POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM

advertisement
POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENGENALKAN DAN
MENANAMKAN NILAI BUDAYA KEPADA ANAK
(Studi Deskriptif Penerapan Pola Komunikasi Pengenalan Nilai Budaya
Sunda Pada Keluarga Keturunan Kerajaan Sumedang Larang)
Hafizah Sidi Rostiasih
Sofiah
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
In the era of globalization, local culture that is more in accordance with the
character of the nation's increasingly difficult to find, as it is easier to penetrate the
global culture. One of the local culture which began to fade is Sundanese culture.
Sundanese language is now rarely used, whereas there were 27 millions Sundanese
speaker. In this situation, there is an area that preserve Sundanese culture, namely
Sumedang. The city which is located in West Java province even called it self as
The Center of Sundanese Culture. The reason Sumedang became the center of
Sundanese culture because the history of Sumedang Larang emperor which became
the seat government of Sundanese emperor.
Alo Liliweri argues that human life can not be separated from culture. All
activities and the human mind produces culture. Meanwhile, Samovar mentions
several characteristics of culture, two of them are culture is learned and culture is
transmitted throgh generations. Based on those statements, this study was made to
determine the pattern of family communication in introducing and instilling
Sundanese values in Sumedang Larang Royal Family. To analyze the
communication patern, the method used is an interactive model of data analysis.
The data can be obtained by interviews, observations, and documentations study.
From the results of the analysis carried out turns into the children in the
royal family of Sumedang Larang was presented to the Sundanese culture early on.
The Sundanese culture which were introduced are Sundanese philosophy and
Kasumedangan philosophy. The value of these philosophy embodied in cultural
elements proposed by Kontjoaraningrat with various methods. The introduction
and cultivation of cultural value since the early make children more aware of
Sundanese culture, so that they can implement these cultural values in everyday life
early on, now, until later.
Keywords: communication, culture, family
1
Pendahuluan
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Segala
kegiatan dan pikiran manusia menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan ada di antara
umat manusia yang beraneka ragam, diperoleh dan diteruskan secara sosial melalui
pembelajaran, dijabarkan dari komponen biologi, psikologi, dan sosiologi sebagai
eksistensi manusia, berstruktur, terbagi dalam beberapa aspek dinamis, dan nilainya
relatif.1 Masyarakat yang maju selalu berubah menuju kehidupan yang lebih baik.
Mereka selalu mencari informasi baru agar tidak ketinggalan zaman sehingga dapat
berkompetisi dengan masyarakat lain, baik di dalam maupun di luar lingkungannya.
Namun, di tengah gencarnya untuk mengaktualisasikan diri mereka juga dituntut
untuk selalu sadar akan kekayaan budaya.
Di era globalisasi, pemeliharaan budaya nampaknya menjadi sebuah
tantangan tersendiri. Jan Aart Scholte mengamati proses globalisasi melalui lima
indikator yaitu internasionalisasi, liberalisasi ekonomi, westernisasi, demokratisasi,
dan deteritorialisasi. Proses globalisasi ini dianggap memiliki berbagai dampak
baik positif maupun negatif.2 Globalisasi dianggap dapat membantu manusia untuk
dapat berkomunikasi secara lebih cepat dengan jangkauan yang luas dengan
menawarkan berbagai kemudahan di bidang teknologi informasi komunikasi dan
transportasi. Sedangkan proses globalisasi westernisasi dianggap memiliki dampak
negatif bagi banyak orang. Westernisasi merupakan pendifusian nilai-nilai Barat ke
dalam nilai-nilai lokal. Hal ini diindikasikan dengan mulai memudarnya budaya
lokal dan kecenderungan homogenitas budaya dunia. Sobrino dan Wilfred dalam
Concilium mengatakan bahwa homogenisasi ini dituduh gagal dalam menciptakan
dan mempertahankan keanekaragaman budaya. Karena itu, keanekaragaman
budaya dan masyarakat hanya tinggal konsep tanpa realitas 3
Indonesia tidak luput dari globalisasi. Indonesia dianggap sebagai pasar
potensial berkembangnya budaya asing. Situasi ini tentu saja mengancam eksistensi
1
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,
2002), hal. 10
2
Safril Mubah, Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus
Globalisasi. Volume 24, 4 (2011), hal. 302-308
http://journal.unair.ac.id/
3
Jon Sobrino and Feliz Winfred, Globalization and its Victims, Concilium International Journal for
Theology 2001 / No. 5
2
budaya lokal Indonesia yang sudah lama melekat dan menjadi tradisi masyarakat.
Budaya lokal bersaing dengan gencarnya budaya asing yang masuk melalui
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Perlahan budaya lokal dinilai akan
punah karena masyarakat cenderung memilih budaya asing yang dianggap lebih
modern. Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit
ditemukan, sementara itu budaya global lebih mudah merasuk. Selama ini yang
terjaring oleh masyarakat hanyalah gaya hidup yang mengarah pada westernisasi,
bukan pola hidup modern. Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas
masyarakat harus dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam.
