ASUHAN KEPERAWATAN KMB PADA KLIEN Tn. S DENGAN POST OPERASI LAPARATOMY ATAS INDIKASI PERFORASI APENDIKS DIRUANG RAWAT INAP BEDAH RSUD NEGERI KHAYALAN TAHUN 2020 OLEH : ISTIKOMAH NPM : 201920729281 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI NERS TAHUN 2018 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kepada Alloh SWT, karena atas anugerah-Nya tugas asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kmb Pada Klien Tn. S Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi Apendisitis Dengan Diagnosa Keperawatan Nyeri Diruang Rawat Inap Bedah RSUD Negeri Khayalan Tahun 2020” ini dapat selesai. Adapun tujuan penyusunan asuhan keperawatan ini adalah untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Medikal Bedah. Namun penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu penulis sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan keperawatan ini selanjutnya. Semoga laporan Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Kotabumi, Mei 2020 Penulis ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ........................................................................................... 1 2. Tujuan......................................................................................................... 3 Tujuan Umum ............................................................................. 3 Tujuan Khusus ............................................................................ 3 BAB II TINJAUAN TEORITIS Konsep Dasar Appendisitis ............................................................................. 5 Definisi Appendisitis................................................................... 5 Anatomi Fisiologi ....................................................................... 7 Klasifikasi ................................................................................... 16 Etiologi ........................................................................................ 17 Manifestasi klinis ........................................................................ 18 Patofisiologi disertai ................................................................... 20 Pemeriksaan penunjang............................................................... 21 Penatalaksaan keperawatan dan medis ....................................... 22 Komplikasi .................................................................................. 22 Konsep Asuhan Keperawatan Pengkajian ................................................................................... 23 Diagnosa keperawatan ................................................................ 29 Intervensi keperawatan ............................................................... 30 Implementasi ............................................................................... 37 Evaluasi ....................................................................................... 37 BAB III TINJAUAN KASUS Pengkajian ....................................................................................................... 39 Diagnosa keperawatan..................................................................................... 57 Intervensi keperawatan .................................................................................... 56 Implementasi ................................................................................................... 61 BAB IV PEMABAHASAN Pengkajian ....................................................................................................... 72 Diagnosa keperawatan..................................................................................... 73 Intervensi keperawatan .................................................................................... 75 Implementasi ................................................................................................... 77 Evaluasi ........................................................................................................... 79 BAB V PENUTUP Kesimpulan...................................................................................................... 81 Saran ................................................................................................................ 82 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 : Anatomi usus kecil ..................................................................... 11 Gambar 2.2 : Anatomi usus besar.................................................................... 12 Gambar 2.3 : Anatomi apendiks ....................................................................... 14 Gambar 2.4 : Woc............................................................................................. 20 DAFTAR TABEL Tabel 2.2.1 : Data biologis ........................................................................................ 26 Tabel 2.2.3 : Intervensi secara teoritis ...................................................................... 30 Tabel 3.1.13 : Analisa data .......................................................................................... 55 Tabel 3.3 : Intervensi… .......................................................................................... 56 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era Globalisasi saat ini banyak orang yang memiliki pola kebiasaan makan makanan yang seperti cepat saji, rendah serat ,dan juga makanan yang pedas – pedas. Boleh kita lihat kebanyakan atau mayoritas yang mempunyai kebiasaan pola makan yang tidak sehat itu pada remaja dan dewasa. Sedangkan dari dampak kebiasaan pola makan yang tidak sehat itu sangat banyak dan bisa menyebabkan orang memiliki penyakit kronik dan sampai meninggal dunia pada usia masih muda,salah satunya penyakit yang marak terjadi dikalangan remaja dan dewasa pada saat ini yaitu apendisitis. (Syamsyuhidayat, 2005). Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm system imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas. (syamsyuhidayat, 2005). WHO (World Health Organization) menyebutkan insiden apendiksitis di Asia dan Afrika pada tahun 2015 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi. Penelitian Asif (2014), di RS Kharian Islamabad di negara Pakistan pada 220 penderita gejala abdomen akut, proporsi apendiksitis akut memiliki jumlah terbanyak yaitu 21,4%. WHO (World Health Organization) menyebutkan insiden apendiksitis di Asia dan Afrika pada tahun 2015 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi. Penelitian Asif (2014), di RS Kharian Islamabad di negara Pakistan pada 220 penderita gejala abdomen akut, proporsi apendiksitis akut memiliki jumlah terbanyak yaitu 21,4%. Appendiktomi adalah pengangkatan secara bedah appendiks vermiformis. Appendiktomi merupakan pengangkatan appendiks terinflamasi, dapat dilakukan pada pasien meggunakan pendekatan endoskopi, namun adanya perlengkapan multiple, posisi retroperitoneal dari appendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur pembedahan (Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Marlyn, Mary & Alice). Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Peradangan pada apendiks merupakan kausa laparotomi tersering pada anak dan orang dewasa (Kartono D, 2015). Menurut WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi apendiksitis di dunia tahun 2010 mencapai 27% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia atau 6.647.186.407 jiwa. Dan insidensi apendiksitis akut tertinggi sebanding dengan jumlah penduduknya yang paling banyak dibandingkan dengan Negara-negara lain di wilyah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sekitar 238.452.952 penduduk Indonesia, 596.136 orang diantaranya menderita apendiksitis akut. Insidensi appendiktomi di Indonesia menempati urutan ke 2 (dua) dari 193 negara diantara kasus kegawatan abdomen lainnya. Dan apendiksitis menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia, gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistem cerna lain dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040 (Depkes RI, 2012). Menurut The Lancet perkembangan mortalitas apendisitis terlihat dimana pada tahun 1990 tingkat mortalitas pada keseluruhan umur adalah sebanyak 875.000 kematian sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 719.000 kematian (Naghavi M, Lancet 2015). Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka operasi apendiktomi adalah kurangnya atau tidak melakukan mobilisasi dini. Dengan keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses pemulihan pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Israfi dalam Akhrita, 2011). Hal ini telah dibuktikan oleh Wiyono dalam Akhrita (2011). Hasil penelitiannya mengatakan bahwa mobilisasi diperlukan untuk membantu mempercepat pemulihan usus dan mempercepat penyembuhan luka pasien. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko kena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot bagian tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernafasan, dan gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000). Komplikasi appendiktomi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2005). Selain itu, terdapat komplikasi akibat tindakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (Bailey, 1992). Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi mencapai 10%-32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70 celcius atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C. Suzanne, 2002). Pasien yang baru mengalami operasi apendisitis, pasien tersebut mengatakan bahwa mereka sangat takut untuk melakukan mobilisasi pasca operasi. Hal ini disebabkan karena pasien merasa sangat kesakitan saat bergerak pasca efek anestesi operasi tersebut hilang. Disamping itu, pasien juga mengungkapkan kekhawatiran jahitan luka bekas operasi akan merenggang atau terbuka jika mereka melakukan mobilisasi pasca operasi. Pasien beranggapan mobilisasi dapat menyebabkan terjadinya ruam atau lecet pada bagian abdomen bagian bawah, kekakuan, atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, pusing dan susah bernafas, juga susah buang air besar maupun berkemih. Hal inilah yang menyebabkan banyak diantara mereka untuk lebih memilih diam atau tidak bergerak di atas tempat tidur. Juga didapatkan bahwa jarang perawat yang mengajarkan mobilisasi pada pasien post operasi appendiktomi (Mulya, 2015. Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya Penyembuhan Luka Post Operasi Apendiktomi). Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik mengambil judul Asuhan Keperawatan Kmb Pada Klien Tn. S Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi Apendisitis Diruang Rawat Inap Bedah RSUD Negeri Khayalan Tahun 2020. B. Tujuan 1. Tujuan umum : Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi Perforasi Apendixs Diruang Rawat Inap Bedah RSUD Negeri Khayalan Tahun 2020. 2. Tujuan khusus : a. Melakukan pengkajian keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi Perforasi Apendixs Diruang Rawat Inap Bedah RSUD Negeri Khayalan Tahun 2020. b. Merumuskan diagnosis keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi Perforasi Apendixs Diruang Rawat Inap Bedah RSUD Negeri Khayalan Tahun 2020. c. Membuat rencana asuhan keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi Perforasi Apendixs Diruang Rawat Inap Bedah RSUD Negeri Khayalan Tahun 2020. d. Melakukan tindakan keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi Perforasi Apendixs Diruang Rawat Inap Bedah RSUD Negeri Khayalan Tahun 2020. e. Melakukan evaluasi keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi Perforasi Apendixs Diruang Rawat Inap Bedah RSUD Negeri Khayalan Tahun 2020. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Appendisitis 1. Defenisi Appendisitis Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2010). Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner&Suddarth, 2014). Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam Gozali, 2011). Apendiks merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjang adalah 10 cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama dibelakang sekum. Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi, walaupun apendiksitis dapat terjadi setiap usia (Gruendemann 2006). Apendiktomi menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010) adalah operasi untuk mengangkat apendiksitis yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Jadi appendiktomi adalah Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat apendiks, harus segera dilakukan tindakan untuk menurunkan risiko perforasi apendiks, peritonitis. Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding abdomen dan yang telah didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau catatan medik klien. Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean section sampai membuka selaput perut (Jitowiyono, 2010). Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen. Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono, 1996). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomi yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2000), laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus dan usus besar. Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis merupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah. 2. Anatomi Fisiologi Beberapa struktur organ pencernaan sebagai berikut menurut (Drs.H.Syaifuddin ,AMK;2011) a. Mulut Mulut (Oris) merupakan organ yang pertama kali dari saluran pencernaan yang meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut dengan faring ,terdiri dari : 1) Vestibulum Oris : Bagian di antara bibir dari pipi di luar,gusi dan bibir bagian dalam.Bagian atas bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan membrane mukosa bibir,pipi dan gusi. 2) Kavitas oris propia : Bagian di antara arkus alveolaris,gusi ,dan gigi, memiliki atap yang dibentuk oleh palantum durum (palatum keras )bagian depan palantum mole (palantum lunak ) bagian belakang. 3) Gigi Anatomi gigi Gigi dan geraham terletak dalam alveolus dentalis dari tulang maksiladan mandubula .Gigi mempunyai satu akar sedangkan geraham mempunyai 2-3 akar.Akar gigi ditutupi oleh semen yang merupakan bagian tebesar dari gigi yang dilapisi oleh email. Fisiologi gigi : Menguyah makanan ,pemecahan partikel besar menjadi partikel kecil yang dapat ditelan tampa menimbulkan tersedak.proses ini merupakan proses mekanik pertama yang dialami makanan pada waktu lincinkan ,dan membasahi makanan yang kering dengan saliva serta mengaduk makanan sampai rata. 4) Lidah Anatomi lidah lidah terdapat dalam kavum oris, merupakan susunan otot serat lintang kasa dilengkapi dengang mukosa. Fisiologi lidah Lidah berperan dalam proses mekanisme pencernaan di mulut dengan mengerakan makanan ke segala arah. 5) Pangkal lidah : Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup jalan pernafasab pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk ke jala pernafasan . a) panggal lidah : Fungsinya untuk mentukan rasa manis, pahit, asam dan asin. b) ujung lidah : Membatu membolakbalikan makanan, proses berbicara, merasakan makan yang dimakan, dan membantu proses menelan. b. Faring Anatomi faring Faring terbentang lurus antara basis kranii setinggi vertebrae servikalis VI, kebawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring terbentuk dari jaringan yang kuat (jaringan otot melingkar). Fisiologi faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut kerongkongan panjangya (kira – kira 12 cm). c. Esofagus Anatomi esophagus Esofagus (kerongkongan ) merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring. Panjangya kira –kira 25 cm, Posisi vertikel dimulai dari bagian tengah leher bawah faring sampai ujung bawah rongga dada di belakang trakea. Fisiologi esophagus Esophagus merupakan struktur organ pencernaan setelah mulut yang memiliki fungsi. d. Lambung Anatomi lambung Lambung merupakan sebuah kantong muskel yang letaknya antara esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen dibagian diagfragma bagian depan pancreas dan limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya gerakan peristaltic terutama di daerah epigaster. Fisiologi lambung 1) Fungsi penampungan makanan yang masuk melalui esophagus, menghancurkan makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltic lambung dan getah lambung 2) Fungsi bakterisid : Oleh asam lambung 3) Membantu proses pembentukan eritosit: lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari makana, membentuk zat yang disebut anti – anemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit yang disimpan dalam hati. e. Usus Halus Gambar2.1UsusHalus(sumber: Yenicahyaningrum.wordpress.) Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakir pada sekum.Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat proses pencernaan dan absorsip pencernaan. bentuk dan susunanya berupa lipatan melingkar. Makanan dalam intestinum minor dapat masuk karena adanya gerakan yang memberikan permukaan yang lebih halus. Fisiologi usus halus Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat penting dari saluran pencernaan karena disini terjadinya proses pencernaan yang terbesar dan penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh absorpsi, fungsi usus halus : 1) menyekresikan cairan usus :untuk menyempurnakan pengolahan zat makanan di usus halus. 2) menerima cairan empedu dan pangreas melalui duktus kholedukus dan duktus pankreatikus. 3) mencerna makanan: Getah usus dan pangkreas mengandung enzim pengubah protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa, lemak menjadi asam lemak gliserol. 4) Mengabsobsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino, karbohidrat dalam bentuk monoksida. Makanan tersebut dikumpulkan dalam vena-vena halus lalu dikumpulkan dalam vena besar bermuara ke dalam vena porta langsung. f. Usus Besar Gambar 2.2 Usus Besar (sumber: Yenicahyaningrum.wordpress.) Usus besar merupakan saluran pencernaan merupakan usus berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5 -1,7 meter dan penampangan 5-5 cm. Lanjutan usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik mengililinggi usus halus terbentang dari valvula ilosekalis sampai ke anus. Fisiologi usus besar 1) Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk massa yang lembek yang disebut feses. 