PENDEKATAN SISTEM Persoalan perancangan model pengukuran sistem kinerja untuk sebuah klaster agroindustri hasil laut merupakan kumpulan aktivitas yang melibatkan berbagai disiplin, di samping itu bahasan sistem klaster yang cukup kompleks dalam interaksi antar elemen di dalamnya membutuhkan studi dengan pendekatan sistem. Beberapa tahapan dalam pendekatan sistem di antaranya adalah karakterisasi sistem hingga pemodelan sistemnya baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Berdasarkan dari studi pendahuluan melalui kajian pustaka dan observasi pendahuluan yang telah dilakukan maka dapat diuraikan hasil sementara dari tahapan pendekatan sistem di atas secara sistematis. Menurut Austin (1981), agroindustri merupakan suatu usaha yang mengolah hasil pertanian baik tanaman maupun hewan. Proses pengolahan dapat dilakukan dalam bentuk pengolahan fisik, kimia maupun biologi. Perubahan dan pengawetan adalah contoh bentuk pengolahan yang dilakukan berdasarkan tujuan yang diinginkan. Agroindustri khususnya di Indonesia dapat diklasifikasikan menurut jenis bahan baku yang diolah, disamping itu juga dapat diklasifikasikan berdasarkan skala industri dari agroindustri tersebut. Untuk bisa melakukan studi/kajian mendalam terhadap Agroindustri, maka harus terlebih dahulu dipahami secara menyeluruh karakteristik dari agroindustri tersebut. Agroindustri berdasarkan jenis bahan baku yang diolah dapat diklasifikasikan menjadi enam kelompok yaitu agroindustri dengan bahan baku tanaman keras (hasil perkebunan), tanaman pangan, tanaman holtikultura, hasil laut (Ikan), hasil ternak dan hasil hutan. Sementara itu berdasarkan skala industrinya, agroindustri dapat dikategorikan dalam tiga kelompok besar yaitu industri besar, industri menengah dan industri kecil. Dengan menggunakan pola berpikir sistem, maka identifikasi terhadap karakteristik agroindustri dapat dilakukan dengan memandang agroindustri sebagai sebuah sistem. Kerangka berpikir sistem diperoleh dengan melihat permasalahan agroindustri sesuai skema sistem berikut : INPUT PROSES OUTPUT Manejemen Umpan balik Gambar 25 Kerangka Sistem (Eriyatno, 2000) 60 Industri hasil laut merupakan salah satu industri sub sektor pertanian yang mendapatkan prioritas untuk dikembangkan secara nasional dan selanjutnya sebagai ruang lingkup penelitian ini. Berikutnya akan diuraikan secara terstruktur gambaran dari sebuah sistem agroindustri hasil laut. Deskripsi Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut Agroindustri Hasil Laut merupakan salah satu industri inti yang menjadi prioritas pembangunan oleh pemerintah, hal ini dinyatakan secara eksplisit dalam arah kebijakan pembangunan industri nasional mengacu kepada agenda dan prioritas pembangunan nasional Kabinet Indonesia Bersatu dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 (Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005). Dalam kerangka tersebut juga dinyatakan pokok-pokok kebijakan pengembangan industri prioritas di Indonesia, di mana telah ditetapkan 10 (sepuluh) jenis industri yang diprioritaskan untuk dikembangkan dengan berbasis klaster industri. Kesepuluh jenis industri tersebut di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Industri Makanan dan Minuman yang meliputi : Industri Pengolahan Cacao Industri Pengolahan Buah Industri Pengolahan Kelapa Industri Pengolahan Kelapa Industri Pengolahan Kopi Industri Pengolahan Gula Industri Pengolahan Tembakau 2. Industri Pengolahan Hasil Laut 3. Industri Tekstil dan Produk Tekstil 4. Industri Alas Kaki 5. Industri Turunan Minyak Kelapa Sawit 6. Industri Pengolahan Kayu (termasuk Rotan dan Bambu) 7. Industri Pengolahan Karet dan Barang Karet 8. Industri Pulp dan Kertas 9. Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik 10. Industri Petrokimia Dalam pelaksanaannya pengembangan kesepuluh industri di atas dengan pendekatan klaster harus didukung oleh penguatan beberapa industri manufaktur yang secara detail telah diuraikan dalam kerangka kebijakan pengembangan industri 61 pada Bab 18, RPJMN tahun 2004-2009. Pengembangan klaster industri hasil laut menempati prioritas kedua dalam kerangka kebijakan nasional, oleh karena itu adanya perangkat yang dapat menjadi acuan dalam mengevaluasi dan mengelola sebuah klaster agroindustri hasil laut menjadi sangat strategis untuk direalisasikan. Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut menjadi kebutuhan mendesak untuk keberlanjutan sebuah klaster agroindustri hasil laut tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Informasi Departemen Perindustrian (2005) diperoleh satu gambaran distribusi industri pengolahan hasil Proporsi jumlah industri laut di Indonesia berdasarkan jumlahnya yang dapat dilihat pada Gambar 26 berikut : 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% Ja ya n Iri a M al uk u es i la w Su an ta n ra lim gg a Ka Ba li & Nu sa Te n Ja wa Su m at ra 0% Gambar 26 Distribusi pelaku agroindustri hasil laut di Indonesia Sementara itu secara detail produk yang dihasilkan oleh industri hasil laut di masingmasing wilayah propinsi di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 Distribusi jumlah perusahaan agroindustri hasil laut di Indonesia No Propinsi Jumlah Perusahaan Persentase dari total (%) 1 Sumatra Utara 28 5.59 2 Riau 11 2.20 Masakan Kaleng, Ikan, Ikan Rebus, Ikan Asin, Ikan Teri, Udang Beku, Kerang, Tepung Ikan dan Terasi Ikan Asin, Terasi, Ikan Beku 3 Sumatra Selatan Lampung 4 0.80 Ikan Asin, Paha Kodok, Udang Beku 2 0.40 8 1.60 6 Bangka Belitung DKI Jakarta 40 7.98 7 Jawa Barat 13 2.59 Udang Beku Ikan Beku, Ikan Fillet, Udang Beku, Biota Laut Beku Ikan Kaleng, Ubur-ubur, Udang Beku, Ikan Beku, Daging Kepiting, Kerang Hijau Makanan Kaleng, Rajungan, Udang Beku, Teri 4 5 Produk 62 Tabel 2. Lanjutan 8 Jawa Tengah 102 20.36 9 DI Yogyakarta 1 0.20 10 Jawa Timur 184 36.73 11 Banten 1 0.20 Nasi Kering Ikan Asin, Ikan Kering, Rajungan, Ikan Pindang,Teri Nasi, Teri Nasi Kering, Fillet Ikan, Ikan Beku, Udang Beku, Winter Gloves, Bandeng Presto, Daging Rajungan, Ikan Olahan, Tepung Ikan Pengepakan Udang Ikan Kaleng, Sarden, Ikan Tuna Kaleng, Udang Kaleng, Tepung Rumput Laut, Ikan Asin, Ikan Kering, Ikan Laut Kering, Ikan Pindang,Teri Nasi, Teri, Teri Nasi Kering, Teri Nasi Masak, Tripang, Bekicot Beku, Daging Ikan & Udang, Ikan Beku, Katak Beku, Pakan Udang, Udang Kupas, Udang Beku, Rajungan, Sirip Hiu Beku dan Kerang, Surimi, Tuna Fillet, Kodok, Ikan Pindang, Tuna Beku, Olahan Ikan, Petis, Seafood Value Added, Tepung Ikan. Udang Windu Beku 12 Bali 8 1.60 Ikan Kaleng, Sarden, Tepung Ikan 13 Nusa Tenggara Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara 4 0.80 Ikan Asap, Ikan Beku 4 0.80 Udang Beku 1 0.20 Udang Laut 7 1.40 Udang Beku 14 2.79 Udang Beku 15 2.99 Ikan Kayu, Ikan Kaleng, Ikan Beku Kepiting Kaleng dan Daging, Fillet Ikan, Ikan Beku, Pembekuan Hasil Laut, Kepiting, Udang Beku, Udang Kupas, Abon Ikan, Rumput Laut Ikan Teri Kering, Daging Kepiting, Ikan Kayu, Ikan Beku, Rajungan, Daging Olahan Ikan Beku, Ikan Kaleng 14 15 16 17 18 19 Sulawesi Selatan 21 4.19 20 6 1.20 21 Sulawesi Tenggara Gorontalo 8 1.60 22 Maluku 7 1.40 23 Irian Jaya Barat Irian Jaya Timur Irian Jaya Selatan 9 1.80 1 0.20 Pengalengan Ikan 2 0.40 Udang Beku, Ikan Beku 501 100 24 25 Pengawetan Ikan, Pembekuan Ikan, Cold Storage Ikan Kaleng, Ikan Beku, Udang Beku, Ikan Kayu Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi jumlah industri hasil laut terbanyak ada di Propinsi Jawa Timur (36.73 %), oleh karena itu dalam penelitian ini studi 63 kasus pada agroindustri hasil laut sebagai dasar perancangan