1 KEMATANGAN EMOSI DAN KECENDERUNGAN DEPRESI

advertisement
KEMATANGAN EMOSI DAN
KECENDERUNGAN DEPRESI TERSANGKA PENGGUNA NARKOBA
Endang Sulistyandini, Adi Heryadi
Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta
Email : [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kematangan emosi dengan kecenderungan depresi tersangka penyalahguna
narkoba, penelitian di lakukan pada 32 responden yang merupakan tersangka
penyalahguna narkoba di rutan Polda D.I. Yogyakarta.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala yang disebar
pada 32 responden. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik
analisis data untuk menguji hipotesa adalah uji hipotesis dengan menggunakan
korelasi product moment dari pearson.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian didapat nilai korelasi pearsons
sebesar -0,525, oleh karena 0,525 lebih besar dari 0,05 maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kematangan emosi dan depresi
yang berarah negatif, dengan kata lain semakin tinggi tingkat kematangan emosi
seseorang maka semakin rendah tingkat depresi orang tersebut
begitu
sebaliknya.
Kata Kunci : Narkoba, Kematangan Emosi, Kecenderungan Depresi
PENDAHULUAN
Narkoba atau kepanjangan
dari Narkotika, Psikotropika dan
Bahan
Adiktif
lainnya
keberadaannya dalam kehidupan
sehari-hari mempunyai dua sisi
kontradiktif yang harus disikapi
dengan penuh arif dan bijaksana.
Kebutuhan
akan
pengobatan
membuat pemerintah harus mengatur
ketersediaan
narkoba
demi
terpenuhinya rumah sakit, apotek
maupun toko obat, demikian juga
untuk ilmu pengetahuan sebagai
bahan penelitian. Ketidakteraturan
penyediaan
narkoba
akan
menimbulkan
peredaran
dan
penggunaan narkoba secara ilegal
yang mana akan berdampak buruk
bagi penggunanya. Dua sisi yang
saling berlawanan tersebut salah satu
faktor
penyebab
sulitnya
menanggulangi peredaran gelap
narkoba
dan
penyalahgunaan
narkoba, disamping masih banyak
faktor-faktor lain. Permasalahan
Narkotika, psikotropika dan bahan
adiktif lainnya merupakan persoalan
nasional maupun internasional yang
perlu segera kita tangani bersama
khususnya Indonesia dan Asia pada
umumnya
dalam
rangka
mewujudkan
bebas narkoba
duniatahun 2015 .
Hasil survey Nasional Badan
Narkotika
Nasional
yang
bekerjasama dengan Universitas
1
Indonesia Tahun 2011 tentang survey
Nasional
Perkembangan
Penyalahgunaan
Narkoba
di
Indonesia, diketahui bahwa angka
prevalensi penyalahgunaan narkoba
di Indonesia telah mencapai 2,2 %
atau 4,2 juta orang dari total populasi
penduduk Indonesia yang berusia
antara 10-60 tahun. Hal ini
mengalami peningkatan sebesar 0,21
% bila dibandingkan dengan
prevalensi pada tahun 2008 yaitu
sebesar 1,99 % atau sekitar 3,3 juta
orang. Dengan semakin maraknya
peredaran gelap narkoba, maka
diestimasikan jumlah penyalahguna
narkoba akan meningkat 4,58 juta
orang pada tahun 2013, apabila
upaya
P4GN
(Pencegahan,
Pemberantasan, Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba) tidak
berjalan
seefektif
mungkin
(http://www.bnn.go.id/portal/index.p
hp/konten/detail/humas/pressrelease/
11874/rapat - koordinasi-kerjasamabnnp-sulsel-melaksanakan-advokasiimplementasi-inpres-12-tahun-2011tentang-kebijakan-p4gn-ke-pt.semen-tonasa).
Direktorat Reserse Narkoba
Polda Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagai pelaksana Undang-undang
dalam memberantas Narkoba telah
menerapkan Undang-Undang No. 35
Tahun 2009 tentang narkotika dan
Undang No. 05 Tahun 1997 tentang
psikotropika untuk menjerat secara
hukum pidana bagi penyalahguna
dan pengedar serta Bandar narkoba.
Data hasil pengungkapan kasus
tindak pidana narkoba Direktorat
Reserse
Narkoba
Polda
D.I.
Yogyakarta tahun 2013 berhasil
mengungkap 228 kasus dengan
tersangka sebanyak 312 orang.
(Sumber Direktorat Reserse Narkoba
Polda DIY,2013).
Pasal 81 Undang-Undang No.
