Persepsi Sosial - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Psikologi Sosial 1
Persepsi Sosial
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
06
Kode MK
Disusun Oleh
61017
Filino Firmansyah, M.Psi
Abstract
Kompetensi
Materi tentang pengertian, persepsi
sosial sebagai proses, tingkah laku dan
komunikasi non verbal.
Mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali mengenai
pengertian, persepsi sosial sebagai
proses, tingkah laku dan komunikasi
non verbal.
Persepsi Sosial
Persepsi sosial dalam arti mengenali dan mengerti orang lain,
merupakan aktivitas yang sangat kompleks karena orang lain juga merupakan
sesuatu yang kompleks. Tidak mudah mengenali orang lain karena selain
karakteristik yang dimiliki setiap orang sangat banyak, orang juga tidak selalu
menampilkan diri apa adanya dan bisa jadi menyembunyikan apa yang dipikirkan
dan dirasakannya. Namun, meskipun persepsi sosial merupakan tugas yang sangat
kompleks kegiatan ini merupakan hal yang perlu dan harus kita lakukan karena
peran orang lain sangat penting dalam hidup kita. Di mana pun kita berada, kita
selalu berada bersama orang lain. Dunia manusia adalah dunia bersama dan untuk
hidup di situ kita harus juga berhubungan erat serta mengerti orang lain.
Persepsi sosial juga berhubungan erat dengan kesehatan mental.
Kesehatan mental salah satunya ditandai oleh fungsi sosial dari individu. Fungsi
sosial mensyarakatkan kemampuan untuk mengenali keadaan emosional diri sendiri
dan orang lain, sehingga diperlukan juga kemampuan menganalisis ekspresi wajah.
Sangat rendahnya kemampuan mengenali keadaan emosi melalui ekspresi wajah
merupakan karakteristik utama pada penderita skizofrenia (Baudouin & Nicolas
Franck dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Defisit kemampuan kita itu tampak
ketika perasaan dikomunikasikan baik Damelalui ekspresi wajah maupun melalui
modalitas lainnya.
Pengertian Persepsi Sosial
Dalam psikologi, persepsi secara umum merupakan proses
pemrolehan, penafsiran, pemiliihan dan pengaturan informasi indrawi. Persepsi
sosial dapat diartikan sebagai proses perolehan, penafsiran, pemilihan dan
pengaturan informasi indrawi tentang orang lain. Apa yang diperoleh, ditafsirkan,
dipilih dan diatur adalah informasi indrawi dari lingkungan sosial serta yang menjadi
fokusnya adalah orang lain.
Secara umum, persepsi sosial adalah aktivitas memersepsikan orang
lain dan apa yang membuat mereka dikenali. Melalui persepsi sosial, kita berusaha
mencari tahu dan mengerti orang lain. Sebagai bidang kajian, persepsi sosial adalah
‘13
2
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
studi terhadap bagaimana orang membentuk kesan dan membuat kesimpulan
tentang orang lain (Teiford dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Teori-teori dan
penelitian sosial berurusan dengan kodrat, penyebab-penyebab dan konsekuensi
dari persepsi terhadap satuan-satuan sosial, seperti diri sendiri, individu lain,
kategori-kategori sosial dan kumpulan atau kelompok tentang seseorang tergabung
atau kelompok lainnya. Persepsi sosial juga merujuk pada bagaimana orang
mengerti dan mengkategorisasikan dunia. Seperti persepsi lainnya, persepsi sosial
merupakan sebuah konstruksi. Sebagai hasil konstruksi, pengetahuan dan
pemahaman yang diperoleh dari persepsi sosial tidak selalu sesuai dengan
kenyataan.
Isi dari persepsi sosial bisa berupa apa saja. Atribut-atribut individual
dapat mencakup kepribadian, sifat-sifat, disposisi tingkah laku, karakteristik fisik, dan
kemampuan menilai. Atribut-atribut kelompok dapat mencakup properti-properti
seperti ukuran, kelekatan, sifat-sifat budaya, pola stratifikasi, pola-pola jaringan,
legitimasi, dan unsur-unsur sejarah. Akan tetapi, ruang lingkup persepsi sosial
biasanya ditekankan pada sisi mikro, terarah kepada penyimpulan individual
berkaitan dengan karakteristiknya sendiri atau karakteristik individu lain.