Caranya, dengan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini kepada generasi
muda. Indonesia sebagai suatu bangsa dan juga daerah yang membentuk suatu
kesukuan tentu saja memiliki kearifan lokal yang harus dilestarikan.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terusmenerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang
terkandung di dalamnya dianggap sangat universal4. Sedangkan dalam konsep
antropologi, kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat (indigenous
or local knowledge), atau kecerdasan setempat (local genius), yang menjadi dasar
identitas kebudayaan (cultural identity). Kearifan lokal merupakan perwujudan
dari daya tahan dan daya tumbuh yang dimanifestasikan melalui pandangan hidup,
pengetahuan, dan pelbagai strategi kehidupan yang berupa aktivitas yang dilakukan
oleh masyarakat lokal untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaannya.5
Salah satu budaya lokal yang kini dianggap mulai luntur adalah budaya
Sunda. Bahasa Sunda yang menjadi bahasa daerah Jawa Barat kini sudah jarang
dipakai, padahal penutur bahasa Sunda berkisar 27 juta orang6. Lagu-lagu dan
permainan tradisional sudah jarang dimainkan karena anak-anak dan remaja lebih
senang bermain permainan di gadget mereka dan lebih senang mendengarkan lagu4
http://filsafat.ugm.ac.idDiakses pada 21 Juni 2014, pukul 10.24
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan
dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia,Buku Kearifan Lokal
Di Tengah Modernisasi.(Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia,
2011)
6
Cece Sobarna. Bahasa Sunda Sudah di Ambang Pintu Kematiankah?, Makara Sosial Humaniora,
Vol. 11, 1(Juni 2007), hal. 13-17 .Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung 40600,
Indonesia
5
3
lagu asing yang dianggap lebih modern. Pakaian tradisional seperti kain ikat juga
tidak lagi dipakai, anak muda lebih menyukai memakai topi dan jeans yang
dianggap lebih praktis dan modern. Tarian tradisional seperti tari Jaipong harus
bersaing dengan tari modern atau pun tarian yang berasal dari barat seperti ballet
dan tari broadway.
Salah satu daerah yang masih melestarikan budaya Sunda adalah
Sumedang. Kota yang berada di provinsi Jawa Barat ini bahkan menjuluki dirinya
sebagai pusat budaya Sunda. Sumedang memiliki program Sumedang Puseur
Budaya Sunda (SPSB). SPSB adalah sebuah kebijakan inovatif untuk memfasilitasi
pelestarian budaya Sunda di Kabupaten Sumedang guna memperkokoh kebudayaan
Jawa Barat dan Nasional.7 Sumedang dianggap pantas menjadi pusat budaya Sunda
karena adanya sejarah masa lalu, yaitu adanya Mahkota Binokasih yang merupakan
mahkota KerajaanSunda (KerajaanPajajaran) berada di Sumedang atau dalam
istilah lain, Sumedang merupakan pusat pemerintahan KerajaanSunda sehingga
pantas dikatakan bahwa sumedang menjadi pusat budaya Sunda. Alasan kedua ialah
karena KerajaanSunda terakhir berada di Sumedang, yaitu KerajaanSumedang
Larang. Alasan ketiga, Sumedang merupakan daerah yang masih menggunakan
bahasa sunda sebagai bahasa sehari-hari berbeda dengan daerah lain yang
menggunakan bahasa Indonesia, yang paling terlihat yaitu dari para pelajar
umumnya para pelajar sumedang berkomunikasi dengan bahasa sunda sedangkan
para pelajar di daerah lain jarang sekali menggunakan bahasa sunda.
Walaupun era KerajaanSumedang Larang sudah berakhir, namun keturunan
KerajaanSumedang Larang masih memegang tradisi Sumedang Larang dan nilai
budaya Sunda. Nilai-nilai budaya Sunda dan tradisi Sumedang Larang masih
diajarkan dari generasi ke generasi melalui berbagai macam metode, salah satunya
adalah dengan komunikasi tatap muka. Saat ini media komunikasi secara langsung
melalui tatap muka antara orangtua dan anak jarang dilakukan mengingat anak
menghabiskan hari lebih banyak diluar rumah. Komunikasi tatap muka antara
orangtua dengan anak banyak dihabiskan ketika anak masih kecil (sebelum
bersekolah) itupun apabila hanya salah satu orangtua yang bekerja. Padahal
7
Peraturan Bupati Sumedang Nomor 113 Tahun 2009 Tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda
(SPBS)
4
komunikasi tatap muka disebut sebagai komunikasi utama yang paling efektif.
8
Kegiatan tatap muka yang dilakukan antarpribadi dengan sesamanya merupakan
suatu gerakan yang terus menerus dalam waktu dan ruang sebagai wujud
keberadaan dan hubungan yang aktif dengan orang lain. Komunikasi orangtua
dengan anak melalui tatap muka yang terus menerus akan meningkatkan
keterikatan
psikologis
antara
mereka,
menumbuhkan
saling
percaya,
menumbuhkan kesamaan, dan memungkinkan kesamaan dalam bertindak. Namun,
terbatasnya waktu kebersamaan antara orangtua dan anak membuat komunikasi
tatap muka tergantikan oleh proses komunikasi modern dengan menggunakan
media. Semakin besar anak semakin terbiasa dengan penggunaan media modern
seperti telepon genggam dan internet.
Hal ini juga dialami oleh keluarga keturunan KerajaanSumedang Larang.
