Penemuan Binatang Yang Telah Punah Sejak 60 Tahun Lalu KOMPAS.com | Minggu, 25 Juli 2010 | Setelah dianggap punah selama 60 tahun karena habitatnya dibabat menjadi perkebunan teh, sejenis primata unik ditemukan kembali dan berhasil difoto. Sebelumnya primata jenis Loris Horton Plains (Loris tardigradus nycticeboides) ini sempat dilaporkan terlihat pada tahun 2002, namun tidak ada bukti foto yang menyertainya. Penelitian selama lebih dari 1000 malam dilakukan di 120 wilayah berhutan di Sri Lanka oleh para ahli biologi bekerjasama dengan Zoological Society of London (ZSL). Pencarian ini akhirnya menemukan loris di enam wilayah, dan para peneliti menangkap tiga spesimen hidup untuk diteliti Alasan utama yang membuat hewan ini menghilang adalah lenyapnya habitat mereka. “Banyak lahan yang dibuka dan hutan-hutan yang tadinya menutupi barat daya Sri Lanka telah diubah jadi kebun teh,” kata Dr Craig Turner dari ZSL. Diperkirakan saat ini jumlah loris tinggal 100 ekor sehingga menjadikannya salah satu dari lima hewan paling terancam populasinya. Namun karena sedikit saja yang diketahui mengenai loris, maka jumlahnya bisa jadi di bawah 60 ekor, yang artinya akan membuatnya sebagai jenis yang paling langka. Loris pertama kali ditemukan secara ilmiah tahun 1937. Namun kemudian dianggap punah karena tidak ada lagi laporan mengenainya. Hewan yang bergerak lambat ini panjangnya sekitar 20 cm dan berat sekitar 310 gram. Dibandingkan dengan loris dataran rendah, loris Horton Plains memiliki kaki lebih pendek dan bulu lebih panjang. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Binatang Berusia 2000 Tahun Di Dasar Teluk Meksiko TEMPOInteraktif.com | Kamis, 07 Apr 2011 | Ilmuwan menguak riwayat terumbu karang hitam misterius hidup di dasar perairan Teluk Meksiko. Temuan terbaru memastikan terumbu karang hitam telah tumbuh 2.000 tahun lalu. "Kenyataan bahwa binatang ini hidup selama ribuan tahun sungguh mengagumkan," ujar anggota tim peneliti Nancy Prouty dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS). Sebagian besar terumbu karang ini hidup setinggi beberapa meter. Terumbu karang hitam merupakan binatang yang tumbuh secara perlahan di kedalaman 300 meter dari permukaan laut. Untuk menyambung hidup, binatang ini menangkap dan memakan material organik yang tenggelam ke dasar laut. Karenanya ilmuwan menjadikan terumbuh karang hitam sebagai bukti keterkaitan kehidupan di dasar laut dengan permukaan. Terumbu karang hitam tumbuh menyerupai tumbuhan semak dengan menumbuhkan kerangka selama ratusan hingga ribuan tahun. Binatang ini tumbuh dua ribu kali lebih lambat dari kecepatan tumbuh kuku manusia. Jika dilihat irisan melintangnya, pertumbuhan terumbu karang hitam mirip dengan pertumbuhan lingakaran pohon. Menggunakan irisan melintang ini, ilmuwan berupaya menyingkap perubahan yang terjadi di lingkungan setiap dekade selama ribuan tahun. Lingkaran karang ini menjadi catatan sejarah konsentrasi karbon di permukaan air dan atmosfer. Ilmuwan USGS juga menggunakan lingkaran karang ini untuk mengukur perubahan asupan nutrisi dari permukaan air yang berhubungan dengan jumlah limpasan materi organik dari daratan. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Ikan-ikan Purba Di Dasar Laut Australia Kompas.com | Jumat, 16 Juli 2010 | Beberapa ilmuwan Australia menemukan kehidupan laut prasejarah yang aneh pada ratusan kilometer di bawah Great Barrier Reef. Hal itu ditemukan ketika digelar misi yang tak pernah dilakukan sebelumnya, yaitu mendokumentasikan spesies yang terancam akibat pemanasan samudra. Kehidupan purba itu berupa ikan hiu purba, ikan raksasa yang mengandung minyak ikan, kumpulan hewan berkulit keras, dan spesies cumi-cumi primitif dalam tempurung (nautilus) yang ditangkap kamera dari jauh di Osprey Reef. Pemimpin peneliti Justin Marshall, Kamis (15/7/2010), mengatakan, timnya juga telah menemukan beberapa spesies ikan yang tak dikenal, termasuk "ikan hiu prasejarah enam insang". Temuan itu berkat penelitian menggunakan kamera khusus yang sensitif terhadap cahaya suram dan dirancang untuk menjaring dasar samudra. "Sebagian hewan yang telah kami saksikan adalah jenis yang kami perkirakan, sebagian lagi tak kami duga, dan sebagian hewan itu belum kami identifikasi," kata Marshall dari University of Queensland. "Ada ikan hiu yang benar-benar tidak kami duga, yang mirip false cat shark, yang sungguhsungguh memiliki sirip belakang yang aneh," kata Marshall sebagaimana dikutip kantor berita Perancis, AFP. Tim tersebut menggunakan kepala tuna di ujung tongkat untuk menarik perhatian semua hewan itu, yang hidup jauh di bawah jangkauan cahaya. Marshall mengatakan penelitian tersebut telah jadi makin mendesak akibat tumpahan minyak baru-baru ini yang memengaruhi Great Barrier Reff" yang terdaftar sebagai warisan dunia, dan meningkatnya ancaman terhadap keragaman hayatinya akibat pemanasan dan oksidasi samudra di dunia. "Salah satu yang ingin kami lakukan dengan meneliti kehidupan di laut dalam ialah menemukan apa yang ada di sana, sebelum kita menghapuskannya," kata Marshall. "Kami memang tidak mengetahui kehidupan apa yang ada di bawah sana, dan kamera kami sekarang dapat merekam perilaku dan kehidupan di biosfer terbesar Australia, laut dalam tersebut," katanya. Para ilmuwan sudah memperingatkan bahwa daya tarik areal seluas 345.000 kilometer persegi itu menghadapi ancaman serius karena pemanasan global dan habisnya bahan kimiawi mengancam akan membunuh spesies laut dan mengakibatkan penyebaran penyakit. Kapal batu bara China Shen Neng 1 mengoyak luka sepanjang tiga meter di terumbu karang tersebut ketika kapal itu kandas sewaktu berusaha mengambil jalan pintas pada 3 April. Akibat peristiwa tersebut, berton-ton minyak tersebar di lahan pembiakan dan suaka alam terkenal itu. Sebanyak 200.000 liter bahan bakar berat tersembur ke perairan di sebelah selatan terumbu karang tersebut pada Maret, ketika beberapa kapal peti kemas yang dipenuhi pupuk jatuh dari Pacific Adventurer, yang berbendera Hongkong, selama amukan badai. Lambung kapal itu bolong. Ini peristiwa minyak tumpah terburuk yang pernah dialami Australia. Marshall mengatakan, kamera penelitian sekarang akan dikirim ke Teluk Meksiko, yang menghadapi kebocoran minyak, untuk memantau dampak kebocoran minyak terhadap kehidupan laut di sana. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Tomcod, Ikan Yang Mampu Hidup Di Perairan Limbah Beracun VIVAnews.com | Minggu, 20 Feb 2011 | Ilmuwan menemukan ikan aneh yang hidup di perairan yang paling parah terkena polusi. Ikan tersebut berhasil bertahan karena telah berevolusi hingga mampu mengatasi bahan kimia berbahaya. Para ‘penjelajah racun’ di dunia air tersebut merupakan ikan tomcod, yang tampak serupa dengan ikan cod biasa. Bedanya, ukuran ikan yang tinggal di kawasan sungai Hudson dan sekitarnya ini memiliki ukuran yang lebih kecil. Sebagai informasi, sejak tahun 1947 sampai 1976, perusahaan seperti General Electric telah menghanyutkan PCB dan dioksin ke sungai di sekitar Hudson. Di tahun 1980-an, sekitar 95 persen ikan di kawasan tersebut ditemukan menderita tumor hati. “Ternyata, semakin kami teliti, semakin banyak kami dapati adanya ikan-ikan yang tahan terhadap PCB dan dioksin,” kata Isaac Wirgin, toksikolog dari New York University, seperti dikutip dari Science, 19 Februari 2011. Dari studi lebih lanjut, peneliti