Lebih khusus lagi, dengan persepsi sosial kita berusaha
(1) Mengetahui apa yang dipikirkan, dipercaya, dirasakan, dikehendaki dan
didambakan orang lain
(2) Membaca apa yang ada di dalam diri orang lain berdasarkan ekspresi
wajah, tekanan suara, gerak-gerik tubuh, kata-kata dan tingkah laku
mereka
(3) Menyesuaikan tindakan sendiri dengan keberadaan orang lain
berdasarkan pengetahuan dan pembacaan terhadap orang tersebut.
Persepsi Sosial Sebagai Proses
Persepsi sosial merupakan proses yang berlangsung pada diri kita
untuk mengetahui dan mengevaluasi orang lain. Dengan proses ini, kita membentuk
kesan tentang orang lain. Kesan yang kita bentuk didasarkan pada informasi yang
tersedia di lingkungan, sikap kita terdahulu tentang rangsang-rangsang yang relevan
dan mood kita saat ini. Manusia cenderung beroperasi di bawah bias-bias tertentu
‘13
3
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ketika membentuk kesan tentang orang lain. Contohnya, ketika cenderung
berpersepsi bahwa orang yang berpakaian rapi sebagai orang baik (baik hati,
dermawan atau menyenangkan) daripada orang yang pakaiannya berantakan.
Dalam psikologi sosial, kecenderungan menilai baik orang lain dari
penampilannya terdahulu yang dianggap baik disebut dengan efek halo. Di sisi lain,
kita juga bisa menilai orang yang berpakaian tidak rapi, mempunyai rambut gondrong
dan acak-acakan, serta cara bicara yang apa adanya sebagai orang yang tidak baik,
sembarangan, atau tidak berpendidikan. Apa yang ditampilkan orang lain secara fisik
mempengaruhi cara kita menilai aspek psikologisnya. Meskipun kecenderungan ini
tidak serta merta memberikan pengetahuan dan pemahaman yang tepat tentang
orang lain, orang-orang cenderung mempertahankannya sebab setiap orang
membutuhkan pegangan dan petunjuk tentang siapa yang lain yang sedang
dihadapinya.
Proses persepsi sosial dimulai dari pengenalan terhadap tanda-tanda
nonverbal atau tingkah laku nonverbal yang ditampilkan orang lain. Tanda-tanda
nonverbal ini merupakan informasi yang dijadikan bahan untuk mengenali dan
mengerti orang lain secara lebih jauh. Dari informasi-informasi nonverbal, kita
membuat penyimpulan-penyimpulan tentang apa kira-kira yang sedang dipikirkan
dan dirasakan orang lain. Kemudian, ungkapan-ungkapan verbal melengkapi
penyimpulan-penyimpulan dari tanda-tanda nonverbal.
Dengan menggunakan informasi-informasi dari tingkah laku nonverbal
dan verbal, kita membentuk kesan-kesan tentang orang lain. Kita bisa mendapatkan
kesan apakah orang lain yang kita temui ramah, baik hati, judes, pelit, pemarah,
pintar, dan sebagainya. Kesan-kesan itu tidak bisa kita kenali secara sendiri-sendiri,
melainkan kita perbandingkan satu sama lain untuk mendapatkan kesan yang lebih
menyeluruh tentang orang lain. Asch (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009)
menunjukkan bahwa orang melakukan persepsi terhadap sifat-sifat dalam
hubungannya satu sama lain sehingga sifat-sifat itu dipahami sebagai bagian yang
terintegrasi dengan kepribadian orang-orang yang memilikinya. Sekali kita
membentuk kesan tentang orang lain, kita cenderung tidak suka mengubahnya
bahkan jika kita menemukan fakta yang bertentangan dengan kesan itu.