Keluarga ini juga dihadapkan pada terbatasnya waktu yang tersedia untuk
berkomunikasi tatap muka. Kedua orang tua yang bekerja dan keseharian anak yang
lebih banyak dihabiskan di luar rumah membuat komunikasi tatap muka hanya bisa
dilakukan di momen tertentu dengan waktu yang terbatas. Selain masalah kegiatan
komunikasi tatap muka yang terbatas, keluarga ini juga dihadapkan dengan masalah
globalisasi informasi dan budaya. Strata ekonomi yang cukup tinggi ditambah
dengan lingkungan tempat tinggal yang berada di kota besar membuat keluarga ini
sangat dekat dengan media modern beserta arus informasinya. Namun ditengah arus
globalisasi dan sempitnya waktu melakukan komunikasi tatap muka keluarga ini
tetap bisa mengenalkan, mengajarkan dan mengimplementasikan nilai budaya
Sunda di dalam keluarga.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana pola komunikasi keluarga dalam mengenalkan nilai budaya kepada
anak di keluarga keturunan Kerajaan Sumedang Larang ?
2. Bagaimana pemahaman anak di keluarga keturunan Kerajaan Sumedang
Larang mengenai nilai budaya Sunda?
8
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Komunika: Warta Ilmiah Populer Komunikasi dalam,
Pembangunan, Vol. 8, No. 2, 2005
5
3. Apa hambatan yang dialami dalam mengenalkan nilai budaya Sunda pada anak
di keluarga keturunan Kerajaan Sumedang Larang?
Tujuan
1. Mengetahui pola komunikasi keluarga dalam mengenalkan dan menanamkan
nilai budaya kepada anak di keluarga keturunan Kerajaan Sumedang Larang.
2. Mengetahui pemahaman anak mengenai nilai budaya Sunda di dalam keluarga
keturunan Kerajaan Sumedang Larang
3. Mengetahui hambatan yang ditemui dalam mengenalkan nilai budaya Sunda
di keluarga keturunan Kerajaan Sumedang Larang
Tinjauan Pustaka
a. Komunikasi Antarpribadi
Menurut Devito, komunikasi antarpribadi adalah penyampaian pesan oleh
satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang,
dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan
balik segera. 9Komunikasi antarpribadi diperlukan untuk mengatur tata krama
pergaulan antar manusia, sebab dengan melakukan komunikasi antarpribadi
dengan baik akan memberikan pengaruh langsung pada struktur seseorang
dalam kehidupannya. Komunikasi antarpribadi dalam keluarga sangat penting
karena dengan adanya komunikasi antarpribadi antar sesama anggota keluarga
maka akan tercipta hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang
diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh salah satu anggota keluarga.
Komunikasi antarpribadi dalam keluarga yaitu hubungan timbal balik antara
anggota keluarga untuk berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan
dari komunikasi antarpribadi dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia
luar, untuk mengubah sikap dan prilaku.
Proses komunikasi pada dasarnya mencakup proses komunikasi primer dan
sekunder. Proses komunikasi primer berlangsung tanpa alat, yaitu secara
langsung dengan menggunakan bahasa, gerakan yang diberi arti khusus, aba9
Joseph A. Devito, The Antarpribadi Communication Book 12th ed, (New York:Pearson Education
Inc, 2009), Page 4
6
aba dan sebagainya. Sedangkan proses komunikasi sekunder berlaku dengan
menggunakan alat. Proses komunikasi primer mendasari pola komunikasi
tradisional, sedangkan proses komunikasi sekunder mendasari komunikasi
modern.10
b. Komunikasi Keluarga
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah
keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi
dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan
mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Keluarga
merupakan lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu, melalui keluarga
seseorang
mulai
belajar,
bersosialisasi,
membentuk
karakter,
dan
mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola
tertentu. Keluarga merupakan tempat pertama komunikasi diajarkan. Menurut
Gamble dan Gamble, di keluargalah kita pertama kali belajar bagaimana
membentuk, membina, dan mengakhiri sebuah hubungan; bagaimana
berekspresi, berdebat, dan menunjukan kasih sayang.11
Suasana kekeluargaan dan kelancaran berkomunikasi antara anggota
keluarga dapat tercapai apabila setiap anggota keluarga menyadari dan
menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing sambil menikmati haknya
sebagai anggota keluarga.
c. Pengenalan Budaya Pada Anak
Kebudayaan merupakan keseluruhan kompleks yang didalamnya meliputi
pengetahuan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan setiap kemampuan atau
kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang sebagai anggota suatu masyarakat.12
Kebudayaan merupakan warisan orang dewasa kepada anak-anak. Manusia
10
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Komunika: Warta Ilmiah Populer Komunikasi dalam,
Pembangunan, Vol. 8, No. 2, 2005
11
Larry A. Samovar, Communication Between Cultures, Sixth Edition, (USA: Thomson Higher
Education, 2007), hal. 42
12
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,
2002), hal 11
7
tidak dilahirkan dengan kebudayaan, tapi kebudayaan itu dipelajari oleh
manusia sepanjang hidupnya.
Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat; Kebudayaan
sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma; Kebudayaan sebagai aktifitas atau pola
tindakan manusia dalam masyarakat; Kebudayaan sebagai benda-benda hasil
karya manusia. Wujud pertama berbentuk absarak, sehingga tidak dapat dilihat
dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Ide
atau gagasan banyak hidup bersama dengan masyarakat. Gagasan itu selalu
berkaitan dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya.
