Uploaded by aprilianalaladwi

LP Apendiktomi

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDIKTOMI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Profesi Keperawatan dalam mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Dosen Pembimbing : Sumbara, S.Kep., Ners., M.Kep
Disusun oleh :
Lala Dwi Apriliana
201FK04029
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
laporan pendahuluan ini.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat saran, dorongan,
serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan pengalaman
yang tidak dapat diukur secara materi, namun dapat membukakan mata penulis
bahwa sesungguhnya pengalaman dan pengetahuan tersebut adalah guru yang
terbaik bagi penulis.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan
keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis
miliki. Untuk itu kami mohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan tidak
menutup diri terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat
kontruktif bagi penulis.
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandung, November 2020
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan Penulisan
2
1.4 Manfaat Penulisan
2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Apendiktomi
3
2.1.1 Definisi
3
2.1.2 Klasifikasi
3
2.1.3 Epidemiologi
4
2.1.4 Etiologi
4
2.1.5 Manifestasi Klinis
5
2.1.6 Patofisiologi
6
2.1.7 Pathway
8
2.1.8 Komplikasi
9
2.1.9 Penatalaksanaan
9
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
11
2.1.11 Pencegahan
12
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
13
2.2.1
Pengkajian Keperawatan
13
2.2.2
Diagnosa Keperawatan
17
2.2.3
Intervensi Keperawatan
17
2.2.4
Implementasi Keperawatan
21
2.2.5
Evaluasi Keperawatan
22
ii
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
23
3.2 Saran
23
Daftar Pustaka
24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit apendisitis atau sering pula disebut dengan usus buntu atau
ujung usus. Penyakit usus buntu terjadi karena tersumbatnya muara usus
buntu oleh berbagai hal seperti cacing, kotoran penderita yang mengering,
atau biji jambu batu, tumor usus, atau lain-lain. Sumbatan itu mengakibatkan
lendir usus buntu tidak dapat tersalurkan ke luar (usus besar), sehingga
terjadi pembengkakan serta infeksi serius usus buntu itu (Saydam, 2011).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Nurafif dan Kusuma, 2015).
Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi
pada usia dua puluh sampai tiga puluh tahun. Sebanyak 70% pada usia
sekitar 80 tahun. Usia 3 tahun kebawah jarang menderita dan pada usia lebih
50 tahun insidensinya menurun. Bila penyakit ini terjadi pada anak-anak,
maka lebih cepat menyebabkan komplikasi. Bila tidak ditolong atau
dioperasi dalam tempo 36 jam, umumnya usus buntu yang meradang itu
segera bolong (perforasi) dan akan menyebabkan radang selaput usus
menyeluruh. Pada orang dewasa, perforasi usus buntu itu biasa terjadi dalam
dua kali dua puluh empat jam setelah mengalami radang usus buntu yang
4
akut. Karena itu, pertolongan pada penderita penyakit ini harus dilakukan
sesegera mungkin (Sitorus, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, dalam laporan ini akan dibahas mengenai
penyakit kejang demam sederhana dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus kejang demam sederhana.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa definisi apendiktomi?
2. Apa saja etiologi dari apendiktomi?
3. Apa manifestasi klinis apendiktomi?
4. Bagaimana patofisiologi apendiktomi?
5. Bagaimana penatalaksanaan apendiktomi?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang apendiktomi?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien apendiktomi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep teori penyakit apendiktomi.
2. Mengetahui
penerapan
asuhan
apendiktomi.
5
keperawatan
pada
pasien
dengan
1.4 Manfaat Penulisan
Untuk mengetahui dan menambah wawasan mengenai penyakit
apendiktomi dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
apendiktomi.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Apendiktomi
2.1.1 Definisi
Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan
apendiks (Haryono, 2012). Apendiktomi adalah pembedahan yang
dilakukan untuk mengangkat apendiks yang telah terinflamasi, hal ini
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi (Smeltzer &
Bare, 2013)
2.1.2 Etiologi
Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita
apendiksitis dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks
yang meradang dapat menyebabkan infeksi dan perforasi apabila
tidakdilakukan
sebagai
tindakan
pembedahan.
Berbagai
hal
berperan
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat
pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit
seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat, 2011).
