kejadian infeksi cacing dan gambaran kepemilikan jamban dan air

advertisement
KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN
KEPEMILIKAN JAMBAN DAN AIR BERSIH PADA
ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN
NANDA DIAN NUSANTARA 2011
“Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN”
OLEH:
Munirah Siregar
_______________
NIM: 109103000042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1433 H /2012 M
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 17 September 2012
Munirah Siregar
ii
LAPORAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEPEMILIKAN
JAMBAN DAN AIR BERSIH PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI
YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA 2011
Laporan Penelitian
Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Munirah Siregar
109103000042
Pembimbing I
Pembimbing II
Silvia FitrinaNasution, M.Biomed
Minsarnawati, SKM, M.Kes
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H /2012 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LaporanPenelitianberjudul“Kejadian
Infeksi
Cacing
dan
Gambaran
Kepemilikan Jamban danAir Bersih pada Anak Usia Sekolah Dasar di
Yayasan Nanda Dian Nusantara2011” yang diajukanoleh Munirah Siregar
(NIM:
109103000042),
telahdiujikandalamsidang
FakultasKedokterandanIlmuKesehatanpada
di
17
September2012.Laporanpenelitianinitelahditerimasebagaisalahsatusyaratmempero
lehgelarSarjanaKedokteran (S. Ked) pada Program StudiPendidikanDokter.
Jakarta, 17 September 2012
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
Pembimbing II
Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed
Minsarnawati, SKM,M.Kes
Penguji I
Penguji II
dr. Risahmawati, Ph.D
dr. Devy Ariany, M.Biomed
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Kaprodi PSPD FKIK UIN
Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, SpAndDr.dr.SyariefHasan Lutfie, SpKFR
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah swt yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat yang tiada terkira kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan riset yang berjudul “Kejadian
Infeksi Cacing Dan Gambaran Kepemilikan Jamban Serta Kepemilikan Air
Bersih Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di
Yayasan Nanda Dian
Nusantara2011”. Sholawat serta salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah
saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Penulis menyadari bahwa riset ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak DR. Syarief Hasan Lutfie, Sp. RM, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter.
3. Ibu Silvia Fitrina, M.Biomed dan Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, selaku
dosen pembimbing yang telah banyak membimbing penulis menyusun
laporan riset ini.
4. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kedokteran yang telah memberikan ilmu
yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan
penulis.
5. Pihak Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan
kesempatan menerima beasiswa kuliah sampai penulis menyelesaikanriset
ini.
6. Mba Evi sebagai laboran parasit yang setia menemani dan membimbing
selama penggunaan Laboratorium Parasit.
7. Ayah Hj. Amsir Saleh Siregar, ibu Hj. Tatta Herawati D, M.Ag serta kakak
dan adik-adik, yang tidak hentinya memberikan kasih sayang, nasihat agar
tetap semangat serta do’a yang senantiasa dipanjatkan demi kesuksesan
penulis.
v
8. Sahabat-sahabatku di Prodi Pendidikan Dokter angkatan 2009 atas motivasi
untuk menyelesaikan riset ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan riset ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semuanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan riset ini masih kurang dari
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan
di masa yang akan datang.
Jakarta, 17 September 2012
Penulis
vi
ABSTRAK
Munirah Siregar. Pendidikan Dokter.Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran
Kepemilikan Jamban dan Air Bersih pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan
Nanda Dian Nusantara. 2011.
Prevalensi kecacingan pada anak sekolah dasar di Indonesia masih cukup tinggi,
yakni sekitar 60-80%. Salah satu factor penyebab tingginya prevalensi kecacingan
tersebut adalah kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memadai.Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui angka kejadian infeksi cacing dan gambaran
kepemilikan jamban dan air bersih pada anak usia sekolah dasar di Yayasan
Nanda Dian Nusantara. Penelitian ini bersifat epidemiologi deskriptif dengan
studi Cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia SD di
Yayasan Nanda Dian Nusantara dengan sampel penelitian berjumlah 35 orang.
Data diperoleh dari kuesioner, observasi dan pemeriksaan feses di laboraorium
secara sediaan tinja basah apus dan pembiakan larva dengan cara Harada-mori.
Berdasarkan data hasil observasi dan kuesioner ditemukan bahwa 80% tidak
memiliki jamban dan 82,9% tidak memiliki air bersihnya. Hasil identifikasi
spesies cacing didapatkan25,7%anak positif terinfeksi cacing ditemukan infeksi
cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) sebesar
55,6%, Fasciolopsi sbuski sebesar 11,1%, Strongyloides stercoralis sebesar
11,1%, dan 22,2% tidak teridentifikasi.
Kata Kunci : infeksicacing, kepemilikan jamban, kepemilikan air bersih
vii
ABSTRACT
Munirah siregar. Medical Student Program. Prevalence of Worm Infection and
The Descriptive of Owning Latrines and Clean Water at Elementary School Age
Children in Yayasan Nanda Dian Nusantara. 2011.
The prevalence of Helminthiasis in primary school children in Indonesia is
remained high, about 60-80%. As one of the factor causing of this condition bad
environmental sanitation. The aim of study is to know prevalence of worm
infection and imaging of latrines condition and clean water source elementary
school student in Yayasan Nanda Dian Nusantara. Study designed in Cross
sectional with descriptive epidemiogy approachment. The population in this study
were 35 children of elementary age student of Yayasan Nanda Dian Nusantara.
Data collected was by questionnaire, observation dan laboratory examination to
examine stool by wet smears preparations and larval breeding by Harada-Mori.
Questionner and observation have resulted 80% has no latrine and 82,9% has no
clean water source. Species identification showed that from 25,7% which positive
infected, 55,6% were determined as hookworm (Ancylostoma duodenale dan
Necatoramericanus), 11,1% for Fasciolopsis buski, 11,1% for Strongyloides
stercoralis and 22,2% not identified.
The Keywords: worminfection, availability of latrines, availability of clean water
viii
DAFTAR ISI
Hal
JUDUL ………………………………………………………………....................
i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………….......................................
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...............……………
iii
PENGESAHAN ………………………………………….....................................
iv
KATA PENGANTAR …………………………………….............……………...
v
ABSTRAK …………………………………………………..............…….........
vii
DAFTAR ISI………………………………………………………........................
ix
DARTAR TABEL………………………………………………………..............
x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..................
xi
DAFTAR BAGAN ……………………………………………………................
xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………......................
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………….................
2
1.3 Tujuan …………………………………………..................……..............…...
3
1.3.1. Tujuan Umum .....………………………………………….....................
3
1.3.2. Tujuan Khusus …....……………………………………........................
3
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………..............…..
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecacingan dan Masalahnya pada Anak Usia Sekolah Dasar di Indonesia.......
4
2.1.1 Pengertian Kecacingan dan Epidemiologi Kasus pada Anak SD............
4
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kecacingan pada Anak SD..............
6
2.2 Infeksi Cacing yang Berbasis Lingkungan dan Siklus Hidupnya.....................
8
2.2.1 Soil Transmitted Helminth dan Siklus Hidupnya....................................
8
2.2.2 Spesies Penyebab dan Morfologinya......................................................
12
2.2.3 Gejala Umum Kecacingan Pada Anak Usia SD......................................
16
2.3 Masalah Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Infeksi Cacing....................
17
2.3.1 Kondisi Lingkungan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
ix
17
Transmisi Kecacingan........................................................................
2.3.2 Dampak Lingkungan Terhadap Angka Kejadian Kecacingan...............
21
2.3.3 Pemberantasan Kecacingan Berbasis Lingkungan.................................
23
2.4 Kerangka Teori.........……………………………………..............…………...
25
2.5 Kerangka Konsep …...............................................................................……..
25
2.6 Defenisi Operasional …………………………………………........
26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Disain Penelitian ………………………………..…………...............…….......
27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………..............………….
27
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………..…………………............…………..
27
3.3.1 Kriteria Sampel.....................................................................................
3.4 Cara Kerja Penelitian…………………….............…………….......…............
28
29
3.4.1 Observasi Lingkungan....................................................................
29
3.4.2 Kuesioner .....................................................................................
29
3.4.3 Pemeriksaan Laboratorium............................................................
29
3.5 Managemen Data...............................................................................................
31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..............................................................
4.2 Analisis Univariat.......................................................................................
32
32
4.2.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di
Yayasan Nanda Dian Nusantara........................................................
4.2.2 Data Minum Obat Cacing................................................................
32
4.2.3 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Infeksi Cacing.........................
33
4.2.4 Distribusi Frekuensi SpesiesCacing..................................................
34
4.2.5 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Jamban.......................................