35 Tahun 2009 tentang Narkotika
disebutkan
bahwa:”Penyidik
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia dan penyidik BNN
berwenang melakukan penyidikan
terhadap
penyalahgunaan
dan
peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika berdasarkan
Undang-Undang ini”, dan didalam
proses penyelidikannya diberikan
wewenang
untuk
melakukan
penangkapan selama 3 X 24 jam
serta dapat diperpanjang 3 X 24 jam
sesuai pasal 76 Undang-Undang No.
35 Tahun 2009. Ketika proses
penyidikan dimulai maka seorang
tersangka
tindak
pidana
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba atau pecandu narkoba akan
ditempatkan disuatu ruangan khusus
di Direktorat Tahanan dan Barang
Bukti Polda D.I Yogyakarta, untuk
menjalani penahanan sementara
selama proses penyidikan dan
sebelum
diajukan
ke
tingkat
penuntutan oleh Jaksa Penuntut
Umum.
Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan oleh penulis pada
bulan Maret 2015 di Rutan Polda
D.I. Yogyakarta terlihat bahwa
seorang tersangka pecandu maupun
korban penyalahgunaan narkoba
menjadi
tidak
tenang,
tidak
melakukan aktivitas, tidak mau
makan, sedih, murung, lesu, susah
tidur, lambat dalam berbicara,
gelisah dan cemas.
Suasana
akan
semakin
memburuk
tersangka
penyalahgunaan narkoba tersebut
sudah mengalami ketergantungan
atau adiksi terhadap narkoba seperti
2
misalnya tersangka SA dan TM
maka apabila tersangka tersebut tidak
bisa memenuhi
kebutuhan akan
narkobanya ia akan mengalami
gejala putus zat atau sakaw, sehingga
akan menambah permasalahan bagi
si tersangka penyalahguna narkoba.
Seorang pecandu adalah orang-orang
yang tidak bisa hidup tanpa narkoba
dalam kehidupan mereka bahkan
untuk beraktivitas secara wajar pun
mereka
membutuhkan
narkoba/Narkotika, Psikotropika dan
Zat Adiktif (Gordon, 1999 dalam
Pranoto dan Astuti, 2006).
Ketika dilakukan pembinaan
untuk
tersangka
penyalahguna
narkoba, sebagian besar dari
tersangka tersebut menunjukkan
penyangkalan
dan
tidak
mempercayai
kalau
dirinya
ditangkap oleh penegak hukum dan
dimasukkan ke ruang tahanan.
Perasaan cemas juga
turut
menghantui
tersangka
karena
terbayang
kebebasannya
akan
terkekang sehingga kemungkinan
besar tersangka tidak akan dapat
mencari narkoba untuk memenuhi
kebutuhannya,
juga
perasaan
khawatir bahwa dia akan mengalami
putus zat atau sakaw. Kemarahan
juga kadang-kadang akan menyertai
reaksi tersangka ketika ditangkap
oleh penegak hukum, perasaan
marah ini akan dapat berakibat
negatif karena perasaan ini membuat
seseorang menjadi peka dan sensitif.
Kemarahan yang berlarut-larut akan
mengganggu kestabilan emosi atau
mengganggu suasana hati.
Para tersangka terutama yang
baru pertama kali masuk ke ruang
tahanan akan mengembangkan rekasi
kecenderungan depresi, misalnya
perasaan tidak mampu, perasaan
tidak berharga, merasa hidup tidak
berarti dan perasaan bersalah atau
berdosa (Safaria, 2005). Perasaan
tidak mampu muncul karena
tersangka merasa tidak mampu
menolak ajakan untuk tidak memakai
narkoba,
perasaan
ini
bisa
menimbulkan kebencian pada diri
sendiri sehingga perasaan ini
berdampak
tersangka
ingin
menghukum diri sendiri, seperti
memukul-mukul kepala sendiri,
membenturkan kepala ke dinding
atau menyiksa diri dengan tidak mau
menyantap
makanan
yang
dihidangkan. Tersangka tidak bisa
menjadi kebanggaan keluarganya ini
menimbulkan
perasaan
tidak
berharga dan tidak berarti, sedangkan
memakai narkoba menimbulkan
perasaan bersalah dan berdosa karena
sudah jelas hal ini melanggar
perintah dan norma agama. Reaksireaksi yang dialami tersangka ini
bisa menyebabkan kecenderungan
depresi baik depresi ringan, sedang
atau berat. Kondisi yang dialami
tersangka penyalahguna narkoba
kemungkinan karena dipengaruhi
oleh obat yang dipakai, dimana
kinerja
obat
tersebut
bisa
mempengaruhi syaraf di otak.