‘13
4
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pembentukan kesan didasari oleh kegiatan atribusi. Dalam proses
persepsi sosial, atribusi merupakan langkah awal dari pembentukan kesan. Istilah
atribusi secara umum merujuk pada proses mengenai penyebab dari tingkah laku
orang lain dan sekaligus memperoleh pengetahuan tentang sifat-sifat serta disposisi
yang menetap pada orang lain (Sarwono dan Mainarno, 2009).
Tingkah Laku dan Komunikasi Nonverbal
Ketika kita ingin mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan orang
lain, kita berusaha menemukan informasi-informasi tentang orang lain. Bisa saja kita
bertanya kepada orang lain tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Akan
tetapi, cara ini tidak selalu memberikan hasil yang tepat. Orang bisa saja
mengatakan sesuatu yang berbeda, bahkan bertentangan dari yang dialaminya.
Apalagi jika orang lain itu adalah orang yang baru kita kenal. Orang-oran cenderung
tidak menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain yang baru
dikenalnya. Mereka bahkan berusaha menutupi atau membantah informasi tentang
apa yang dipikirkan dan dirasakannya, terutama pada saat mereka merasa emosi
negatif. Usaha untuk menutupi dan menyembunyikan perikiran dan perasaan juga
dilakukan pada orang-orang yang melakukan kejahatan. Usaha untuk
menyembunyikan apa yang dipikirkan dan dirasakan hampir selalu ditampilkan
orang-orang yang sedang melakukan negosiasi, juga pada orang yang sedang
berjudi. Kita tidak dapat mengandalkan informasi verbal mereka untuk mengetahui
serta mengerti apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Apa yang mereka katakan,
tidak jarang bertolak belakang dengan apa yang mereka pikirkan dan rasakan.
Dalam keadaan seperti itu, untuk memahami orang lain kita
mengendalkan informasi yang ditampilkan oleh penampilan fisik mereka; kita
mencoba mengenali mereka melalu tingkah laku nonverbal mereka, seperti
perubahan ekspresi wajah, kontak mata, postur tubuh dan gerakan badan. Tingkah
laku nonverbal dapat membantu kita untuk mencapai beragam tujuan (Patterson
dalam Sarwono dan Mainarno, 2009), sebagai berikut.
1. Tingkah laku nonverbal menyediakan informasi tentang perasaan
dan niat secara ajek. Contohnya, emosi sedih yang dialami
seseorang dapat dikenali dari ekspresi wajahnya meskipun orang
itu menyatakan ia tidak sedang sedih
‘13
5
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk mengatur dan
mengelola interaksi. Sebagai contoh, dalam kegiatan diskusi,
ekspresi wajah atau seseorang yang mengangkat tangan dapat
menjadi tanda bahwa orang itu hendak ikut berbicara dalam
diskusi sehingga peserta diskusi lainnya dapat memberi
kesempatan padanya.
3. Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menangkap
keintiman, misalnya melalui sentuhan, rangkulan dan tatapan
mata.
4. Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menegakkan
dominasi atau kendali, seperti kita kenal dalam ancaman
nonverbal seperti mata melotot, rahang yang dikatupkan rapatrapat dan gerakan-gerakan yang diasosiasikan sebagai tindakan
agresif tertentu.
5. Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menfasilitasi
pencapaian tujuan, dengan menunjuk, memberi tanda pujian
dengan mengangkat jempol dan menampilkan senyum sebagai
tanda memberi dukungan positif.
Dari penampilan fisik tersebut, kita mengenai tanda-tanda nonverbal
untuk mencari tahu apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Di sisi lain, orang
lain juga mencoba mengenali kita melalui tingkah laku nonverbal. Aktivitas saling
mengenali melalui tingkah laku nonverbal itu disebut sebagai komunikasi nonverbal.
Komunikasi nonverbal didefinisikan sebagai cara orang berkomunikasi tanpa katakata, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam komunikasi nonverbal, kita
mencermati tekanan suara, sentuhan, gesture (gerakan-gerakan tubuh), ekspresi
wajah, dan tanda-tanda nonverbal lainnya. Tingkah laku nonverbal digunakan untuk
mengungkapkan emosi, menunjukkan sikap, mengomunikasikan sifat-sifat
kepribadian, dan menfasilitasi atau memperbaiki komunikasi verbal.