berkesimpulan bahwa pada beberapa ikan, polutan telah memasuki inti sel. Polutan itu kemudian telah mengganggu DNA dari gen tertentu sehingga membuat ikan-ikan menderita penyakit. Secara kebetulan, tomcod memiliki gen yang mampu mentoleransi PCB dan dioksin. Dengan demikian, ikan yang memiliki gen ini mampu bertahan hidup lebih baik dibanding ikan lain. Secara teknis, tomcod bukanlah mutan. Bahan kimia hanya menyerang kelompok ikan-ikan tertentu saja, sementara mereka mampu bertahan. Meski begitu, tetap ada dampak negatifnya. “Umumnya, level PCB atau dioksin seperti ini akan membunuh organisme,” ata Wirgin. “Akan tetapi, di sini mereka bertahan hidup dan menjadi makanan bagi makhluk hidup lainnya,” ucapnya. Wirgin menyebutkan, ikan atau makhluk hidup lain yang menyantap tomcod akan menyerap polutan yang ada yang belum tentu dapat ditanggung oleh gen tubuh mereka. Selain itu, meski berhasil berevolusi hingga mampu bertahan terhadap polusi, ikan-ikan ini telah kehilangan kemampuan untuk mengatasi gangguan alami. “Misalnya seperti kondisi penurunan oksigen di air ataupun kenaikan temperatur air,” ucap Wirgin. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Ikan Air Tawar Terbesar Selebar 2 Meter Tertangkap Di Thailand Kompas.com | Minggu, 1 Maret 2009 | Ikan pari raksasa (giant stingray) ini diklaim sebagai ikan air tawar terbesar. SEEKOR ikan pari raksasa jenis stingray yang ditangkap di Thailand ini diklaim sebagai ikan air tawar terbesar. Betapa tidak, beratnya saja diperkirakan mencapai 450 kg atau hampir setengah ton. Lebar bentangan tubuhnya sekitar 2 meter dan panjang 2,1 meter. Saat ditemukan, ekornya tidak ada. Jika termasuk ekornya, diperkirakan total panjang ikan pari itu adalah sekitar 5 meter. Ikan tersebut ditangkap pada 28 Januari 2009 dalam sebuah ekspedisi yang dilakukan oleh National Geographic di Thailand. Penangkapan dipimpin ahli biologi dari Universitas Nevada, Zeb Hogan. Ekspedisi tersebut merupakan bagian dari proyek pencarian ikan raksasa Megafishes Project untuk mendokumentasikan 20 ikan air tawar terbesar di dunia. Penemuan pari raksasa ini memberikan harapan baru bagi Hogan dan timnya bahkan melebihi perkiraan sebelumnya. Hal ini bisa menempatkan ikan pari raksasa di posisi teratas dari Megafishes Project. "Sejujurnya, kami tidak mengetahui berapa berat ikan pari ini. Tapi sudah jelas, ikan pari raksasa ini berpotensi menjadi ikan air bersih yang terberat," jelas Hogan yang juga seorang Emerging Explorer pada National Geographic. Populasi ikan pari di Thailand dianggap sudah akan punah, meski penemuan beberapa populasi baru mulai meningkat belakangan ini. International Union for Conservation of Nature (IUCN) saat ini telah memasukkan ikan pari air tawar masuk ke dalam daftar hewan yang hampir punah. Sebelum penemuan pari raksasa terbesar ini, Hogan sebelumnya menemukan seekor ikan pari dengan panjang 14 kaki atau sekitar 4,3 meter di dekat di Chachoengsao, dekat kota Thailand. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Ikan Purba Ditemukan Di Rusia Tribunnews.com | Senin, 16 Agustus 2010 | NELAYAN di distrik Kotovsky, daerah Volgograd, Rusia, telah menemukan makhluk aneh mirip ikan pari di fasilitas pembuangan limbah distrik itu. Makhluk ini memiliki beberapa kemiripan dengan ikan pari yang memiliki tubuh datar dan sirip yang luas. Namun, tidak seperti ikan pari, bagian depan tubuh makhluk itu terlihat seperti kepala. Natalia Lyubimenko, spesialis perlindungan lingkungan pemerintahan lokal, mengaku belum pernah melihat makhluk seperti itu. Menurutnya, makhluk itu bukan ikan pari. Meskipun di wilayah perairan Rusia ikan pari dapat dengan mudah ditemukan, terutama di Laut Hitam dan