35
4.2.6 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Air Bersih..................................
36
33
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .................... ....................................................................................
37
5.2 Saran.......................................... .....................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
38
DAFTAR LAMPIRAN
40
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan
Nanda Dian Nusantara.....................................................................................
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing.........................................................
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Infeksi Cacing.......................................
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing.................................................................
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Jamban pada Anak Usia Sekolah Dasar di
Yayasan Nanda Dian Nusantara.......................................................................
Tabel 4.6 Distribusi Ketersediaan Sumber Air Bersih pada Anak Usia Sekolah di Dasar
Yayasan Nanda Dian Nusantara....................................................................
32
33
33
34
35
36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daur Hidup Cacing Ascaris lumbricoides....................................................
9
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
10
10
12
13
13
14
14
Daur Hidup Cacing Trichuris trichiura........................................................
Daur Hidup Cacing Hookworm(cacing tambang)........................................
Daur Hidup Cacing Strongyloidesstercoralis...............................................
Cacing Ascaris lumbricoides Dewasa..........................................................
Telur Cacing Ascaris....................................................................................
Cacing Trichuris trichiura dewasa...............................................................
Telur Cacing Trichuris trichiura..................................................................
Cacing Ancylostoma duodenale Dewasa dan Necator americanus
Dewasa........................................................................................................
Gambar 2.10 Telur Cacing Ancylostoma duodenale........................................................
Gambar 2.11. Larva Rabditiform dan Larva Filariform....................................................
Gambar 2.12.Cacing Dewasa Free Living dan Cacing Dewasa Betina........ ...................
Gambar 2.13. Larva Rabditiform (kanan) dan Larva Filariform (kiri).............................
15
15
15
16
16
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori................................................................................................. 25
Bagan 2.2 Kerangka Konsep.............................................................................................. 25
Bagan 3.1 Cara Kerja Penelitian........................................................................................ 29
xi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling banyak
menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing usus
ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing, tempat tinggal yang tidak
saniter dan cara hidup tidak bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat, di
pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di Indonesia. Diantara cacing usus
yang menjadi masalah kesehatan adalah kelompok “soil transmitted helminth”
atau cacing yang ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp (cacing tambang).1
Penyakit yang disebabkan cacing yang ditularkan melalui tanah
merupakan salah satu penyakit parasitik yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia.2 Prevalensi kecacingan di Indonesisa pada umumnya
masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu
mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini.3 Di Indonesia penyakit
kecacingan tersebar luas di pedesaan dan di perkotaan dengan prevalensi semua
umur 40 %-60 % dan murid SD sebesar 60%-80%.4 Survei prevalensi
kecacingan oleh Depkes RI pada anak SD di 27 Propinsi di Indonesia tahun
2006 disebabkan oleh Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2%
dan cacing Tambang 1,0%. Prevalensi cacing usus pada murid SDWGT-Taskin
dari lima wilayah, dua wilayah yaitu Jakarta Utara dan Jakarta Barat penderita
askariasis masing- masing 80% dan 74,70% sedangkan penderita Trikuriasis di
Jakarta Selatan dan Jakarta Barat masing-masing 68,42% dan 25,30%.1
Penyakit
kecacingan
merupakan
salah
satu
penyakit
yang
berbasislingkungan. Keadaan lingkungan yang berpengaruh pada infeksi
kecacingan adalah ada tidaknya sumber air bersih dan jamban yang memenuhi
syarat kesehatan.5 Menurut Jalaluddin (2009) penelitian pada murid sekolah
dasar di kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe menemukan bahwa
sanitasi lingkungan dominan mempengaruhi infeksi kecacingan, semakin buruk
sanitasi lingkungan semakin tinggi infeksi kecacingan.6
2
Lingkungan
yang tidak memenuhi standar kesehatan diketahui
merupakan faktor resiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat. Masalah
lingkungan ini meliputi kurangnya penyediaan air bersih, kurangnya
pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang tidak sehat, pembuangan
sampah dan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik. Kasus kecacingan
lebih banyak pada anak-anak, oleh karena tanah yang tercemar kotoran (50%)
dan kebiasaan anak yang kurang mendapat perhatian orang tuanya dari segi
tempat bermain. 7
Penderita infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling
banyak menyerang anak usia sekolah dasar dan sanitasi lingkungan dominan
mempengaruhi infeksi kecacingan. Namun publikasi penelitian mengenai hal ini
belum banyak dilakukan terutama di lingkungan sekolah dasar Ciputat seperti di
sekolah Yayasan Nanda Dian Nusantara. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
guna mengetahui bagaimana angka kejadian infeksi cacing dan gambaran
kepemilikan jamban serta kepemilikan air bersih pada anak usia sekolah dasar
yang tinggal di lingkungan yang kumuh. Pendataan kejadian kecacingan secara
demografis serta pemeriksaan laboratorium sampel feses dilakukan untuk
mengetahui kelompok usia tersebut yang positif kecacingan. Observasi
lingkungan dan wawancara kuesioner dilakukan untuk mengetahui kondisi
sanitasi lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah kecacingan di Indonesia tercatat pada kelompok murid SD
sebesar 60%-80%, dan paling banyak menyerang anak usia sekolah dasar.1
Keadaan lingkungan yang berpengaruh pada infeksi kecacingan adalah ada
tidaknya sumber air bersih, jamban, sistem pembuangan yang memenuhi syarat
kesehatan. Bagaimana kejadian infeksi cacing dan gambaran kepemilikan
jamban dan air bersih pada anak usia sekolah dasar yang berlokasi di Yayasan
Nanda Dian Nusantara?.
3
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui angka kejadian infeksi cacing dan gambaran
kepemilikan jamban dan air bersih
pada anak usia sekolah dasar di
Yayasan Nanda Dian Nusantara.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui spesies cacing penyebab infeksi cacing pada
murid Sekolah Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara.
.
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kesehatan yang bertujuan membantu program
kesehatan pemerintah setempat guna memberantas masalah kecacingan pada
anak usia sekolah dasar di daerahnya.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecacingan dan Masalahnya pada Anak Usia Sekolah Dasar di Indonesia
2.1.1 Pengertian Kecacingan dan Epidemiologi Kasus pada Anak SD
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit berupa cacing, yang dapat menyebabkan infeksi ringan maupun
infeksi berat. Spesies penyebabnya dari kelas nematode usus khususnya
yang penularan melalui tanah, diantaranya Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus) dan Strongyloides stercoralis.8
Pada kasus kecacingan, maka cacing tersebut bahkan dapat
melemahkan tubuh sinangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan.9
Kecacingan biasanya terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebersihan
baik terhadap diri sendiri ataupun terhadap lingkungannya. Kecacingan
dapat menular melalui larva/telur yang tertelan dan masuk ke dalam tubuh.9
Dampak infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada
masyarakat perlu dipelajari umtuk dapat menentukan cara pencegahan.
Penyebaran infeksi Ascaris dan Trichuris mempunyai pola yang hampir
sama; demikian juga epidemiologi cacing tambang dan Strongyloides.2
a. Ascaris dan Trichuris
Beberapa survei di Indonesia menunjukkan bahwa seringkali
prevalensi Ascaris yang tinggi disertai prevalensi Trichuris yang tinggi
pula. 2
Prevalensi Ascaris yang lebih tinggi dari 70% ditemukan antara
lain di beberapa desa di Sumatera(78%), Kalimantan(79%), Sulawesi
(88%), dan Jawa Barat (90%). Di desa tersebut prevalensi Trichuris juga
tinggi yaitu untuk masing-masing daerah 83%, 83%, 84%, 91%.2
Sasongko dkk melakukan penelitian terhadap anak SD di DKI
Jakarta menyatakan bahwa prevalensi Askariasis sebesar 62,2%,
Trikuriasis 48,1%. Prevalensi cacing usus pada murid SDWGT-Taskin
5
dari lima wilayah, dua wilayah yaitu Jakarta Utara dan Jakarta
Baratpenderita askariasis masing- masing 80% dan74,70%.