Dalam keseharian sehari-hari, kita sering melakukan komunikasi
nonverbal. Contohnya, saat melewati rumah tetangga dan orangnya sedang duduk
diteras depan, kita tersenyum kepadanya dan ia juga membalas senyum. Di situ kita
telah melakukan komunikasi nonverbal dengan tetangga kita. Orang juga sering
‘13
6
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menggunakan komunikasi nonverbal pada saat tertarik kepada lawan lain untuk
menunjukkan kekaguman atau kepedulian merupakan tanda-tanda nonverbal yang
sering digunakan dalam komunikasi non verbal.
Penelitian-penelitian tentang tingkah laku dan komunikasi nonverbal
banyak dilakukan oleh psikolog sosial (diantaranya Ekman & Frieson dalam
Sarwono dan Mainarno, 2009; Izard dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Keltner
dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Forest & Fieldman dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009; Neumann & Strack dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; DePaulo
et al dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Dari penelitian-penelitian itu diperoleh
pemahaman bahwa tanda-tanda nonverbal yang ditampilkan orang lain dapat
mempengaruhi perasaan kita, bahkan ketika kita tidak memberi perhatian kepada
hal itu secara sadar: Pengaruh tanda-tanda nonverbal bekerja meskipun kita tidak
memfokuskan atau memikirkannya. Contohnya, ketika kita tiba-tiba bertemu dengan
seseorang yang menampilkan ekspresi wajah marah dan tekanan suara yang tinggi,
kita bisa dengan tiba-tiba juga menampilkan ekspresi wajah marah atau kesal dan
tekanan suara kita pun meninggi. Kita bisa juga menjadi takut jika orang lain itu
adalah atasan kita. Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa tanda-tanda nonverbal
memiliki efek penularan emosional. Neumann dan Strack (dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009) menunjukkan terjadinya penularan emosional itu melalui
penelitiannya. Mereka menemukan bahwa ketika orang mendengarkan orang lain
membaca pidato, tekanan suara orang yang membaca itu (senang, netral, atau
sedih) dapat mempengaruhi mood atau suasana hati si pendengar meskipun si
pendengar berkonsentrasi pada isi dari pidato yang dibacakan. Penularan
emosional adalah sebuah mekanisme transfer perasaan yang seakan-akan
berlangsung secara otomatis dari satu orang ke orang lain.
Saluran Komunikasi Nonverbal
Ketika orang mengalami perasaan tertentu, apa yang mereka rasakan terlihat
dalam tingkah laku nonverbal mereka. Secara sadar atau tidak sadar, mereka menyalurkan
apa yang mereka pikirkan dan rasakan melalui bagian-bagian tubuh tertentu. Pada bagianbagian tubuh itu, aktivitas nonverbal berlangsung dengan memanfaatkan fungsi-fungsi
bagian tubuh itu masing-masing. Aktivitas-aktivitas nonverbal pada bagian-bagian tubuh itu
disebut saluran-saluran nonverbal karena semuanya menyalurkan tanda-tanda nonverbal
yang dapat menjadi petunjuk tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan orang. Penelitianpenelitian tentang komunikasi nonverbal menemukan ada lima saluran komunikasi
nonverbal: ekspresi wajah, kontak mata, gerakan tubuh, postur dan sentuhan.
‘13
7
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ekspresi Wajah sebagai Tanda dari Emosi Orang Lain
Melalui ekspresi wajah, kita dapat mengenali dan mengerti emosi orang lain.
Penelitian-penelitian tentang hubungan antara ekspresi wajah dengan emosi menunjukkan
bahwa ada lima emosi dasar yang secara jelas diwakili oleh ekspresi wajah : marah, takut,
bahagia, kaget dan jijik (Izard dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Rozin, Lowerty & Ebert,
dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Ekspresi wajah, selain mengungkapkan emosi secara
sendiri-sendiri, juga dapat mengungkapkan kombinasi emosi, seperti marah, bercampur
kaget dan sedih bercampur takut.
