laporan pendahuluan dan

advertisement
Askep Anak Appendiksitis
APPENDIKSITIS
A. Pengertian
1. Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
2. Appendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang
tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling
umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya
merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi
(Wilson & Goldman, 1989).
3. Appendiksitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock
ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
B. Etiologi
1. Menurut Syamsyuhidayat,2004:
a. Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
b. Tumor apendiks.
c. Cacing ascaris.
d. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
e. Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer , 2000 :
a. Hiperflasia folikel limfoid.
b. Fekalit.
c. Benda asing.
d. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
e. Neoplasma.
3. Menurut Markum,1996:
a. Fekolit
b. Parasit
c. Hiperplasia limfoid
d. Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
e. Tumor karsinoid
C. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000:
Appendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap
dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami
penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan.
Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan
menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi
kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa,
lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis
lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area
kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif
akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau
bahkan menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.
Tahapan Peradangan Appendisitis
a. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
b. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena
dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)
D. Manifestasi Klinik
1. Menurut Betz, Cecily, 2000:
a. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kana bawah
b. Anoreksia
c. Mual
d. Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih
besar).
e. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
f. Nyeri lepas.
g. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
h. Konstipasi.
i. Diare.
j. Disuria.
k. Iritabilitas.
l. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6
jam setelah munculnya gejala pertama.
2. Manifestasi klinis menurut Mansjoer,2000
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan
semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan
satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah
dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa
secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul
mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke
perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan
nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.
Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua
bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di
daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan
demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan
syok.
E. Komplikasi
1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994:
a. Perforasi.
b. Peritonitis.
c. Infeksi luka.
d. Abses intra abdomen.
e. Obstruksi intestinum.
2. Menurut Mansjoer, 2000:
Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi
peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi
progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam
pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding
perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang
terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi
dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam
akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah
operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai
penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa,
koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik
berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan
kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara
intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan
bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini
dapat
diberikan
kombinasi
antibiotik
(misalnya
ampisilin,
gentamisin,
metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera
menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada
abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis
yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu
dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam
sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks.
Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
F. Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain:
1. Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:
a. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
b. Muntah oleh karena nyeri viseral.
c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk
menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi
kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid
level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit
(sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam
diafragma
a. Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan
pemeriksaan fisik meragukan
b. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum)
c. Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit.
d. Foto polos pada apendisitis perforasi :
1) Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran
kanan bawah.
2) Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
3) Garis lemak pra peritoneal menghilang.
4) Scoliosis ke kanan.
5) Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan
akibat paralysis usus-usus lokal di daerah proses interaksi.
3.Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis
sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak
adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat
pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat
lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel
pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai
respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih
tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED)
meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat
apa ada infeksi pada ginjal.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer,2000:
1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi
d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
a. Apendiktomi.
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi
elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
a. Observasi TTV.
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2x30 menit.
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :
a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,
karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan
dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :
a. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi.
c. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan
istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Appendiksitis
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz
(2002), antara lain:
1. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a.
Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual
dan muntah, panas.
b.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
c.
Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d.
Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat : Malaise.
e. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
g. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
h. Demam lebih dari 380C.
i. Data psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
l. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan
cairan udara di sekum atau ileum).
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
c. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:
Pre Operasi
I.
Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
II.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual,muntah, anoreksia.
III.
Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
IV.
Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
V.
Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Post Operasi
I.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
II.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
yang tidak adekuat.
III.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
IV.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi
menurut
Mc.Closkey
(1996)
Nursing
Intervention
Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000)
Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
NOC
: Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC : Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan,
factor presipitasinya
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat
6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien
adekuat.
NOC: Status Gizi, kriteria hasil:
1. Mempertahankan berat badan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4. Turgor kulit baik.
NIC: Pengelolaan Nutrisi
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
4. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
5. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
DxIII. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali
normal 370 C
NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
3. Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali
secara dini hipertermia
4. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya
selembar pakaian.
5. Berikan cairan intravena
Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi teratasi.
NOC: Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2. Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3. Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.
NIC: Penatalaksanaan defekasi
1. Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk,
volume, dan warna yang tepat.
2. Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas defekasi
dan penggunaan laksatif.
3. Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan cairan,aktivitas
dan latihan.
4. Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga
untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.
5. Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah laku.
Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari
gejala peritonitis.
NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan
imun dalam batas normal.
3. Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan
pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi
jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk
mendeteksi rupturnya apendiks.
2. Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri
secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan
nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung,
sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk
menentukan tindakan yang tepat.
3. Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan
meningkatkan resiko perforasi.
4. Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5. Lindungi pasien dari kontaminasi silang.
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat
nyeri.
6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
KH: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran
mukosa lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor vital sign dan status hidrasi
3. Monitor status nutrisi
4. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu
pembekuan.
5. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6. Atur kemungkinan transfusi darah.
Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
pada luka bedah.
NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Higiene pribadi yang adekuat.
3. Mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka).
2. Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap
infeksi.
3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi.
4. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set
ganti balut yang steril.
5. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.
Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa
mengalami kelemahan.
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi
1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur
periode istirahat dan aktivitas
2. Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang
berlebihan
3. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4. Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5. Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
D. Evaluasi
Evaluasi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification
(NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome
Classification ( NOC) , antara lain:
Pre operasi
Dx 1 : -
skala 1 :ekstrem
- skala 4 : ringan
-
skala 2 : berat
- skala 5 : tidak ada gangguan
-
skala 3 : sedang
Dx 2 : -
skala 1 : tidak adekuat
- skala 4 : kuat
-
skala 2 : ringan
- skala 5 : adekuat total
-
skala 3 : sedang
Dx 3 : -
skala 1 : tidak pernah
- skala 4 : sering
-
skala 2 : jarang
- skala 5 : selalu
-
skala 3 : kadang-kadang
Dx 4 : -
skala 1 :ekstrem
- skala 4 : ringan
-
skala 2 : berat
- skala 5 : tidak ada gangguan
-
skala 3 : sedang
Dx 5 : -
skala 1 : tidak pernah
- skala 4 : sering
-
skala 2 : jarang
- skala 5 : selalu
-
skala 3 : kadang-kadang
Post operasi
Dx 1 : -
skala 1 :ekstrem
- skala 4 : ringan
-
skala 2 : berat
- skala 5 : tidak ada gangguan
-
skala 3 : sedang
Dx2 : -
skala 1 :berat
- skala 4 : ringan
-
skala 2 :substansial
- skala 5 : tidak ada gangguan
-
skala 3 : sedang
Dx 3 : -
skala 1 :ekstrem
- skala 4 : ringan
-
skala 2 : berat
- skala 5 : tidak ada gangguan
-
skala 3 : sedang
Dx 4 : -
skala 1 : tidak pernah
- skala 4 : sering
-
skala 2 : jarang
- skala 5 : selalu
-
skala 3 : kadang-kadang
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta:
EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta :
Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St.
Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2
.Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4.
Jakarta: EGC
http://download-my-ebook.blogspot.com
Download