1
Dan
penderita Trikuriasis di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat masing-masing
68,42% dan 25,30%.1
Di daerah endemi dengan insidens Ascaris dan Trichuris tinggi,
terjadi penularan terus-menerus. Transmisi dipengaruhi oleh berbagai hal
yang menguntungkan parasit, seperti keadaaan tanah dan iklim yang
sesuai. Kedua spesies cacing ini memerlukan tanah liat untuk
berkembang. Telur Ascaris yang telah dibuahi dan jatuh di tanah yang
sesuai, menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu pada suhu optimum
300C. Selain keadaan tanah dan iklim yang sesuai, keadaan endemi juga
dipengaruhi oleh jumlah telur yang dapat hidup sampai menjadi bentuk
infektif dan masuk ke dalam hospes.2
Jumlah telur yang dihasilkan oleh satu ekor cacing betina Ascaris
200.000 sehari, Trichuris 5000 sehari. Semakin banyak telur ditemukan
di sumber kontaminasi (tanah, debu, sayuran), semakin tinggi derajat
endemi di suatu daerah dengan infeksi yang semakin berat.2
Pada umumnya tidak ada perbedaan prevalensi infeksi Ascaris
dan Trichuris antara perempuan dan laki-laki.2
b. Hookworm (cacing tambang) dan Strongyloides stercoralis
Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30-50% di
berbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di
daerah perkebunan seperti perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat
(93,1%) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80,69%). Sasongko dkk
(2000) melakukan penelitian terhadap anak SD di DKI Jakarta
menyatakan bahwa prevalensicacing tambang 0,72%.1
Prevalensi cacing tambang cenderung meningkat dengan
meningkatnya umur. Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat
pekerjaan karyawan atau penduduk. Sebagai contoh dapat dikemukakan
sebagai berikut: kelompok karyawan yang mengolah tanah di
perkebunan karet atau teh, akan terus terpapar kontaminasi.
6
Kedua jenis cacing ini membutuhkan tanah yang gembur,
tercampur humus dan terlindung dari panas matahari langsung. Telur
cacing tambang menetas menjadi larva rabditiform dalam waktu 24-36
jam untuk kemudian pada hari ke 5-8 menjadi bentuk filariform yang
infektif. Suhu optimum bagi N.Americanus adalah 28-32⁰C dan untuk
A.doudenale 23-25⁰C. Ini salah satu sebab mengapa N.Americanus lebih
banyak ditemukan di Indonesia daripada A.doudenale.
Larva filariform cacing tambang dapat bertahan 7-8 minggu di
dalam tanah dan harus menembus kulit manusia untuk meneruskan
lingkaran hidupnya. Larva S.stercoralis berkembang lebih cepat daripada
larva cacing tambang; dalam waktu 34-48 jam terbentuk larva filariform
yang infektif. Larva ini memiliki kelangsungan hidup yang pendek di
dalam tanah yaitu 1-2 minggu, akan tetapi cacing ini memiliki satu siklus
bentuk bebas di dalam tanah yang terus-menerus menghasilkan bentuk
infektif, sehingga perkembangan bentuk bebas di tanah dapat mencapai
endemitas yang tinggi. Larva ketiga spesies ini memerlukan oksigen
dalam pertumbuhannya, oleh karena itu olahan tanah dalam bentuk
apapun di lahan pertanian dan perkebunan akan menguntungkan
pertumbuhan larva.2
2.1.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kecacingan pada Anak SD
Secara epidemiologik, faktor sanitasi lingkungan dan faktor manusia
merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian kecacingan.
1) Faktor sanitasi lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah faktor
lingkungan yang berperan sebagai media, faktor agent penyebab
penyakit, dan faktor host yaitu manusia sebagai objek dari penyakit.
Sedangkan menurut Blum untuk mewujudkan suatu keadaan sehat bagi
masyarakat, ada 4 faktor yang berperan yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan, tetapi faktor lingkungan mempunyai
pengaruh yang sangat besar.10
7
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang
berbasislingkungan.3 Faktor lingkungan seperti tanah, air, tempat
pembuangan tinja tercemar oleh telur atau larva cacing serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu
personal higiene maka dapat menimbulkan kejadian kecacingan.
Kondisi lingkungan sebagai faktor risiko terjadinya kecacingan di
propinsi Lampung antara lain adalah tempat tinggal di daerah
pemukiman di wilayah pedesaan (66,67%) dan di wilayah perkotaan
(33,33%), lantai rumah berupa lantai tanah (33,33%) sehingga tempat
bermain anak terbiasa berhubungan dengan tanah (83,33%). Permainan
anak adalah salah satu faktor yang memegang peranan penting terhadap
timbulnya kecacingan pada anak, khususnya usia sekolah dasar.
Permainan di tanah dan tanpa alas kaki merupakan penyebaran cacing
melalui kontak tanah dengan lewat kaki dan tangan saat anak bermain.7
2) Faktor manusia
Kesehatan pribadi (hygiene perorangan) adalah upaya dari
seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya
meliputi:
a. Memelihara kebersihan diri (mandi 2x/hari, cuci tangan sebelum
dan sesudah makan), pakaian, rumah dan lingkungannya (BAB
pada tempatnya).
b.
Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit.
c. Cara hidup yang teratur.
d. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani.
e. Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit.
f.
Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup
sehat seperti sumber air yang baik, kakus yang sehat.
g. Pemeriksaan kesehatan.11
Hygiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi
lingkungan, yang mana hygiene perorangan harus didukung oleh sanitasi
8
lingkungan yang baik. Dalam pemberantasan kecacinganpun ditujukan
untuk meningkatkan kesehatan perorangan dan lingkungan. Dari hasil
penelitian di Lampung, kondisi tempat bermain pada penelitian tersebut
dapat dikatakan kurang sehat, karena 50% kotoran anak dibuang oleh
orangtuanya di sembarang tempat dan 83,33% tidak mencuci tangan
dengan sabun, sehingga kotoran akhirnya masuk melalui mulut saat
memegang makanan dan memakan makanan tersebut.7
2.2Infeksi Cacing yang Berbasis Lingkungan dan Siklus Hidupnya
2.2.1Soil Transmitted Helminth dan Siklus Hidupnya
Infeksi cacing adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas
nematode ususkhususnya yang penularan melalui tanah, diantaranya Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) dan Strongyloides stercoralis.8
a. Ascaris lumbricoides
Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi
makanan dan minuman yang terkontaminasi telur cacing yang telah
berkembang. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang telah dibuahi
berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3
minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia, menetas di usus
halus. Selanjutnya larva tadi akan menembus usus halus menembus
pembuluh darah atau limfe di usus untuk kemudian dialirkan ke jantung,
kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di dalam paru-paru ini
menembus pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga
alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari
trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada
faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut
dan larva akan
tertelan ke esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva
berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai
cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.12
9
Gambar 2.1. Daur Hidup Cacing Ascaris lumbricoides13
.
b. Trichuris trichiura
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur
tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan
yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah
telur berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung
bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui
dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa
cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama
sekum. Jadi cacing ini tidak memiliki siklus paru. Masa pertumbuhan
telur mulai tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur kurang lebih
30-90 hari.2
10
Gambar 2.2. Daur Hidup Cacing Trichuris trichiura14
c. Hookworm(Cacing Tambang)
Daur hidup sebagai berikut :
Telur → larva rabditiform → larva filariform → menembus kulit
→ kapiler darah → jantung kanan → paru → bronkus → trakea→ laring
→ usus halus.2 Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit.
Infeksi ancylostoma duodenale juga dapat terjadi dengan menelan larva
filariform.
Gambar 2.3. Daur Hidup Cacing Hookworm(cacing tambang)15
11
d. Strongyloides stercoralis
Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup :
1) Siklus langsung
Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva
tumbuh masuk ke peredaran darah vena dan kemudian melalui
jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang sudah mulai
menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakhea dan
laring.Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga
parasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan
menjadi dewasa.Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan
kira-kira 28 hari sesudah infeksi.
2) Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah
berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk
bebas.Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang
menetas menjadi larva rabditiform.Larva rabditiform dalam
waktu beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan
masuk ke dalam hospes baru atau larva rabditiform tadi dapat
juga mengulangi fase hidup bebas.Siklus tidak langsung terjadi
jika keadaan lingkungan sekitar optimum yaitu sesuai dengan
keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini,
misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.2
3) Autoinfeksi
Larva rabditiform kadang menjadi larva filariform di usus
atau daerah sekitar anus. Bila larva filariform menembus mukosa
usus atau kulit perianal maka akan terjadi suatu daur
perkembangan
dalam
hospes.
Adanya
autoinfeksi
dapat
menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita yang
hidup didaerah non endemik.
12
Gambar 2.4. Daur Hidup Cacing Strongyloides stercoralis16
2.2.2 Spesies Penyebab dan Morfologinya
a. Ascaris lumbricoides
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides.
Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Cacing dewasa
mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda intestinalis yang
lain. Bentuknya silindris (bulat panjang), ujung anteriorlancip. Bagian
anterior dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan sempurna.