Persoalan tentang apakah ekspresi wajah sebagai cerminan emosi berlaku
secara universal, banyak dikaji oleh para ahli komunikasi nonverbal. Riset-riset awal tentang
ekspresi emosi memberikan hasil yang memperkuat pernyataan bahwa ekspresi wajah
adalah universal (seperti yang dikemukakan oleh Ekman & Friesen dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009). Akan tetapi, beberapa temuan yang lebih mutakhir memperkuat
pernyataan bahwa ekspresi wajah tidak universal (diantaranya Russel dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009; Carol & Russel dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Perbedaan budaya
ikut berperan dalam menentukan ekspresi wajah seperti apa yang ditampilkan pada situasi
emosional tertentu (Baron, Byrne & Branscombe dalam Sarwono dan Mainarno, 2009).
Kontak Mata sebagai Tanda Nonverbal
“Mata adalah jendela jiwa.” Pernyataan dari penyair kuno ini mendapat
penguatan dari penelitian-penelitian tentang hubungan-hubungan antara kontak mata dan
tatapan sebagai tanda-tanda nonverbal dengan keadaan emosional. Kontak mata
menyediakan informasi sosial dan emosional (ZImbardo dalam Sarwono dan Mainarno,
2009; Kleinke dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Orang secara sadar dan tidak sadar
sering melakukan aktivitas yang melibatkan kontak mata. Contoh, pada saat orang ingin
mengetahui apakah suasana hati orang lain yang sedang ditemuinya bervalensi negatif atau
positif, orang melihat kepada mata orang lain itu.
Dalam beberapa konteks, pertemuan dua mata membangkitkan emosi kuat.
Di beberapa bagian dunia, khususnya di Asia, kontak mata dapat menimbulkan
kesalahpahaman antara orang dari suku dan kebangsaan yang berbeda. Mempertahankan
kontak mata dengan supervisor di perusahaan atau dengan orang yang lebih tua dapat
membuat kita dianggap kasar, tidak sopan, dan agresif. Hal ini berbeda dengan di
masyarakat Barat.
‘13
8
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Untuk masyarakat Barat, pada level yang tinggi, kontak mata mencerminkan
persahabatan dan rasa suka. Kontak mata merupakan unsur penting dalam penjajakan
hubungan intim dan percintaan. Kontak mata yang lama juga menjadi tanda dari ketertarikan
dan keinginan mengenal lebih jauh.
Gerak-gerik, Gerakan Badan dan Postur
Ingatlah sebuah kejadian yang membuat anda marah. Pikirkan apa yang ada
lakukan waktu itu. Lalu ingatlah kejadian lain yang membuat anda sedih. Pikirkan juga apa
yang anda lakukan saat itu. Kemudian bandingkan gerak-gerik badan anda pada saat marah
dan gerak-gerik badan anda saat sedih. Apakah gerak badan anda sama pada kedua situasi
itu? Umumnya orang menampilkan gerakan badan yang berbeda pada saat marah dan
pada saat sedih. Orang mengubah gerakan badannya ketika perasannya berubah. Posisi
tubuh berubah, gerakan berubah baik dari bentuk maupun kecepatannya. Gerakan badan
mencerminkan keadaan emosionalnya. Sebagai salah satu saluran komunikasi nonverbal,
gerakan badan memberikan kita tanda-tanda nonverbal sehingga ketika dapat mengenali
dan mengerti keadaan emosional orang lain. Perpaduan posisi tubuh, gerakan badan dan
postur biasa disebut juga bahasa tubuh (body language).
Bahasa tubuh dapat menunjukkan kepada kita keadaan emosional orang lain.
Banyaknya gerakan yang dilakukan orang dapat memberi kita petunjuk tentang keadaan
terangsang yang sedang dialami orang tersebut. Gerakan dalam jumlah besar dan berulangulang (menyentuh, menghentak menggaruk) yang ditampilkan seseorang menunjukkan
bahwa orang itu dalam keadaan terangsang (contohnya : menghasrati objek seksual,
bersemangat, gatal). Semakin besar frekuensi gerakan, semakin tinggi pula tingkat
keterangsangan atau kegelisahan yang dialami. Gerakan-gerakan kecil (gesture) yang
berulang-ulang dapat mencerminkan perasaan cemas dari orang yang melakukannya.