Keterkaitan antara setiap gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat
mengemukaan bahwa kata ‘adat’ dalam bahasa Indonesia adalah kata yang
sepadan untuk menggambarkan wujud kebudayaan pertama yang berupa ide
atau gagasan ini. Sedangkan untuk bentuk jamaknya disebut dengan adat
istiadat.
Wujud kebudayaan yang kedua disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial
dijelaskan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan aktifitas manusia atau segala
bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktifitas
ini dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-pola tertentu berdasarkan adat
yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang memiliki
pola tersebut disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaraningrat. Sistem sosial
berbentuk kongkrit karena bisa dilihat pola-pola tindakannya dengan indra
penglihatan. Wujud ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik.
Wujud kebudayaan ini bersifat konkret karena merupakan benda-benda dari
segala hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau perbuatan manusia dalam
masyarakat.13
d. Keluarga Sebagai Agen Sosialisasi Budaya
Menurut Charles H Cooley dalam Solihat, konsep diri (self concept)
seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang
berkembang melalui interaksi dengan orang lain dinamakan looking-glass self.
13
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1979), hal. 186-188
8
Looking glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap pertama seseorang
mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya. Tahap kedua
seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap
penampilannya. Tahap ketiga, seseorang mempunyai perasaan terhadap apa
yang dirasakannya sebagau penilaian orang lain terhadapnya. Pada tahap ini
seorang anak tidak hanya mengetahui peran apa yang harus dijalankannya tetapi
telah pula mengetahui peran apa yang harus ia jalankan.14
Menurut Jacobs dalam Manap Solihat, pada awal kehidupan manusia
biasanya agen sosialisasi terdiri atas; orang tua dan saudara kandung,; nenek
dan kakek; tetangga; dan baby sitter danpembantu rumah tangga. Peran agen
sosialisasi pada awal kehidupan ini sangat penting, terutama orang tua. Anak
sangat bergantung kepada orang tua dan apa yang terjadi diantara orang tua dan
anak pada tahap ini jarang diketahui orang luar. Pada tahap ini anak belajar
berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal. Ia mulai berkomunikasi
bukan saja melalui pendengaran dan pengelihatan, tetapi juga melalui panca
indera lain.15
Seorang anak memerlukan bimbingan dan pengawasan yang baik untuk
menjadi individu yang berkemampuan dan berwawasan jauh dan matang.
Sebelum anak tiba ke tangan pendidik atau guru di sekolah, peran orangtua
khususnya peran ibu sangat berpengaruh besar dalam upaya mengarahkan
perkembangan anak.
Metodologi
Jenis penelitian ini lebih bersifat deskriptif, karena bermaksud
menggambarkan secara jelas (dengan tidak menutup kemungkinan pada taraf
tertentu juga akan menjelaskan/memahami) tentang berbagai hal yang terkait
dengan subjek yang diteliti, yaitu mengenai pola komunikasi keluarga dalam
mengenalkan dan menanamkan nilai budaya Sunda di dalam keluarga
keturunan KerajaanSumedang Larang. Dalam menentukan informan atau
14
Manap Solihat, Komunikasi Orang Tua dan Pembentukan Kepribadian Anak, Mediator, vol. 6, 2
(Desember 2005), hal. 308-309
15
Sunarto Kamanto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2004), hal. 24
9
narasumber, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Hal ini
dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan tujuan tertentu. Dalam
penelitian ini, peneliti akan meneliti subjek yang memiliki karakteristik tertentu,
yaitu; keluarga menetap di Sumedang, keluarga menetap di luar daerah Sunda,
dan keluarga kawin campur (berbeda budaya). Keseluruhan narasumber
merupakan keluarga keturunan KerajaanSumedang Larang.
Sajian dan Analisis Data
A. Pola Komunikasi Keluarga Mengenalkan Budaya Sunda
Berdasarkan wawancara, orangtua merupakan sosok yang paling berperan
dalam mengajarkan anak mengenai budaya Sunda. Keluarga inti, yaitu ayah dan
ibu merupakan orang pertama yang mengajarkan anak mengenai budaya.
Keluarga merupakan agen sosialisasi primer anak sedari mereka kecil.
Sesuai falsafah hidup orang Sunda yaitu cageur (sehat secara rohani dan
fisik), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (cerdas) dan
juga filosofi Kasumedangan yang mengatakan bahwa manusia sebagai mahluk
yang sempurna dengan akal dan perasaannya harus senantiasa berbuat baik,
santun dan arif-bijaksana, sudah seharusnya diajarkan orangtua kepada anak
sejak kecil. Nilai filosofi Sunda dan Kasumedangan ini terkandung dalam tujuh
unsur budaya universal menurut Koentjaraningrat. Adapun pola komunikasi
yang dilakukan orangtua untuk mengenalkan nilai budaya ini antara lain;
1. Pola Komunikasi Pengenalan Bahasa Sunda
Sejak kecil anak-anak dalam keluarga responden sudah diajari mengenai
bahasa Sunda yang baik dan benar. Anak sudah diajari penggunaan bahasa
sesuai dengan lawan bicara mereka. Anak diharuskan menggunakan bahasa
Sunda yang halus ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.