Cacing betina berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan cacing
jantan, dengan ukuran panjangnya 20-35 cm. Pada cacing betina bagian
posteriornya membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih sampai
kekuning kecoklatan dandiselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris
halus. Cacing jantan panjangnya10-30 cm, warna putih kemerahmerahan. Pada cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung
ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum berukuran
2 mm.17
13
Gambar 2.5. Cacing Ascaris lumbricoides Dewasa13
Gambar 2.6. Telur Cacing Ascaris lumbricoides13
b. Trichuris trichiura
Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk
karena
secara
menyeluruh
bentuknya
seperti
cambuk.
Hospes
defenitifnya adalah manusia. Cacing ini lebih sering ditemukan bersamasama dengan cacing Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup di
dalam usus besar manusia terutama di daerah sekum dan kolon. Penyakit
yang disebabkannya disebut trikuriasis. Telur Trichuris trichiura
berbentuk bulat panjang dan memiliki “sumbat” yang menonjol di kedua
ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus
yang jernih. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron. Kulit luar telur
berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Cacing jantan
panjangnya ± 4 cm, dan cacing betina penjangnya ± 5 cm.17
14
Gambar 2.7. Cacing Trichuris trichiura dewasa14
Gambar 2.8. Telur Cacing Trichuris trichiura14
c. Hookworm
Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang
medik,namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini
adalah
manusia.
Dan
keduacacing
ini
menyebabkan
penyakit
Nekatoriasis dan Ankilostomiasis. Telur cacing tambang sulit dibedakan,
karena itu apabila ditemukan dalam tinja disebut sebagai telur
Hookworm atau telur cacing tambang. Bentuk telurnya oval, dinding tipis
dan rata, warna putih. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing
tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan
mulut terbuka. Larva pada stadium filariform (Infective larvae)
panjangnya 700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang
oesophagus 1/3 dari panjang badan. Cacing dewasa jantan berukuran 8
sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing
15
Necator americanus betina dapat bertelur ±9.000 butir/hari sedangkan
cacing Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari.17
Gambar 2.9. Cacing Ancylostoma duodenale Dewasa(Kanan), Necator
americanus Dewasa(Kiri)15
Gambar 2.10. Telur Cacing Ancylostoma duodenale15
Gambar 2.11. Larva Rabditiform (kiri) dan Larva Filariform (kanan)15
16
d. Strongyloides stercoralis
Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di vilus
duodenum, bentuknya filform, halus, tidak berwarna, dan panjangnya
kira-kira 2 mm. Cara berkembang-biaknya dengan partenogenesis, telur
bentuk parasitik diletakkan dimukosa usus kemudian telur menetas
menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus dan dikeluarkan
bersama tinja. 2
Gambar 2.12. Cacing Dewasa Free Living (Kiri)
Dan Cacing Dewasa Betina (Kanan)16
Gambar 2.13. Larva Rabditiform (kanan) dan Larva Filariform (kiri)16
2.2.3 Gejala Umum Kecacingan Pada Anak Usia SD
Umumnya Ascaris lumbricoides tidak menunjukkan gejala,namun
infeksi sedang sampai berat dapat menyebabkan malnutrisi dan gejala
gastrointestinal yang tidak spesifik dan penurunan status kognitif pada anak
sekolah dasar.Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan,
kadang penderita mengalami mual, nafsu makan berkurang,diare atau
17
konstipasi.Efek yang serius bila cacing menggumpal di usus sehingga terjadi
obstruksi usus.Sedangkan gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada
di paru, yang disebut sindrom Loeffler berupa perdarahan kecil di dinding
alveolus dan timbul gangguan paru yang disertai batuk, demam dan
eosinofilia.
Untuk Trichuris trichiura, penderita terutama anak-anak dengan
infeksi yang berat dan menahun, menunjukkan gejala diare yang sering
diselingi sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang
disertai prolaps rektum.
Infeksi cacing tambang pada anak-anak tidak memberikan tanda dan
gejala. Namun, infeksi jangka panjang dapat menyebabkan defisiensi besi
dan anemia karena perdarahan dinding usus.Gejala lain berupa diare dan
kramp perut. Bila larva filariform menembus kulit dapat menyebabkan ruam
merah di kulit (ground itch). Dan bila masuk ke paru dapat menyebabkan
inflamasi paru, batuk, demam (jarang). Infeksi larva secara oral dapat
menyebabkan suara serak, mual dan muntah. Infeksi kronik dapat
menyebabkan penurunan nutrisi dan pertumbuhan.
Infeksi ringan Strongyloides stercoralis tidak menimbulkan gejala.
Infeski sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk di daerah
epigastrium tengah, tidak menjalar mungkin ada mual dan muntah, diare dan
konstipasi bergantian. Bila larva menembus kulit menyebabkan creeping
eruption yang disertai gatal yang hebat.2
2.3 Masalah Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Infeksi Cacing
2.3.1 Kondisi Lingkungan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Transmisi Kecacingan
Derajat kesehatan di Indonesia masih rendah. Apabila menggunakan
indikator Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals)
akan terlihat Indonesia tertinggal jauh dari negara lainnya. Sebagai
penyebab mendasar rendahnya derajat kesehatanmasyarakat, adalah
pengaruh faktor lingkungan (45%), faktor perilaku (30%), dan faktor
pelayanan kesehatan(20%).
18
Faktor lingkungan dapat dinilai dari berbagai cakupan diantaranya
indikator akses pada air bersih dan rumah tangga dengan lantai tanah. Data
Survei Ekonomi dan Sosial Nasional (Susenas) 2004 menunjukkan
persentase rumah tangga yang memiliki akses air bersih di perkotaan (92%)
lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (69%). Mengenai data rumah tangga
dengan lantai bukan tanahmenunjukkan persentase rumah berlantai bukan
tanah lebih tinggi di perkotaan (93%) dibanding di pedesaan (79%). Masih
adanya rumah tangga yang mempunyai lantai tanah menunjukkan
lingkungan rumah tangga yang tidak sehat. Hal ini berpotensi dan berisiko
tertular penyakit cacingan.18
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh postif
terhadap terwujudnya status
kesehatan. Sanitasi lingkungan mencakup perumahan, penyediaan air
bersih, pembuangan air limbah, jamban dan pembuangan sampah.10
Paradigma Blum tentang kesehatan terdiri dari lima faktor dimana
lingkungan mempunyai pengaruh dominan.
1. Lingkungan Rumah
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan
manusia. Menurut Poespoprojo (2002) dalam Jalaluddin (2009), rumah
yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar
namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan
layak dihuni. Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi di dalam
rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau
masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.6 Rumah Sehat
adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu
rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah
yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang
tidak terbuat dari tanah.
Sanitasi lingkungan merupakan hal yang penting yang harus
diperhatikan. Oleh karena itu untuk mencapai kemampuan hidup sehat di
masyarakat, maka hal-hal yang perlu diperhatikan:
19
a. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia.
Kebutuhan manusiaakan air sangat kompleks antara lain untuk
minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan
sebagainya. Supaya air tetap sehat dan terhindar darikuman maka air
yang digunakan harus diolah terlebih dahulu.10 Untuk itu penyediaan
air bersih harus memenuhi persyaratan seperti:
Syarat kualitas air secara fisik adalah tidak berwarna, tidak
berasa, tidak berbau dan jernih. Secara kimia air yang baik tidak
tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun mineral
terutama zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Dan syarat
bakteriologis semua air minum hendaknya dapat terhindar dari
kemungkinan terkontaminasi bakteri terutama bakteri patogen.
Mengingat bahwa tidak mungkin air yang dikonsumsi seratus persen
sesuai dengan persyaratan kesehatan, namun air yang ada diusahakan
sedemikian rupa mendekati syarat-syarat yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/MENKES/PER/IX/1990.19
b. Sistem Pembuangan
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang
yang berasal darirumah tangga, industri maupun tempat-tempat
umum lainya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau
zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta
mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal
dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri,
bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang
mungkin ada.5 Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke
sungai dan laut dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab
itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik.Air limbah
yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai
20
gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain
menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme patogen.
Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi
lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara
ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup
besar terhadap gangguanyang timbul karena pencemaraan air limbah
tersebut. Namun demikian,alam tersebut mempunyai kemampuan
yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu
dibuang.7
c. Jamban
Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia
yang penting, karena tinja manusia merupakan sumber penyebaran
penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber
pada feses dapat melalui berbagai macam jalan atau cara seperti air,
tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman sehingga menyebakan
penyakit.10 Mardiana dkk, (2000) melaporkan hasil penelitian pada
anak prasekolah atau balita di Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung
menunjukkan yang terinfeksi cacing usus melalui tanah 5,6 %, kuku
5,0% dan tinja 5,6%.1 Jadi bila pengolahan tinja tidak baik, jelas
penyakit akan mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat
disebarkan oleh tinja manusia antaralain: tipus, kolera dan
bermacam-macam cacing.
Penyebaran infeksi kecacingan tergantung dari lingkungan
yang tercemar tinja yang mengandung telur cacing. Infeksi pada
anak sering terjadi karena menelan tanah yang tercemar telur cacing
atau melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing. Maka untuk
menghindari penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang
diharapkan menggunakan jamban sebagai penampung tinjanya.
Persyaratan jamban dan kamar mandi:
1) Kamar mandi selalu dalam keadaan bersih
21
2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
berwarna terang dan mudah dibersihkan
3) Ada pembuangan air limbah dari jamban dan kamar mandi,
dilengkapi dengan penahan bau
4) Letak jamban dan kamar mandi tidak berubungan langsung
dengan tempat pengelolaan makanan (dapur, ruang makan)
5) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara
luar
6) Harus dilengkapi dengan slogan untuk memelihara kebersihan
7) Tidak terdapat penampungan atau genangan air yang dapat
menjadi tempat perindukan binatang pengerat dan serangga
8) Pembuangan Sampah
d. Pembuangan Sampah
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena
dari sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab
penyakit dan vektor. Sehingga smpah harus dikelola baik untuk
kesehatan dan keindahan lingkungan.10
2. Lingkungan Sekolah
Menurut Poespoprodjo (2002) dalam Jalaluddin (2009), di
samping lingkungan rumah, lingkungan sekolah secara tidak langsung
mempunyai sumbangan terhadap terjadinya penularan penyakit infeksi
cacing karena sebagian besar waktu anak sekolah dasar dihabiskan
dengan bermain baik di rumah maupun sekolah sehingga anak sekolah
dasar
mempunyai
potensial
untuk
terjangkit
penyakit
infeksi
kecacingan.6
2.3.2 Dampak Lingkungan Terhadap Angka Kejadian Kecacingan
Lingkungan
sangat
berpengaruh
pada
penyebaran
cacing
usus.Penyakit cacing usus sangat dipengaruhi terjadinya pencemaran tinja
pada tanah dan air, sehingga pola pembuangan tinja/kotoran akan sangat
22
menentukan. Di daerah rural dan kumuh pada umumnya tingkat sosial dan
ekonomi rendah, tingkat pendidikan terbatas maka ketersediaan jamban
yang memenuhi kriteria higienis juga sangat terbatas.Sebagai akibatnya
terjadi pembuangan kotoran di sembarang tempat seperti di semak-semak
sekitar tempat tinggal.Hal ini terlihat dari hasil penelitian di daerah
perkebunan karet di Kalimantan Selatan, ditemukan adanya kotoran di
sekitar rumah atau semak-semak dan pencemaran tanah yang tinggi oleh
telor Ascaris mencapai >70%.20
Pencemaran lingkungan melalui air karena adanya kebiasaan
membuang kotoran di sembarang tempat termasuk di sungai. Air sungai
yang tercemar akan memungkinkan terjadinya penyebaran yang lebih luas
ke daerah hilir maupun ke area pemukiman yang jauh dari local point. 20
Data penyebaran cacing usus yang luas atau jauh dari focal point
dapat dilihat dari laporan penelitian Sasongko dimana tidak dijumpai
perbedaan bermakna antara prevalensi kecacingan pada anak usia SD di
daerah perkotaan tidak berbeda secara bermakna dengan di daerah kumuh.
Hal ini juga dapat dijelaskan sebagai berikut: bila di luar lingkungan yang
memiliki tingkat sosial-ekonomi baik, perilaku pribadi baik dengan adanya
jamban dan tidak adanya pembuangan kotoransembarangan masih terdapat
lingkungan kumuh atau kondisi kesehatan dan kesadaran tentang kesehatan
masih buruk, maka lingkungan yang baik akan tetap tercemar tinja dari
lingkungan yang buruk. Hal ini akan diperparah dengan tejadinya banjir.
Lingkungan yang sangat berpengaruh pada penyebaran cacing usus
juga dapat dilihat dari hasil penelitian tentang pengobatan kecacingan.
Meskipun pengobatan dapat menurunkan angka prevalensi kecacingan
sampai >80%, akan tetapi reinfeksi terjadi dalam waktu kurang lebih 3
bulan. Hal tersebut karena pencemaran tanah yang masih tetap tinggi dan
ketahanan telur cacing yang cukup lama.20
Hasil penelitian Sasongko (2000), pemeriksaan angka kecacingan
pada anak sekolah dasar di daerah transmigrasi, pada 3 kabupaten di
provinsi Bengkulu dimana sarana sanitasi masih kurang, kualitas air dan
lingkungan belum seperti yang diharapkan (75,8% belum memenuhi syarat
23
kesehatan) serta masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatan
pribadi/lingkungan ditemukan positif Ascaris 65%, Trichuris55% dan
cacing tambang 22%.20
Dari hasil penelitian malnutrisi dan infeksi parasit terjadi bersamaan
dimana kemiskinan memastikannya dengan masih adanya perumahan yang
buruk, tingkat pendidikan yang rendah, pelayanan kesehatan yang buruk,
sanitasi yang buruk dan kurangnya air bersih.21
2.3.3 Pemberantasan Kecacingan Berbasis Lingkungan
Penyakit kecacingan tersebar luas di daerah rural maupun perkotaan
dengan
prevalensi yang tinggi dan memberikan dampak yang besar
terhadap kualitas sumber daya manusia. Kecacingan mempengaruhi
pemasukan, pencernanaan, penyerapan, dan
metabolisme makanan.
Kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak
menyebabkan kerugian serta menurunkan kualitas sumber daya manusia.
Selain
dapat
menghambat
perkembangan
fisik,
kecerdasan,
dan
produktifitas kerja, kecacingan juga dapat menurunkan ketahanan tubuh
sehingga mudah terkena penyakit lainnya.3 Penyakit yang disebabkan
parasit menjadi penyumbang utama etiologi dari malnutrisi-infeksi yang
kompleks. Penelitian menemukan bahwa infeksi kecacingan disertai dengan
penurunan pertumbuhan masa kanak-kanak dan gangguan penyerapan
nutrisi; infeksi cacing tambang mepengaruhi status besi
yang dapat
menyebabkan anemia.21
Untuk mencegah kerugian yang terjadi akibat kecacingan, maka
perlu dilakukan pemberantasan kecacingan dengan mempertimbangkan
faktor yang paling mempengaruhi kecacingan. Salah satu faktor yang
berperan yaitu faktor lingkungan yang sangat erat kaitannya dengan
kesehatan manusia. Udara, air, tanah, hewan yang ada di dalam lingkungan
merupakan faktor yang dapat menyebabkan penyakit. Lingkungan yang
tidak baik akan memberikan dampak buruk dan merugikan kesehatan.
Untuk itu keadaan tersebut harus diperbaiki, terutama pada daerah
24
pemukiman, pembuangan tinja manusia, penyediaan air bersih, pembuangan
limbah, pembuangan sampah.
Sehubungan dengan paradigma kesehatan, kondisi lingkungan
sudah seharusnya diperhatikan secara menyeluruh dan terpadu untuk
melakukan tindakan pencegahan. Faktor perilaku juga tidak seharusnya
diabaikan, dimana kegiatan promosi kesehatan berguna untuk meningkatkan
pengetahuan dengan harapan terjadinya perubahan perilaku sehat pada
masyarakat. Dengan pengetahuan yang baik, masyarakat dapat menjaga
lingkungannya dan terjadinya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dengan ditekannya kasus/masalah kesehatan terhadap penyakit berbasis
lingkungan melalui upaya/tindakan preventif dan promotif.7
Kecacingan merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan,
oleh karena itu pemberantasan penyakit cacing ini harus melibatkanberbagai
pihak. Upaya pemberantasan yang dapat dilakukan adalah dengan
melibatkan berbagai pihak melalui kegiatan promosi kesehatan. Promosi
pemberantasan kecacingan dilakukan dengan advokasi pemberantasan
cacingan antara pusat dan daerah, bina suasana untuk mendapatkan opini
positif masyarakat, dan gerakan masyarakat agar masyarakat mengenali dan
memahami tentang faktor resiko penyakit kecacingan serta pengobatan
dengan segera pada penderita baik secara massal maupun secara individu.20
Program pemberantasan kecacingan yang terdapat dalam keputusan
menteri kesehatan tentang pengendalian kecacingan untuk jangka pendek,
dengan mengurangi prevalensi infeksi cacing dengan pengobatan, dengan
pengobatan intensitas infeksi dapat ditekan, sehingga dapat memperbaiki
derajat kesehatan. Sedangkan program penanggulangan jangka panjang
dengan pemberdayaan masyarakat dan peran swasta yaitu berprilaku hidup
bersih dan sehat, meningkatkan kesehatan perorangan dan lingkungan,
sehingga diharapkan produktifitas kerja akan meningkat.3
25
2.4 Kerangka Teori
Sanitasi lingkungan :
a. Perumahan
b. Ketersediaan jamban
c. Ketersedian air bersih
d. Ketersediaan SPAL
e. Pembuangan Sampah
a.
b.
c.
d.
e.