model pengukuran kinerja komprehensif untuk klaster agroindustri hasil laut dilakukan di Propinsi Jawa Timur. Karakteristik industri hasil laut sangat bervariasi tergantung pada jenis produk yang dihasilkan dan juga orientasi pasar yang hendak dituju. Karakteristik kualitas yang harus dipenuhi untuk produk ekspor dan pasar domestik sangat berbeda, demikian juga antara industri udang beku dan pengeringan ikan. Oleh karena itu untuk lebih memfokuskan lagi hasil rancangan model pengukuran kinerja komprehensif sehingga diperoleh model Sistem Pengukuran Kinerja pada Klaster Agroindustri Hasil Laut, maka dari 32 jenis produk yang dihasilkan pada agroindustri hasil laut di Jawa Timur dipilih satu jenis produk yang diproduksi oleh sebagian besar perusahaan agroindustri hasil laut di Jawa Timur. Berdasarkan rekapitulasi dari data Industri Hasil Laut di Jawa Timur dari Deperin (2004) jenis produk yang dihasilkan, maka terdapat 26 perusahaan di bidang Teri Nasi yang selanjutnya dipilih sebagai studi kasus untuk produk ekspor. Perusahaan yang dimaksud merupakan jumlah kumulatif dari Industri Besar, Industri Menengah dan Industri Kecil. Perusahaan yang bergerak di bidang teri nasi di Indonesia sebagian besar berada di Jawa Timur, hal ini semakin memperkuat alasan dipilihnya agroindustri hasil laut produk teri nasi di Jawa Timur sebagai studi kasus. Adapun distribusi jumlah perusahaan teri nasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. berikut : Tabel 3 Distribusi jumlah perusahaan teri nasi di Indonesia Jumlah Perusahaan 2 Prosentase dari total (%) 4.44 Jawa Barat 1 2.22 Teri Nasi Kering 3 Jawa Tengah 10 22.22 4 Jawa Timur 26 57.78 5 Sulawesi Tenggara 6 13.33 Teri Nasi, Teri Nasi Kering Teri Nasi, Teri, Teri Nasi Kering, Teri Nasi Masak Ikan Teri Kering 45 100 No Propinsi 1 Sumatra Utara 2 Produk Ikan Teri Komposisi pada tabel d iatas, menunjukkan bahwa sebagian besar industri teri nasi terdistribusi di Jawa Timur dengan sebaran daerah Tuban, Lamongan, Situbondo, Pamekasan, Sumenep dll. Selanjutnya industri ini akan menjadi studi kasus dalam perancangan model pengukuran kinerja komprehensif untuk klaster industri hasil 64 laut, yang nantinya dapat digunakan untuk produk ekspor pada industri hasil laut di Indonesia. Di samping industri teri nasi, model juga akan diverifikasi pada industri yang masih belum dominan namun memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu industri rumput laut. Selanjutnya secara detail deskripsi sistem kedua jenis industri tersebut akan diuraikan pada bagian selanjutnya. Model Stakeholder Klaster Agroindustri Hasil Laut Keterkaitan antara pelaku inti dan pelaku lainnya dalam klaster dapat digambarkan dalam bentuk model stakeholder klaster. Berdasarkan model stakeholder yang diperoleh berdasarkan identifikasi pelaku dan keterhubungan satu sama lain dapat dielaborasi lebih lanjut fungsi dan peran masing-masing seharusnya untuk dapat memperkuat klaster industri khususnya klaster agroindustri hasil laut. Secara umum dapat digambarkan suatu model stakeholder klaster agroindustri hasil laut yang ideal seperti pada Gambar 27. Lembaga Penelitian dan Informasi Industri/Usaha Pendukung : Usaha penangkapan, budidaya, lepas pantai/ pasca panen dan Industri pendukung lainnya Lembaga Keuangan Pelaku Inti : Industri Pengolahan hasil laut Perguruan Tinggi (Disiplin ilmu yang relevan) Lembaga Pelatihan dan Pengembangan SDM Instansi Pemerintah (Deperin, DKP, Dep Perdagangan, DepKeu, Gambar 27 Model stakeholder agroindustri hasil laut nasional Dari gambar di atas dapat dilihat interaksi dari masing-masing komponen klaster agroindustri hasil laut, di mana seluruh elemen pendukung secara serentak 65 sesuai peran dan fungsinya memberikan dukungan pada pelaku inti. Interaksi bersifat timbal balik yang berarti