Pola komunikasi yang terjadi dalam pengenalan bahasa Sunda ialah
orangtua sebagai komunikator menyampaikan pesan kepada anak mengenai
bahasa Sunda yang baik dan benar. Proses penyampaian ini diawali oleh
pengenalan kata Sunda yang pendek dan biasa diucapkan sehari-hari seperti
kata “punten” yang berarti permisi dan “hatur nuhun” yang mempunyai arti
terima kasih. Selain bahasa Sunda yang sederhana, lambat laun anak diajarkan
10
bagaimana menggunakan bahasa Sunda yang tepat dalam percakapan seharihari. Selain mempelajari bahasa Sunda secara langsung, orangtua juga
mengajarkan anak bahasa Sunda dengan menggunakan lagu tradisional Sunda.
Dari lagu Sunda anak dikenalkan perbendaharaan bahasa Sunda.
2. Pola Komunikasi Pengenalan Kesenian Sunda
Sejak kecil anak-anak dalam keluarga responden sudah diajari kesenian
tradisional Sunda. Kesenian ini diajarkan di rumah maupun di sekolah. Pada
zaman KerajaanSumedang Larang, para putri diajarkan untuk menarikan tari
Tayub, yaitu tarian adat yang hanya bisa ditarikan oleh keluarga kerajaan.
Namun pada keluarga Lukman Hamid tidak ada anak yang diajarkan tarian ini
karena semua anaknya adalah laki-laki. Oleh karena itu kebudayaan yang
biasanya diajarkan adalah pencak silat.
Pola komunikasi yang terjadi dalam pengenalan kesenian Sunda ialah
orangtua sebagai komunikator menyampaikan pesan kepada anak mengenai
kesenian Sunda seperti seni tari, seni musik, seni sastra dan lain-lain lewat
berbagai media. Penyampaian pesan ini dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Melalui tatap muka orangtua mengenalkan kesenian Sunda
melalui lagu Sunda, permainan tradisional Sunda, dan cerita rakyat Sunda.
3. Pola Komunikasi Pengenalan Sistem Religi Sunda
Sebagai sebuah entitas orang Sunda memiliki keyakinan sebagai dasar
pijakan hidupnya. Sistem religi meliputi sistem kepercayaan, sistem nilai dan
pandangan hidup, komunikasi keagamaan, dan upacara keagamaan. Orang
Sunda memiliki pandangan hidup manusia sebagai pribadi, manusia dengan
masyarakat, manusia dengan alam, manusia dengan tuhannya, dan manusia
dengan kemajuan lahiriah. Pandangan hidup orang Sunda ini juga sesuai dengan
filosofi yang diutarakan oleh Raja Sumedang Larang bahwa manusia sebagai
mahluk yang sempurna dengan akal dan perasaannya harus senantiasa berbuat
baik, santun dan arif-bijaksana. Selaku khalifatulah fil ardi, harus senantiasa
memelihara dan menjaga kelestarian hidup di dunia.
Endang Saifudin menyebutkan bahwa “Islam The Sunda, Sunda The
Islam” yang dibenarkan oleh Ajip Rosidi bahwa keyakinan orang Sunda
11
berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam.16 Berdasarkan hal tersebut maka segala
nilai, pandangan, dan filosofi orang Sunda didasarkan aturan-aturan agama
Islam.
4. Pola Komunikasi Pengenalan Organisasi Sosial Sumedang Larang
Organisasi Sosial yang diperkenalkan kepada anak salah satunya adalah
adat istiadat. Keluarga keturunan Sumedang Larang memiliki adat istiadat, baik
yang masih dipertahankan secara menyeluruh maupun tradisi yang berkembang
mengikuti zaman dan sesuai dengan ajaran agama. Tradisi ini disebut tradisi
Kasumedangan. Selain tradisi Kasumedangan, organisasi sosial yang
ditekankan oleh keluarga responden adalah mengenai silsilah keluarga mereka.
Dalam hal silsilah keluarga KerajaanSumedang Larang, sosok ayahlah yang
memegang peranan penting dalam penyampaian informasi. Penyampaian
informasi mengenai silsilah keluarga ini biasanya disampaikan secara langsung
(tatap muka). Selain pengenalan terhadap silsilah, anak juga diajarkan
bagaimana berkomunikasi dengan keluarga besar keturunan Sumedang Larang
yang bernama Beungkeutan Rundayan Kadir Soemawilaga (BRKS). Anak
diperkenalkan melalui acara temu keluarga yang biasanya diadakan setahun dua
kali. Pertemuan keluarga ini diadakan di Sumedang atau Bandung.
5. Pola Komunikasi Pengenalan Sistem Ilmu Pengetahuan Sunda dan
Teknologi
Sesuai dengan filosofi nilai Sunda yaitu pinter (pintar) dan pandangan hidup
manusia dalam mengejar kemajuan lahiriah, orang Sunda diharuskan
mendayagunakan kemampuannya untuk mengembangkan pengetahuan dalam
bidang ilmu pengetahuan. Berkembangnya ilmu pengetahuan ini juga tidak bisa
kita lepaskan dari kemajuan teknologi. Tidak terkecuali di keluarga responden.