Gerakan besar yang melibatkan seluruh tubuh dapat juga menjelaskan
perasaan orang yang menampilkannya (Aronoff, Woike & Hyman dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009). Gerakan semacam itu dapat menunjukkan perasaan terancam,
keterbukaan, keinginan untuk menantang, rasa hormat, kagum dan sebagainya. Sebagai
contoh, posisi tangan yang terbuka dengan wajah yang menghadap ke depan menunjukkan
keterbukaan terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya. Contoh lain, posisi bertopang
dagu dapat memberi petunjuk tentang perasaan bosan orang yang melakukannya.
‘13
9
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Gestur dapat memberikan informasi yang lebih banyak tentang perasaan
orang lain. Salah satu yang terpenting dari gestur adalah emblem, yaitu gerakan tubuh yang
membawa makna khusus dalam budaya tertentu. Contoh, dibudaya tertentu gerakan
melompat setelah mencapai keberhasilan dianggap sebagai cara yang baik untuk
menampilkan kegembiraan, sedangkan budaya lain gerakan seperti itu bisa saja dianggap
ungkapan dari kesombongan.
Gestur tertentu memiliki makna yang berbeda untuk perempuan dan laki-laki
(Schubert dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Untuk laki-laki, gestur yang menunjukkan
kekuatan seperti menghentakkan kedua tangan yang mengepel merupakan ungkapan
kekuatan sedangkan untuk perempuan mengungkapkan perasaan lemah atau panik.
Sentuhan
Sentuhan orang lain pada kita, dapat membantu memahami apa yang
dirasakan orang lan terhadap kita. Sentuhan bisa menjadi petunjuk dari efeksi, keperdulian,
minat seksual, dominansi, atau agresi. Pemahaman terhadap apa yang hendak
diungkapkan melalui sentuhan bergantung pada beberapa faktor yang terkait dengan :
(1) Siapa yang menampilkan sentuhan (keluarga, teman, orang asing, orang sesama
jenis kelamin, atau berbeda jenis kelamin
(2) Jenis kontak fisik (lama atau sebentar, lembut atau kasar, bagian tubuh mana
yang disentuh); dan
(3) Konteks yang ada pada saat sentuhan ditampilkan (situasi bisnis, situasi sosial,
atau ruang praktik dokter).
Pengenalan serta pemahaman terhadap pikiran dan perasaan orang lain
melalui sentuhan merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Namun, dalam beberapa
budaya, jenis-jenis sentuhan tertentu secara konvensional dipahami sebagai ekspresi dari
pikiran dan perasaan tertentu. Pada masyarakat barat sentuhan sering kali menghasilkan
reaksi positif pada orang yang disentuh (Alagna, Whitcher & Fisher dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009; Smith, Gier, & Willis dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Sedangkan
pada masyarakat lain, reaksi terhadap sentuhan bisa berbeda-beda.
‘13
10
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Bentuk sentuhan yang umum di berbagai budaya ketika bertemu dengan
orang lain adalah berjabat tangan. Dari informasi tentang bagaimana orang berjabat tangan,
ada banyak pengetahuan yang kita dapat tentang orang lain. Bahkan, kita dapat
memperoleh pengetahuan tentang kepribadian orang dari caranya berjabat tangan. Jabat
tangan yang mantap merupakan cara yang baik untuk memberikan kesan positif terhadap
orang lain (Chaplin, et. al. dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Semakin mantap dan lama
jabat tangan dilakukan, semakin kuat kesan positif yang dihasilkan.
Komunikasi Nonverbal melalui Multi-saluran
Dalam interaksi sehari-hari, kita biasanya menerima informasi dari beragam
saluran dalam waktu bersamaan. Archer dan akert (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009)
menunjukkan bahwa orang mampu menafsirkan tanda-tanda yang ditampilkan melalui
beragam saluran komunikasi nonverbal dengan cukup tepat, dengan memanfaatkan
berbagai tanda meski ada perbedaan pada beberapa tipe orang. Misalnya, orang yang
ekstrovert lebih baik kemampuannya dari pada roang yang introvert.