7
Faktor-faktor
yang
mempermudah
terjadinya
radang
apendiks menurut Haryono (2012) diantaranya:
1. Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya
apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60%
obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing, dan
sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
2. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer
pada apendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen apendiks
yang
telah terinfeksi dapat memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks,
pada
kultur
yang banyak
ditemukan
adalah
kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchius,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan
kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob
sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi
yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang,
vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi
apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan
dalam keluarga
terutama dengan
8
diet rendah serat
dapat
memudahkan
terjadinya
fekolit
dan menyebabkan obstruksi
lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola
makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai
resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak
serat. Namun saatsekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit
putih telah mengubah pola makan mereka ke pola makan
tinggi
serat.
Justru
negara berkembang
yang
dulunya
mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah
serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya & Putri (2013), klien yang dilakukan tindakan
apendiktomi akan muncul berbagai manifestasi klinis seperti berikut:
a) Nyeri tekan pada luka operasi
b) Perubahan tanda-tanda vital
c) Kelelahan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan
diri
d) Gangguan integritas kulit
e) Mual dan muntah, anoreksia
f) Nafsu makan menurun
g) Demam yang tidak terlalu tinggi
h) Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.
9
2.1.4 Patofisiologi
Apendiktomi biasanya disebabkan adanya penyumbatan lumen
apendiks yang
dapat
diakibatkan
oleh
fekalit/atau
apendikolit,
hiperplasia limfoid, benda asing, parasit, mioplasma atau striktur
karena fibrosir akibat peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang
terjadi
mendukung
perkembangan
bakteri
dan sekresi
mukus
sehingga menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan
dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran
limfe sehinngga
menimbulkan edema, diapedesis
bakteri dan
pulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri periumbilikal.Sekresi mukus yang terus berlanjut
dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan obsruksi vena,
peningkatan edema, dan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan
radang. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai pritoneum
sehingga timbul nyeri daerah kanan bawah. (Saditya 2014).
10
2.1.5 Pathway
11
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan appendisitis menurut Andra & Yessi, 2013 :
a) Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam
8-12
jam
setelahtimbulnya keluhan,
tanda
dan gejala apendisitis sering kali belum jelas, dalam keadaan ini
observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring
dan dipuasakan.Laksatif tidak boleh diberikan bila
dicurigai adanya apendisitis ataupun
perioritas lainnya.
Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan
abdomen
hitung
dan
jenis)
toraks
diulang secara periodic, foto
tegak
dilakukan
untuk
mencari
memungkinkan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosa ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan
bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tanpa perlu di
berikan
antibiotik,
apendisitis
kecuali
apendisitis
perporasi.Penundaan
memberikan antibiotik dapat
perporasi.
12
tindak
ganggrenosa
bedah
atau
sambil
mengakibatkan abses atau
b) Operasi
1) Apendiktomi.
2) Apendiks di buang, jika apendiks mengalami perporasi bebas,
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotik.
3) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, masaanya
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase
dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
c) Pasca operasi
Dilakukan observasi
terjadinya
tanda-tanda vital untuk mengetahui
perdarahan di dalam, syok, hipertrmia atau gangguan
pernafasan, angkat
sonde lambung, bila pasien sudah
sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien
dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila tindakan
operasi lebih besar, misalnya pada perforasiatau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.Satu
pasca
operasi
tempat
tidur
pasien dianjurkan
untuk
duduk
tegak
hari
di
selama 2x30 menit.Hari kedua dapat dianjurkan
untuk duduk di luar kamar.Hari ke tujuh jahitan diangkat dan pasien
di perbolehkan pulang.
13
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi setelah pembedahan apendik menurut Muttaqin (2009):
1. Infeksi pada luka, ditandai apabila luka mengeluarkan cairan kuning
atau nanah, kulit di sekitar luka menjadi merah, hangat, bengkak,
atau terasa semakin sakit,
2. Abses (nanah), terdapat kumpulan di dalam rongga perut
dengan gejala demam dan nyeri perut.
3. Perlengketan usus, dengan gejala rasa tidak nyaman di perut, terjadi
sulit buang air besar pada tahap lanjut, dan perut terasa sangat nyeri
4. Komplikasi yang jarang terjadi seperti ileus, gangren usus,
peritonitis, dan obstruksi usus.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung
WBC/leukosit
10.000sel/mm³,
total
hampir
selalu meningkat diatas
pada sebagian besar pasien
(95%). Jumlah
leukosit yang sangat tinggi (> 20.000/mm³) memberi kesan
kearah apendisitis komplikata dengan gangren atau perforasi.