Laut Azov. Ikan pari yang mendiami perairan Rusia biasanya berwarna abu-abu dan ukurannya agak besar. Beratnya sampai mencapai 20 kilogram. Tapi, makhluk ini sangat berbeda. Tubuhnya mini dan berwarna hijau. "Sulit bagi saya untuk percaya bahwa ini merupakan spesies kuno Crustacea. Ini pertama kalinya saya melihat makhluk seperti itu," kata Natalia Makhluk ini telah dikirim untuk analisis ke Institut Penelitian Volgograd. Penduduk setempat khawatir bahwa makhluk itu berbahaya. Namun, Natalia menyakinkan, "Ikan ini tidak berbahaya sama sekali. Ini adalah udang peri, yang termasuk salah satu kelompok paling primitif dari crustasea kontemporer," katanya. Makhluk ini biasanya panjangnya tiga atau empat cm. Mereka tidak memiliki gigi atau chelas. Fairy udang menghindari arus, sehingga mereka kebanyakan menghuni danau dan kolam. Mereka juga dapat ditemukan di daerah Volgograd. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Teuthidodrilus Samae, Cacing Laut Yang Mirip Gurita TEMPOInteraktif.com | Selasa, 30 Nov 2010 | Cekungan di Laut Sulawesi ternyata menyimpan makhluk aneh, sejenis annelida atau cacing berbuku dengan tentakel panjang yang tumbuh di kepalanya. Spesies baru yang dinamai Teuthidodrilus samae itu adalah squidworm atau cacing cumi karena binatang tersebut memiliki banyak tentakel, seperti cumi-cumi. Cacing berukuran 9,4 sentimeter itu sebenarnya jauh lebih cantik dan anggun dari seekor cacing maupun cumi-cumi. Dua tentakel di bagian depan mengulir bak tanduk. Delapan tentakel lainnya menjulang tinggi di atas tubuhnya, hampir sama atau bahkan jauh lebih panjang dari tubuhnya. Barisan struktur mirip sirip tipis yang tumbuh berselang-seling di kedua sisi tubuhnya membantu binatang itu mengendalikan arah. Binatang yang berenang tegak tersebut memiliki enam pasang organ leher melengkung yang membantunya merasakan dan mencium di bawah air. Berdasarkan video dan analisis spesimen, Osborn menggolongkan spesies itu ke dalam famili Acrocirridae, berkerabat dekat dengan cacing pengebom Swima bombiviridis dan Tawi-tawi. Mengingat bentuknya yang begitu berbeda dibanding "saudara" lainnya, T. samae dimasukkan ke genus baru. Annelida itu ditemukan dalam sebuah ekspedisi menggunakan robot selam yang dikendalikan dari jarak jauh (ROV) pada Oktober 2007. Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Karen Osborn dari Scripps Institution of Oceanography di California, Amerika, itu menemukan T. samae pada kedalaman 2,8 kilometer. "Ini begitu menggairahkan karena binatang itu begitu berbeda dari spesies yang telah dideskripsikan sebelumnya, dengan perangkat kepala yang menakjubkan," kata Osborn. Cacing cumi biasanya hidup di kedalaman 100-200 meter di dasar laut. Lapisan tersebut banyak dihuni oleh fauna dan flora yang ternyata belum dipelajari selama ini. Selama ini kawasan yang dikenal sebagai Coral Triangle tersebut tak "terjamah" karena peralatan untuk mengumpulkan sampel atau mengais dasar laut dalam itu tak dapat menjangkaunya. Spesimen yang bisa diangkat ke permukaan kerap rusak, sehingga tak dapat digunakan atau dikenali. Dalam eksplorasi yang dipublikasikan dalam jurnal Biology Letters itu, tim Osborn mengumpulkan tujuh spesimen annelida. ROV Max Rover Global Explorer, yang dioperasikan dari kapal riset Filipina BRP Hydrographer Presvitero, melakukan observasi langsung di kolam air dalam itu, yang direkam dengan sebuah video berdefinisi tinggi. ROV juga dilengkapi alat penyedot high flow, sehingga dapat mengambil fauna kecil tanpa membuatnya hancur. "Ketika mengeksplorasi kolom air dalam ini, saya memperkirakan lebih dari separuh binatang yang kami temukan adalah spesies baru yang belum pernah