Menurut Hawari
(2011)
Stresor psikososial adalah setiap
keadaan atau
peristiwa
yang
menyebabkan perubahan dalam
kehidupan seseorang, sehingga orang
itu terpaksa mengadakan adaptasi
atau
penyesuaian
diri
untuk
menanggulanginya. Namun tidak
semua orang mampu melakukan
adaptasi dan mengatasi stresor
tersebut sehingga timbullah keluhankeluhan antara lain berupa stres,
cemas dan depresi. Keterlibatan
seseorang dalam masalah hukum
3
dapat merupakan sumber stress,
misalnya
tuntutan
hukum,
pengadilan, penjara dan sebagainya.
Manusia adalah makhluk
yang memiliki rasa dan emosi, hidup
manusia diwarnai dengan emosi dan
berbagai macam perasaan. Manusia
sulit menikmati hidup secara optimal
tanpa memiliki emosi, manusia
bukanlah manusia jika tanpa emosi.
Kita memiliki emosi dan rasa, karena
emosi dan rasa menjadi bagian yang
tak terpisahkan dalam kehidupan kita
sebagai manusia (Safaria dan
Saputra, 2009). Demikian juga para
tersangka yang berada dalam ruang
tahanan Polda D.I. Yogyakarta,
mereka juga mengalami shock dan
penyangkalan atau perasaan tidak
percaya, cemas, sedih, malu, marah
merupakan reaksi yang sering
dialami (Safaria, 2005 dalam
Setiawan dan Sukamto, 2007).
Menurut
James (dalam
Purwanto dan Mulyono, 2006) emosi
adalah
keadaan
jiwa
yang
menampakkan diri dengan sesuatu
perubahan yang jelas pada tubuh.
Emosi
setiap
orang
adalah
mencerminkan keadaan jiwanya,
yang akan tampak secara nyata pada
perubahan jasmaninya, misalnya
ketika seseorang diliputi emosi
marah maka wajahnya akan terlihat
memerah, nafasnya sesak, otot-otot
tangannya menegang dan energi
tubuhnya memuncak.
Seseorang
kadang-kadang
masih dapat mengontrol keadaan
dirinya sehingga emosi yang dialami
tidak
tercetus
keluar
dengan
perubahan
atau
tanda-tanda
kejasmanian seperti wajah merah
ketika marah, air mata berlinang
ketika sedih atau terharu, Hal ini
berkaitan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Ekman dan
Friesen (Walgito, 2010). Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa individu yang
memiliki kematangan emosi adalah
individu yang dapat mengendalikan
emosinya maka individu akan
berpikir secara matang, berpikir
secara baik dan berpikir secara
obyektif. Orang yang telah matang
emosinya akan dapat mengontrol
emosinya dengan baik, merespons
stimulus dengan cara berpikir baik,
tidak mudah frustasi dan akan
menghadapi masalah dengan penuh
pengertian.
Berbagai teori para ahli, hasil
observasi dan fakta yang dialami
oleh para tahanan penyalahguna
narkoba serta reaksi-reaksi yang
dialami
tersangka,
ini
bisa
menyebabkan kecenderungan depresi
baik depresi ringan, sedang atau
berat.
Kondisi
yang
dialami
tersangka penyalahguna narkoba
kemungkinan karena dipengaruhi
oleh obat yang dipakai, dimana
kinerja
obat
tersebut
bisa
mempengaruhi syaraf di otak.
Namun demikian faktor kematangan
emosi seseorang bisa mempengaruhi
tingkat
kecenderungan
depresi
seorang tersangka
penyalahguna
narkoba.
Kematangan emosi dapat
dimengerti
dengan
mengetahui
pengertian emosi dan kematangan,
kemudian diakhiri dengan penjelasan
kematangan emosi sebagai satu
kesatuan.
Istilah
kematangan
menunjukkan
kesiapan yang
terbentuk dari pertumbuhan dan
perkembangan (Hurlock, 2004).
Sedangkan emosi dalam makna
paling harfiah didefinisikan sebagai
setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu dari setiap
4
keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap. Emosi yang merujuk
pada suatu perasaan dan pikiranpikiran yang khas, suatu keadaan
biologis
dan
psikologis
dan
serangkaian
kecenderungan
bertindak (Goleman, 2005).
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007), definisi emosi
adalah luapan perasaan yang
berkembang dan surut dalam waktu
singkat, dan keadaan serta reaksi
psikologis dan fisiologis. Emosi
merupakan
suatu
kondisi
keterbangkitan yang muncul dengan
perasaan kuat dan biasanya respon
emosi mengarah pada suatu bentuk
perilaku tertentu (Lazzarus, 2007).