Kebersihan pribadi:
a.
b.
c.
d.
Infeksi cacing
Spesies cacing
Siklus hidup
Patogenesis
Gejala klinis
Penatalaksanaan
Perilaku cuci tangan
Kontak dengan tanah
Penggunaan alas kaki
Kebersihan kuku
Bagan 2.1 Kerangka Teori
2.5 Kerangka Konsep
Menurut
Notoatmodjo
sanitasi
lingkungan
mencakup
perumahan,
penyediaan air bersih, pembuangan air limbah, jamban dan pembuangan sampah.
Variabel yang diteliti adalah ketersediaan jamban dan ketersediaan air bersih.
Perumahan dan ketersediaan SPAL tidak diteliti dikarenakan hanya 2 rumah yang
memenuhi syarat rumah sehat dan memiliki SPAL. Pembuangan Sampah tidak
diteliti karena sebagian besar bekerja sebagai pemulung dimana tempat tersebut
dipenuhi sampah. Kerangka konsep pada penelitian sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Ketersediaan jamban
Infeksi cacing
Ketersediaan air bersih
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
26
2.6 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Alat ukur
Hasil
Skala
ukur
1
Kepemilikan
Memiliki jamban di dalam rumah.
Jamban
Kuesioner
a.tidak
dan
b.ya
Ordinal
observasi
2
Kepemilikan
Tersedianya
air
bersih
air bersih
kebutuhan sehari-hari.
untuk
memenuhi Kuesioner
dan
a.tidak
Ordinal
b.ya
observasi
3
Infeksi
Ditemukannya satu atau lebih telur cacing atau Pemeriksaan
a.positif
Cacing
larva golongan
b.negatif
Soil Transmitted Helminth laboratorium
melalui pemeriksaan feses
Nominal
27
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan studi
Cross sectional. 22
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Nanda Dian Nusantara yang terletak
di Jl. Jambu II, Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan sesuai
rincian waktu dalam tabel berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan
Waktu
Penyusunan proposal
01 Juli 2011 - 31 Agustus 2011
Pengambilan data
01 Oktober 2011-31 Desember 2011
Pengolahan data
01 Januari 2012 – 30 Maret 2012
Penulisan laporan
01 Juni 2012 – 31 Agustus 2012
Pengumpulan laporan riset
September 2012
3.3 Populasi dan sampel
Populasi target dari penelitian ini adalah semua siswa usia SD di
Yayasan Nanda Dian Nusantara. Populasi sampel dari penelitian ini adalah siswa
usia SD di Yayasan Nanda Dian Nusantara sesuai kriteria inklusi. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dengan cara consecutive sampling pada
anak usia SD yang berada di bawah binaan Yayasan Nanda Dian Nusantara di
Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur.Jumlah sampel dihitung dengan
rumus.23
28
Keterangan :
Zα
: deviat baku alfa 1,96
Zβ
: deviat baku beta 1,036
P2
: proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya 82%
(Jalaluddin, 2009)
Q2
: 1-P2
P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti
Q1
: 1-P1
P1-P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 20%
P
: proporsi total (P1+P2)/2
Q
: 1-P
Maka hasil hitung adalah 31. Sampel pada penelitian ini berjumlah
31siswa, kemudian ditambahkan 10% sebagai cadangan sampel sehingga jumlah
sampel seluruhnya adalah sebanyak 35 (pembulatan) sampel.
3.3.1 Kriteria Sampel
Kriteria inklusi :
a. Siswa usia SD di Yayasan Nanda Dian Nusantara yang bersedia
menjadi responden sampai akhir penelitian.
b. Bersedia diambil fesesnya.
Kriteria ekslusi :
a. Data tidak lengkap
b. Drop out di tengah penelitian
c. Minum obat cacing pada saat pengambilan sampel feses
29
3. 4 Cara Kerja Penelitian
Pembuatan proposal
Survei lapangan dan observasi
Pengambilan data: pengisian kuesioner
/wawancara
pemeriksaan feses:
pemeriksaan Sediaan
Tinja Basah Apus dan
Harada-Mori
Pengolahan dan
analisis data
Penyusunan laporan
3.4.1 Observasi Lingkungan
Observasi lingkungan dilakukan untuk memperoleh data primer
tentang kondisi sanitasi lingkungan serta mengukur akurasi dan validitas
jawaban dari data kuesioner.
3.4.2 Kuesioner
Kuesioner yang ditujukan kepada anak Sekolah Dasar Yayasan
Nanda Dian Nusantara mencakup identitasdiri anak dan pertanyaan
variabel yang diteliti.
3.4.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium
sampel
feses
dilakukan
untuk
mengetahui responden yang positif kecacingan, serta mengidentifikasi
spesies cacing yang menginfeksi. Pemeriksaan dilakukan dengan
metode:
1. Pemeriksaan Sediaan Tinja Basah Apus
Bahan :
1) Lidi
2) Kaca objek
30
3) KOH
4) Tinja
Cara :
1) Letakkan setetes KOH di atas kaca objek
2) Dengan lididiambil sedikit tinja, kemudian dihancurkan di
dalam air di atas kaca objek
3) Sebarkan suspensi tinja di atas kaca objek sehingga terdapat
lapisan yang tipis tetapi tetap basah
4) Periksa dengan pembesaran lemah(objektif 10x)
2. Pembiakan Larva dengan Cara Harada-Mori
Bahan :
1) Kantong plastik es mambo
2) Kertas saring
3) Air bersih
4) Api lilin
5) Lidi
6) Tinja
Cara :
1) Oleskan tinja secukupnya pada bagian tengah kertas saring
2) Masukkan air ke dalam kantong plastik
3) Masukkan kertas saring yang sudah dioles tinja ke dalam
kantong plastik
4) Tutuplah kantong plastik dengan memakai api lilin
5) Gantunglah kantong plastik
6) Biarkan selama 4-7 hari pada suhu kamar (2-30⁰C)
7) Periksalah larva dalam air di ujung sempit kantong plastik
dengan binokulerpembesaran kecil24
Pembiakan larva dilakukan untuk menentukan spesies cacing bila
terjadi kesalahan dalam identifikasi morfologi telur serta memastikan
31
positif atau tidaknya responden terinfeksi bila hasil pemeriksaan telur
tidak terdeteksi.
3.5 Managemen Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat untuk
menjelaskan distribusi frekuensi usia, angka kejadian infeksi cacing, spesies
cacing, kepemilikan jamban dan air bersih.
32
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Yayasan Nanda Dian Nusantara terletak di Jl. Jambu II, Kelurahan
Pisangan, Ciputat Timur. Merupakan sekolah yang dibangun untuk tempat
bersekolah anak-anak di daerah sekitarnya yang berasal dari keluarga dengan
status ekonomi rendah atau sering disebut kampung pemulung. Populasi
penelitian merupakan anak usia sekolah dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara
namun observasi dilakukan ke rumah responden.
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di
Yayasan Nanda Dian Nusantara
Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No
1
2
3
Karakteristik
Populasi
Laki-laki
Perempuan
Sampel Penelitian
Laki-laki
Perempuan
Usia Responden
4-6 tahun
7-9 tahun
10-12 tahun
Jumlah
%
26
29
47,3
52,7
17
18
48,6
51,4
8
13
14
22,9
37,1
40,0
Berdasarkan tabel di atas, jumlah populasi sebanyak 55 orang dan
subyek penelitian sebanyak 35 orang.