dideskripsikan," ujarnya. Meski bertampang menyeramkan, cacing ini tampaknya bukan binatang pemangsa yang ganas. Dia hanya memakan "salju laut" alias sisa-sisa tumbuhan dan binatang mikroskopis yang tenggelam serta material feses dan lendir. "Meski cuma 'sampah', makanannya kaya nutrisi," kata Osborn. www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano) Proteus Anguinus, Binatang Mirip Naga Yang Berumur Panjang Tribunnews.com | Rabu, 18 Agustus 2010 | Spesies ini berumur panjang yang mungkin aktivitas yang sangat rendah, reproduksi rendah, tidak ada tekanan lingkungan dan fisiologinya aneh BINATANG langka, Olm Salamander atau juga sering disebut ikan manusia -- karena kulitnya yang pucat dan licin seperti manusia disebut-sebut -- memiliki rahasia panjang umur. Binatang bernama Latin, Proteus anguinus ini hidup di gua-gua di Selatan Eropa, khususnya di Slovenia dan Kroasia -- dalam beberapa kisah dongeng ini, naga kecil ini sering digambarkan terbaring di atas tumpukan harta karun. Tubuhnya disesuaikan habitatnya -- beradaptasi dengan kondisi gelap gulita di bawah tanah -ia kehilangan kemampuan melihat dan pigmen kulit. Seekor salamander yang hidup di gua ini bisa mencapai usia 100 tahun -- memecahkan rekor usia amfibi tertua. "Di antara amfibi, ikan manusia ini jelas merupakan spesies yang paling lama hidup," kata ilmuwan, Yann Voituron, seperti dimuat situs Discovery News. Voituron, profesor di Universitas Claude Bernard Lyon, dan timnya telah mengkalkulasikan tingkat pertumbuhan, waktu regenerasi dan umur olm yang tinggal di sebuah gua di Moulis, Saint-Girons, Prancis. Sejak tahun 1950-an, konservasionis telah membentuk program pembiakan melestarikan salamander ini. Selain menentukan masa hidup salamander gua, para peneliti menemukan bahwa spesies ini menjadi dewasa secara seksual sekitar umur 16 tahun. Tata-rata mereka memproduksi 35 telur setiap 12,5 tahun. "Apa yang membuat spesies ini berumur panjang yang mungkin aktivitas yang sangat rendah, reproduksi rendah, tidak ada tekanan lingkungan dan fisiologinya aneh," kata Voituron, seperti dimuat laman New Kerala. Ilmuwan tertarik untuk mengkaji 'ikan manusia' ini setelah beberapa pegawai kebun binatang menyadari bahwa hewan ini mampu bertahan lama, setidaknya sampai usia 70 tahun. Analisis dari 'ikan manusia' maupun hewan lain yang berumur panjang diharapkan bisa mengungkap rahasia umur panjang pada mahluk hidup, terutama manusia. Olm tampaknya cocok sebagai contoh -- jika asumsi bahwa umur panjang tergantung rendahnya stres, dan lingkungan stabil tanpa predator, benar. Studi ini telah dipublikasikan di Royal Society Biology. Dracunculus Medinensis, Cacing Yang Mampu Menggerogoti Daging Manusia Hingga Berlubang AstroDigi.com | Sabtu, 13 Ags 2011 | Dracunculus Medinensis atau disebut juga sebagai Cacing Guinea, adalah jenis cacing yang mampu menyerang manusia dengan cara masuk, hidup didalam tubuh dan menggerogoti daging manusia hingga berlubang. Cacing Dracunculus Medinensis ini banyak berkembang biak di wilayah Afrika dan banyak memakan korban antara tahun 1800an hingga era 1980an yang sudah memasuki era kedokteran modern Cacing ini masuk kedalam tubuh korbannya melalui air minum yang tidak masak dan mengandung cacing hidup atau telur cacing. Cacing akan berkembang biak didalam tubuh korbannya, hal ini masih mempunyai kemiripan seperti halnya cacing yang menyerang pencernaan Cacing ini akan memasuki usia dewasa pada usia sekitar 10 bulan hingga 13 bulan. Cacing dewasa ini akan mulai secara signifikan menggerogoti daging korbannya dari dalam dalam upayanya untuk mendapatkan jalan keluar dari tubuh manusia yang menjadi korbannya. Proses penggerogotan dan upaya si cacing