Kematangan emosi dapat
dikatakan sebagai suatu kondisi
perasaan atau reaksi perasaan yang
stabil
terhadap
suatu
objek
permasalahan
sehingga
untuk
mengambil suatu keputusan atau
bertingkah laku didasari dengan
suatupertimbangan dan tidak mudah
berubah–ubah dari satu suasana hati
ke dalam suasana hati yang lain
(Hurlock, 2004).
Yusuf (2006) mendefinisikan
kematangan
emosi
adalah
kemampuan individu untuk dapat
bersikap toleran, merasa nyaman,
mempunyai kontrol diri sendiri,
perasaan mau menerima dirinya
sendiri dan orang lain, serta mampu
menyatakan
emosinya
secara
konstruktif dan kreatif. Sedangkan
Walgito (2010) kematangan emosi
berkaitan erat dengan usia seseorang
dimana
seseorang
diharapkan
emosinya akan lebih matang dan
individu akan lebih menguasai atau
mengendalikan emosinya, namun
tidak berarti bahwa bila seseorang
bertambah usianya mereka dapat
mengendalikan emosinya secara
otomatis.
Berdasarkan uraian tersebut
diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kematangan emosi adalah
suatu proses untuk mencapai tingkat
emosi yang sehat sehingga individu
tersebut bisa dapat mengendalikan
emosinya dan menilai situasi secaara
kritis terlebih dahulu sebelum invidu
tersebut bereaksi secara emosional.
Menurut
Kamus
Besar
Bahasa Indonesia Kecenderungan
adalah kecondongan hati, kesudian,
keinginan
(kesukaan)
akan.
Sedangkan
pengertian
depresi
menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah keadaan tertekan
dan perasaan semangat menurun
dengan ditandai muram, sedih, loyo
karena tekanan jiwa, keadaan
merosotnya hal-hal yang berkenaan
dengan
semangat
hidup.
Kecenderungan depresi merupakan
tinggi
rendahnya
kemungkinan
seseorang mengalami gangguan yang
ditandai dengan adanya kesedihan
yang mendalam dan berkelanjutan
sehingga menurunnya harga diri,
hilangnya semangat, melambatnya
proses berpikir dan tidak dapat
menilai realitas. (Purnamasari D,
2010).
Kartono dan Gulo (Setiawan
dan Sukamto, 2000) mendefinisikan
depresi sebagai keadaan patah hati
atau putus asa yang disertai dengan
melemahnya kepekaan terhadap
stimulus
tertentu,
pengurangan
aktivitas fisik ataupun mental dan
kesukaran dalam berpikir, sedangkan
menurut Sheeve (2004) depresi
adalah gangguan mood, keadaan
melankolia yang berkepanjangan
yang muncul tanpa alasan yang jelas
atau sebagai suatu reaksi yang
5
berlebihan terhadap suatu kejadian.
Depresi
dapat
menghilangkan
kegembiraan,
hasrat,
harapan,
ketenangan
pikiran,
serta
kemampuan
untuk
merasakan
kepuasan
kerja,
hubungan
persahabatan
dan
lingkungan
sekitarnya.
Depresi
adalah
suatu
gangguan yang berlangsung cukup
lama dan disertai dengan gejalagejala spesifik yang mengganggu
kewajaran sikap dan tindakan
seseorang
atau
menyebabkan
kesedihan yang sangat dalam.
Gejala-gejala
yang
menjadi
karkteristik depresi adalah adanya
mood depresif seperti sedih, murung,
kehilangan semangat dan rasa rendah
diri. Bisa juga muncul gejala
hilangnya minat atau rasa senang
secara nyata dalam seluruh atau
hampir emua aktifitas yang biasanya
dilakukan (Safaria, 2005).
Hawari (2011) menjelaskan
bahwa depresi merupakan masalah
kesehatan jiwa yang utama, sehingga
akan menurunkan produktivitas yang
akan
berakibat
buruk
bagi
masyarakat, bangsa dan negara yang
sedang membangun. Orang yang
mengalami depresi adalah orang
yang sangat menderita dan penyebab
utama tindakan bunuh diri. Depresi
Pasca Naza adalah orang yang
menyalahgunakan Naza (Narkotika,
Alkohol dan zat adiktif) seringkali
disebabkan
karena
yang
bersangkutan mengalami kecemasan
dan atau depresi. Dan untuk
mengatasi kecemasan dan atau
depresinya itu ia menggunakan
NAZA. Tetapai sebahagian orang
lainnya menggunakan NAZA itu
hanya
untuk
bersenang-senang
semata. Padahal seperti kita ketahui
bersama NAZA ini menimbulkan
ketergantungan, sehingga apabila
pemakaian
dihentikan
akan
menimbulkan kecemasan dan atau
depresi.
