PEMANFAATAN KACANG HIJAU SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Yusuf Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT E-mail: [email protected], [email protected] ABSTRAK Salah satu indikator kemiskinan adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan. Bahan pangan dari kacang hijau kaya unsur makro, mikro, vitamin dan asam amino dapat memperlancar peredaran darah, kaya serat, vitamin, mengobati kolestrol, dan cocok untuk ibu hamil karena mengandung asam folat, vitamin B1, B2, protein, karbohidrat, Ca, dan pospor. Selain itu kacang hijau toleran kekeringan sehingga sesuai dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat NTT. Ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pemanfaatan kacang hijau sebagai pangan fungsional, guna mendukung diversifikasi pangan di NTT. Kata kunci: kacang hijau, pangan fungsional, diversifikasi ABSTRACT Utilization of mungbeans as a functional food, to support food diversification in NTT. One major indicator of poverty is the lack of adequacy and quality of food. Foodstuffs rich content of mungbeans macro elements, micro, vitamins and amino acids which can accelerate blood circulation, rich in fiber, vitamins, treating cholesterol, good for pregnant women because it contains folic acid, vitamins B1, B2, protein, carbohydrates, Ca, and phosphorus. Besides green bean plants drought tolerant so in accordance with the socio-economic situation of society NTT. This provides opportunities for people to improve the household economy through the utilization of mungbeans as a functional food, to support food diversification in the province. Keywords: mungbeans, functional food, diversification PENDAHULUAN Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu sentra produksi kacang hijau di Indonesia, dan pada tahun 2004 berhasil melepas varietas unggul nasional yang berasal dari Kabupaten Belu. Komoditas ini banyak mengandung karbohidrat sehingga menjadi pilihan dalam diversifikasi sumber karbohidrat selain serealia. Kacang hijau juga mengandung protein dan vitamin A, sehingga berperan dalam meningkakan gizi keluarga. Komoditas ini potensial dimanfaatkan sebagai pangan fungsional, mengingat kemiskinan merupakan salah satu fenomena di NTT. Penanggulangan kemiskinan menempati prioritas pertama dari sembilan sektor pembangunan, dengan target menurunkan jumlah masyarakat miskin menjadi 14,4% (Jurnal Flobamora 2010). Kacang hijau merupakan salah satu bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia karena mengandung unsur makro, mikro, vitamin, dan asam amino yang dapat memperlancar peredaran darah, kaya akan serat, vitamin A, mengobati kolesterol, baik untuk ibu hamil dan Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014 741 menyusui karena mengandung asam folat, vitamin B1, vitamin B2, protein, KH, Ca, dan fosfor (http://trik-tips-sehat-blogspot.com.) Komoditas ini diminati oleh masyarakat NTT, sebagaimana tercermin dari luas area tanam. Pada tahun 2010 luas area kacang hijau 25.601 ha, kacang tanah 13.877 ha dan kedelai 7,406 ha (Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura 2011). Provinsi NTT menempati urutan keempat secara nasional, di mana luas tanam kacang hijau pada tahun 2004 mencapai 24.012 ha (Subandi dkk. 2007). Pada tahun 2005, produksi kacang hijau NTT 16.695 ton biji kering dari area panen 20.010 ha dengan produktivitas 0,83 t/ha. Dibandingkan dengan tahun 2001 produktivitas kacang hijau NTT pada tahun 2005 meningkat, namun produksi menurun akibat luas panen turun sebesar 16,7%. Sejak tahun 2001 hingga 2005 produksi kacang hijau di NTT cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan 0,38% per tahun karena naiknya produktivitas dengan pertumbuhan 4,25% per tahun, tetapi luas panen menurun dengan laju 0,72% per tahun (BPS 2005). Pada tahun 2012 produksi kacang hijau NTT 11.478 t biji kering dari area panen 13.183 ha dengan produktivitas 0,87 t/ha. Produksi kacang hijau pada tahun 2012 meningkat 10,28% dibanding tahun 2011, karena