" (peristilahan Bung Kamo), hanya riak kecil saja pada permukaan samudera; hanya tulisan di an-tara air (peristilahan Rosihan Anwar dan orang sesukunya). Dalam rangka kegiatan Sundanologi di kampus UNPAD, Universitas Padjadjaran , Jl. Dipatiu kur,Bandung,pabtu 17 Nopember 1984, yad. jam 16.60. Yuniarso Ridwan, Insya Allah, akan menyampaikan ceramah berjudul Neangan Tatapakan Sastra Sunda. (MUH. BUSTANDI K)**s