Perbandingan antara informasi dari saluran-saluran yang berbeda dapat
meningkatkan ketepatan penafsiran terhadap tingkah laku nonverbal. Dengan mencermati
beragam tanda dari beragam saluran komunikasi nonverbal, dapat diperoleh pengenalan
dan pemahaman yang lebih komprehensif tentang apa yang dirasakan orang lain.
Bias-Bias dalam Persepsi Sosial
Kita sering menilai orang berdasarkan penampilan pertamanya. Orang yang
menampilkan kesan baik pada saat pertama kali bertemu, cenderung kita anggap baik untuk
seterusnya. Bias seperti ini biasanya disebut efek halo. Kita juga cenderung menilai orang
yang menampilkan kesan buruk pada saat kita pertama kali bertemu dengannya, sebagai
orang yang buruk seterusnya. Bias seperti ini disebut negativitas. Kecenderungan
mengandalkan penilaian terhadap orang lain pada kesan pertama merupakan bias karena
penyimpulan yang kita buat tidak didasari informasi yang lengkap. Informasi tentang
seseorang yang kita peroleh pada saat pertama kali bertemu dengannya tidak mewakili
keseluruhan pikiran dan perasaan orang tersebut.
‘13
11
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam keseharian, tidak jarang kita menilai orang lain dari serangkaian
tindakannya yang dapat kita asosiasikan dengan sifat-sifat tertentu. Contohnya, ketika kita
sedang menghadiri sebuah rapat yang sudah berlangsung lebih dari setengah jam, seorang
peserta yang tidak kita kenal baru datang. Ia masuk ke ruangan rapat dengan gerakan yang
tampak tergesa-gesa menuju tempat duduk yang disediakan untuknya. Setelah duduk, ia
membuka tasnya dan mencari sesuatu di tas tersebut. Kemudian, ia mengeluarkan
beberapa barang dari tasnya untuk memasukkan kembali semua barang itu ke tasnya. Lalu,
ia merogoh sakunya dan sepertinya menemukan apa yang dicari. Pakaian yang
dikenakannya tampak kusut dan rambutnya tidak tersisir rapi. Kita bisa saja dengan sangat
mudah menilainya sebagai orang yang tidak bisa mengatur dirinya dan berantakan. Apakah
penilaian kita akurat? Bisa jadi tidak. Orang itu menampilkan tingkah laku tersebut, bisa jadi
karena faktor-faktor ekternal yang tidak terhindarkan, misalnya pesawat yang ditumpangi
ditunda keberangkatannya, sehingga ia tidak sempat lagi mempersiapkan diri dengan baik
untuk menghadiri rapat itu.
Kecenderungan untuk menempatkan faktor internal atau penyebab
disposisional, cukup besar ditampilkan oleh banyak orang. Fenomena yang ditandai oleh
banyak orang. Fenomena yang ditandai oleh kecenderungan kurang mempertimbangkan
faktor penyebab ekternal disebut oleh Jones (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009) sebagai
bias korespondensi. Penelitian Gilbert dan Malone (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009)
menunjukkan bukti-bukti dari adanya kecenderungan menunjuk faktor disposisional sebagai
penyebab tampilnya tingkah laku, bahkan dalam situasi yang jelas penyebabnya.
Kecenderungan ini muncul dari konteks yang luas dan cukup umum terjadi di berbagai
situasi. Dalam psikologi sosial, bias seperti ini merujuk pada kesalahan atribusi fundamental,
yaitu kecenderungan untuk mempersepsikan orang lain sebagaimana yang ditampilkannya
karena sifat-sifat yang dimiliki orang tersebut. Contohnya, orang yang menampilkan tingkah
laku yang umumnya dianggap baik pada waktu tertentu, cenderung langsung dinilai sebagai
orang baik, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin menjadi
penyebabnya.