Menurut Hawari
(2011)
gejala-gejala dari seorang yang
mengalami depresi adalah:
a. Keadaan perasaan sedih
b. Perasaan bersalah
c. Bunuh diri
d. Gangguan pola tidur
e. Kerja dan kegiatan-kegiatannya
f. Kelambanan
(lambat
dalam
berpikir,
berbicara,
gagal
berkonsentrasi, aktivitas motorik
menurun)
g. Kegelisahan (agitasi)
h. Kecemasan (Ansietas somatik
dan psikik)
i. Gejala Somatik (pencernaan dan
umum)
j. Kelamin (genital)
k. Hipokondiasis
(keluhan
somatik/fisik yang berpindahpindah)
l. Gejala-gejala paranoid
Dari penjabaran mengenai
definisi depresi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kecenderungan
depresi adalah suatu pemikiran
negatif tentang diri, perasaan sedih
yang mendalam, putus asa dan tidak
berpengharapan, dan merasa tidak
berguna yang manifestasinya berupa
tindakan
penarikan
diri,
dan
kegelisahan
yang
mengganggu
kewajaran sikap dan tindakan
seseorang.
Faktor yang menyebabkan
timbulnya depresi pada seseorang
individu antara lain seperti penolakan
sosial,
permasalahan
keluarga,
kejadian yang menimbulkan stres
seperti masalah dan konflik keluarga,
kurangnya
dukungan
sosial,
6
kepercayaan yang dipelajari dalam
ketidakberdayaan seseorang, dan
faktor genetis. Jadi, keseluruhan
faktor tersebut dapat disimpulkan
menjadi penyebab depresi yang
berasal dari dalam diri sendiri atau
individu, dari lingkungan, dan dari
dalam kehidupan.
HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah ada
hubungan antara kematangan emosi
dengan kecenderungan depresi para
tahanan narkoba di rutan polda diy.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif, untuk menguji
hipotesis yang dikemukakan peneliti.
A. Fokus Penelitian
Fokus
penelitian
ini
terletak pada kematangan emosi
dan
kecenderungan
depresi
tersangka penyalahguna narkoba.
Definisi operasional kematangan
emosi adalah individu yang dapat
mengendalikan emosinya maka
individu akan berpikir secara
matang, berpikir secara baik dan
berpikir secara obyektif. Orang
yang telah matang emosinya akan
dapat mengontrol emosinya
dengan baik, merespons stimulus
dengan cara berpikir baik, tidak
mudah
frustasi
dan
akan
menghadapi masalah dengan
penuh pengertian. Sedangkan
defnisi
operasional
kecenderungan depresi adalah
suatu pemikiran negatif tentang
diri, perasaan sedih yang
mendalam, putus asa dan tidak
berpengharapan, dan merasa
tidak
berguna
yang
manifestasinya berupa tindakan
penarikan diri, dan kegelisahan
yang
dapat
mengganggu
kewajaran sikap dan tindakan
seseorang.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini
adalah tersangka penyalahguna
narkoba yang sedang menjalani
masa penahanan dari bulan April
sampai dengan Juni 2015
dikarenakan terbatasnya sample
maka
keseluruhan
subyek
sebanyak 32 orang di Rutan
Polda D.I. Yogyakarta dijadikan
subyek
penelitian,
dan
berdasarkan karakteristik umur,
tingkat pendidikan dan jenis
kelamin,
Menurut Sevilla
(2006), proses yang meliputi
pengambilan
sebagian
dari
populasi, melakukan pengamatan
pada populasi secara keseluruhan
disebut dengan “sampling atau
pengambilan sampel”. Teknik
pengambilan
sampel
dalam
penelitian ini menggunakan
“teknik sampling jenuh “.
Sampling jenuh adalah tehnik
penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Hal ini sering
dilakukan bila jumlah populasi
relatif kecil (Sugiyono, 2008).
C. METODE
PENGUMPULAN
DATA
1. Alat Pengumpul Data
Instrumen penelitian
untuk variabel kematangan
emosi menggunakan skala
kematangan emosi yang
disusun mengikuti model
7
likert. Menurut Sugiyono
(2008) dengan model skala
Likert, maka variabel yang
akan
diukur
dijabarkan
menjadi indikator variabel,
kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak
untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan.
Jawaban setiap instrumen
yang menggunakan skala
Likert mempunyai gradasi
dari sangat positif (favorable)
sampai
sangat
negatif
(Unfavorable) yang dapat
berupa
kata
(Sugiyono,
2008). Aitem-aitem dalam
skala ini dibuat bervariasi
antara
pernyataan
yang
bersifat
favourable
dan
unfavourable,
hal
ini
dilakukan untuk menghindari
stereotipe
jawaban.