2. Foto
polos
abdomen
posisi
tegak
dilakukan
untuk
mengesampingkan adanya perforasi dan obstruksi intestinalis.
Pemeriksaan ini mungkin
menunjukkan dilatasi lengkung usus
halus pada fosa iliaka dekstra.
3. Ultrasonografi abdomen untuk mengesampingkan penyebab lain
yang
mencakup
penyebab
dapatmemperlihatkan organ
14
ginekologik.
Ultrasonografi
tubular aperistaltik dan tidak
mengempis dengan dinding tabung yang tebal. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat digunakan untuk menunjukkanadanya
nyeri
tekan olehprobe ultrasonografi (sensitivitas 85%, spesifitas 90%).
4. CT scan merupakan pemeriksaan pilihan (sensitivitas 90%,
spesifisitas 90%) Protein C-reaktif meningkat pada setiap kelainan
peradangan seperti apendisitis (Shenoy dan Nileswar, 2014)
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Menurut Muttaqin & Sari (2011), dapat ditemukan masalah
psikososial yaitu pasien dengan pasca bedah akan mengalami
kecemasan akibat nyeri hebat pada luka post operasinya. Selain itu
pengkajian pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya:
a. Tanda-tanda Vital
Pada pasien post operasi biasanya akan didapatkan
takikardi dan peningkatan frekuensi pernapasan akibat dari respon
kesakitan yang hebat dari pembedahan.
b. Abdomen
Pada abdomen akan ditemukan keluhan nyeri pada regio
kanan bawah, kembung pada pasien dengan komplikasi perforasi,
peningkatan respon nyeri pada saat palpasi dan nyeri lepas.
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik diantaranya:
1) Pemeriksaan darah lengkap
15
Leukosit mencapai 10.000-20.000/ml,
2) C-Reaktif Protein (CRP)
mengalami
peningkatan
yang
menyebabkan inflamasi.
3) USG untuk melihat adanya inflamasi pada apendisitis.
Menurut Mardalena (2017), pasien post operasi apendiktomi perlu
dilakukan pengkajian berikut ini:
1) Pola nutrisi
Kebiasaan makan makanan rendah serat dapat memicu terjadinya
konstipasi yang akan menjadi salah satu penyebab dari timbulnya
apendisitis.
2) Kebiasaan eliminasi
Pasien mengalami konstipasi, tanda-tanda diare, distensi abdomen,
nyeri tekan/lepas, penurunan bising usus
3) Nyeri kenyamanan : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada setengah
jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan.
2.2.2 Diagnosa
Nurarif & Kusuma (2015), berdasarkan hasil pengkajian pada
post operasi apendiktomi didapatkan diagnosa keperawatan sebagai
berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi
Menurut PPNI (2016), definisi nyeri akut adalah pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
16
kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan. Batasan karakteristik nyeri akut adalah
ekspresi
wajah
nyeri
(meringis),
perubahan
posisi
untuk
menghindari nyeri, sikap melindungi area nyeri. Gejala dan tanda
mayor: mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap menghindari
nyeri, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Gejala dan
tanda minor: tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan menurun, fokus pada diri sendiri, menarik diri.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
Menurut PPNI (2016), definisi gangguan integritas kulit yaitu
gangguan kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen). Batasan karakteristik
gangguan integritas kulit adalah benda asing menusuk permukaan
kulit. Gejala dan tanda mayor: kerusakan jaringan dan atau lapisan
kulit. Gejala dan tanda minor: nyeri, perdarahan, kemerahan,
hematoma.
c. Defisit Nutrisi
Menurut PPNI (2016), definisi defisit nutrisi adalah asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Batasan
karakteristiknya
ketidakmampuan
yaitu
kurangnnya
mencerna
makanan,
asupan
makanan,
ketidakmampuan
mengabsorbsi nutirisi, faktor psikologis (stres). Gejala dan tanda
17
mayor: berat badan menurun 10% dibawah rentang ideal. Gejala
dan tanda minor : nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Menurut PPNI (2016), definisi risiko infeksi yaitu beresiko
mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Faktor
resiko diagnosa keperawatan risiko infeksi yaitu efek prosedur
invasif, kerusakan integritas kulit.
2.2.3 Intervensi
Rencana keperawatan pada pasien post operasi apendiktomi
dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
.