meningkatnya luas panen 7,11%. Selama 10 tahun terakhir produksi kacang hijau NTT, cenderung menurun dengan laju 3,99% per tahun akibat menurunnya luas panen sebesar 4,44% per tahun (BPS 2012). Tabel 1. Perkembangan luas panen, produksi dan produksi kacang hijau di Nusa Tenggara Timur, 2001-2005 dan 2006-2012. Tahun Perkembangan luas panen (ha) (%) 2001 20.596 2002 23.732 2003 24.606 2004 24.012 2005 20.010 Pertumbuhan (%/tahun) 2006 22.958 2007 24.694 2008 28.015 2009 24.277 2010 15.767 2011 12.307 2012 12.183 Pertumbuhan (%/thn) Produktivitas t/ha 19,10 15,23 3,68 -2,11 -16,67 -0,72 0,71 0,81 0,81 0,83 0,84 14,73 7,56 13,45 -13,34 -35,05 -21.94 7,11 -4,44 0,84 0,84 0,84 0,84 0,85 0,85 0,87 Perkembangan (%) 0,99 1,00 1,49 1,34 0,60 4,25 1,08 -0,12 -0,83 0,83 1,42 -0,94 2,95 0,80 Produksi ton 16.441 19.120 20.135 19.896 16.685 19.354 20.802 23.392 20.447 13.462 10.408 11.478 Perkembangan (%) 18,28 16,29 5,31 -1,19 -16,09 0,38 15,93 7,48 12,45 -12,58 -34,16 -22,69 10,28 -3,99 Sumber: BPS NTT 2005 dan 2012. Saat ini mulai berkembang kacang hijau varietas Vima-1 dan diminati oleh sebagian besar masyarakat NTT, terutama di Timor Barat. Menurut beberapa petani di Kelurahan 742 Yusuf: Pemanfaatan Kacang Hijau sebagai Pangan Fungsional Mendukung Diversifikasi Pangan di NTT Naibonat, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, varietas Vima-1 memiliki kelebihan, antara lain masak serempak, dan apabila dimasak biji cepat empuk dan merata. Keunggulan lainnya dari varietas Vima-1 adalah potensi hasil tinggi 1,76 t/ha, umur genjah 57 hari, tahan penyakit embun tepung, kandungan protein tinggi 28%, lemak rendah 0,4%, dan pati tinggi 67,6% (Balitbang Pertanian 2013). Kacang hijau dikonsumsi masyarakat NTT sebagai bahan pangan campuran beras menjadi nasi kacang hijau, bubur, dan tauge. Selain itu kacang hijau relatif mudah diusahakan, cepat dipanen, toleran kering, mudah dipasarkan, dan mempunyai nilai jual relatif tinggi. Sesuai dengan sifat kacang hijau yang toleran kekeringan dan bergizi tinggi maka tanaman ini sesuai dengan kondisi iklim dan sosial masyarakat NTT. Vima-1 dapat sebagai alternatif bagi petani dalam memilih varietas unggul kacang hijau yang prospektif dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional mendukung diversifikasi pangan dan industri benih. Makalah ini mengemukakan prospek pemanfaatan kacang hijau sebagai pangan fungsional di NTT. Pembahasan meliputi (1) kandungan gizi dan fungsional kacang hijau, (2) pengaruh beberapa teknologi pengolahan terhadap kandungan gizi kacang hijau, dan (3) prospek pemanfaatan kacang hijau sebagai pangan fungsional. KANDUNGAN GIZI DAN FUNGSIONAL KACANG HIJAU Tanaman kacang hijau sebagai sumber protein nabati dan karbohidrat sangat berguna bagi pemenuhan gizi keluarga dan dapat berproduksi dalam kondisi terbatasnya pengairan seperti di NTT. Kacang hijau kaya protein seperti Isoleusin 6,95%, Leucin 12,90%, Lysin 7,94%, Methionin 0,84%, Phenylalanin 7,07%, Thereonin 4,50%, Valin 6,23%, dan asam amino nonesensial. Selain untuk kesehatan tubuh, kacang hijau juga berkhasiat sebagai obat tradisional penyakit beri-beri, antisterilitas, memperlancar air kencing, dan menghaluskan kulit wajah (Rukmana 1996). Dengan kompleksnya manfaat kacang hijau bagi kesehatan dan memegang peranan penting dalam pencegahan penyakit maka komoditas ini termasuk pangan fungsional (functional food). Pangan fungsional bukan berupa obat melainkan dapat dikonsumsi bebas seperti makanan pada umumnya tanpa dosis. Pangan fungsional menurut (Suarni dkk. 2011) adalah bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan seseorang. Hal yang paling penting adalah mencegah penyakit degeneratif dan meningkatkan daya tahan tubuh, khususnya pada pemulihan pascasakit. Saat ini penggunaan pangan fungsional untuk kesehatan telah berkembang luas, salah satu faktor pendukungnya adalah keinginan banyak orang untuk meningkatkan kesehatan secara alami dan murah. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh efek samping yang merugikan akibat mengkonsumsi obat-obatan kimia yang telah banyak terbukti, sehingga timbul keinginan untuk menggunakan bahan-bahan alami untuk meningkatkan kesehatan. Terkait dengan bahan pangan fungsional, jumlah penduduk miskin di NTT pada 2011 adalah 1.013 juta orang (21,23%) (Pemda NTT 2011), sebagian besar (88,45%) yang tinggal di pedesaan. Pelaksanaan program pembangunan Desa Mandiri Anggur Merah di NTT, diharapkan dapat menciptakan masyarakat desa yang maju dan produktif (increased income and living standard). Program ini sebagai solusi dalam meningkatkan pendapatan per kapita, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014 743 menurunkan angka kemiskinan yang masih mencapai 21,2%, dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian. Secara operasional, pembangunan perdesaan sangat strategis karena sebagian besar tenaga kerja bekerja pada sektor pertanian. PENGARUH BEBERAPA TEKNOLOGI PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI KACANG HIJAU Pengolahan kacang hijau di tingkat rumah tangga di NTT berkembang sangat lambat dan bahkan cenderung tidak berkembang. Umumnya petani masih menjual kacang hijau dalam bentuk bahan baku primer dan membeli hasil olahan industri besar dengan harga yang jauh lebih mahal. Kacang hijau dapat diolah menjadi tepung. Pengembangan aneka olahan dari aneka tepung diharapkan memberikan nilai tambah ekonomi dan meningkatkan nilai sosial dari kacang hijau itu sendiri. Pengolahan kacang hijau dari aneka tepung menjadi produk olahan seperti tiwul instan, kue basah, kue kering, dan beberapa jenis olahan lain banyak dijumpai di beberapa kota di Jawa. Dengan introduksi teknologi diversifikasi produk olahan melalui pemanfaatan tepung berbasis kacang hijau diharapkan nilai ekonomi komoditas ini meningkat, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Makanan dari kacang hijau dapat berupa onde-onde, kolak, dan bubur. Kacang hijau juga dapat dijadikan tepung atau biasa disebut tepung hunkwe. Tepung ini digunakan dalam pembuatan berbagai jenis kue, es krim tradisional, dan mie soun. Kacang hijau mudah berkecambah, yang sering disebut tauge yang mengandung enzim-enzim aktif yang dapat membantu metabolisme karbohidrat (http://www.diahmd.student.umm.ac.id). Diversifikasi tepung olahan adalah mengusahakan satu jenis komoditas menjadi lebih dari satu produk. Misalnya, menanam kacang hijau kemudian hasilnya diolah menjadi kue kering, kue basah, bapia, mengemas, dan mendistribusikan kepada konsumen. Sementara pengolahan kacang hijau menjadi aneka tepung adalah salah satu usaha untuk mendapatkan produk setengah jadi kemudian diolah menjadi barang jadi. Dalam 100 g tepung kacang hijau terdapat protein 4,5 g, karbohidrat 83,5 g, lemak 1,0 g, kalsium 50,0 mg, fosfor 100 mg, dan zat besi 1 mg (http://www. organusasi.org). Hasil penelitian Doa dan Seran (2007) menunjukkan kacang hijau lokal Belu ungu setelah diolah menjadi tauge memiliki kandungan protein, lemak, dan pati yang meningkat sedangkan kandungan gula menurun, protein 35,7%, lemak 0,86%, karbohidrat 14,1%, pati 21,5%, dan gula 2,5%. Dalam bentuk biji kandungan proteinnya mencapai 27,9%, lemak 0,8%, karbohidrat 36,2%, pati 19,0%, dan gula 3,13%. Hasil penelitian BPTP Jawa Timur (2003) menunjukkan tepung kacang hijau dapat dijadikan tepung komposit dalam pembuatan tiwul instan untuk meningkatkan kandungan gizi tiwul. Jika ditambahkan tepung kacang hijau 20%, tiwul memiliki kadar air 9,07%, protein 6,09%, lemak 0,35%, abu 1,56%, dan serat kasar 5,76%. PROSPEK PEMANFAATAN KACANG HIJAU SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL Pemanfaatan kacang hijau sebagai bahan pangan fungsional sangat prospektif di NTT dilihat dari perkembangan dan pengembangannya. Kacang hijau berkembang dengan baik, tidak hanya produksi dan area tanam yang semakin meningkat setiap tahun tetapi juga semakin tingginya minat masyarakat NTT memanfaatkan kacang hijau sebagai bahan 744 Yusuf: Pemanfaatan Kacang Hijau sebagai Pangan Fungsional Mendukung