keluar ini membuat bagian kulit luar korban tumbuh semacam bisul di jalan keluar cacing. Saat sang cacing keluar bisul tersebut pecah. Pada masa-masa tersebut korban akan mulai merasa demam dan juga terdapat rasa terbakar pada bisul yang pecah tersebut. Rasa panas ini akan memicu korban merendam tubuhnya di sungai, kolam, danau atau penyimpanan air. Upaya ini justru membuat cacing lebih leluasa dalam berkembang biak, cacing akan melepas telurnya kedalam air dan bibit-bibit cacing akan berkembang didalamnya. Masyarakat Afrika secara tradisional biasanya mengeluarkan cacing dengan menggulung cacing yang mulai keluar sedikit demi sedikit dengan menggunakan lidi, ranting kecil atau batang korek api (lihat pada gambar). Cacing biasanya akan tergulung habis dalam 2 hingga 5 minggu. Cacing ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang 50cm, dan pertumbuhannya cukup pesat dapat bertumbuh 1 hingga 2 sentimeter per minggu. Beruntunglah dengan meningkatnya kesadaran masyarakat Afrika mengenai perlunya mengkonsumsi air bersih, serangan akibat cacing Dracunculus Medinensis inipun perlahan namun pasti menjadi sirna. Cacing ini memang tidak secara langsung membunuh korbannya. Korban yang mati biasanya akibat infeksi akut pada luka/borok yang ditimbulkan cacing, yang dibiarkan menganga dan tidak terjaga kebersihannya Namun demikian hingga saat ini serangan cacing jenis ini termasuk salah satu serangan cacing yang menimbulkan kesan paling horor dan menyeramkan bagi korban atau orang lain yang melihatnya. Masih adakah penyakit akibat cacing yang mengerikan selain ini? Jawabannya: Masih ada! ikuti terus artikel AstroDigi . . . Ascariasis Lumbricoides, Cacing Berukuran Besar Yang Dapat Berkembang Biak Didalam Tubuh Manusia AstroDigi.com | Minggu, 14 Ags 2011 | Ascariasis Lumbricoides, adalah salah satu jenis cacing gelang yang mampu berkembang biak didalam tubuh manusia, berukuran besar seperti halnya cacing pita, namun dapat berkembang biak lebih pesat didalam usus besar. Dalam sehari seeekor cacing betina jenis ini mampu menghasilkan lebih dari 200.000 telur. Bayangkan apabila didalam usus besar terdapat ratusan atau bahkan ribuan cacing betina, tentu akan terlahir jutaan cacing baru hanya dalam beberapa hari saja. 70% dari cacing tersebut biasanya ikut terbuang bersama dengan tinja, dan 30% tumbuh dan berkembang menjadi cacing dewasa didalam tubuh. Cacing Ascariasis di saluran pencernaan Seekor cacing jantan dewasa dapat memiliki panjang hingga 30 cm sedangkan cacing betinanya dapat tumbuh lebih panjang, hingga mencapai 40 cm. Hasil foto ultrasonic rontgent cacing yang bersemayam di kandung kemih Karena telur-telur cacing yang berukuran kecil bisa terbawa bersama saluran pencernaan maupun peredaran darah maka, telur-telur cacing ini dapat terbawa kebagian tubuh mana saja. Hasil foto ultrasonic rontgent cacing yang bersemayam di paru-paru Dan setelah menetas cacing tersebut dapat tumbuh dan berkembang biak dimana saja didalam tubuh korbannya. Para petugas medis yang pernah menangani pasien korban Ascariasis mendapati cacing tersebut bersemayam di usus, lambung, paru-paru, hati, tenggorokan, hidung dan saluran pernafasan dan bahkan juga jantung. Untuk mendapatkan oksigen yang lebih banyak biasanya cacing merambat mencari jalan keluar. Ia bisa keluar lewat anus dan kadang terbawa bersama tinja, keluar lewat hidung, telinga maupun mulut. Pemandangan cacing dewasa yang keluar lewat mulut, hidung, telinga atau bagian lagi diwilayah kepala ini menyajikan pemandangan yang sangat mengerikan bagi yang melihatnya. Cacing keluar dari mulut dan hidung korban Penderita yang terinfeksi cacing biasanya akan merasa demam yang perlahan