33
4.2.2 Data Minum Obat Cacing
Tabel 4.2.Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Anak Usia Sekolah
Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No
Minum Obat Cacig
Jumlah
(% )
1
Pernah
0
0
2
Tidak Pernah
Jumlah
35
35
100
100
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 100% responden
tidak pernah minum obat cacing.
4.2.3 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Infeksi Cacing
Angka kejadian infeksi cacing pada murid Sekolah Dasar
Yayasan Nanda Dian Nusantara dapat dilihat dengan distribusi sebagai
berikut:
Tabel 4. 3. Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Infeksi Cacing Anak
Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No
Infeksi Cacing
Jumlah
%
1
2
Positif
Negatif
9
26
25,7
74,3
Jumlah
35
100
Berdasarkan hasil pemeriksaan feses pada tabel di atas
menunjukkan bahwa responden yang positif terinfeksi cacing sebanyak 9
orang dari 35 sampel keseluruhan (25,7%). Angka tersebut lebih tinggi
bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiana
(2008) pada murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan
Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh (SD-WGT-Taskin)
Jakarta Selatan dimana dari hasil penelitian tersebut jumlah murid yang
positif terinfeksi cacing sebanyak 19 murid dari 123 sampel responden
(15,45%).1 Namun presentasi yang tinggi pada penelitian ini dikarenakan
jumlah sampel yang lebih sedikit dibandingkan penelitian Mardiana
tersebut.
34
Tinggi rendahnya prevalensi infeksi kecacingan berhubungan erat
dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan yang menjadi sumber
infeksi.1 Kedua hal tersebut merupakan bagian dari faktor resiko yang
mempengaruhi tingginya jumlah responden yang positif terinfeksi
cacing, sebagaimana yang akan dibahas dalam analisa statistik
selanjutnya.
4.2.4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing
Hasil pemeriksaan feses reponden untuk identifikasi spesies
cacing padamurid dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 4. Distribusi Frekuensi Spesies Cacing pada Anak Usia Sekolah
Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara
Spesies Cacing
Jumlah
Persentase(%)
Cacing tambang
5
55,6
Fasciolopsis buski
1
11,1
Strongyloides stercolaris
1
11,1
Tidak teridentifikasi
2
22,2
9
100
Berdasarkan tabel diatas, hasil identifikasi spesies cacing dari
feses responden menunjukkan bahwa 55,6% responden terinfeksi cacing
tambang.
Tingginya
infeksi
cacing
tambang
dikarenakan
tanah
merupakan media yang mutlak diperlukan oleh cacing tambang untuk
melangsungkan proses perkembangannya.25 Secara genetik juga terdapat
perbedaan respon imun terhadap infeksi cacing tertentu seperti cacing
tambang,26 berperan penting terhadap keberadaan sejumlah cacing
tambang yang lebih mendominasi terhadap spesies lain di tubuh manusia.
Responden penelitian ini memiliki kebiasaan sehari-hari bermain
dan memulung di wilayah sekitarnya yang penuh dengan sampah.
Perilaku ini tentu tidak dapat dilepaskan dari terjadinya kontak dengan
tanah. Hasil penelitian Didik Sumanto (2010) menyatakan bahwa anak
yang memiliki kebiasaan bermain di tanah ”lama” berisiko terinfeksi
cacing tambang 3,9 kali lebih besar dibandingkan anak yang hanya
”sebentar” bermain di tanah setiap hari.25
35
Hal-hal di atas merupakan penyebab infeksi cacing tambang lebih
tinggi dibandingkan infeksi Strongyloides stercolaris dan Fasciolopsis
buski. Strongyloides stercolaris membutuhkan lingkungan sekitar yang
optimum, siklus tidak langsung biasanya berlangsung di negeri tropik
dengan iklim lembab sedangkan siklus langsung dinegeri yang lebih
dingin. Fasciolopsis buski biasanya disebabkan karena kebiasaan
memakan tumbuh-tumbuhan air yang mentah dan tidak dimasak sampai
matang.2
Untuk infeksi cacing yang tidak teridentifikasi dikarenakan pada
pemeriksaan mikroskopis feses tidak ditemukan stadium telur, sedangkan
dengan pemeriksaan Harada-Mori ditemukan larva setelah 2-3 hari feses
ditumbuhkan dalam media air, tetapi
larva tersebut sulit untuk
diidentifikasi secara mikroskopis karena kesamaan morfologi dengan
spesies lain.
4.2.5 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Jamban
Distribusi kepemilikan jamban di rumah responden dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kepemilikan Jamban Anak Usia Sekolah
Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara
No
Ketersediaan Jamban
Jumlah
%
1
2
Tidak memiliki jamban
Memiliki jamban
28
7
80
20
Jumlah
35
100
Dari tabel diatas, sejumlah 28 dari 35 responden (80%) tidak
memiliki jamban di rumahnya, dan mereka masih menggunakan jamban
umum. Namun jamban umum yang digunakan belum memenuhi syarat
jamban sehat sehingga memungkinkan penularan infeksi cacing. Perilaku
anak BAB tidak dijamban atau di sembarang tempat menyebabkan
pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing
sehingga dapat terjadi penyebaran infeksi cacing.
36
Salah satu cara transmisi atau penularan cacing adalah melalui
tempat pembuangan feses manusia dalam hal ini jamban. Hasil penelitian
Didik Sumanto (2008) menunjukkan bahwa kebiasaan buang air besar
anggota keluarga berhubungan sangat signifikan dengan kejadian infeksi
cacing tambang pada anak sekolah dengan p=0,010. Kebiasaan defekasi
anggota keluarga merupakan faktor risiko kejadian infeksi cacing tambang
pada anak sekolah. Anak dengan kebiasaan melakukan defekasi di kebun
atau halaman rumah berisiko terinfeksi cacing tambang 2,9 kali lebih besar
dibanding anak dengan kebiasaan defekasi di WC/jamban.25 Adanya telur
cacing tambang pada tinja penderita yang melakukan aktifitas defekasi di
tanah terbuka secara logis akan semakin memperbesar peluang penularan
larva cacing tambang pada masyarakat disekitarnya.25
4.2.6 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Air Bersih
Distribusi ketersedian sumber air bersih di rumah responden dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Kepemilikan Air Bersih Anak Usia
Sekolah Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara
No
Ketersediaan Air Bersih
Jumlah
%
1
2
Tidak memiliki air bersih
Memiliki air bersih
29
6
82,9
17,1
Jumlah
35
100
Sejumlah 29 dari 35 responden (82.9%) tidak memiliki air bersih di
rumahnya. Kebanyakan murid masih menggunakan sumur umum sebagai
sumber air. Salah satu penyebaran penyakit yang bersumber pada feses
dapat melalui air sehingga menyebabkan penyakit.21 Penggunaan air
minum yang tidak bersih juga memiliki hubungan dengan infeksi cacing.9
Hasil penelitian Limin Ginting (2005) menyatakan
bersih
merupakan
(OR=44,6).
27
faktor
yang
berhubungan
bahwa sarana air
dengan
kecacingan
37
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian kejadian infeksi cacing dan gambaran
kepemilikan jamban serta kepemilikan air bersih pada anak usia SD di Sekolah
Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Angka kejadian infeksi cacing tanah pada subyek penelitian adalah
25,7%.
2. Spesies infeksi cacing terbanyak berturut-turut yaitu 55,6% spesies cacing
tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus), Fasciolopsis
buski 11,11%, Strongyloides stercoralis 11,11%, tidak teridentifikasi
22,2%.
3. Responden tidak memiliki jamban sebanyak 80% dan tidak memiliki air
bersih 82,9%.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan survei dan observasi lapangan sebelum dan saat dilakukan
penelitian guna mengoreksi validitas data yang didapat dari responden.
2. Kerjasama dengan kader kesehatan setempat sangat diperlukan untuk
membantu keberhasilan penelitian sesuai yang diharapkan.
3. Untuk kader kesehatan daerah sekolah Yayasan Nanda Dian Nusantara
diharapkan tetap meningkatkan promosi kesehatan khususnya di pada
sanitasi lingkungan dan kebersihan diri murid.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar
Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah
Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan 2008; 7 :769 – 774.
2. Sutanto, Inge, dkk. Parasitologi Kedokteran Ed-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2008.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Tentang
Pedoman Pengendalian Cacingan.
Nomor: 424/MENKES/SK/VI/2006. Jakarta: 2006.
4. Agoes, Dina. Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan Dan Kecacingan Pada
Murid SD di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. [Cited 2011 March 04].
Available from:http//.www. medicastore.com
5. Kusnoputranto, H. Kesehatan Lingkungan. Jakarta; FKM UI. 2002.
6. Jalaluddin. 2009. Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan
Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di
Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe. Tesis.