Pola komunikasi pengenalan ilmu pengetahuan diajarkan oleh orangtua sebagai
komunikator melalui berbagai macam cara. Selain menyampaikan pesan secara
tatap muka dan penggunaan perangkat teknologi, orang tua juga menggunakan
metode imbalan untuk menarik minat anak dalam mengejar kemajuan lahiriah
mereka di bidang ilmu pengetahuan.
16
Sulasman, Teori-Teori Kebudayaan dari teori Hingga Aplikasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
Hal. 302
12
6. Pola Komunikasi Pengenalan Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok orang Sunda pada umumnya bertani. Diperkirakan
ada 85 % penduduk Jawa Barat hidup dari hasil pertanian. Daerah persawahan
di Jawa Barat terbentang di sepanjang daerah pantai utara dari timur laut serta
di pedalaman yang merupakan daerah pegunungan. Selain bertani juga orang
Sunda menguasai usaha bercocok tanam di ladang. Untuk mengisi waktu panen
penduduk di daerah melakukan usaha membuat kerajinan tangan seperti
membuat anyaman, bordir pakaian, dsb. Sebagian
penduduk ada yang
bermatapencaharian sebagai buruh pabrik, nelayan, pengrajin, guru, pegawai
negeri, dan pengusaha.
Berdasarkan observasi, tidak ada responden orangtua yang berprofesi
sebagai petani. Pada saat pemerintahan KerajaanSumedang Larang, walaupun
bertindak sebagai raja dan bupati, namun mereka tetap bisa bercocok tanam dan
mengelola tambak ikan. Bercocok tanam dan bertambak juga selalu diajarkan
kepada generasi selanjutnya. Pola komunikasi pengenalan mata pencaharian
dikenalkan oleh orangtua sebagai komunikator kepada anak dengan berbagai
cara. Cara yang digunakan berupa komunikasi menggunakan pesan verbal
maupun nonverbal. Pesan nonverbal disampaikan dengan mengajak menikmati
bercocoktanam dan memancing.
B. Pemahaman Anak terhadap Budaya Sunda
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti, responden cukup
memahami pentingnya pengenalan dan pembelajaran budaya. Para orang tua
setuju bahwa budaya, khususnya budaya Sunda wajib diperkenalkan dan
diajarkan kepada anak-anak mereka. Orang tua menganggap bahwa budaya
sangat penting untuk diwariskan karena anak perlu mengetahui asal-usul
mereka sehingga anak-anak tersebut tidak mudah terjerumus budaya asing yang
terkadang membawa dampak negatif bagi hidup mereka kelak.
Pemahaman anak mengenai pentingnya budaya bagi mereka bukan hanya
ucapan semata, melainkan juga mereka implementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka menerapkan nilai-nilai dan norma-norma budaya Sunda
yang telah diajarkan oleh orangtua dalam kehidupan sehari-hari.
13
Penerapan budaya Sunda dalam kehidupan anak sehari-hari tidak lepas dari
cara orangtua memberi contoh kepada anak melalui perilaku mereka.
Penerimaan dan pemahaman anak terhadap nilai budaya Sunda tidak dapat
dilepaskan dari proses mendengar yang mereka dapat sejak kecil. Sejak kecil
anak menerima pengetahuan mereka mengenai nilai budaya Sunda lewat proses
menerima informasi nilai budaya Sunda baik dalam bentuk verbal maupun
nonverbal dari orangtua mereka. Setelah itu mereka mulai memahami informasi
yang mereka terima.
Setelah anak memahami informasi yang diberikan, anak mulai mengingat
apa yang telah diajarkan oleh orang tua. Mereka sudah bisa mengorganisir
informasi yang diberikan oleh orangtua. Ingatan ini terus menerut dilakukan
anak sehingga terjadilah suatu pengulangan terhadap apa yang diajarkan. Anak
menjadi terbiasa untuk melakukan sesuatu sesuai informasi yang diberikan. Di
dalam proses penerimaan informasi ini, orangtua sebagai pemberi informasi
biasanya melakukan suatu penilaian, apakah anak dapat melakukan hal yang
diberikan atau tidak. Selain karena adanya proses mendengar, proses
komunikasi dapat berlangsung dengan baik karena adanya hubungan yang baik
antara orangtua dengan anak. Kedekatan hubungan antara orangtua dengan
anak ini dapat terjadi karena adanya komunikasi yang terjalin diantara
keduanya. Menurut Ekomadyo, orangtua perlu melakukan komunikasi
pendampingan kepada anak dengan cara-cara antara lain dengan membangun
empati,
menjalin
kebersamaan,
membangun
rasa
memiliki
dan
pendampingan.17
C. Hambatan Pengenalan dan Penerapan Nilai Budaya Sunda
Hambatan internal yang ditemui orang tua dalam mengenalkan budaya
Sunda ke anak adalah hambatan psikologikal. psikologikal yang sering ditemui
adalah lupa. Hambatan psikologikal lain yang kerap ditemui adalah kondisi
emosional yang kurang baik. Hambatan ini menemui orangtua biasanya ketika
17
Ekomadyo,Prinsip Komunikasi Efektif Untuk Meningkatkan Minat Belajar Anak, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2005), hal. 18
14
anak-anak dalam usia remaja. Sedangkan anak menemui hambatan ini ketika
orangtua mereka sedang dalam kondisi lelah atau banyak pikiran.