2) menyimpan bahan feses. 3) tempat tinggal bakteri koli. g. Usus Buntu (sekum) Usus buntu atau sekum (Bahasa latin:caecus ,”buta”) dalam isitilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptile. h. Umbai Caciang (Appendiks) Appendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Appendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan bentuk nanah dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Anatomi dan Fisiologi Apendiks Gambar 2.3 Apendiks (yayanakhya.Wordpress.com) Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira- kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Fisiologi Apendiks Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadapinfeksi ( Sjamsuhidayat, 2005). i. Rektum atau anus Sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar dan berakir di anus. Organ ini berfungsi sebagai penyimpanan sementara fases. Biasanya rectum ini kosong karena tinja disimpan ditempat yang lebih tinggi yaitu pada kolon sehingga pada kolon penuh maka dari itu terjadinya BAB. Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh dan sebagian lainnya dari usus (Syaifudin, 2011). 3. Klasifikasi a. Apendisitis akut Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. 1) Penyebab obstruksi dapat berupa : 2) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks. 3) Fekalit 4) Benda asing 5) Tumor Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/ nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendik dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendik menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada apendik dan mesoapendik terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. c. Apendisitis kronik Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen. d. Apendissitis rekurens Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut. e. Mukokel Apendiks Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi. f. Tumor Apendiks Adenokarsinoma apendiks, penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi. g. Karsinoid Apendiks Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan. 4. Etiologi Penyebab appendicitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal ) atau parasit (Katz, 2009 )Apendisitis penyebabnya paling umum adalah inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka: pria lebih sering dipengaruhi wanita, dan remaja lebih sering dari pada dewasa. Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu (Anonim,2008). Adapun penyebab lain terhadap apendisitis yaitu : 1. Sumbatan lumen 2. Kostipasi (kebiasaan memakan yang rendah serat) tinja yang keras. 3. Hyperplasia jaringan limfoid 5. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) 6. Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis menurut Lippicott williams &wilkins (2011) Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun setempat. Pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain : Rovsing’s sign, Psoas sign dan Jump sign. a. Apendiksitis 1) Nyeri samar-samar 2) Terkadang terasa mual dan muntah 3) Anoreksia. 4) Disertai demam dengan suhu 37,5-38,5˚C 5) Diare 6) Konstipasi 7) Nilai leukosit meningkat dari rentang normal. b. Apendiksitis perforasi 1) Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin memberat. 2) Mual dan muntah sampai keluar lender 3) Nafsu makan menurun 4) Konstipasi BAB 5) Tidak ada flaktus 6) Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis dan bising melemah jika sudah terjadi perforasi. 7) Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C 8) Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada disekitar appendiks menjadi sebuah tanda sonographik penting. 9) Respirasi retraktif. 10) Rasa perih yang semakin menjadi. 11) Spasma abdominal semakin parah. 12) Rasa perih peritoneal). yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi 7. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.00018.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%. b. Radiologi Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendik, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari apendik yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90100% dan 96-97%. c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah. d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas. e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan. f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon. g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan. 8. Penatalaksanaan a. Penanggulangan konservatif Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik b. Operasi Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang apendik (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendik dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). c. Pencegahan Tersier Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen. 9. Komplikasi Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2- 5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki dinding apendik yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya: a. Abses Abses merupakan peradangan apendik yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum b. Perforasi Perforasi adalah pecahnya apendik yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis. c. Peritonitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Indetitas klien Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, perkerjaan, pendidikan, alamat ,penanggung jawaban juga terdiri dari nama,umur penanggung jawab ,hub.keluarga, dan perkerjaan. b. Alasan masuk Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang –kadang mengalami diare dan juga konstipasi. c. Riwayat kehehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat post op operasi, merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga bisanya tersa letih dan tidak bisa beraktivitas atau imobilisasisendiri. 2) Riwayat kesehatan dahulu Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas. 3) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma. d. Pemeriksaan Fisik Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5 M:6. Tandatanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh klien merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya tinggi, nadi takikardi dan pernafasan biasanya sesak ketika klien merasakan nyeri. 1) Kepala Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien tidak bisa tidur menahan sakit. 2) Leher Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah pada klien yang menderita apedisitis. 3) Thorak Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah atau gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya biasanya sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi bunyinya vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada masalah bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi, Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara jantung ketiga disebabkan osilasi darah antara orta dan vestikular. Suara jantung terakir (S4) tubelensi injeksi darah. Suara jantung ketiga dan ke empat disebab kan oleh pengisian vestrikuler, setelah fase isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak ada kalau ada suara tambahan seperti murmur (suara gemuruh, berdesir) (Lehrel 1994). 4) Abdomen Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region kanan bawah atau pada titik Mc Bruney. Saat di lakukan inspeksi. Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi. Benjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau abses periapedikular. Pada saat di palpasi biasnya abdomen kanan bawah akan didapatkan peninggkatan respons nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukan adanya rangsangan periotenium parietale. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang disebut tanda rofsing. Pada apendisitis restroksekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menemukan adanya rasa nyeri. (Sjamsuhidayat 2005). Hal penting dalam riwayat keperawatan post operatif: a. Identitas Pasien Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. b. Riwayat Kesehatan c. Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit. d. Riwayat Kesehatan masa lalu Pola Kebiasaan Sehari –hari 1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan Data subjektif: Mewawancarai klien tentang bagaimana klien menganggap kebersihan terhadap dirinya terutama keadaan lingkungan dan terhadap makanan, menanyakan riwayat kesehatan dalam keluarga, apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kebersihan dan pencegahan penyakit. Data objektif: Mengkaji kebersihan seluruh tubuh 2) Pola nutrisi metabolic Data subjektif: Mewawancarai klien tentang kebiasaan makanan dan minuman sehari-hari dan menanyakan bagaimana kenaikan berat badan. Data objektif: Mengkaji gambaran nutrisi tubuh atau berat badan, kebiasaan makan, nilai kebersihan badan sendiri. 3) Eliminasi Data subjektif :Mengkaji kebiasaan BAB / BAK sebelum sakit, menanyakan riwayat penyakit kelamin yang pernah ada. Data objektif :Mengkaji pola BAB/BAK 4) Pola tidur dan istirahat Data subjektif :Mengkaji kebiasaan tidur sehari-hari (lama tidur malam, tidur siang) apakah ada gangguan tidur dan kebiasaan sebelum tidur. Data objektif :Mengkaji tingkat kemampuan observasi mata dan ekspresi wajah. 