MODUL PERKULIAHAN Psikologi Sosial 1 Sikap Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka 08 Kode MK Disusun Oleh 61017 Filino Firmansyah, M.Psi Abstract Kompetensi Materi tentang pengertian sikap, pembentukan sikap, fungsi sikap, hubungan sikap dan tingkah laku, persuasi, disonansi kognitif Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai pengertian sikap, pembentukan sikap, fungsi sikap, hubungan sikap dan tingkah laku, persuasi, disonansi kognitif Sikap Materi ini diambil dari tulisan Istiwomah Wibowo (Sarlito dan Mainarno, 2009) yang akan membahas mengenai bahasan sikap dengan isi pengertian sikap, pembentukan sikap, fungsi sikap, hubungan sikap dan tingkah laku, persuasi, disonansi kognitif. Pengertian Sikap Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menggunakan kata sikap dan mampu memahaminya karena ia menjadi bagian dari kalimat atau ulasan yang kita pahami secara keseluruhan. Namun, tidak demikian bila kita membahas sikap sebagai suatu konsep dalam psikologi sosial. Pada permulaan abad ke-20, sikap merupakan konsep yang menjadi perhatian utama dalam psikologi sosial, sehingga ada yang mengganggap bahwa psikologi sosial adalah bidang studi psikologi yang mempelajari sikap. (Thomas dan Zaniecki dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Sikap berasal dari kata Latin “aptus” yang berarti dalam keadaan sehat dan siap melakukan aksi/tindakan atau dapat dianalogikan dengan keadaan seorang gladiator dalam arena lagi yang siap menghadapi singa sebagai lawannya dalam pertarungan. Secara harfiah semula, pada tahun 1935, seorang psikolog sosial bernama G.W. Allport (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009) dalam buku Handbook of Social Psychology membuat batasan/definisi sikap sebagai kesiapan mental dan syaraf, diatur melalui pengalaman, menggunakan pengaruh petunjuk atau dinamis atau respons individual terhadap semua objek dan situasi yang terkait Menurut Allport, sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan pengalaman individual masingmasing, mengarahkan dan menentukan respons terhadap berbagai objek atau situasi. Pada tahun sekitar 1930 sampai 1970an, sikap merupakan topic yang sangat penting dalam kehidupan manusia, menjadi bahasan dan fokus penelitian dengan menggunakan metode/teknik-teknik khusus untuk pengukuran sikap. ‘13 2 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Beberapa dekade kemudian, pengertian mengenai sikap semakin berkembang dan mengalami perubahan, seperti yang terlihat pada kutipan definisi sikap menurut beberapa penulis berikut (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009) : - Reaksi evaluative yang disukai atau tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang, menunjukkan kepercayaan, perasaan atau kecenderungan perilaku seseorang (Zanna & Rempel, 1988, dalam Voughn & dan Hoog, 2002) - Sikap adalah tendensi psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi entitas tertentu dengan beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaan (Eagly & Chaiken, 1993) - Evaluasi terhadap beberapa aspek perkataan sosial Baron & Byrne, 2006). Berdasarkan batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang terhadap suatu objek (Sarwono dan Mainarno, 2009). Sikap adalah konsep yang dibentuk oleh tiga komponen, yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Komponen kognitif berisi semua pemikiran serta ide-ide yang berkenaaan dengan objek sikap. Isi pemikiran seseorang meliputi hal-hal yang diketahuinya sekitar objek sikap, dapat berupa tanggapan atau keyakinan, kesan, atribusi dan penilaian tentang objek sikap tadi. Komponen afektif dari sikap meliputi perasaan dan emosi seseorang terhadap objek sikap. Adanya komponen afeksi dari sikap, dapat diketahui melalui perasaan suka atau tidak suka, senang dan tidak senang terhadap objek sikap. Isi perasaan atau emosi pada