kebutuhan datang dari kedua belah pihak. Harmonisasi antar seluruh komponen klaster akan menentukan keberhasilan klaster industri yang dilihat berdasarkan capaian kinerja peningkatan nilai tambah dan keunggulan kompetetif yang berkelanjutan secara jangka panjang. Oleh karena itu perlu diciptakan satu komunikasi yang efektif sehingga kebutuhan dari industri inti dapat ditangkap oleh institusi pendukung dan sebaliknya fasilitas yang telah dan dapat disediakan oleh elemen pendukung dapat diakses secara optimal oleh industri inti. Mekanisme ini dapat terjadi jika ada media komunikasi untuk itu dan salah satu alternatifnya adalah dengan adanya sebuah forum komunikasi non formal yang disepakati bersama oleh seluruh stakeholder dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas fungsional masing-masing stakeholder klaster. Model Berlian Porter Pada Agroindustri Hasil Laut Di Indonesia Analisa dinamik klaster dapat dilakukan berdasarkan hasil observasi awal, elaborasi sistem maupun kajian pustaka yang telah diuraikan di depan. Observasi dilakukan melalui brainstorming yang dilakukan dengan beberapa stakeholder klaster agroindustri hasil laut di antaranya adalah pemerintah (kebijakan dan institusi pendukung), pelaku industri (dari nelayan hingga industri hilir), pengamat dan peneliti. Berdasarkan informasi yang diperoleh maka dapat dipetakan kondisi empat faktor kunci yang mengacu pada konsep berlian Porter yang sekaligus bisa menggambarkan struktur analisa dinamik klaster agroindustri hasil laut di Indonesia pada umumnya. Gambaran model berlian Porter selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 28. 66 Gambar 28 Model berlian Porter klaster agroindustri hasil laut Berdasarkan gambaran model berlian Porter di atas, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa kekuatan dalam sistem industri hasil laut di Indonesia, namun demikian juga masih banyak kelemahan yang masih perlu ditingkatkan sebagai upaya penguatan industri hasil laut yang berbasis pada klaster industri. Kekuatan pasar luar negeri dan potensi pasar domestik merupakan salah satu faktor kunci untuk terjadinya keberlanjutan daya saing. Hal ini harus diimbangi dengan dukungan dari seluruh stakeholder klaster sehingga potensi yang ada dapat dimanfaatkan dengan adanya dukungan infrastruktur baik ekonomi dan teknologi yang memadai dari pemerintah maupun institusi dan industri pendukung lainnya. Deskripsi Industri Teri Nasi dan Rumput Laut sebagai Contoh Klaster Industri Hasil Laut di Jawa Timur Perkembangan industri teri nasi di Jawa Timur bersifat sangat dinamis, pada tahun 2004 sampai dengan sekarang tercatat hanya ada 5 perusahaan yang masih beroperasi sementara yang lainnya terpaksa menutup operasi untuk produk teri 67 nasinya karena dipandang tidak efisien. Sementara itu dari sisi permintaan, masih terbuka peluang yang cukup besar dengan jumlah permintaan pasar luar negeri 3000 ton teri nasi per tahunnya baru terpenuhi sekitar 80%, di mana Indonesia merupakan eksportir utama yang semua produknya dapat terserap karena mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan 3 pesaingnya yaitu Korea, Cina dan Taiwan. Oleh karena itu pemantapan struktur industri hasil laut dengan pendekatan klaster industri khususnya untuk produk teri nasi perlu segera dilakukan. Hal inilah yang melatarbelakangi dipilihnya industri teri nasi sebagai obyek verifikasi model pengukuran kinerja komprehensif agroindustri hasil laut di Indonesia, yang diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk klaster industri produk hasil laut lainnya. Berdasarkan data industri yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian (2004) terdapat 12 perusahaan yang bergerak di bidang produksi teri nasi di Jawa Timur, namun setelah diklarifikasi ternyata hanya