Hambatan internal lainnya yang kerap ditemui adalah waktu. Pada keluarga
yang kedua orangtuanya bekerja, waktu yang dihabiskan oleh orangtua dengan
anak melalui komunikasi tatap muka sangat jarang terjadi. Hal ini juga ditemui
oleh keluarga yang memiliki banyak aktivitas di luar rumah. Keseharian anak
di luar rumah seperti sekolah menghabiskan waktu lebih banyak dibandingkan
waktu yang dihabiskan anak ketika di rumah. Sedikitnya waktu yang dihabiskan
untuk berkomunikasi secara langsung membuat proses penyampaian dan
penerimaan pesan pengenalan budaya sedikit terhambat. Oleh karena itu
penggunaan media baru sebagai sarana komunikasi modern menjadi solusi
pengenalan budaya kepada anak.
Di zaman globalisasi seperti sekarang ini semua orang dapat mengakses
segala informasi dari belahan dunia manapun, termasuk budaya barat.
Globalisasi selain mendatangkan dampak positif juga membawa dampak
negatif contohnya sopan santun yang kurang dijaga, gaya penampilan yang
lebih terbuka, bahasa asing yang lebih mendominasi. Hal ini membuat budaya
Sunda yang diajarkan seakan kalah saing oleh budaya modern.
Pergaulan juga menjadi hambatan orang tua dalam mengajarkan budaya
kepada anak. Pergaulan juga mendatangkan hambatan bagi anak dalam
mengimplementasikan budaya Sunda dalam kegiatan mereka sehari-hari.
Hambatan pergaulan lainnya yang sering muncul dalam pembelajaran budaya
adalah adanya perbedaan budaya. Perbedaan latar belakang budaya terutama
bahasa membuat mereka sulit mengimplementasikan budaya Sunda dalam
kehidupan sehari-hari. Hambatan ini biasa ditemui oleh keluarga yang tinggal
di luar daerah Sunda.
Selain pergaulan, hambatan lainnya adalah media. Media komunikasi tidak
bisa dilepaskan dari kehidupan anak sehari-hari. Dampak negatif adanya media
adalah terkadang media dapat menghambat pengenalan budaya Sunda dari
orangtua kepada anak. Misalnya anak yang terpapar informasi dari media massa
seperti televisi dan internet. Gencarnya informasi di media massa mengenai
budaya popular yang terjadi di dunia terkadang membuat perhatian anak
15
teralihkan dari nilai budaya Sunda. Meskipun anak terpapar gencarnya
informasi budaya popular, namun adanya pengenalan budaya sejak kecil dari
orangtua membuat mereka bisa menyaring informasi yang dapat mereka
implementasikan. Orangtua juga berperan sebagai gatekeeper penerimaan
informasi oleh anak. Orangtua menjadi pengawas mana saja informasi yang
dapat diterapkan oleh anak.
Kesimpulan
1. Budaya Sunda merupakan budaya yang dipelajari oleh anak dari orangtua.
Keluarga merupakan agen sosialisasi primer pengenalan budaya kepada
anak, dalam hal ini, orangtualah yang memegang peranan penting sebagai
agen sosialisasi pengenalan budaya. Orangtua memperkanalkan dan
menanamkan nilai budaya Sunda dan juga silsilah keluarga sedari dini
kepada anak.
2. Anak dapat menerima proses pengenalan dan penanaman budaya sunda
karena adanya hubungan kedekatan oleh orangtua. Menurut hasil penelitian,
keluarga responden termasuk ke dalam tipe keluarga konsensual. Hal ini
terbukti oleh adanya kedekatan dan juga keterbukaan dalam berkomunikasi
diantara anggota keluarga. Pola komunikasi keluarga responden juga
menunjukan adanya pola komunikasi persamaan (equality pattern). Setiap
anggota keluarga berhak menyuarakan pendapat mereka, semua orang
memiliki hak yang sama dalam berbicara. Walaupun menerapkan pola
komunikasi persamaan, dalam keluarga responden suami tetap menjadi
pemimpin dalam rumah tangga. Hal ini mengacu pada keyakinan mereka,
islam, bahwa suami adalah imam dalam keluarga.
3. Pengenalan dan pembelajaran budaya telah diterima anak sedari dini.
Budaya Sunda yang diperkenalkan kepada anak adalah falsafah hidup orang
Sunda yaitu cageur (sehat secara rohani dan fisik), bageur (baik), bener
(benar), singer (mawas diri), dan pinter (cerdas) dan juga filosofi
Kasumedangan yang mengatakan bahwa manusia sebagai mahluk yang
sempurna dengan akal dan perasaannya harus senantiasa berbuat baik,
santun dan arif-bijaksana, sudah seharusnya diajarkan orangtua kepada anak
16
sejak kecil. Nilai filosofi Sunda dan Kasumedangan ini terkandung dalam
tujuh unsur budaya universal menurut Koentjaraningrat.
