Bab III Metodologi Penelitian III.1. Lokasi Pengambilan dan Deskripsi Sampel Sampel diambil dari sumber semburan lumpur panas Siadoarjo yang berada di desa Porong yang terletak pada koordinat 7. 5305530 S 112.7096840 E, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sampel diambil pada tanggal 22 Januari 2007 pada koordinat 070, 31',38.2" S, 112,42', 39.1" E, seperti yang terlihat pada gambar III.1. Gambar III.1. Daerah genangan lumpur dan lokasi pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 22 Januari 2007 sekitar pukul 15.00 WIB – 17.00 WIB. Pada waktu pengambilan sampel suhu udara berkisar antara 29 – 400 C, sedangkan suhu lumpur sekitar 92 – 970 C. Sampel diambil secara acak, dengan menggunakan ciduk plastik dan dimasukkan kedalam jerry can yang berkapasitas 2 liter. Karena sifat sampel yang mudah teroksidasi dengan udara bebas, maka sampel harus segera ditutup. Secara kasat mata terlihat sampel berwarna coklat kehitam-hitaman, encer dengan konsentrasi air yang cukup tinggi serta bau yang sangat menyengat. 17 III.2. Preparasi Sampel Pada penelitian ini sampel diukur dengan menggunakan metoda magnetik. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel. Pertama seluruh sampel dimasukkan kedalam centrifuge tube, dengan volume 50 ml untuk setiap tabung dan dikelompokkan berdasarkan waktu pengambilannya. Untuk sampel dari jerry can yang sama dicentrifuge sebannyak 2 tabung. Selanjutnya sampel diputar (centrifuge) selama 1 (satu) jam dengan kecepatan 3600 putaran per menit (rpm), yang bertujuan untuk memisahkan antara endapan dengan air. Dari 50 ml lumpur yang dicentrifuge, diperoleh endapan sekitar 35-45 ml dan sisanya air (40% endapan dan 60% air), dengan massa jenis lumpur sekitar 1.340 kg/m3. Selanjutnya sampel dicuplik dengan menggunakan sampel container (holder) yang berbentuk silinder dengan kapasitas 10 ml. Holder ini adalah tempat sampel yang terbuat dari bahan dengan susceptibilitasnya sama dengan nol, yang bertujuan untuk menjaga kemurnian hasil pengukuran terhadap sampel. Pada proses ini selalu dijaga agar sifat kemagnetan dari sampel tidak terganggu. Penamaan sampel dilakukan menurut kode jerry can serta waktu pengambilan sampel. III.3. Metoda Pengukuran Sampel yang telah dimasukkan kedalam holder, selanjutnya diukur parameter sifat magnetiknya. Parameter ini merupakan indikator dari sifat magnetik bahan yaitu suseptibilitas magnetik atau kerentanan magnetik yang terlihat pada respon bahan terhadap medan magnetik yang digunakan. Suseptibilitas (χ) magnetik bahan itu sendiri merupakan ukuran kuantitatif bahan tersebut untuk dapat termagnetisasi jika dikenakan pada bahan magnetik. Selain sebagai fungsi konsentrasi dan mineralogi mineral ferimagnetik (magnetite, maghemite, Fesulfides), χ juga bergantung pada kuatnya medan yang diterapkan serta distribusi ukuran bulir partikel dan ukuran sampel yang akan diukur. Dalam pengukuran ini digunakan medan bolak-balik, sehingga dapat dilakukan dua jenis pengukuran pada frekuensi yang berbeda, yaitu pengukuran pada 18 frekuensi rendah dan frekuensi tinggi. Frequency dependence susceptibility (χFD) menyatakan perbedaan antara suseptibilitas yang diukur pada frekuensi rendah (χlf) dan suseptibilitas yang diukur pada frekuensi tinggi (χhf). Besarnya nilai χFD yang dinyatakan sebagai persentase χlf (χFD = (χlf – χhf)/ (χlf x 100). Nilai (χFD) yang tinggi mengindikasikan adanya ukuran bulir magnetik metastable yang sangat halus hingga batas stable single domain (SSD) mineral superparamagnetik (Eyre, 1997; Worm, 1998). Menurut Dunlop (1973), untuk magnetite kristal ukurannya bulirnya berkisar antara 0.02 – 0.03 µm. (Mooney et al., 2002) Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan Bartington MS2 susceptibility meter (Bartington Instrument Ltd. Oxford, United Kingdom) yang memiliki sensor MS2B dengan menggunakan medan magnet lemah 80A/m rms dan frekuensi 470 Hz yang terhubung dengan MS2 meter. Selanjutnya sampel diuji stabilitas magnetisasinya dengan proses magnetisasi secara bertahap. Pemberian medan luar pada sampel dilakukan dengan memberikan medan bolak balik (AF Field) yang besar dalam keadaan berada pada medan searah yang kecil. Magnetisasi ini disebut dengan anhysteretic remanent magnetik (ARM). Pada proses ini sampel akan diberi medan bolak-balik yang intensitasnya meluruh dari nilai intensitas maksimumnya. Pada tahap demagnetisasi ini, pola peluruhan ARM sampel didemagnetisasi secara bertahap dengan medan demagnetisasi yang terus bertambah. Medan ini dimulai dengan 25 mT dengan perbedaan besar demagnetisasinya tiap tahap 50 mT. Arah dan intensitas magnetisasi diukur sampai intensitas sampel tersisa tinggal 5% dari intensitas mula-mula. Kestabilan mineral magnetik ditentukan melalui kurva peluruhan ARM, dimana kurva landai akan memiliki kestabilan yang kurang baik atau sebaliknya. ARM memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap keberadaan mineral magnetik dengan bulir single-domain (SD) yang kecil, dimana untuk magnetite nilainya terletak antara 0.03 µm < d < 0.06 µm. (Dunlop and Ozdemir, 1997; Hunt et al., 1995). Namun nilai ini juga dapat 19 dipengaruhi oleh interaksi antara partikel magnetik (Sugiura, 1979; Yamazaki and Ioka, 1997). Proses demagnetisasi ini dilakukan dengan menggunakan instrumen Molspin Alternating Field Demagnetization (AF demagnetization) dengan intensitas puncak maksimum sebesar 100 mT. Pada tahap selanjutnya sampel akan menjalani pengukuran magnetisasi remanen yang dihasilkan dalam waktu yang singkat melalui medan magnetik kuat pada temperature konstan yang disebut dengan isothermal remanent magnetization (IRM). IRM diberikan dengan cara memberikan medan magnetik pada suhu kamar yang dibangkitkan oleh arus listrik yang bertujuan untuk menciptakan saturasi pada sampel dengan menggunakan instrument Electromagnetic Weiss yang memiliki medan magnetik sekitar 0.8 T. Pada tahap ini arus yang diberikan pada kumparan Elektromagnetic Weiss mulamula nol dan dinaikkan secara bertahap 0.5 A sampai sampel mengalami keadaan saturasi. Sedangkan pengukuran intensitas magnetisasi akibat induksi medan magnet yang dihasilkan oleh Electromagnetic Weiss dilakukan dengan menggunakan minispin magnetometer. Jenis mineral magnetik dapat ditentukan dengan memberikan isothermal remanent magnetization (IRM) karena teknik akuisisi IRM merupakan teknik yang dapat digunakan untuk membedakan mineral magnetik, seperti hematite dengan magnetite. Magnetite lebih mudah tersaturasi dibandingkan dengan hematite. Hematite baru akan tersaturasi pada medan diatas 800 mT, sedangkan magnetite mengalami saturasi pada medan sekitar 300–500 mT (Moskowitz, 1999, Mooney et al., 2002). 20