terdapat 5 perusahaan yang sampai sekarang masih beroperasi yaitu PT. Kelola Mina Laut, PT. Indorasa Sentral Coop Sea Food (ICS), PT. MMM, PT. Madura Prima Internal (MPI) dan PT. Mahera. Sehingga jika digambarkan rantai produksi dari hulu ke hilir seperti Gambar 29 Usaha Pasca Panen (Agroindustri level I) Usaha Penangkapan Ikan (Nelayan) berikut : Agroindustri level II dan III (Industri Pengolahan) Pasar Luar Negeri PT.ICS PT. MPI PT.MMM PT.Mahera PT.KML Pasar Dalam Negeri Gambar 29 Rantai produksi dan pelaku agroindustri teri nasi di Jawa Timur Kondisi hubungan antara pelaku dalam klaster industri hasil laut khususnya teri nasi saat ini masih kuat dalam kelompok hulu ke hilir pada satu industri tertentu, sehingga peningkatan kinerja klaster ke depan dapat diarahkan terciptanya suatu interaksi yang positif antara seluruh pelaku klaster industri teri nasi. Gambaran interaksi antar pelaku dari nelayan sampai pada industri hilir tertentu dapat dilihat pada gambar berikut : 68 PT ‘X’ Unit Pabrik-1 usaha pasca panen-1 Usaha penangkapan ikan Nelayan-1 Unit Pabrik-2 usaha pasca panen -2 Usaha penangkapan ikan Nelayan-2 Unit Pabrik-n usaha pasca panen-m Usaha penangkapan ikan Nelayan-l Gambar 30 Interaksi antara pelaku industri teri nasi dalam satu kelompok Mengacu pada konsep klaster yang telah diuraikan di bab-bab terdahulu, klaster industri teri nasi terdiri dari pelaku inti yaitu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan teri nasi, pelaku pendukung yang terdiri dari industri/usaha pendukung dan institusi pendukung. Yang termasuk dalam kelompok industri/usaha pendukung adalah usaha penangkapan ikan, usaha lepas pantai maupun pemasok mesin peralatan pabrik serta pemasok lainnya sedangkan kelompok institusi pendukung di antaranya adalah pemerintah, lembaga keuangan, institusi pendidikan, lembaga pelatihan, balai latihan kerja, dan institusi lain yang ikut berkontribusi terhadap keberlanjutan sebuah sistem klaster industri. Produk teri nasi merupakan salah satu produk unggulan khususnya untuk pasar ekspor dengan kapasitas produksi rata-rata 200 ton per bulan yang diproduksi di 25 unit pabrik yang tersebar di pantai Jawa Utara dan Madura (PT KML), 9 Unit Pabrik yang tersebar pada daerah sama untuk PT ICS, unit-unit pabrik lain yang juga dimiliki oleh industri teri nasi lainnya. Sebagai ilustrasi produk olahan ini dapat dilihat pada Gambar 31. Sementara itu daya saing industri hasil laut pada umumnya dan teri nasi khususnya sangat ditentukan oleh kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas produk ini sangat ditentukan oleh kualitas proses bisnis internal yang meliputi kualitas pengadaan bahan baku, penanganan bahan baku dan proses pengolahannya yang bisa dikelola dengan memperhatikan setiap rantai produksi yang salah satunya adalah aktifitas proses produksi dalam industri pengolahan. 69 Gambar 31 Produk dried baby anchovy (teri nasi) Produk teri nasi cukup mudah dalam sisi pengadaan maupun proses produksinya, sehingga permintaan bisa terpenuhi dengan baik selama ini. Bahan baku neri diperoleh dari beberapa lokasi tempat penangkapan ikan terdekat dengan masing-masing pabrik unit, yang selanjutnya diolah terlebih dahulu oleh pabrik unit. Secara singkat proses pengolahan produk teri nasi pada level industri dapat ditampilkan dalam bentuk diagram alir seperti pada Gambar 32 berikut : Teri Nasi basah Pencucian dengan air mengalir Pemasakan Penjemuran (pengeringan) Pemisahan dari ikan jenis lain yg ada Pengelompokan berdasarkan ukuran Ikan jenis lain Limbah padat Pemisahan dari ikan lain atau benda lain yang tidak diinginkan Pengemasan Penyimpanan dalam cold storage Gambar 32 Diagram alir proses pengolahan dried baby anchovy (teri nasi) 70 Industri rumput laut di Jawa Timur saat ini sedang berkembang dan mempunyai