Univesitas Sumatera
Utara, Medan.
7. Abidin, Z dan Karbito. Faktor Resiko Masalah Kesehatan Untuk Penyakit
Berbasis Lingkungan di Propinsi Lampung Tahun 2008. Ruwajurai 2008;2.
8. Gandahusada, S., dkk,Parasitologi Kedokteran. Ed-2.,Jakarta: FKUI. 2003..
9. ________. Cacingan pada anak. [cited 2011 March 03]. Available from;
http://medicastore.com
10. Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka
Cipta. 2003.
11. Entjang, I.Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Citra Adytia Bakti. 2001.
12. Sandjaja, B. Helminthologi Kedokteran. Cetakan Pertama. Jakarta: Prestasi
Pustaka. 2007.
13. _______. Ascariasis. Parasit Image Library. [cited 2012 February 07]. Available
from; http://www.dpd.cdc.gov
14. _______. Trichuriasis. Parasit Image Library. [cited 2012 February 07].
Available from; http://www.dpd.cdc.gov
39
15. _______. Hookworm. Parasit Image Library. [cited 2012 February 07].
Available from; http://www.dpd.cdc.gov
16. _______. Strongyloidiasis. Parasit Image Library. [cited 2012 February 07].
Available from; http://www.dpd.cdc.gov
17. Onggowaluyo,S,J. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Pendekatan Aspek
Identifikasi Diagnosis dan Klinik. Jakarta: EGC. 2002.
18. _______.
Lingkungan,Faktor
Utama
Yang
Mempengaruhi
Kesehatan
Masyarakat. Serasi 2006;10.
19. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang : Syarat-syarat Dan
Pengawasan Kualitas Air. [cited 2012 February 08]. Available from;
www.depkes.go.id
20. Marlita, R, dkk. Faktor Lingkungan dalam Pemberantasan Penyakit Cacing Usus
di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan 2005;4: 290-295.
21. Crompton, D.W.T. dkk. Controling Disease Do To Helminth Infections.
Geneva; WHO Library. 2003.
22. Sopiyuddin Dahlan, M. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran Dan Kesehatan. Ed-2. Jakarta: Sagung Seto. 2009.
23. Sopiyuddin Dahlan, M. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam
Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Ed-2. Jakarta: Salemba Medika. 2009.
24. D. Ilahude, Herry. Penuntun Praktikum Parasitologi Kedokteran. Jakarta; FKUI.
1992.
25. Sumanto, Didik. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak
Sekolah. Studi kasus kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak. Tesis.
Universitas Diponegoro.
26. Wiley, J dan Sons. Principles and Practice of Clinical Parasitology.England:
2001.
27. Ginting, L. 2005. Infestasi Kecacingan pada Anak SD di Kecamatan Sei Bingai
Langkat Sumatera Utara.
40
Lampiran 1
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Kepada,
Yth, Calon Responden
di Tempat.
Responden yang kami hormati,
Kami yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa pendidikan dokter
Uin Syarif Hidayatullah yang akan melakukan penelitian tentang “Kejadian Infeksi
Cacing dan Gambaran Kepemilikan Jamban dan Air Bersih pada Anak Usia Sekolah
Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011”.
Bersama dengan ini kami mohon kesediaan untuk menandatangani lembaran
persetujuan dan menjawab pertanyaan dengan keadaan sebenarnya. Data yang diperoleh
nantinya hanya akan dipergunakan untuk keperluan peneliti. Atas kesediaan dan
kerjasama, kami ucapkan terimakasih.
, 2011
Munirah Siregar
FORMAT PERSETUJUAN
Setelah dijelaskan maksudpenelitian, maka saya bersedia menjadi responden
dalam penelitian yang dilakukan oleh saudari Munirah Siregar dengan judul “Kejadian
Infeksi Cacing dan Gambaran Kepemilikan Jamban dan Air Bersih pada Anak Usia
Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011”.
Dengan persetujuan ini, saya tanda tangani dengan sukarela tanpa paksaan dari
pihak manapun.
, 2011
Responden
41
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN
KEPEMILIKAN JAMBAN DAN AIR BERSIH PADA ANAK USIA SEKOLAH
DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA 2011
Nomor responden :
Data Umum Responden
1. Nama
:
2. Jenis kelamin
:
3. Umur
:
4. Alamat
:
Lingkari jawaban dibawah ini:
Sanitasi Lingkungan
No
Pertanyaan
Jawaban
Kode
1
Dari mana sumber air minum adik?
1. Sumur (pompa Sanyo)
A1
2. Galon
3. PAM
2
3
Apakah di rumah adik mempunyai
1. Tidak
jamban/WC?
2. Ya
Dimana letak WC adik?
1. Tidak punya
A2
A3
2. Diluar rumah
3. Didalam rumah
5
Lihat kondisi air bersih (tidak berbau,
1. Tidak bersih
tidak berasa, tidak berwarna)?
2. Bersih (tidak berbau, tidak berasa, tidak
A4
berwarna)
6
Apakah adik pernah minum obat cacing ?
1. Tidak
A5
2. Ya
7
Kapan terakhir minum obat cacing?
1. Belum pernah
2. Tahun lalu
3. 6 bulan yang lalu
4. Sekitar sebulan yang lalu
A6
42
Lampiran 3
Gambar lokasi penelitian
Lingkungan rumah yang
dipenuhi sampah
Jamban umum
Sumur umum
Saluran pembuangan air limbah
Yayasan Nanda Dian Nusantara
43
Gambar Spesies Cacing
Telur cacing tambang
Larva S. stercoralis
Telur Fasciolopsis buski
Data Penelitian
Nama
Jenis
kelamin
Usia(thn)
Ketersediaan
jamban
Letak wc
agus
laki-laki
12
Tidak
ahyat
laki-laki
11
Ya
alfi
perempuan
9
Ya
apri
laki-laki
7
Ya
arif h
laki-laki
10
Tidak
dadang
laki-laki
7
Tidak
damar
laki-laki
9
Ya
devi
perempuan
11
Tidak
dian pratika
perempuan
11
tidak
dimas
laki-laki
5
Ya
dio
laki-laki
5
Ya
disca
perempuan
8
Ya
fahmi
laki-laki
4
Tidak
tidak
punya
di luar
rumah
di dalm
rumah
di dalm
rumah
di luar
rumah
tidak
punya
di luar
rumah
tidak
punya
di luar
rumah
di dalm
rumah
di dalm
rumah
di dalm
rumah
di luar
Sumber
air
minum
galon
galon
galon
sumur
sumur
sumur
galon
galon
galon
sumur
galon
galon
galon
Fisik air
rasa, bau,
warna)
tidak
bersih
Bersih
Infeksi
cacing
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
bersih
Negatif
tidak
bersih
tidak
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Negative
44
iis
perempuan
9
tidak
ilham
laki-laki
8
tidak
isti sarah
perempuan
11
ya
ivan
laki-laki
7
ya
lala
perempuan
10
tidak
lisa
perempuan
6
tidak
martia
perempuan
6
ya
mustofa
laki-laki
10
tidak
nia agustina
perempuan
8
tidak
nisa
perempuan
9
ya
nofendy
laki-laki
7
tidak
novi
perempuan
10
tidak
nur
perempuan
6
ya
pemas
laki-laki
6
tidak
putri widya
perempuan
8
tidak
rani
perempuan
11
tidak
renaldo
laki-laki
5
tidak
rika fadillah
perempuan
10
tidak
rizki lianti
perempuan
11
tidak
rofik
rudianto
roni
laki-laki
11
tidak
laki-laki
10
tidak
sania
perempuan
8
ya
rumah
di luar
rumah
di luar
rumah
di dalm
rumah
di dalm
rumah
tidak
punya
di luar
rumah
di luar
rumah
di luar
rumah
di luar
rumah
di luar
rumah
tidak
punya
tidak
punya
di luar
rumah
tidak
punya
di luar
rumah
di luar
rumah
di luar
rumah
di luar
rumah
di luar
rumah
di luar
rumah
tidak
punya
di luar
rumah
galon
sumur
sumur
galon
galon
sumur
sumur
sumur
galon
galon
galon
galon
galon
galon
sumur
galon
galon
sumur
sumur
sumur
galon
galon
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
bersih
Negative
Negative
Negative
Negative
tidak
bersih
tidak
bersih
bersih
Negative
tidak
bersih
bersih
Positif
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
bersih
Negative
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
tidak
bersih
Negative
Positif
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Positif
Negative
Positif
Positif
Negative
positif
Download