Pernyataan favourable adalah
pernyataan yang mendukung
atau
memihak
objek
penelitian.
Sedangkan
pernyataan
unfavourable
adalah pernyataan yang tidak
mendukung
atau
tidak
memihak obyek penelitian
(Azwar, 1998).
Adapun
bentuk
pernyataan dengan jawaban
tertutup,
artinya
subyek
hanya memilih satu di antara
beberapa alternatif jawaban
yang disediakan, dengan
memberi tanda silang.
Pemberian skor untuk
aitem pernyataan Favourable
dilakukan
dengan
memberikan skor 5 untuk
jawaban yang menunjukkan
pernyataan Sangat Setuju
(SS), memberikan skor 4
untuk
jawaban
yang
menunjukkan
pernyataan
Setuju (S), memberikan skor
3 untuk jawaban yang
menunjukkan
pernyataan
Ragu-ragu (RR), memberikan
skor Skor 2 untuk jawaban
yang
menunjukkan
pernyataan Tidak Setuju (TS)
dan memberikan skor 1 untuk
jawaban yang menunjukkan
pernyataan Sangat Tidak
Setuju (STS). Sedangkan
pemberian skor untuk aitem
pernyataan
Unfavourable
dilakukan
dengan
memberikan skor1 untuk
jawaban yang menunjukkan
pernyataan Sangat Setuju
(SS), memberikan skor 2
untuk
jawaban
yang
menunjukkan
pernyataan
Setuju (S), memberikan skor
3
untuk jawaban yang
menunjukkan
pernyataan
Ragu-ragu (RR), memberikan
skor 4 untuk jawaban yang
menunjukkan
pernyataan
Tidak
Setuju
(TS),
memberikan skor 5 untuk
jawaban yang menunjukkan
pernyataan Sangat Tidak
Setuju (STS).
Dalam penelitian ini
subyek akan diberikan skala
yang terdiri dari dua skala
yaitu skala kematangan emosi
dan skala kecenderungan
depresi.
2. Metode analisis data
Setelah
dilakukan
pengumpulan
data,
data
dianalisis
dengan
menggunakan
Korelasi
product moment dari Pearson,
8
teknik analisis ini digunakan
untuk mengungkap korelasi
atau hubungan antara dua
buah variabel penelitian
(Hadi, 2004), sehingga di
akhir
penelitian
akan
diketahui
bagaimana
hubungan antara kematangan
emosi dengan kecenderungan
depresi
pada
tersangka
penyalahguna narkoba saat
menjalani masa penahanan di
Rutan Polda D.I. Yogyakarta.
Proses analisis dalam
penelitian
ini
dilakukan
dengan bantuan program
SPSS (Statistic Program for
Social Science) versi 17 for
windows,
HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN
DAN
Correlations
Y
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
Y
X
1
-.525**
.002
N
32
32
**
X
Pearson
-.525 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .002
N
32
32
**. Correlation is significant at the
0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan
tabel
hasil
analisis korelasi tersebut, didapatkan
nilai korelasi pearson untuk variabel
kematangan emosi (X) terhadap
depresi (Y) sebesar -0,525, oleh
karena nilai 0,525 lebih besar dari
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara
kematangan
emosi
dan
kecenderungan depresi dan oleh
karena tanda dari korelasi pearsons
negatif, maka dapat disimpulkan
bahwa hubungan antara kematangan
emosi dan kecenderungan depresi
tersebut berlawanan, yakni semakin
rendah kematangan emosi seseorang
maka
tingkat
kecenderungan
depresinya akan semakin tinggi,
begitu sebaliknya jika tingkat
kematangan emosi seseorang tinggi
maka
tingkat
kecenderungan
depresinya rendah. Hasil uji korelasi
ini juga memberikan penjelasan
bahwa sekitar 52,5% kecenderungan
depresi dijelaskan oleh kematangan
emosi responden, sedangkan sisanya
dijelaskan oleh sebab-sebab lain di
luar kematangan emosi responden.
Penelitian yang menggunakan
sampel berjumlah 32 responden yang
merupakan tersangka penyalahguna
narkoba yang sedang menjalani masa
penahanan di Rutan Polda D.I.
Yogyakarta, dapat digambarkan
sebagai berikut,dari 32 responden
tersebut sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki, hal ini sejalan
dengan data BNN ( Badan Narkotika
Nasional ) dari tahun ke tahun yang
menunjukkan proporsi jenis kelamin
laki-laki yang selalu jauh lebih besar
dibandingkan dengan proporsi jenis
kelamin perempuan.