potensi pasar ekspor maupun domestik yang cukup tinggi. Nilai rata-rata ekspor per tahun ini sebesar 300 ton. Pelaku industri rumput laut di Jawa Timur cukup dominan menguasai pasar di Indonesia, hal ini ditunjukkan oleh tingkat produksi dan penjualan yang cukup tinggi. Rumput laut atau sea weeds dikenal sebagai alga atau ganggang. Terdapat beberapa jenis rumput laut yang masing-masing memiliki potensi untuk diolah menjadi agar-agar, karaginan dan alginat. Agar-agar dan karaginan dihasilkan dari ganggang merah (rhodophyceae) sedangkan aglinat dapat dihasilkan dari ganggang coklat (sargassum) yang jumlahnya masih sedikit di Indonesia sementara kebutuhan pasar sangat tinggi, hal ini menjadi peluang bagi dikembangkannya budidaya rumput laut jenis ini sekaligus membuka peluang investasi dan lapangan kerja. Di perairan Indonesia telah diidentifikasi terdapat 555 jenis rumput laut, 23 jenis telah dimanfaatkan untuk sayuran dan makanan dan 55 jenis lain dimanfaatkan untuk makanan sekaligus obat-obatan (Poncomulyo, et al, 2006). Industri rumput laut atau industri yang berbasis bahan baku rumput laut memiliki rantai produksi dari hulu ke hilir yang kesemuanya akan mempengaruhi kualitas produk akhir. Oleh karena itu pendekatan klaster industri dengan mengutamakan jaringan kerja dan kolaborasi serta optimasi fungsi dan peran dari seluruh stakeholder untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing menjadi sangat Usaha pasca panen (Agroindustri level I Usaha budidaya rumput laut (petambak) diperlukan. Rantai produksi industri rumput laut dapat dilihat gambar berikut : Pasar Luar Negeri Agroindustri level II dan III (Pengolahan) Pasar Dalam Negeri Gambar 33 Rantai produksi dan pelaku industri rumput laut Sementara itu untuk meningkatkan kualitas produk hasil olahan rumput laut, maka perlu dilakukan perhatian dan optimasi perlakuan setiap tahapan proses berikut pengolahan rumput laut yang salah satunya adalah untuk menghasilkan bubuk agar sebagai berikut : 71 Asam sulfat encer Rumput laut bersih Perendaman sambil diaduk Kaporit 0.25%, 4-6 jam Asam cuka Pencucian dan perendaman air tawar, 1-2 jam Perendaman sambil diaduk Kaporit 0.25%, 4-6 jam 0.5% Pengadukan sampai lunak 15 menit Pemasakan sambil diaduk sampai menjadi bubur 90-1000C, pH 5-6, 4-8 jam Penyaringan Filtrat Ampas (pakan ternak) Pendinginan Filtrat sampai beku (7 jam) Pemotongan (tebal 1 cm) & penumpukan sd 50 cm Pengepresan Penjemuran (1-2 hari) Vanili atau tambahan aroma lain Penghancuran (milling) lembaran kering, 5x5 mm Bubuk agar-agar Gambar 34 Proses pembuatan agar-agar bubuk Karakterisasi Sistem Klaser Agroindustri Hasil Laut Karakteristik agroindustri hasil laut sangat bervariasi tergantung pada jenis produk yang dihasilkan, sehingga untuk memfokuskan rancangan model pengukuran kinerja yang akan didisain perlu dilakukan pembatasan lebih spesifik sebagai basis bangunan model generik pengukuran kinerja agroindustri hasil laut. Perancangan model ini didasarkan pada perilaku klaster industri hasil laut baik yang berorientasi ekspor maupun yang berorientasi pasar domestik. Model ini diharapkan dapat diaplikasikan juga untuk semua jenis industri pengolahan hasil laut dengan melakukan beberapa modifikasi terlebih dahulu. 