penilaian seseorang terhadap objek sikap inilah yang mewarnai sikap menjadi suatu dorongan atau kekuatan/daya. Komponen perilaku dapat diketahui melalui respons subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respons yang dimaksud dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intense atau niat untuk melakukan perbuatan ‘13 3 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tertentu sehubungan dengan objek sikap. Intensi merupakan predisposisi atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek sikap. Jika orang mengenali dan memiliki pengetahuann yang luas tentang objek sikap yang disertai dengan perasaan positif mengenai kognisinya, maka ia akan cenderung mendekati (approach) objek sikap tersebut. Ketiga komponen sikap menciptakan nuansa tertentu yang dapat menjelaskan perbedaan sikap orang-orang terhadap objek sikap yang sama. Pembentukan Sikap Sikap manusia bukan sesuatu yang melekat sejak ia lahir, tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Seorang anak tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga serta sikapnya tersebentuk dalam interaksinya bersama orang-orang di sekitarnya. Sikap dibentuk melalui proses belajar sosial, yaitu proses di mana individu memperoleh informasi, tingkah laku, atau sikap baru dari orang lain. Sikap dibentuk melalui empat macam pembelajaran sebagai berikut : 1. Pengkodisian klasik (classical conditioning : learning based on association) Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus/ rangsang selalu diikuti oleh stimulus / rangsang lain, sehingga rangsang yang pertama menjadi suatu isyarat bagi rangsang yang kedua. Contohnya, seorang anak setiap kali meilhat ibunya menghidangkan teh dan kue kepada tamunya, kemudian ibu dan tamunya tampakna berbincang-bincang dengan senang dan gembira. Stimulus pertama, yaitu menghidangkan minum dan kue pada tamu, kemudiaan diikuti oleh stimulus kedua, yaitu suasana senang gembira. Setelah anak tersebut dewasa, ia akan bersikap positif terhadap tamu yang berkunjung ke rumahnya sebagai hasil pembelajaran secara classical conditioning. Ia menerima tamu dengan senang walaupun respons terhadap stimulus pertama (menyediakan hidangan teh dan kue) tidak muncul, tetapi respons terhadap stimulus kedua sangat kuat, sehingga ia selalu dalam suasana gembira ketika menyambut tamu yang datang ke rumahnya. ‘13 4 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Pengkondisian Instrumental (instrumental conditioning) Proses pembelajaran terjadi ketika suatu perilaku mendatangkan hasil yang menyenangkan bagi seseorang, maka perilaku tersebut akan diulang kembali. Sebaliknya, bila perilaku tersebut tidak akan diulang lagi atau dihindari. Contohnya, seorang anak mendapat senyuman atau pujian dari ibunya ketika ia membuang daun, kertas, atau plastik bungkus makanannya ke keranjang sampah. Sebaliknya, ia selalu dimarahi oleh ibunya kalau membuang bungkus makanan ke sembarang tempat. Anak belajar melalui instrumental conditioning, sehingga ketika dewasa akan terbentuk sikap positif terhadap benda-benda yang digolongkan sebagai sampah. Hal itu tampak melalui dalam perilakuna yang membuang sampah selalu ke dalam tempat sampah yang tersedia. 3. Belajar melalui pengamatan (observational learning, learning by example) Proses pembelajaran dengan cara mengamati perilaku orang lain, kemudian dijadikan sebagai contoh untuk beriperilaku serupa. Banyak perilaku yang dilakukan seseorang hanya karena mengamati perbuatan orang lain. Misalnya, perilaku merokok pada anak remaja dilakukan dengan meniru perilaku teman-teman sebayanya dalam lingkungan pergaulan. Contoh lain, perilaku orang yang memberi “uang damai” ketika ditangkap polisi karena melakukan pelanggaran lalu lintas. Perbuatan tersebut muncul melalui pengamatan pada kejadian serupa yang dialami oleh orang lain. Dalam keseharian, banyak sikap kita yang