5) Pola persepsi kognitif Data subjektif :Mengidentifikasi tingkat interval secara umum kemampuan mengungkapkan perasaan nyaman atau nyeri dan kemampuan berfikir, penginderaan, pengecapan serta penggunaan alat bantu. Data objektif :Mengobservasi kemampuan pendengaran, penginderaan, pengecapan serta penggunaan alat bantu 6) Pola persepsi kognitif Data subjektif :Mengidentifikasi bagaimana anggapan klien terhadap perubahan berhubungan dengan penyakit yang mengganggu citra tubuhnya, apakah klien ada putus asa atau merasa rendah diri. Data objektif : Mengkaji kemampuan dan keamanan atau partisipasi klien dalam tindakan keperawatan. 7) Pola peran dan hubungan dengan masyarakat Data subjektif :Mengidentifikasi hubungan klien dengan sesama, saudara atau keluarga, cara klien untuk mengungkapkan masalah pada teman atau keluarga serta dukungan dalam menghadapi penyakit. Data objektif :Klien berhubungan dengan keluarga dan saudaranya. 8) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress Data subjektif :Mengidentifikasi respon emosi klien pada saat klien menghadapi masalah atau stres klien dan bagaimana klien mengungkapkan atau melampiaskannya. Data objektif :Mengkaji ekspresi wajah klien. 9) Pola sistem kepercayaan Data subjektif :Bagaimana kepercayaan dan kegiatan klien beribadah pada kepercayaan, apakah klien rajin berdoa selama sakit. e. Pemeriksaan Fisik Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 °C. 1) Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler. 2) Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu: a) Nyeri tekan di Mc. Burney b) Nyeri lepas c) Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. d) Pada apendik letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang. 3) Auskultasi Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. (A. Mansjoer, dkk. 2000) Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. (A. Mansjoer, dkk. 2000) Post Appendiktomi 1) Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer. 2) Integritas ego Gejala : perasaan takut, cemas, marah, apati. Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi simpatis 3) Makanan/ cairan Gejala : insufisiensi pangkreas, malnutrisi, membran mukosa yang kering 4) Pernafasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok 5) Keamanan Gejala : alergi, defisiensi imun, riwayat keluarga tentang hipertermi malignan/reaksi anastesi, riwayat penyakit hepatik, riwayat transfusi darah Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkah, demam 2. Diagnosa Keperawatan Menurut NANDA Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnose keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan post op appendicitis adalah ( Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia , 2016) a. Nyeri (Acute) Berhubungan dengan Agen pencedera fisik (Pembedahan) b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri, Keengganan melakukan gerakan c. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kondisi pasca operasi d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional e. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi f. Risiko Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan trauma luka operasi g. Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi operasi h. Risiko deficit nurrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan 3. INTERVENSI KEPERAWATAN NO 1 DIAGNOSA STANDAR LUARAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA Nyeri (Acute) Berhubungan Luaran Utama : Tingkat Nyeri (Menurun) dengan Agen pencedera Kriteria Hasil : fisik (Pembedahan) Menurun (nilai 1 – 5) : - Keluhan nyeri - Meringis - Sikap Protektif - Gelisah - Kesulitan tidur - Perasaan takut mengalami cedera berulang - Ketegangan otot Membaik (nilai 1 – 5) - Frekuensi nadi - Tekanan darah - Nafsu makan - Pola tidur - Proses berfikir - perilaku Luaran Tambahan : control nyeri Mobilitas Fisik Pola Tidur Status Kenyamanan STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA Manajemen Nyeri : Observasi : - Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - Skala nyeri - Respon nyeri non verbal - Factor yang memperberat dan memperingan nyeri - Pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri - Pengaruh nyeri pada kualitas hidup Monitor : - Keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan - Efek samping penggunaan analgetik Terapeutik : - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: terapi music, aromaterapi, hypnosis dll) - Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri - Fasilitasi istirahat dan tidur - Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam - k pemilihan strategi meredakan nyerio Edukasin : t - Jelaskan penyebab, perode, dan r pemicu nyeri o - Jelaskan strategi meredakan nyeri l - Anjurkan memonitor nyeri secara l mandiri - Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : Kolaborasi pemberian analgetik 2 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri, Keengganan melakukan gerakan Luaran Utama : Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi : Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu Observasi : atau lebih ekstremitas secara mandiri - Identifikasi adanya nyeri atau meningkat dengan criteria hasil : kelelahan fisik Terjadi peningkatan (nilai 1-5) - Identifikasi toleransi fisik - Pergerakan ekstremitas melakukan ambulasi - Kekuatan otot - Monitor frekuensi jantung dan - Rentang gerak tekanan darah sebelum memulai Terjadi penurunan (nilai 1- 5) ambulasi - Nyeri - Monitor kondisi umum selama - Kecemasan melakukan ambulasi - Kaku sendi Terapeutik - Gerakan tidak terkoordinasi - Gerakan terbatas - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan - Kelemahan fisik alat bantu - Fasilitasi melakukan mobilisasi Luaran tambahan : Motivasi Status nutrisi Toleransi Aktivitas fisik jika perlu - Libatkan keluarga untuk pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi : - Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi - Anjurkan melakukan ambulasi dini - Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan Dukungan mobilisasi : Observasi : - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum mulai mobilisasi - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Terapeutik : - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis : pagar tempat tidur) - Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan 3 Edukasi : - Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi - Anjurkan melakukan mobilisasi dini - Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan Gangguan Pola Tidur Luaran Utama : Pola Tidur Dukungan tidur : berhubungan dengan Keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur Observasi : kondisi pasca operasi membaik dengan criteria hasil : - Identifikasi pola aktivitas dan tidur - Terjadi peningkatan kemampuan - Identifikasi factor pengganggu tidur beraktifitas (nilai 1- 5) (fisik/psikologis) - Terjadi penurunan (nilai 1-5) - Identifikasi makanan dan minuman Keluhan sulit tidur yang mengganggu tidur (kopi, banyak Keluhan sering terjaga minum, sebelum tidur) Keluhan tidak puas tidur - Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi Keluhan pola tidur berubah Terapeutik : Keluhan istirahat tidak cukup - Modifikasi lingkungan - Batasi waktu tidur siang Luaran tambahan : - Status kenyamana - Fasilitasi menghilangkan stress - Tingkat depresi sebelum tidur - Tetapkan jadual rutin - Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan - Sesuaikan jadual pemberian obat – obatan/ tindakan untuk menunjang siklus tidur Edukasi : - Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit - Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur Anjurkan menghindari makan / miunuman yang mengganggu tidur Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara non farmakologi lainnya. Edukasi aktivitas / istirahat : Observasi : - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik : - Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat - Jadualkan pemberian penkes sesuai kesepakatan - Berikan kesempatan kepada pasein untuk bertanya Edukasi : - Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik - Anjurkan menyusun jadual aktivitas dan istirahat 4 Ansietas berhubungan Luaran utama :Tingkat ansietas Reduksi ansietas : dengan krisis situasional Kondisi emosi dan pengalaman Observasi : subyektifterhadap objek yang tidak jelas dan - Identifikasi saat tingkat ansietas spesifik akibat antisipasi bahaya bahaya yang memungkinkan individu melakukan berubah tindakan untuk menghadapi ancaman - Identifikasi kemampuan mengambil menurun dengan criteria hasil : keputusan - Terjadi penurunan (nilai 1-5) - Monitor tanda – tanda ansietas Verbalisasi kebingungan (verbal dan non verbal) Verbalisasi khawatir akibat kondisi Terapeutik : yang dihadapi - Ciptakan suasana terapeutik untuk Perilaku gelisah menumbuhkan kepercayaan Perilaku tegang - Temani pasien untuk mengurangi Keluhan pusing kecemasan pucat - Pahami situasi yang membuat - Terjadi perbaikan (nilai 1-5) ansietas Konsentrasi - Dengarkan dengan penuh perhatian Pola tidur - Gunakan pendekatan yang tenang Frekuensi nadi dan meyakinkan Tekanan darah - Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan Luaran tambahahan : - Tempatkan barang pribadi yang Dukungan social memberikan kenayamanan Proses informasi Edukasi : - Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami - Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis - Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien - Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi - Latih kegiatan pengalihan untuk - mengurangi ketegangan Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat Latih teknik relaksasi Terapi relaksasi : Observasi : - Identifikasi teknik relaksasi yang efektif digunakan - Periksan ketegangan otot, frekuensi, nadi, tekanan darah, suhu sebelum dan sesudah latihan - Monitor respon terhadap terapi relaksasi Terapeutik : - Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan - Gunakan pakaian longgar - Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama - Gunakan relaksasi sebagi strageti penunjang pemberian analgetik Edukasi : - Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang tersedia ( music, meditasi, nafas dalam, relaksasi otot progresif) - Anjurkan mengambil posisi yang nyaman - Anjurkan rileks dan merasakan 5 Defisit Pengetahuan Luaran utama : Tingkat pengetahuan berhubungan dengan kurang Kecukupan informasikognitif yang terpapar informasi berkaitan dengan topic tertentu meningkat dengan criteria hasil : - Terjadi peningkatan (nilai 1-5) • Perilaku sesuai anjuran • Verivikasi minat dalam belajar • Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topic • Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topic • Perilaku sesuai dengan pengetahuan - Terjadi penurunan (nilai 1-5) • Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi • Persepsi yang keliru terhadap masalah - Terjadi perbaikan perilaku Luaran tambahan : Memori Motivasi Proses informasi Tingkat kepatuhan sensasi relaksasi - Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih - Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi Edukasi kesehatan : Observasi : - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi - Identifikasi factor – factor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat Terapeutik : - Sediakan materi dan media penkes - Jadualkan pendkes sesuai kesepakatan - Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi : - Jelaskan factor risiko yang dapat mempenggaruhi kesehatan - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat - Berikan penjelasan tentang penyakit 6 Risiko Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan trauma luka operasi 7 Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi operasi Risiko deficit nurrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan 8 Luaran Utama : Pemulihan Pasca Bedah Proses penyembuhan setelah menjalani pembedahan untuk memulai dan melakukan aktifitas sehari – hari meningkat dengan criteria hasil : - Waktu penyembuhan lebih cepat - Area luka operasi membaik - Kemampuan perawatan diri meningkat - Mobilitas fisik meningkat - Selera makan meningkat 4.Implementasi Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen. Interdependen dan dependen. 5.Evaluasi Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi mengguanakan : S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diperbaiki O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru. P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai). 39 WOC Apendiksitis Hiperplansia jaringan limfoid Tumor apendiks Skema 2.4 (Sumber : Arif Muttaqin, Kumala Sari, 2011) Fekalit Benda asing Obstruksi pada lumen apendekeal oleh apendikolit Apendisitis kronis /rekuren Apendiksitis akut Peningkatan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri Respon saraf terhadap inflamasi Respon sistemik Gangguan gastrointestinal Respon sistemik Mual, muntah, kembung, diare, anoreksia Peningkatan suhu tubuh Asupan nutrisi tidak adekuat Hipertermi Menghambat aliran limfe Nyeri Ulserasi dan infeksi bakteri pada dinding appendik Apendiksitis Keperitonium Trombosis vena intra luminal Peritonitis Distensi abdomen Resiko infeksi Pasca bedah Pembedahan laparatomi Pembengkakan dari iskemia Kerusakan jaringan intergumen Perubahan pola nutrisi pasca bedah Defisit Nutrisi Nyeri akut BAB III TINJAUAN KASUS A. DATA DASAR 1. DATA DEMOGRAFI a. Identitas Pasien Nama : Tn. S Umur : 22 Tahun Jenis kelamin : Laki - Laki Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMP Alamat : Jl.Angan – angan Tanggal Masuk RS : 7 Mei 2020 Tanggal Pengkajian : 8 Mei 2020 Diagnosa saat pengkajian : Post op Laparatomy Perforasi Apendiks b. Sumber Informasi Nama : Ny. Y Umur : 48 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMP Alamat : Jl.Angan – angan Hubungan dengan klien : Ibu Kandung 2. RIWAYAT KESEHATAN a. Riwayat Kesehatan Masuk RS (UGD/ Poliklinik) Tn. S, usia 22 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan swasta masuk IGD RSUD Negeri Khayalan pada tanggal 07 Mei 2020 pukul 10.00 WIB diantar oleh Ny. Y, hubungan dengan pasien ibu kandung, didapatkan data : pasien mengeluh nyeri pada kuadran kanan bawah dan menyebar ke seluruh lapang abdomen, distensi abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas terutama dikuadran kanan bawah, defans muscular, anoreksia, mual dan muntah, demam, lemah, bising usus tidak terdengar (-), TD 100/60 mmHg, frekuensi napas 24 x/menit, frekuensi nadi 104 x/menit, suhu 39,2 ℃, pemeriksaan darah : Hb 9,5 gr%, leukosit 20.000 mm3, LED meningkat, C-rective protein meningkat, foto polos abdomen terdapat udara bebas dalan diafragma, terapi yang diberikan : IVFD RL 30 TPM, cefotaxim 1 gr/12 jam, sanmol 500 mg/8 jam, ranitidine 50 mg/12 jam, konsul dokter ahli bedah digestive dengan hasil perforasi apendiks dan direncanakan operasi laparatomi eksplorasi pada tanggal 08 Mei 2020 pukul 10.00 WIB. b. Riwayat Penyakit Sekarang (Saat Pengkajian) Keluhan utama yang dirasakannya adalah nyeri. Nyeri disebabkan karena luka insisi operasi, nyeri seperti tersayat-sayat, skala nyeri 7/10, nyeri dirasakan pada luka insisi tepatnya di bagian tengah umbilicus sampai dengan supra pubis, nyeri kadang menyebar disekitar luka operasi, nyerinya berkurang jika diberikan obat pengurang rasa sakit dan mengurangi pergerakan. Nyeri bertambah jika banyak bergerak sehingga enggan bergerak. Nyeri dirasakan ±12 jam setelah operasi. Keluhan disertai klien mengalami kesulitan untuk tidur dan cemas dengan kondisinya saat ini. c. Riwayat Kesehatan Lalu Tn. S mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat, penyakit kronis, tidak pernah di rawat dan dioperasi. Tn. S mengatakan sejak 1 minggu yang lalu mengeluh sakit pada perut bagian kanan bawah, perut kembung, anoreksia dan hanya minum obat yang dibelinya di warung. Tn. S mengatakan 3 hari yang lalu berobat ke alternative dan dilakukan pijatan pada bagian perutnya. Setelah perutnya di pijat badannya semakin panas, menggigil, mual dan muntah sehingga keluarganya membawa Tn. S ke rumah sakit. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Ny. Y mengatakan di dalam anggota keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit keturunan atau penyakit menular. e. Riwayat Psiko – Sosial- Spiritual- Ekonomi 1) Psikologis Tn. S mengatakan cemas kalau penyakitnya tidak sembuh dan luka operasinya tidak sembuh. Keluarga sering menanyakan perkembangan kondisi Tn. S kepada dokter dan perawat. Perawat selalu memberikan pelayanan kepada pasien dan keluarga, dan perawat selalu menjaga privacy pasien 2) Sosial Pasien selama di rawat di RS selalu ditemani oleh keluarganya dan saudara kandungnya, hubungan antara orang tua dan saudara kandungnya baik dan tidak ada konflik.. 3) Spiritual Tn. S sebelum sakit selalu menjalankan sholat 5 waktu, namun setelah dioperasi hanya bisa berdoa. 4) Ekonomi Tn. S selama ini sebagai seorang swasta yang kesehariannya adalah bekerja pada swasta, karena kondisinya saat ini klien tidak bisa bekerja seperti biasanya. Penghasilan yang diperoleh dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari dan untuk biaya berobat. f. Pengetahuan Pasien & Keluarga Tn. S dan Ny. Y mengatakan tidak mengetahui kondisi penyakit yang diderita oleh Tn. S. Klien dan keluarga berharap mendapatkan informasi yang jelas mengenai penyakit Tn. S. g. Lingkungan Ny. Y memiliki rumah di pedesaan dengan bangunan permanen, kondisi rumah bersih dan tertata rapih. Tn. S juga bekerja pada perusahaan swasta yang lingkungannya pun bersih dan terjaga. h. Pola Kebiasaan sehari – hari sebelum dan saat sakit 1) Pola pemenuhan Nutrisi & Cairan Sebelum sakit klien makan 3 hari sekali dengan menu nasi, sayur, lauk pauk, buah – buahan dan susu. Tidak ada alergi terhadap makanan, makanan kesukaan klien adalah makanan yang pedas. Klien kurang menyukai sayur ataupun makanan yang berserat lainnya. Klien minum sehari 5-6 gelas perhari. Saat dikaji pasien mengatakan masih dipuasakan 5 hari dan belum boleh minum, bibirnya kering dan merasa haus. NGT terpasang dengan keluar cairan kuning kehijauan ± 150 cc. Pasien terpasang IVFD RL : Dex 5% : Aminovel (2:1:1) 30 TPM. TB/BB : 165 cm/54 kg 2) Pola eliminasi Sebelum sakit klien tidak mengalami gangguan dalam kebutuhan eliminasi. Saat ini pasien terpasang dower kateter dengan output urine 750 cc/hari, warna kuning transparan. Klien belum BAB saat dikaji. 