72 Karakteristik agroindustri hasil laut di atas diperlukan untuk memahami lebih jauh sifat-sifat spesifik dari industri hasil laut khususnya di Indonesia, sehingga rekomendasi korektif yang diberikan dalam perbaikan serta analisa lainnya selalu mengacu pada karakteristik yang dimiliki oleh industri hasil laut tersebut. Lebih jauh lagi klaster industri hasil laut yang terdiri dari sekumpulan pelaku yang saling berinteraksi dalam peningkatan daya saing juga memiliki karakteristik tertentu dan informasi ini sangat diperlukan dalam perancangan sebuah sistem pengukuran kinerja komprehensif yang akan dibangun. Pada bagian selanjutnya uraian akan lebih spesifik membahas tentang klaster agroindustri hasil laut. Identifikasi kebutuhan sistem diawali dengan melakukan karakteristik sistem secara lengkap di antaranya entiti dan atribut dari masing-masing. Sistem yang menjadi kajian adalah sistem klaster agroindustri hasil laut yang selanjutnya akan dijadikan basis dalam perancangan model sistem pengukuran kinerja secara komprehensif. Sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut terdiri dari beberapa elemen pembentuk sebagai berikut : 1. Pelaku Inti yaitu industri-industri yang mengolah bahan baku hasil laut menjadi bahan jadi. Beberapa kriteria yang diutamakan dalam operasionalnya adalah : Keuntungan Industri Kesejahteraan karyawan/pekerja Keberlanjutan produksi 2. Pelaku Pendukung adalah anggota klaster lainnya yang bersifat mendukung proses produksi dari pelaku inti baik dalam memasok bahan baku, memasarkan produk hasil olahan maupun melakukan pengembangan-pengembangan lainnya. (1) Industri pendukung, diantaranya adalah pemasok bahan baku utama (usaha penangkapan ikan dan budidaya, usaha lepas pantai dan pasca panen) dan bahan baku pendukung lainnya. Kinerja dari kelompok ini sangat ditentukan oleh beberapa kriteria berikut : Keuntungan Industri/Usaha Kesejahteraan karyawan/pekerja termasuk pekebun dari sumber penyedia bahan baku utama pertanian. Keberlanjutan Usaha (2) Pemerintah, adalah institusi yang menjadi katalisator bagi perkembangan klaster agroindustri. Beberapa kriteria yang akan menentukan keberhasilan dukungannya terhadap kualitas klaster agroindustri antara lain : Kebijakan Pemerintah (Ketersediaan Infrastruktur dll) Peningkatan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah 73 Peningkatan minat investor pengembang Peningkatan lapangan kerja (3) Institusi pendukung lainnya selain pemerintah, di antaranya adalah lembaga keuangan, lembaga pelatihan, lembaga penelitian dan pengembangan dan lain-lain. Beberapa aspek yang menjadi kriteria keberhasilan dari komponenkomponen ini antara lain : Faktor tangible di antaranya adalah keuntungan finansial Faktor Intangible, salah satu di antaranya adalah manfaat sosial. (4) Masyarakat sekitar Klaster Agroindustri, dampak aktivitas dan perkembangan klaster agroindustri pasti dirasakan juga oleh masyarakat sekitar lokasi. Beberapa kriteria yang membuat sebuah klaster dikatakan baik jika masyarakat sekitar memiliki beberapa indikasi berikut : Adanya kebanggaan dan rasa memiliki Peningkatan peluang usaha Peningkatan kesejahteraan Di samping karakteristik ditinjau dari unsur pelaku yang ada, klaster industri juga memiliki karakteristik fungsional yang berbeda dengan jenis kumpulan industri lainnya. Salah satu contoh perbedaan dapat dilihat pada Tabel 4. yang menyajikan perbedaan mendasar antara klaster industri dengan sentra industri. Tabel 4 Perbandingan antara Klaster Industri dengan Sentra Industri (Taufik, 2001) Klaster Industri Sentra Industri Batasan Industri Faktor Himpunan para pelaku dalam konteks tertentu baik pelaku industri tertentu yang berperan sebagai industri inti (core industries), pemasok kepada pelaku industri inti, industri pendukung bagi industri inti, pihak/lembaga yang memberikan jasa layanan kepada pelaku industri inti Himpunan para pelaku (produsen) di bidang usaha industri tertentu yang serupa. Catatan : untuk beberapa sentra industri, telah terdapat UPT (Unit Pelayanan Teknis) Faktor penting yang menjadi pertimbangan Nilai tambah dan daya saing serta hal positif lain yang terbentuk atas rangkaian rantai nilai keseluruhan industri Hal positif yang diperoleh karena aglomerasi fisik pada pelaku usaha Keterkaitan antara keduanya Dalam suatu klaster industri, suatu sentra bisa