Dari segi umur, responden
juga didominasi oleh responden yang
berumur antara 16 sampai dengan 32
tahun, hal ini sejalan dengan data
BNN ( Badan Narkotika Nasional )
dari
tahun
ke
tahun
yang
menunjukkan
proporsi
jumlah
pengguna narkoba terbanyak ada
pada usia remaja (16 sampai dengan
29 tahun).
9
Dari segi tingkat pendidikan,
responden penelitian didominasi oleh
para responden dengan tingkat
pendidikan SMA, hal ini sejalan
dengan data dari BNN ( Badan
Narkotika Nasional ) dan RSKO (
Rumah Sakit Ketergantungan Obat )
yang menunjukkan bahwa proporsi
terbesar
penyalahguna
narkoba
adalah
para
tersangka
yang
berpendidikan SMA.
Seseorang yang terjerumus ke
dalam narkoba seringkali memiliki
kematangan emosi yang rendah, hal
ini juga dapat menyebabkan mereka
terjerumus kembali dalam narkoba
meskipun sudah direhabilitasi dan
dinyatakan
sembuh
dari
ketergantungan narkoba, dalam
penelitian ini 32 sampel yang
diambil sebagai obyek penelitian
ternyata sebagian besar dari mereka
mempunyai tingkat kematangan
emosi tinggi dan sedang, hal ini
sejalan dengan hasil penelitian
Fitriyani
dkk
(2012)
yang
menunjukkan ada pengaruh yang
signifikan dimana kematangan emosi
dan self-efficacy mempengaruhi
craving pada mantan pengguna
narkoba, Dari hasil observasi dan
data penelitian, sebagian responden
telah menunjukkan beberapa gejala
kecenderungan depresi baik tingkat
rendah maupun sedang,. Hasil
tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Melati (2014) yang
menyebutkan bahwa narkoba dapat
menyebabkan gangguan mental,
depresi mental, gangguan jiwa dan
menyebabkan
penggunanya
melakukan tindak kejahatan.
Dari hasil penelitian ,
sebagian besar responden telah
memiliki kematangan emosi tingkat
sedang dan tinggi, sedangkan
ditinjau dari segi kecenderungan
depresi, sebagian besar responden
mengalami kecenderungan depresi
rendah dan ada juga yang tidak
mengalami depresi, hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang
menyebutkan
bahwa
hubungan
kematangan
emosi
dengan
kecenderungan
depresi
adalah
berlawanan, yakni semakin tinggi
tingkat kematangan emosinya maka
semakin rendah kecenderungan
depresinya. Hal ini diperkuat dengan
hasil analisis korelasi yang dilakukan
peneliti, yang menunjukkan adanya
hubungan yang negatif antara
kematangan
emosi
dengan
kecenderungan depresi , yang artinya
semakin tinggi tingkat kematangan
emosi maka semakin rendah tingkat
kecenderungan depresinya. Begitu
juga sebaliknya, semakin rendah
tingkat kematangan emosi maka
semakin
tinggi
tingkat
kecenderungan depresinya. Hasil
penelitian ini sejalan dengan
Mahmudah,
H
(2010)
yang
menyatakan bahwa
terdapat
hubungan negatif yang signifikan
antara Emotional Quotient dan
derajat depresi.
Dari hasil analisis korelasi
juga didapatkan kesimpulan bahwa
sekitar 52,5% kecenderungan depresi
respsonden dapat dijelaskan oleh
kematangan emosinya, sedangkan
sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab
lain di luar kematangan emosi
responden. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Aditomo, dkk (2004)
yang
menunjukkan
bahwa
kecenderungan depresi dipengaruhi
juga oleh faktor perfeksionisme dan
keinginan menonjolkan harga diri di
samping kematangan emosi.
10
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil analisa yang telah
dilakukan
oleh
peneliti
menunjukkan
bahwa
ada
hubungan negatif yang signifikan
antara kematangan emosi dengan
kecenderungan depresi tersangka
penyalahgunaan narkoba yang
sedang
menjalani
masa
penahanan di Rutan Polda D.I.
Yogyakarta. Semakin tinggi
tingkat kematangan emosi maka
semakin
rendah
tingkat
kecenderungan
depresinya.
Begitu juga sebaliknya, semakin
rendah tingkat kematangan emosi
maka semakin tinggi tingkat
kecenderungan depresinya.
B. Saran
Ada beberapa saran yang
dikemukakan peneliti berkaitan
dengan hasil penelitian, antara
lain:
1. Bagi Direktur Tahanan dan
Barang Bukti Polda D.I.