makin tinggi, rasa mual dan kembung di lambung, serta rasa terbakar pada organ tubuh dimana cacing bersemayam. Ribuan hingga jutaan cacing didalam lambung juga mengakibatkan perut korban tampak membuncit, hal ini biasanya merupakan salah satu indikasi lain selain demam berkepanjangan, bahwa korban menderita serangan cacing Ascariasis. Telur cacing berukuran mikro yang terbuang dalam jumlah ratusan ribu hingga jutaan bersama dengan tinja, setelah mengering dapat terbang sebagai debu terbawa angin. Telur cacing yang tertelan kembali ini dapat kembali menginfeksi manusia. Sehingga dalam lingkungan yang tidak terjaga dan terkendali kebersihannya mata rantai kehidupan cacing Ascariasis ini sulit untuk diputuskan. Untuk memutuskan mata rantai perkembang biakkan Ascariasis, selain pengobatan bagi penderita, juga sangat penting pengendalian sanitasi yang sangat baik. Mulai dari ventilasi, cara penyediaan, pengolahan dan penyimpanan makanan, serta kebersihan ruangan serta pakaian. Oleh karenanya tidak mengherankan cacing ini biasanya tumbuh subur di wilayah dengan tingkat kesadaran akan kebersihan yang rendah, yang biasanya berada di wilayah berpenduduk miskin dan berpendidikan rendah. Masyarakat miskin Afrika, adalah salah satu tempat dimana cacing jenis ini banyak ditemukan, biasanya hidup di lingkungan kotor, berdebu dan penyediaan air bersih yang minim Mereka biasanya juga melakukan buang hajat langsung di sungai dan ditempat yang digunakan secara umum, sebenarnya juga merupakan sumber air minum mereka juga. Hal ini membuat mata rantai kehidupan cacing ini menjadi meluas. Karena populasi cacing Ascariasis ini diseantero dunia, selayaknya Anda ikut mewaspadai agar tidak terjadi wabah Ascariasis di wilayah anda. Oleh karenanya selalu, biasakan mencuci tangan sebelum makan dan minum. Makan hanya makanan yang telah diolah dengan bersih dan telah masak. Semoga artikel ini dapat menyadarkan pembaca mengenai pentingnya menjaga kebersihan, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan makan dan minum. Ular Bertubuh Cacing Ditemukan Ekuador Kompas.com | Jumat, 30 Nov 2012 |Para biolog menemukan spesies baru ular yang unik. Ular tersebut memiliki tubuh sangat ramping tapi berkepala gemuk. Metaforanya, ular ini punya tubuh cacing dengan kepala raksasa. Ular tersebut adalah anggota genus Imantodes. Sejauh ini, genus tersebut terdiri dari 6 jenis ular. Dengan penemuan ini, anggota genus bertambah menjadi 7 jenis. Spesies yang baru saja ditemukan diberi nama Imantodes chocoensis, berdasarkan nama hutan Choco di timur laut Ekuador. Keunikan ular ini dibanding jenis lainnya adalah absennya sisik loreal. Pada spesies lain dari genus Imantodes, sisik loreal terdapat pada kepala. Namun, pada jenis Imantodes chocoensis, sisik itu tak dijumpai. Yang juga mengejutkan, jenis baru ini ditemukan di wilayah yang jauh dari distribusi biasanya. Jenis ini ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Amazon di Andes. Sementara, kerabat terdekatnya, Imantodes lentiferus, hidup di wilayah Amazon yang terpisah oleh gunung. "Salah satu penjelasan yang mungkin dari distribusi yang terpisah antara spesies baru dan kerabat terdekatnya adalah terbaginya moyang populasi menjadi dua, yang masing-masing berevolusi menjadi spesies yang berbeda, satu di wilayah Choco dan satu lagi di wilayah Amazon lain," kata Omar Torres -Carvajal dari Museo de Zoología QCAZ seperti dikutip Mongabay, Rabu (28/11/2012). Saat ini, 90 persen ekosistem di Choco, tempat spesies baru ini ditemukan, telah rusak. Peneliti belum mengetahui status ular jenis baru ini, apakah memang terancam punah. Sumber :Mongabay www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)