Tabel 2.1
Rencana keperawatan pada pasien post operasi Apendiktomi
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Nyeri akut
Kontrol Nyeri
Managemen Nyeri
1. Mampu
1. Lakukan
mengontrol
nyeri
pengkajian
(penyebab
nyeri,
secara
nyeri
mampu
komprehensif
menggunakan
termasuk
teknik
karakteristik,
nonfarmakologi
durasi,
untuk mengurangi
kualitas, dan faktor
nyeri,
presipitasi.
bantuan)
18
mencari
lokasi,
frekuensi.
2. Observasi
reaksi
2. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
nonverbal
dan
ketidaknyamanan.
3. Pilih dan lakukan
menggunakan
penangangan nyeri
manajemen nyeri.
(farmakologi,
3. Menyatakan
nyaman
rasa
setelah
nyeri berkurang.
nonfarmakologi,
dan interpersonal).
4. Ajarkan
teknik
nonfarmakologi
(tarik
napas
dalam).
5. Berikan
analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
2
Gangguan
Integritas jaringan:
Integritas
kulit dan membran
Jaringan
mukosa
1. Perfusi
Perawatan Luka
1. Jaga
tetap
jaringan
normal
kulit
agar
bersih
dan
kering.
2. Mobilisasi pasien
2. Tidak ada tanda- 3. Monitor kulit akan
tanda infeksi
adanya tanda-tanda
3. Ketebalan
tekstur
dan
jaringan 4. Observasi
normal
lokasi,
4. Menunjukan
terjadinya
infeksi
luka:
dimensi,
keadaan luka, tanda
proses
infeksi.
penyembuhan luka
3
Hambatan
Pergerakan
Terapi latihan:
Mobilitas
1. Pasien meningkat
ambulasi
Fisik
dalam
aktivitas 1. Monitor
fisik
2. Mengerti
19
TTV
sebelum/sesudah
tujuan
latihan
dan
liat
dan
peningkatan
aktivitas
respon pasien saat
latihan.
3. Bantu
untuk 2. Konsultasikan
mobilisasi
dengan terapi fisik
(fasilitasi)
tentang
rencana
ambulasi
sesuai
dengan kebutuhan.
3. Kaji
kemampuan
klien
dalam
mobilisasi.
4. Ajari
pasien
bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan.
4
Resiko
Infeksi
Keparahan Infeksi
Kontrol Infeksi
1. Pasien bebas dari 1. Batasi pengunjung
tanda dan gejala
infeksi
2. Pertahankan teknik
2. Mendeskripsikan
proses
pasien.
isolasi
penularan 3. Monitor tanda dan
penyakit,
faktor
yang
infeksi
sistemik dan lokal.
mempengaruhi
penularan
gejala
serta
penatalaksanaanny
a.
4. Dorong
intake
nutrisi dan cairan.
5. Ajarkan
cara
pencegahan infeksi
3. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah
timbulnya infeksi.
20
6. Inspeksi
kondisi
luka/insisi bedah.
2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana perawat. Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri
(independen) adalah
aktivitas
perawat
yang
didasarkan
pada
kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah
tindakan yang didasarkan dari hasil keputusan bersama, seperti dokter
dan petugas kesehatan lain (Tarwoto dan Wartona, 2010).
2.2.5 Evaluasi
Menurut Asmadi (2008) dalam Puspa (2019) evaluasi adalah
tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses
keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam
siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara
umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Apendiktomi
adalah
peradangan dari apendiks vermiformis,
apendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
yang diakibatkan oleh fekalit/apendikdolit, hiperplasia limfoid, benda
asing, parasit, neoplasma, atau striktur karena fibrosis akibat perdangan
sebelumnya. Apendiks memiliki panjang bervariasi sekitar 6 hingga 9 cm.
Obstruksi lumen yang terjadi mendukung perkembangan bakteri dan
sekresi mukus sehingga menyebabkan distensi lumen dan peningkatan
tekanan dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan menghambat
aliran limfe sehingga menimbulkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saattersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri periumbilikal.
3.2 Saran
Adapun saran penulis kepada para pembaca, diharapkan dapat
memahaminya dan mengetahui tentang konsep penyakit dan asuhan
keperawatan pasien dengan apendiktomi dan dapat memahami tindakan,
khususnya dalam tindakan sebagai seorang perawat profesional.
23
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Jogja
Tarwoto, Wartono. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
Haryono. 2012. Keperawatan medikal bedah sistem pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Sjamsuhidajat, R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Shenoy dan Nileswar. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Dua. Tangerang Selatan:
Karisma Publishing Group
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
24
Download