3) Pola personal higyene Sebelum sakit pasien mandi sehari 2 kali, setiap mandi selalu keramas dan juga menggosok gigi. Saat dikaji, klien hanya di lap oleh keluarganya. 4) Pola istirahat & tidur Sebelum sakit klien tidur 7 – 8 jam sehari, tidak ada kebiasaan yang dilakukan sebelum tidur, tidak mengalami gangguan dalam tidur. Saat dikaji Ny. Y mengatakan klien sulit tidur, gelisah semalaman karena nyeri yang dirasakan dan sering terbangun saat tidur. Klien tampak sering menguap.Ny. Y mengatakan Tn. S tidur 2 – 3 jam/hari. 5) Pola Aktivitas dan latihan Sebelum sakit klien adalah seorang pekerja swasta yang kesehariannya bekerja selama 8 jam perhari, waktu luang dipergunakan untuk berkumpul dengan keluarga atau main game di Hp, terkadang klien juga sering kumpul bersama teman – temannya. Klien jarang melakukan latihan fisik seperti olah raga secara rutin. Klien mandiri dalam melakukan activity daily living. Saat ini klien tidak bisa mandiri dalam memenuhi activity daily living dan itu dibantu oleh keluarganya. Pasien hanya berbaring terlentang dan tidak melakukan reposisi tidur. Keluarganya mengatakan takut membantu pasien bergerak setelah operasi dan tidak tahu cara melakukan mobilisasi dini pada pasien paska operasi. Perawat dan keluarga membantu aktivitas sehari-hari pasien, perawat melibatkan keluarga dalam merencanakan program tindakan yang akan dilakukan pada pasien. Klien mengatakan nyeri pada daerah operasinya dan Nyeri bertambah jika banyak bergerak sehingga membuatnya enggan untuk bergerak. 6) Pola Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan Klien mempunyai kebiasaan merokok dan terkadang sering begadang hingga larut malam, klien tidak minum – minuman keras dan juga tidak menggunakan obat – obatan terlarang. 3. PENGKAJIAN FISIK a. Pemeriksaan Umum Kedaaan umum : tingkat kesadaran composmentis dengan nilai GCS E4V5M6, TD 110/70 mmHg, frekuensi napas 22 x/menit, frekuensi nadi 94 x/menit, suhu 38,2 ℃. Pada pemeriksaan fisik ditemukan : konjungtiva anemis, kulit tampak pucat, bibir kering, ada luka insisi operasi laparaktomi eksplorasi dengan panjang insisi 20 cm, 15 jahitan ditengah abdomen, bising usus terdengar 15 x/menit, nyeri tekan pada area luka insisi dan sekitarnya, terpasang drain di samping kanan insisi luka dengan mengeluarkan cairan berwarna merah kecoklatan ± 50 cc, perkusi hipertimpani diatas abdomen, flatus (+). b. Pemeriksaan per system 1) Sistem Penglihatan Kedua mata simetris kanan dan kiri, terdapat lingkaran disekitar mata ( mata panda) sering menguap, positif ada pergerakan pada bola mata, konjunctiva anemis, sclera an ikterik, kornea hitam, pupil isokor kanan dan kiri 2mm/2mm, tidak ada tanda – tanda radang, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, tidak ada keluhan pada system penglihatan, hanya saja klien sering menguap karena mengantuk. 2) Sistem pendengaran Telinga klien terlihat simetris kiri dan kanan, tidak terlihat luka lecet, ada sedikit serumen di dalam telinga pasien, tidak ada terlihat lecet dan pendarahan. Tidak ada nyeri tekan, tidak ada terlihat pembengkakan. Fungsi pendengaran baik, tidak menggunakan alat bantu dengar. 3) Sistem wicara Tidak ada kesulitan / gangguan wicara yang dialami oleh pasien. 4) Sistem Pernafasan Frekuensi napas 22 x/menit, tidak ada sumbatan pada jalan nafas, klien tidak terpasang oksigen, tidak ada penggunaan otot bantu nafas. Suara nafas vesikuler. Tidak mengalami keluhan sesak nafas, hanya saja merasa tidak nyaman karena hidungnya terpasang NGT. 5) Sistem Kardiovaskuler a) Sirkulasi perifer Frekuensi nadi 94 x/menit dnegan irama teratur, kekuatan denyut nadi normal, tidak ada distensi vena jugularis, akral dingin, temperature kulit hangat, suhu 38,20C, kulit tampak pucat, CRT < 2 detik. b) Sirkulasi jantung Tidak ada sianosis, pada pemeriksaan palpasi ictus kordis teraba hangat, perkusi jantung : batas ICS V kanan linea parasternal kanan, batas bawah ICS V kiri kemedial linea midklavikula kiri ke medial linea midklavikula kiri, batas kananICS IV kanan linea parasternal dan batas kiri ICS III kiri linea parasternal. Auskultasi : bunyi jantung I terdegar normal dan regular, BJ II terdengar normal dan regular, tidak ada bunyi tambahan. 6) Sistem neurologi Kedaaan umum : tingkat kesadaran composmentis dengan nilai GCS E4V5M6. Saraf Kranials Jenis Fungsi I Olfaktorius Sensorik II Optikus Sensorik III Okulomotor Motorik IV Troklearis Motorik V Trigeminalis Sensorik Motorik VI Abdusens Motorik VII Fasialis Sensorik Motorik Fungsi Respons dan interpretasi bau ( tidak ada kelainan dapat mencium aroma bau wangi-wangian) Ketajaman visual dan lapang pandang (tidak ada kelainan) Visus 6/6, lapang pandang masih mampu melihat jari pemeriksa hingga kurang lebih 30 o dari samping pemeriksa Pergerakan mata ekstraokular, elevasi kelompak mata, konstriksi pupil, bentuk lensa (normal/ tidak ada kelainan) Pergerakan mata kebawah dan kedalam (normal/ tidak ada kelainan) Sensasi pada wajah, kulit kepala, kornea, dan membrane mukosa oral serta nasal (normal/ tidak ada kelainan) Pergerakan untuk mengunyah (normal/ tidak ada kelainan) Pergerakan mata kelateral (normal/ tidak ada kelainan) Rasa pada 2/3 anterior lidah Pergerakan wajah, penutupan mata, pergerakan bibir saat bicara(normal/ tidak ada kelainan) VIII Vestibulokoklear Sensorik IX Glosofaringeus Sensorik Rasa 1/3 posterior lidah, reflex tersedak faring, sensasi dari gendang telingan dan saluran telinga Motorik Menelan dan otot-otot fonasi pada faring. Refleks menelan baik X Vagus Pendengaran dan keseimbangan (normal/ tidak ada kelainan) Sensorik Sensasi dari faring, visera, badan karotis dan sinus karotis Motorik Pergerakan otot trapezius dan sternokleidomastoideus XI Asesorius Spinal Sensorik XII Hipoglosus Motorik Klien dapat mengangkat bahu dan memalingkan kepalanya ke sisi yang ditahan pemeriksa Pergerakan lidah saat bicara, artikulasi suara dan menelan Klien mampu menggerakkan lidahnya dari satu sisi ke sisi yang lain 7) Sistem pencernaan Bibir kering, mulut tidak mengalami stomatitis, jumlah gigi 32buah, kemampuan menelan tidak ada kesulitan, terpasang NGT, terlihat luka jahitan, dan panjang luka 20 cm, kondisi jahitan terlihat bersih Gaster kembung, peristaltic usus 15 x/menit, gerakan peristaltik tidak normal, Perkusi hipertimpani diatas abdomen. Ada nyeri tekan pada bagian abdomen kanan bawah bekas operasi, Nyeri tekan pada bagian abdomen kanan bawah bekas operasi., flatus (+). 8) Sistem immunologi Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening 9) Sistem endokrin Nafas tidak berbau keton, tidak ada ulkus gangrene, tidak ada tremor, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada tanda – tanda peningkatan kadar gula darah : polidipsi, poliuri, dan poli pagi. 10) Sistem Urogenital Pasien terpasang dower kateter dengan output urine 750 cc/hari, warna kuning transparan. Tidak ada keluhan dalam berkemih. 11) Sistem Integumen Pada kulit pasien warnanya sawo matang, tugor kulit bagus atau lembab,ada luka laparatomi sebesar 20 cm, kulit tampak pucat, nyeri tekan pada area luka insisi dan sekitarnya, terpasang drain di samping kanan insisi luka dengan mengeluarkan cairan berwarna merah kecoklatan ± 50 cc. 12) Sistem Muskuloskeletal Atas : Pada tangan sebelah kiri terlihat terpasang infuse. Bawah: Pada kaki tidak ada ngangguan berjalan, tidak terlihat adanya luka lecet atau parises, klien enggan bergerak karena nyeri, dan juga masih takut untuk merubah posisi. Klien hanya terbaring terlentang. 5555 5555 Kekuatan otot : 5555 5555 13) System reproduksi Pada genetalia terpasang dower kateter. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal Pemeriksaan 9 Mei 2020 Pukul 07.00 wib NO HGB Parameter 12.2 (g/dl) 5.5)wanita(4.0-5.0) HTC Hasil Nilai normal Pria(13-16)wanita(12-14) RBC 36.8 (%) 4.38(10ᶺ6/ul) Pria(40.0-48.0)wanita(37.0-43.0) WBC 26.82(10ᶺ3/ul) (5.0-10.0) PT 10.2 Sec (9,5 -11,7) APTT 32,5 Sec (28-42) INR 0,94% HBG 10.3 (g/dl) RBC 3.62 (10ᶺ6/ul) HTC 32.7(%) Pria(4.5- WBC 22.80 (10ᶺ3/ul) PLT 631+ (10ᶺ3/ul) (150-400) PCT Kimia Klinik II Tanggal pemeriksaan 9 Mei 2020 Pukul 07.00 wib NO Parameter Kalium Hasil 3.01 Hasil Normal (3.5-5.5) (mᴇq/l) Natrium 131.4 (135-147) (mᴇq/l) Klorida 97.5 (100-106) (mᴇq/l) 5. PENATALAKSANAAN Terapi yang diberikan paska operasi laparatomi eksplorasi : IFVD RL : Dex 5%, aminovel (2:1:1) 30 TPM Pasien dipuasakan 5 hari. Cefotaxim 1 g/8 jam (i.v) Ketorolac 30 mg/8 jam (i.v) 0,57 + (%) Ranitidine 50 mg/8 jam (i.v) 6. RESUME KONDISI PASIEN SAAT DI IGD DAN SEBELUM PENGKAJIAN Tn. S, usia 22 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan swasta masuk IGD RSUD Negeri Khayalan pada tanggal 07 Mei 2020 pukul 10.00 WIB diantar oleh Ny. Y, hubungan dengan pasien ibu kandung, didapatkan data : pasien mengeluh nyeri pada kuadran kanan bawah dan menyebar ke seluruh lapang abdomen, distensi abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas terutama dikuadran kanan bawah, defans muscular, anoreksia, mual dan muntah, demam, lemah, bising usus tidak