Bias persepsi lain yang cenderung kita lakukan adalah apa yang disebut
sebagai in-group bias (bias terhadap kelompok sendiri) atau in group favoritism (favoritism
terhadap kelompok sendiri). Dengan kata lain, kita cenderung menyukai anggota-anggota
kelompok kita sendiri dibandingkan anggota-anggota kelompok lain (Allen & Wilder dalam
Sarwono dan Mainarno, 2009; Billig & Tajfel dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Brewer
dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Tajfel dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Wilder,
dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Contohnya, ketika seseorang menilai calon anggota
DPR dua partai tertentu, X dan Y, yang setara dalam berbagai hal, orang tersebut
‘13
12
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
cenderung memilih calon dari partai Y jika ia sendiri adalah anggota partai Y. Penilaian
tersebut semata-mata karena calon dari partai Y sekelompok dengan orang yang menilai.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah dalam keadaan tertentu, kita
mungkin juga menampilkan bias yang bertentangan dengan anggota in-group. Hal tersebut
mungkin saja terjadi ketika anggota dari kelompok sendiri bertingkah laku secara negatif;
khususnya jika ia bergeser atau menyimpang dari norma kelompok. Para teoretikus percaya
bahwa hal ini terkait dengan identitas sosial kita. Ketika seseorang dalam kelompok saya
melakukan sesuatu yang baik, maka saya juga merasa baik tentang diri saya. Akan tetapi,
jika seseorang dari kelompok saya melakukan hal yang buruk, maka saya merasa buruk.
Bisa saja hal ini terjadi karena saya mengetahui bahwa orang lain akan menilai saya
berdasarkan tingkah laku anggota-anggota kelompok tempat saya bergabung. Dalam
keadaan tersebut, saya mungkin memperlakukan atau mengevaluasi hal-hal buruk yang
dilakukan oleh anggota kelompok saya secara lebih negatif daripada hal-hal buruk serupa
yang ditampilkan orang dari kelompok lain. Dalam psikologi, fenomena ini dikenal dengan
sebutan efek kambing hitam (black sheep effect) (Marques, Yzerbyt & Leyens dalam
Sarwono dan Mainarno, 2009; Marques, Abrams & Seridio dalam Sarwono dan Mainarno,
2009; Marques, Robalo & Rocha dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Marques & Yzerbyt,
dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Matthews & Dietz-Uhler dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009; Coull et all. dalam Sarwono dan Mainarno, 2009).
Bias dalam persepsi sosial dapat juga terjadi karena adanya asimetri antara
kelompok sendiri dan kelompok lain (in-group-out-group asymmetry), yaitu orang cenderung
mempersepsikan kelompok sendiri dengan cara dan standar yang berbeda dengan cara dan
standar mempersepsikan orang lain. Lokasi serta gerakan dari individu dan kelompok dalam
lingkungan menghasilkan asimetri dan hubungan-hubungan topografis. Bentuk topografi
yang menonjol adalah asimentri diri sendiri-orang lain yang diperoleh melalui pembelajaran
sejak bayi. Dalam psikologi sosial, asimetri antara kelompok sendiri dan kelompok lain,
penting untuk menjelaskan tentang stereotip, diskriminasi dan hubungan antarkelompok
(Pettigrew dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Tajfel & Turner dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009). Jumlah dan struktur informasi yang tersedia tentang kelompok sendiri
(juga diri sendiri), berbeda dari jumlah dan struktur informasi tentang kelompok lain (juga
orang lain). Asimetri ini memberi kontribusi kepada beragam jenis bias (Brewer dalam
Sarwono dan Mainarno, 2009; Zuckerman dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Jones &
Nisbett dalam Sarwono dan Mainarno, 2009: Park & Rothbart dalam Sarwono dan
Mainarno, 2009; Watson dalam Sarwono dan Mainarno, 2009; Judd & Park dalam Sarwono
dan Mainarno, 2009; Pronin, Gilovich & Ross dalam Sarwono dan Mainarno, 2009).
‘13
13
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Sarwono, S.W., & Meinarno, E.A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
‘13
14
Psikologi Sosial 1
Filino Firmansyah, M.Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download