4. Orangtua dan anak sama-sama setuju bahwa budaya Sunda perlu
diperkenalkan dan diajarkan sedari dini. Budaya dianggap penting untuk
diwariskan agar anak mengetahui asal-usul diri. Budaya Sunda juga
dianggap dapat membentengi anak dari pengaruh negatif modernisme yang
marak dijumpai dalam pergaulan anak sehari-hari. Pemahaman terhadap
budaya Sunda ditunjukkan oleh pengimplementasian nilai budaya Sunda
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Hambatan yang ditemui dalam pengenalan dan pembelajaran budaya Sunda
berasal dari internal dan eksternal. Hambatan ini ditemui oleh orangtua
maupun anak. Hambatan internal yang kerap ditemui adalah hambatan
psikologikal. Hambatan psikologikal yang kerap terjadi adalah lupa. Anak
terkadang lupa menerapkan nilai budaya Sunda seperti penggunaan bahasa
Sunda yang baik dan benar sesuai dengan lawan bicara. Selain lupa,
hambatan psikologikal yang kerap ditemui adalah kondisi emosional yang
kurang baik ketika menyampaikan maupun mendapat pengenalan budaya.
Sedangkan hambatan eksternal yang kerap ditemui adalah pengaruh negatif
modernisme yang masuk melalui pergaulan anak sehari-hari. Gaya hidup
modern terkadang membuat budaya Sunda kalah saing oleh gaya hidup
modern yang terkadang dianggap anak lebih menarik.
6. Sedikitnya waktu yang dihabiskan untuk berkomunikasi secara langsung
membuat proses penyampaian dan penerimaan pesan pengenalan budaya
sedikit terhambat. Orangtua akhirnya menggunakan media baru sebagai
sarana komunikasi modern menjadi solusi pengenalan budaya kepada anak.
7. Media Komunikasi memiliki dampak positif dan negatif terhadap
penyampaian pesan orangtua selaku komunikator. Dampak positifnya,
media dapat digunakan sebagai sarana penunjung pengenalan budaya
kepada anak dan juga sarana komunikasi pengajaran budaya. Dampak
negatif adanya media adalah terkadang media dapat menghambat
pengenalan budaya Sunda dari orangtua kepada anak. Gencarnya informasi
di media massa mengenai budaya popular yang terjadi di dunia terkadang
17
membuat perhatian anak teralihkan dari nilai budaya Sunda, namun adanya
pengenalan budaya sejak kecil dari orangtua membuat mereka bisa
menyaring informasi yang dapat mereka implementasikan. Orangtua juga
berperan sebagai gatekeeper penerimaan informasi oleh anak. Orangtua
menjadi pengawas mana saja informasi yang dapat diterapkan oleh anak.
Saran
1. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa semakin lama pengenalan budaya
lokal semakin tercampur dengan budaya barat. Walaupun proses asimilasi
budaya perlu dilakukan seiring perkembangan zaman, hendaknya orangtua
tetap mengetahui, mengenalkan dan menanamkan keaslian dari budaya
Sunda itu sendiri. Jangan sampai proses asimilasi yang terus menerus
semakin menggerus eksistensi nilai budaya lokal sehingga generasi kedepan
tidak mengetahui budaya lokal asli Sunda.
2. Orangtua disarankan untuk meningkatkan pengetahuan mereka terhadap
nilai budaya asli Sunda. Hal ini dimaksudkan agar orangtua dapat dijadikan
referensi utama pembelajaran anak dalam mengenal budaya.
3. Orangtua disarankan dapat menghabiskan waktu lebih banyak bersama anak
mereka. Dengan menghabiskan waktu bersama anak lebih banyak, orangtua
diharapkan dapat menjalin kedeketan lebih erat dengan anak sehingga
segala informasi yang diberikan oleh anak dapat diterima dengan baik.
Orangtua juga harus bisa menjadi gatekeeper informasi yang menerpa anak
mereka. Orangtua harus bisa mendidik anak mereka untuk dapat
mempergunakan media teknologi dengan baik
Daftar Pustaka
Devito, Joseph. A. (2009). The Interpersonal Communication Book 12th ed. New
York: Pearson Education Inc.
Ekomadyo. (2005). Prinsip Komunikasi Efektif Untuk Meningkatkan Minat Belajar
Anak. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Judith, N. ( 2010). Intercultural Communication In Context 5th edition. New York:
The McGraw Hills Company.
Koentjaraningrat. (1979). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
18
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Komunika: Warta Ilmiah Populer
Komunikasi dalam Pembangunan. Volume 8 Nomor 2 2005.
Mubah, Safril. Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam
Menghadapi Arus Globalisasi Volume 24 Nomor 2 2011. Universitas
Airlangga.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber
Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia. (2011). Buku Kearifan Lokal Di Tengah Modernisasi.
Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.
Samovar, Larry. A. (2007). Communication Between Cultures. Sixth Edition. USA:
Thomson Higher Education.
Soekanto, Soerjono. (2004). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Sobrino, Jon, Feliz Winfred. Globalization and It’s Victims. Concilium
International Journal for Theology No. 5. 2001
Sobarna, Cece. Bahasa Sunda Sudah di Ambang Pintu Kematiankah?, Makara
Sosial Humaniora Volume 11 Nomor 1 Juni 2007. Universitas Padjajaran.
Solihat, Manap. Komunikasi Orang Tua dan Pembentukan Kepribadian Anak.
Volume 6 Nomor 2 Desember 2005. Mediator
19
Download