terdengar (-), TD 100/60 mmHg, frekuensi napas 24 x/menit, frekuensi nadi 104 x/menit, suhu 39,2 ℃, pemeriksaan darah : Hb 9,5 gr%, leukosit 20.000 mm3, LED meningkat, C-rective protein meningkat, foto polos abdomen terdapat udara bebas dalan diafragma, terapi yang diberikan : IVFD RL 30 TPM, cefotaxim 1 gr/12 jam, sanmol 500 mg/8 jam, ranitidine 50 mg/12 jam, konsul dokter ahli bedah digestive dengan hasil perforasi apendiks dan direncanakan operasi laparaktomi eksplorasi pada tanggal 08 Mei 2020 pukul 10.00 WIB B. DATA FOKUS 1. Data Subyektif : Klien Mengatakan Nyeri pada luka insisi tepatnya di bagian tengah umbilicus sampai dengan supra pubis. Tn. S mengatakan nyeri kadang menyebar disekitar luka operasi, nyerinya berkurang jika diberikan obat pengurang rasa sakit dan mengurangi pergerakan. Nyeri bertambah jika banyak bergerak sehingga enggan bergerak. Nyeri dirasakan ±12 jam setelah operasi. Klien merasa cemas saat bergerak Tn. S mengatakan cemas kalau penyakitnya tidak sembuh dan luka operasinya tidak sembuh Keluarga sering menanyakan perkembangan kondisi Tn. S kepada dokter dan perawat Pasien mengatakan masih dipuasakan 5 hari dan belum boleh minum dan merasa haus Keluarganya mengatakan takut membantu pasien bergerak setelah operasi dan tidak tahu cara melakukan mobilisasi dini pada pasien paska operasi Ny. Y mengatakan Tn. S tidur 2 – 3 jam/hari, gelisah dan sering terbangun karena nyeri 2. Data Obyektif Bersikap protektif dan enggan bergerak Gelisah Sulit Tidur Nadi 94 kali/menit Fisik Lemah Gerakan terbatas Pasien tampak lemah, kesulitan melakukan ambulasi dini karena takut nyeri dan jahitan luka operasinya lepas NGT terpasang dengan keluar cairan kuning kehijauan ± 150 cc. Pasien terpasang IVFD RL : Dex 5% Setelah operasi pasien belum b.ab Pasien terpasang dower kateter dengan output urine 750 cc/hari warna kuning transparan Pasien hanya berbaring terlentang dan tidak melakukan reposisi tidur Perawat dan keluarga membantu aktivitas sehari-hari pasien TD 110/70 mmHg, frekuensi napas 22 x/menit, frekuensi nadi 94 x/menit, suhu 38,2 ℃ konjungtiva anemis kulit tampak pucat bibir kering ada luka insisi operasi laparaktomi eksplorasi dengan panjang insisi 20 cm, 15 jahitan ditengah abdomen nyeri tekan pada area luka insisi dan sekitarnya, terpasang drain di samping kanan insisi luka dengan mengeluarkan cairan berwarna merah kecoklatan ± 50 cc skala nyeri 7/10 Terdapat lingkaran hitam disekitar mata (mata panda) C. ANALISA DATA NO DATA 1 MASALAH DS : Nyeri Klien Mengatakan Nyeri pada luka insisi tepatnya di bagian tengah umbilicus sampai dengan supra pubis. Tn. S mengatakan nyeri kadang menyebar disekitar luka operasi, nyerinya berkurang jika diberikan obat pengurang rasa sakit dan mengurangi pergerakan. Nyeri bertambah jika banyak bergerak sehingga ETIOLOGI Agen Pencedera Fisik ( Pembedahan) enggan bergerak. Nyeri dirasakan ±12 jam setelah operasi. Klien merasa cemas saat bergerak DO : Bersikap protektif dan enggan bergerak Gerakan terbatas Pasien tampak lemah, kesulitan melakukan ambulasi dini karena takut nyeri dan jahitan luka operasinya lepas nyeri tekan pada area luka insisi dan sekitarnya Gerakan terbatas Sulit Tidur Skala nyeri 7/10 2 DS : Gangguan Mobilitas Klien Mengatakan Nyeri pada Fisik luka insisi tepatnya di bagian tengah umbilicus sampai dengan supra pubis. Tn. S mengatakan nyeri kadang menyebar disekitar luka operasi, nyerinya berkurang jika diberikan obat pengurang rasa sakit dan mengurangi pergerakan. Nyeri bertambah jika banyak bergerak sehingga Nyeri, Keengganan melakukan gerakan enggan bergerak. Nyeri dirasakan ±12 jam setelah operasi. Klien merasa cemas saat bergerak Keluarganya mengatakan takut membantu pasien bergerak setelah operasi dan tidak tahu cara melakukan mobilisasi dini pada pasien paska operasi DO : - Ada luka insisi operasi laparaktomi eksplorasi dengan panjang insisi 20 cm, 15 jahitan ditengah abdomen - Gerakan terbatas - Fisik lemah - Pasien tampak lemah, kesulitan melakukan ambulasi dini karena takut nyeri dan jahitan luka operasinya lepas 3 DS : Gangguan Pola Tdur Kondisi Pasca Operasi - Ny. Y mengatakan Tn. S tidur 2 – 3 jam/hari, gelisah dan sering terbangun karena nyeri DO : - Sulit Tidur - Sering menguap - Terdapat lingkaran hitam disekitar mata (mata panda) 4 DS : - Tn. S mengatakan cemas kalau Ansietas Krisis situasional penyakitnya tidak sembuh dan luka operasinya tidak sembuh DO : - Gelisah - Sulit Tidur 5 DS : - Keluarga sering menanyakan Defisit Pengetahuan Kurang Terpapar Informasi perkembangan kondisi Tn. S kepada dokter dan perawat - 6 Keluarganya mengatakan takut membantu pasien bergerak setelah operasi dan tidak tahu cara melakukan mobilisasi dini pada pasien paska operasi DO: - Prilaku tidak sesuai anjuran ( enggan bergerak) DS : Risiko Perlambatan - Klien merasa cemas saat Pemulihan Pasca bergerak Bedah - Keluarganya mengatakan takut membantu pasien bergerak setelah operasi dan tidak tahu cara melakukan mobilisasi dini pada pasien paska operasi DO : - Klien enggan bergerak Trauma Luka Operasi - 7 8 ada luka insisi operasi laparaktomi eksplorasi dengan panjang insisi 20 cm, 15 jahitan ditengah abdomen - Klien masih dipuasakan hingga 5 hari DS : Risiko Infeksi DO : ada luka insisi operasi laparaktomi eksplorasi dengan panjang insisi 20 cm, 15 jahitan ditengah abdomen - terpasang drain di samping kanan insisi luka dengan mengeluarkan cairan berwarna merah kecoklatan ± 50 cc - suhu 38,2 ℃ DS : Risiko Defisit Nutrisi - Pasien mengatakan masih dipuasakan 5 hari dan belum boleh minum dan merasa haus DO : - NGT terpasang dengan keluar cairan kuning kehijauan ± 150 cc. Pasien terpasang IVFD RL : Dex 5% konjungtiva anemis kulit tampak pucat - bibir kering Adanya luka insisi operasi Ketidak mampuan mencerna makanan D. DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS 1. Nyeri (Acute) Berhubungan dengan Agen pencedera fisik (Pembedahan) 2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri, Keengganan melakukan gerakan 3. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kondisi pasca operasi 4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional 5. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi 6. Risiko Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan trauma luka operasi 7. Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi operasi 8. Risiko deficit nurrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN NO 1 DIAGNOSA STANDAR LUARAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA Nyeri (Acute) Berhubungan Luaran Utama : Tingkat Nyeri (Menurun) dengan Agen pencedera Kriteria Hasil : fisik (Pembedahan) Menurun (nilai 1 – 5) : - Keluhan nyeri - Meringis - Sikap Protektif - Gelisah - Kesulitan tidur - Perasaan takut mengalami cedera berulang - Ketegangan otot Membaik (nilai 1 – 5) - Frekuensi nadi - Tekanan darah - Nafsu makan - Pola tidur - Proses berfikir - perilaku Luaran Tambahan : control nyeri STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA Manajemen Nyeri : Observasi : - Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - Skala nyeri - Respon nyeri non verbal - Factor yang memperberat dan memperingan nyeri - Pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri - Pengaruh nyeri pada kualitas hidup Monitor : - Keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan - Efek samping penggunaan analgetik Terapeutik : - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: terapi music, aromaterapi, hypnosis dll) - Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri Mobilitas Fisik Pola Tidur Status Kenyamanan 2 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri, Keengganan melakukan gerakan - Fasilitasi istirahat dan tidur Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan - k nyeri Edukasio : n - Jelaskan penyebab, perode, dan t pemicu nyeri r - Jelaskan strategi meredakan nyeri o - Anjurkan memonitor nyeri secara l mandiri l - Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : Kolaborasi pemberian analgetik Luaran Utama : Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi : Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu Observasi : atau lebih ekstremitas secara mandiri - Identifikasi adanya nyeri atau meningkat dengan criteria hasil : kelelahan fisik Terjadi peningkatan (nilai 1-5) - Identifikasi toleransi fisik - Pergerakan ekstremitas melakukan ambulasi - Kekuatan otot - Monitor frekuensi jantung dan - Rentang gerak tekanan darah sebelum memulai Terjadi penurunan (nilai 1- 5) ambulasi - Nyeri - Monitor kondisi umum selama - Kecemasan melakukan ambulasi - Kaku sendi - Gerakan tidak terkoordinasi Gerakan terbatas Kelemahan fisik Luaran tambahan : Motivasi Status nutrisi Toleransi Aktivitas Terapeutik - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu - Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik jika perlu - Libatkan keluarga untuk pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi : - Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi - Anjurkan melakukan ambulasi dini - Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan Dukungan mobilisasi : Observasi : - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum mulai mobilisasi - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Terapeutik : - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis : pagar tempat tidur) - Fasilitasi melakukan pergerakan, 3 jika perlu - Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi : - Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi - Anjurkan melakukan mobilisasi dini - Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan Gangguan Pola Tidur Luaran Utama : Pola Tidur Dukungan tidur : berhubungan dengan Keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur Observasi : kondisi pasca operasi membaik dengan criteria hasil : - Identifikasi pola aktivitas dan tidur - Terjadi peningkatan kemampuan - Identifikasi factor pengganggu tidur beraktifitas (nilai 1- 5) (fisik/psikologis) - Terjadi penurunan (nilai 1-5) - Identifikasi makanan dan minuman Keluhan sulit tidur yang mengganggu tidur (kopi, banyak Keluhan sering terjaga minum, sebelum tidur) Keluhan tidak puas tidur - Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi Keluhan pola tidur berubah Terapeutik : Keluhan istirahat tidak cukup - Modifikasi lingkungan - Batasi waktu tidur siang Luaran tambahan : - Status kenyamana - Fasilitasi menghilangkan stress - Tingkat depresi sebelum tidur - Tetapkan jadual rutin - Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan - Sesuaikan jadual pemberian obat – obatan/ tindakan untuk menunjang siklus tidur Edukasi : - Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit - Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur - Anjurkan menghindari makan / miunuman yang mengganggu tidur - Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara non farmakologi lainnya. Edukasi aktivitas / istirahat : Observasi : - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik : - Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat - Jadualkan pemberian penkes sesuai kesepakatan - Berikan kesempatan kepada pasein untuk bertanya Edukasi : - Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik - Anjurkan menyusun jadual aktivitas dan istirahat 4 Ansietas berhubungan Luaran utama :Tingkat ansietas Reduksi ansietas : dengan krisis situasional Kondisi emosi dan pengalaman Observasi : subyektifterhadap objek yang tidak jelas dan - Identifikasi saat tingkat ansietas spesifik akibat antisipasi bahaya bahaya berubah yang memungkinkan individu melakukan - Identifikasi kemampuan mengambil tindakan untuk menghadapi ancaman keputusan menurun dengan criteria hasil : - Monitor tanda – tanda ansietas - Terjadi penurunan (nilai 1-5) (verbal dan non verbal) Verbalisasi kebingungan Verbalisasi khawatir akibat kondisi Terapeutik : - Ciptakan suasana terapeutik untuk yang dihadapi menumbuhkan kepercayaan Perilaku gelisah - Temani pasien untuk mengurangi Perilaku tegang kecemasan Keluhan pusing - Pahami situasi yang membuat pucat ansietas - Terjadi perbaikan (nilai 1-5) - Dengarkan dengan penuh perhatian Konsentrasi Pola tidur - Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Frekuensi nadi - Motivasi mengidentifikasi situasi Tekanan darah yang memicu kecemasan Luaran tambahahan : - Tempatkan barang pribadi yang Dukungan social memberikan kenayamanan Proses informasi Edukasi : - Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami - Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis - Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien - Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat Latih teknik relaksasi Terapi relaksasi : Observasi : - Identifikasi teknik relaksasi yang efektif digunakan - Periksan ketegangan otot, frekuensi, nadi, tekanan darah, suhu sebelum dan sesudah latihan - Monitor respon terhadap terapi relaksasi Terapeutik : - Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan - Gunakan pakaian longgar - Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama - Gunakan relaksasi sebagi strageti penunjang pemberian analgetik Edukasi : - Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang tersedia ( music, meditasi, nafas dalam, relaksasi otot progresif) - 5 Defisit Pengetahuan Luaran utama : Tingkat pengetahuan berhubungan dengan kurang Kecukupan informasikognitif yang terpapar informasi berkaitan dengan topic tertentu meningkat dengan criteria hasil : - Terjadi peningkatan (nilai 1-5) • Perilaku sesuai anjuran • Verivikasi minat dalam belajar • Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topic • Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topic • Perilaku sesuai dengan pengetahuan - Terjadi penurunan (nilai 1-5) • Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi • Persepsi yang keliru terhadap masalah - Terjadi perbaikan perilaku Luaran tambahan : Memori Motivasi Anjurkan mengambil posisi yang nyaman - Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi - Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih - Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi Edukasi kesehatan : Observasi : - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi - Identifikasi factor – factor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat Terapeutik : - Sediakan materi dan media penkes - Jadualkan pendkes sesuai kesepakatan - Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi : - Jelaskan factor risiko yang dapat mempenggaruhi kesehatan - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat - Berikan penjelasan tentang penyakit 6 Risiko Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan trauma luka operasi 7 Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi operasi Risiko deficit nurrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan 8 Proses informasi Tingkat kepatuhan Luaran Utama : Pemulihan Pasca Bedah Proses penyembuhan setelah menjalani pembedahan untuk memulai dan melakukan aktifitas sehari – hari meningkat dengan criteria hasil : - Waktu penyembuhan lebih cepat - Area luka operasi membaik - Kemampuan perawatan diri meningkat - Mobilitas fisik meningkat - Selera makan meningkat F. Prinsip Etik dan Legal Keperawatan Prinsip etik yang diterapkan oleh penulis dalam melakukan kegiatan asuhan keperawatan dalam laporan tugas akhir merujuk pada prinsip etik profesi menurut Potter dan Perry (2009), yaitu : 1. Otonomi Penulis berkomitmen terhadap subyek dalam mengambil keputusan tentang semua aspek pelayanan. Penulis memberikan lembar persetujuan yang akan dibaca dan ditandatangani subyek sebelum operasi. 2. Kebaikan Penulis melakukan tindakan positif membantu merawat subyek dalam mengatasi mobilitas fisik. 3. Tidak mencederai Penulis melakukan tindakan sesuai dengan prosedur tindakan keperawatan dan melakukan prosedur enam benar obat dalam pemberian obat. 4. Keadilan Penulis bersikap adil kepada 2 subyek yang diberikan asuhan keperawatan. 5. Kesetiaan Penulis berjanji untuk tidak meninggalkan subyek meskipun saat subyek tidak menyetujui keputusan yang telah dibuat 6. Advokasi Penulis menjaga hak subyek atau privasi fisik dan pemeriksaan. 7. Tanggung jawab Penulis bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan. 8. Akuntabilitas Penulis mampu menjelaskan alas an tindakannya kepada subyek. 9. Kerahasiaan Penulis tidak dapat menyalin rekam medis tanpa izin dari subyek. 70 DAFTAR PUSTAKA Akhyar yayan, 2008, Apendisitis, diakses 19 April 2012 from http://www. Yayanakhyar. Wordpress.com/2008/09/29/apendisitis. Anonim, 2008, Iso farmakoterapi, 288-294, PT.ISFI Penerbitan, Jakarta. Arif Muttaqin & Kumala Sari ,2011.Gangguan Gastrointestinal(Aplikasi asuhan keperawatan medical bedah),Jakarta:Salemba medika. Birnbaum BA, Wilson SR, 2000, Appendicitis at the millenium, Radiology 215:337-348. Braunwald E, Hauser S1, Jameson Jl, 2005. Harrison’s Prinsiple Of Internal. Medicine. 16th Ed. New York : The Mc Graw-Hill Companies. Brunner & Suddarth. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC. Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG. Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta. http://yenicahyaningrum.wordpress.com/ipa-viii/sistem-pencernaanpada manusia/sistem-pencernaan/organ-sistem-pencernaan/&xid. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72 M.Tucker, 1998, Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,Diagnosa dan Evaluasi, Edisi 5, Volumr 3,Jakarta:EGC. Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction Publishing. RSUP Dr.M Djamil Padang (1 Januari 2015 s/d 31 Desember 2016). kasus apendisitis. data rekam medis . Santacroce R, Craig S. 2007. Appendicitis. Available from: http://www.emedicine.com [Accessed on May, 30th 2010]. Silent W. Acute Appendicitis And Peritonitis, In: Kasper D1, Fauci As, Longo D1. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Syamsuhidayat, R., Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC. Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015, Diagnosa Keperawatan; Definisi & klasifikasi 2015=2017: Jakarta: EGC. Tzanakis NE et al, 2005. A New Approach to Accurate Diagnosis of Acute Appendicitis: world journal of surgery, April 2005, 1151-1156. Williams, L & Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Alih Bahasa Paramita. Jakarta : PT. Indeks. WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015