Dari Seminar Budaya Sunda di IAIN SGD* 2. '^>O\\.\\C\( ^ Kepemimpinan 'Sunda' Individualists ? BANDUNG, (PR).- Karakteristik kepemimpinan orang Sunda cenderiing bersifat in-dividualistis. Hal itu merupakan si-sa-sisa kebudayaan ladang masa lampau, yang lebih menitikberat-kan pada upaya pemenuhan kebu-tuhan diri sendiri. Meskipun perubahan yang mendasar dalam as-pek lingkungan terjadi, tampaknya tidak selalu membawa perubahan dalam pola pandangan mereka Penilaian tcrsebut dilontarkan Antropolog Prof. Dr. Kusnaka Adimihardja, MA, pada seminar Budaya Sunda, yang diselenggara-kan Himpunan Mahasiswa dan Se-jarah Kebudayaan Islam IAIN Sunan Gunung Djati di Bandung, Selasa (22/10). Seminar akan ber-langsung sampai had ini. Kecenderungan sifat individualists dalam kebudayaan ladang, lanjutnya, mungkin disebabkan keadaan penduduk masa lalu yang belum begitu berkembang, semen-tara ruman dibangun berjauhan di tengah ladang mereka. Dengan demikian, komunikasi antar-tetangga menjadi tidak begitu in-tensifTSemua bentuk kegiatan ha-rus diselesaikan sendiri, selain mengandalkan bantuan anggota keluarga yang tinggal berdekatan. Kusnaka kemuaian membandi-ngkan dengan situasi dan cara ker-ja dalam nngkungan kebudayaan sawah. Menurutnya, dalam tradisi kebudayaan sawah pola kampung tetap dan mengelompok. Karena itu, mereka dapat saling menolong dalam melakukan bcrbagai macam kegiatan sosial. Dalam situasi se-perti itu, lahirlah konsep yang dise-out gotong royong. Dikatakan, kecenderungan sikap individualists masyarakat ladang tercermin pula dalam ungi-a-pannya yang sederhana, hay am ui-paraban silih acak, silih taker, digi-ringkeun paburisat; ari bebek mah ngaleut bae. Ungkapan tersebut, kata Kusnaka, kalau dikaitkan dengan konsep solidarity makers dan administrator dari Herbert Feith, maka pola kepemimpinan Sunda identik dengan tipe administrator (ayam). Sedangkan pola kepemimpinan masyarakat sawah identik dengan solidarity makers (bebek). Sebagai konsekuensi dari tcmpaan hidup yang lebih mengandalkan pada kekuatan sendiri, tambahnya, maka setiap manusia ladang biasanya memiliki sifat ta-bah yang lebih jika dibandingkan dengan manusia sawah. Ini disebabkan manusia ladang dituntut untuk dapat meneatasi setiap tan-tangan hidup. "Seoab itu karakter-istik indiyidualis hams diartikan sebagai sifat yang mandiri, bukan egosentris yang mengarah pada anarkis," tegasnya. Dari berbagai naskah Sunda ku-no, diperoleh gambaran bahwa tipe ideal kepemimpinan dalam per-sepsi masyarakat Sunda masa lampau, an tar a lain sikap moral kepemimpinan yang mengutamakan as-pek kesejahteraan sosial. Aspek tersebut erat kaitannya dengan landasan moral kerakyatan. Tidak fahani Guru Besar FISIP Unpad itu menuturkan, dewasa ini terdapat masalah yang cukup pelik. Di alam modern sekarang, banyak kalang-an tidak lagi memahami bahkan meninggalkan sama sckali dan menganggap negatif nilai-nilai yang merupakan wa;isan nenek moyangnya. Kecenderungan ini mungkin merupakan kecenderungan umumnya di negara-negara berkembang. Selain itu, banyak pula pihak yang beranggapan terjadinya ham-batan pada proses pembangunan disebabkan adanya rintangan kebudayaan dari masyarakat itu sendiri ' nggapan itu, menimbulkan kesan, kebudayaan masyarakat Indonesia tidak berdaya dalam mem-berikan motivasi bagi pembangunan bangsanya. i^Anggapan itu juga akan beraki-bat sosial lebih jauh, seperti antara lain bisa menimbulkan kepercaya-an pada diri sendiri melemah, har-ga diri berkurang atau samp'ai pada satu anggapan bahwa untuk mem-bangun bangsa ini dibutuhkan ciri-ciri kebudayaan lain (Barat) bersa-ma teknologinya, . Alasan itu, menurut Kusnaka, sesungguhnya digunakan untuk menutup-nutupi kesanggupan dalam usaha memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan sendiri. "Andai saja kita mam-pu mengembangkannya, akan merupakan potensi besar untuk menggerakkan usaha-usaha pembangunan," katanya. Dalam usaha memahami dan ...endalami berbagai sistem peng-etahuan dan nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan, lan-jutnya, maka kegiatan penelitian harus terus dilakukan. "Dengan kegiatan semacam itu, diharapkan kita dapat menemukan berbagai sistem pengetahuan dan nilai-nilai yang masih relevan dengan kebu-tuhan masa kini dalam mengisi pembangunan spiritual bangsa. *'