ditempatkan sebagai salah satu sub sistem dalam rangkaian rantai nilai sistem industri tertentu Sentra industri bisa menjadi salah satu himpunan simpul (sub grup) dari suatu klaster industri, baik sebagai industri inti, pemasok, atau pendukung. Suatu sentra mungkin saja tidak/belum menjadi bagian dari klaster industri tertentu 74 Tabel 4. Lanjutan Faktor Batasan lokasi/wilayah Klaster Industri Sentra Industri Dimungkinkan terbentuknya klaster industri yang bersifat “lintas batas (cross-border) dalam konteks batasan kewilayahan tertentu” Sentra industri tertentu hanya ada di suatu lokasi (desa/kelurahan) tertentu Diagram Lingkar Sebab Akibat Pendekatan sistem diawali dengan melakukan analisa kebutuhan melalui karakterisasi sistem sehingga dapat diketahui elemen sistem, atribut-atribut dan variable-variabel yang diduga berpengaruh dalam kinerja sistem baik yang sifatnya tangible maupun intangible. Interaksi yang terjadi antar elemen pembentuk klaster secara fisik adalah interaksi elemen itu sendiri, namun interaksi yang sebenarnya yaitu interaksi yang berbasis nilai adalah interaksi yang terjadi antar atribut ataupun variabel yang dipentingkan oleh elemen-elemen tersebut. Gambaran hubungan atribut atau variabel yang dipentingkan dari elemen pembentuk klaster agroindustri dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat. Diagram ini sekaligus dapat digunakan sebagai acuan dalam melihat kinerja klaster agroindustri hasil laut secara dinamis pada masa mendatang melalui kajian sistem dinamis yang di dalam penelitian ini masih belum menjadi fokus. Adapun gambaran dinamis tersebut dapat dilihat pada Gambar 35. + + + Minat investasi + + Kolaborasi pelaku klaster + Pendapatan pemerintah Keuntungan Pelaku klaster agroindustri hasil laut + + + Keberlanjutan industri Jumlah pelaku industri + + + + + + Keuntungan Klaster (Komprehensif) Kesejahteraan masyarakat sekitar Kebijakan pemerintah + + + Peluang kerja baru + Gambar 35 Diagram sebab akibat sistem klaster agroindustri hasil laut + 75 Diagram Input Output Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut Deskripsi skematis bangunan sistem input dan output yang dihasilkan untuk sebuah perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif dari sebuah sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut akan memberikan informasi berharga untuk dihasilkannya sebuah sistem pengukuran kinerja yang efektif. Berdasarkan dari gambaran diagram sebab akibat dan kajian lain yang relevan maka dapat digambarkan diagram Input Output berikut : Input Tak Terkendali Sumber hasil laut Harga pasar Nilai tukar rupiah terhadap dollar Musim Lingkungan Kebijakan pemerintah dan Iklim usaha Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut Output dikehendaki Keuntungan proporsional pada seluruh pelaku klaster Pertumbuhan usaha/industri Terjadinya kolaborasi Peningkatan kapasitas Peningkatan jumlah Tenaga kerja Peningkatan omset klaster Daya saing berkelanjutan Input Terkendali Pelaku klaster Teknologi Informasi Teknologi Proses Kapasitas produksi Harga jual produk hasil laut Teknologi penangkapan Output tak dikehendaki Manajemen pengendalian klaster agroindustri hasil laut Konflik antar pelaku klaster Penurunan keuntungan Pencemaran lingkungan Gambar 36 Diagram input-output sistem klaster agroindustri hasil laut Pengendalian sistem klaster agroindustri hasil laut untuk meminimasi output yang tidak dikehendaki dan memaksimumkan output yang dikehendaki dapat dilakukan dengan penerapan sebuah model pengukuran kinerja komprehensif sehingga kinerja dapat dimonitor, dievaluasi dan diperbaiki. Sebagai langkah awal perancangan model pengukuran kinerja klaster agroindustri hasil laut ini adalah melakukan identifikasi kebutuhan stakeholder untuk keberhasilan klaster di masa mendatang.