Diversifikasi Pangan di NTT pangan. Dalam hal ini kacang hijau digunakan sebagai bahan campuran beras menjadi nasi, bubur kacang hijau, bahan campuran sayur, terutama daun singkong dan kangkung. Kacang hijau yang kaya nutrisi tentu bermanfaat bagi kesehatan masyarakat, terutama masyarakat miskin di pedesaan. Kacang hijau Belu mengandung unsur makro dan mikro, protein, lemak, serat kasar, pati, karbohidrat, dan gula. Kandungan protein kacang hijau Belu yang berhipokotil ungu mencapai 27,9%, lemak 0,77%, karbohidrat 36,2%, pati 19,0%, dan gula 3,1% (Doa dan Seran 2007). Kacang hijau mengandung asam amino cukup tinggi dan beberapa vitamin yang sangat dibutuhkan tubuh, yakni asam amino tryptofan dan lysin. Dalam 100 g biji kacang hijau Belu terdapat tryptofan 96 mg, lysine 197 mg, asam amino glutamat 297 mg, juga mengandung beberapa vitamin seperti vitamin B1, B2, B3, B5, B12, D, E, dan vitamin K. Atas dasar indikator tersebut, maka mengonsumsi kacang hijau sangat baik untuk menjaga kesehatan jantung dan mengurangi gangguan kesehatan orang yang mengonsumsi lemak tinggi. KESIMPULAN Kondisi agroekosistem NTT sesuai untuk pengembangan kacang hijau. Sebagai pangan fungsional, kacang hijau mengandung protein, kandungan serat, karbohidrat, asam lemak esensial, vitamin, mineral, enzim aktif, dan kaya antioksidan. Untuk meningkatkan nilai gizi kacang hijau diperlukan introduksi teknik pengolahan kacang hijau. Teknologi diversifikasi pengolahan diharapkan mampu meningkatkan nilai ekonomi kacang hijau sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Pengolahan kacang hijau menjadi diversifikasi tepung merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan produk setengah jadi atau menjadi produk jadi. DAFTAR PUSTAKA BPS, 2005. Statistik Pertanian Nusa Tenggara Timur, 2005. Badan Pusat Statistik Provinsi NTT. Balitbang Pertanian, 2013. 300 Teknologi Inovatif. Badan Litbang Pertanian. Badang Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian 2013. Doa, A. dan Y. Seran, 2007. Analisis Kandungan Nutrisi Kacang Hijau Belu Dalam Prespektif Pemenuhan Status gizi Keluarga Bagi Masyarakat Subsisten di Lahan Kering, 2007. Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Hasil Hasil Penelitian Pertanian dan Peternakan Dalam system Usahatani Lahan Kering. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007. Jurnal Flobamora, 2010. Efektifitas Program Pemberdayaan Sosial Bagi Masyarakat Miskin di Provinsi NTT, 2010. Vol VI. ISSN: 0216–2741. http://www.trik-tips-sehat-blogspot.com. Manfaat kacang hijau untuk kesehatan. Diakses 20 September 2013. http://ww.organisasi.org, 2012. Isi kandungan-gizi-tepung-hunkwee-komposisi-nutrisi-bahanmakanan (Diakses 3 April 2014). Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2011. Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi Pertanian BPTP Jawa Timur, 2003. Pemerintah Provinsi NTT, 2011. Bisnis Plan. Program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah. Pemerintah Provinsi NTT, Kupang 2011. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014 745 Rukmana. R., 1996. Kacang Hijau. Budidaya dan Pascapanen. Penerbit Kanisius. Subandi, Anwari dan R. Iswanto, 2007. Peluang Pengembangan Varietas Unggul Kacang Hijau Asal Galur MML 157-Kp-1 Di NTT. Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Pertanian dan Peternakan. Dalam system Usahatani Lahan kering. Kupang, 7– 8 Desember 2007. BP2TP Departemen Pertanian Suarni dan Yasin, 2011. Jagung Sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan. Membahas isu pembangunan pertanian tanaman pangan. ISSN 1907-4263. Vol. 6 No. 1 Mei 2011. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. DISKUSI Pertanyaan: 1. Prof. Dr. Sudaryono (Balitkabi) Jawaban: 1. Berangkat dari kesesuaian lahan → sesuai untuk kacang hiaju. Mencoba untuk melihat potret kacang hijau Animo petani terhadap Vima 1 tinggi (umur serempak, mudah panen, umur genjah 57 hari). 746 Yusuf: Pemanfaatan Kacang Hijau sebagai Pangan Fungsional Mendukung Diversifikasi Pangan di NTT