Yogyakarta hasil penelitian
ini dapat menjadi masukan
untuk menurunkan tingkat
kecenderungan
depresi
dengan
meningkatkan
kematangan emosi melalui
pendampingan baik oleh
psikolog,
rohaniawan
maupun tenaga ahli lainnya.
2. Bagi keluarga tersangka
hendaknya dapat memberikan
dukungan baik moril maupun
spiritual.
3. Bagi penelitian selanjutnya,
sebaiknya
jika
akan
dilakukan penelitian terhadap
subyek yang berada di bawah
pengaruh obat-obatan, maka
sebaiknya
dilakukan
pendampingan, karena ada
sebagian responden yang
mengalami
sakit
karena
pengaruh obat-obatan yang
dipakai sehingga memberikan
data yang tidak valid bagi
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aditomo,
dkk
.
2014
.
Perfeksionisme, Harga Diri
dan Kecenderungan Depresi
pada Remaja Akhir . Jurnal
Psikologi . Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada
Azwar, S. 2014. Metode Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Depdikbud. 2007. Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia.
Departemen Pendidikan dan.
Kebudayaan. Balai Pustaka.
Jakarta.
Fitriani N dkk (2012) . Kepekaan
Humor dengan Depresi pada
Remaja Ditinjau dari Jenis
Kelamin. Jurnal. Yogyakarta
Universitas Ahmad Dahlan
Goleman, D. 2005. Emotional
Intelligence. Alih bahasa: T.
Hermaya. J akarta: Penerbit
PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, S. 2004. Statistik Jilid 2.
Yogyakarta: Andi Offset.
Mahmudah, H. 2010. Hubungan
Emotional Quotient (EQ)
dengan Derajat Depresi pada
11
Siswi kelas XI Madrasah
Aliyah Pondok Pesantren
Islam Al-Mukmin Ngruki
Sukoharjo.
Surakarta:
Fakultas
Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
Hawari, D. 2011. Manajemen Stres,
Cemas dan Depresi. Jakarta:
Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia.
http://www.bnn.go.id/portal/index.ph
p/konten/detail/humas/pressre
lease/11874/rapat-koordinasikerjasama-bnnp-sulselmelaksanakan-advokasiimplementasi-inpres-12tahun-2011-tentangkebijakan-p4gn-ke-pt.semen-tonasa,
diakses
tanggal 1 November 2014.
ditinjau dari konsep diri pada
waria Undergraduate thesis,
Widya Mandala Catholic
University Surabaya
Purwanto, Y. dan Mulyono, R. 2006.
Psikologi Marah. Bandung:
Refika Aditama.
Pranoto, L.S. dan Astuti, Y.D. 2006.
Pengaruh Craving dalam
Pencapaian Kondisi Clean
dan Sober Pecandu NAPZA.
Jurnal Psikologi, nomor 22
Volume XI Juli 2006, hal.
107-122.
Safaria,
T.
2005.
Autisme:
Pemahaman Baru untuk
Hidup Bermakna bagi Orang
Tua. Yogyakarta: Penerbit
Grha Ilmu.
Hurlock,
E.
2004.
Psikologi
Perkembangan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka.
Safaria, T. dan Saputra, N.E. 2009.
Manajemen Emosi. Jakarta:
Sinar Grafika Offset.
Hurlock, E.B. 2006. Perkembangan
Anak. Jilid 1 Edisi 6. Jakarta:
Erlangga.
Setiawan, J.L, dan Sukamto, M.E.
2007.
Hubungan
antara
Kecerdasan Emosional dan
Depresi pada Ibu yang
Memiliki
Anak
dengan
Gangguan Autisme. Jurnal
Psikologi nomor 23 tahun XII
Januari 2007, hal. 21-29.
Lazzarus, S. R. 2007. Emotion and
Adaptation.
New
York:
Oxpord Univercity Press.
Melati, Rima . 2014 . Perilaku Sosial
Remaja Putri Penyalah Guna
Narkoba di Perumahan BTN
Manggar Balikpapan Timur .
Jurnal Ilmu Sosiatri .
Balikpapan : Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Mulawarman.
Purnamasari
D.
Kecenderungan
Sevilla, C. 2006. Pengantar Metode
Penelitian.
Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Sheeve, C.M. 2004. Mengenal dan
Mengatasi Depresi. Alih
Bahasa:
Anum
Gayatri.
Jakarta: Penerbit Arcan.
2010,
depresi
12
Sugiyono, 2007
Penelitian.
Beta
Statistik untuk
Bandung: Alfa
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika
Walgito, B. 2010, Psikologi Umum.
Yogyakarta: Andi.
Yusuf,
S.
2006.
Psikologi
Perkembangan
Anak
&
Remaja. Bandung: Penerbit
PT Remaja Rosdakarya.
13
Download