terbentuk karena kita aktif mengamati berita-berita dan gambar koran, televise, majalah, dan media lainnya. Sikap terhadap perkawinan dan perceraian mislanya terbentuk karena banyaknya berita/siaran tentang hal tersebut di kalangan artis/selebrits. Akibatnya dari pembelajaran melalui pengamatan pada tampilan yang disiarkan dalam berbagai media, dapat menimbulkan anggapan bahwa orang lain lebih mudah dipengaruhi daripada diri sendiri. Penelitian A. Gunther (1995, dalam Baron dan Bryne, 2008) membuktikan bahwa orang cenderung member penilaian yang berlebihan terhadap ‘13 5 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id orang lain terkait dengan penyiaran pornografi dan adegan kekerasan di media massa (maksudnya orang lain mudah dipengaruhi). Sebaliknya, terhadap dirinya sendiri ia menilai tidak mudah dipengaruhi. 4. Perbandingan sosial (social comparison) Proses pembelajaran dengan membandingkan orang lain untuk mengecek apakah pandangan kita mengenai sesuatu hal adalah benar atau salah disebut perbandingan sosial. Kita cenderung menyamakan diri kita dengan mengambil ide-ide dan sikap-sikap mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Terry & Hogg (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009) di Australia membuktikan tersebut, yaitu sikap positif terhadap pemakaian krim tabir surya dan intense untuk menggunakan krim tersebut setiap keluar rumah. Sikap ini dibentuk atau diperoleh seseorang melalui anjuran dari orang-orang yang dikenal atau dihormatinya. Kita sering memiliki sikap positif atau negatif tertentu terhadap objek sikap karena kita membandingkan dan ingin menyamakan diri kita dengan orang-orang di sekitar kita. Misalnya, sikap positif terhadap partai politik tertentu dapat terbentuk, walaupun kita tidak mengenal langsung satu orangpun dari partai politik tersebut. Fungsi Sikap Mengapa kita mempunyai sikap? Ternyata sikap sangat diperlukan dan mempunyai fungsi dalam kehidupan kita. Menurut Baron & Byrne dan Branscombe (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009), terdapat lima fungsi sikap sebagai berikut : 1. Fungsi pengetahuan Sikap membantu kita untuk mengintepretasikan stimulus baru dan menampilkan respons yang sesuai. Contohnya, anak-anak diajari agar waspada, sehingga ia mengadopsi sikap dari orang tuanya agar tidak cepat percaya atau langsung menyukai orang asing yang baru dikenal, untuk menghindari penculikan anak. ‘13 6 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Fungsi identitas Sikap terhadap kebangsaan Indonesia (nasionalis) yang kita nilai tinggi, mengekspresikan nilai dan keyakinan serta mengomunikasikan “siapa kita”. Dalam acara-acara resmi di luar negeri, orang Indonesia memakai pakaian nasional seperti batik dan peci bagi pria serta kain kebaya bagi wanita, untuk menunjukkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia. 3. Fungsi harga diri Sikap yang kita miliki mampu menjaga atau meningkatkan harga diri. Mahasiswa Indonesia (UI) bangga memakai jaket kuning. Misalnya, sikap patuh terhadap aturanaturan protokoler pada acara-acara resmi, bertujuan agar kita tidak berperilaku menyimpang untuk menjaga harga diri kita di depan publik. 4. Fungsi pertahanan diri (ego defensive) Sikap berfungsi melindungi diri dari penilaian negatif tentang diri kita. Misalnya, memakai benda bermerk agar tidak dinilai rendah oleh kawan-kawan arisan. Banyak perbuatan yang disebabkan oleh sikap melindungi diri agar diterima dalam kelompok teman-teman sebaya, misalnya, merokok dianggap perbuatan yang “keren” di kalangan remaja. 5. Fungsi memotivasi kesan (impression motivation Sikap berfungsi mengarahkan orang lain unutk memberikan penilaian atau kesan yang positif tentang diri kita. Contohnya, memelihara janggut dan berbaju koko agar dianggap orang alim serta wanita memakai jilbab dan berbaju muslim agar berada di wilayah Aceh Darussalam agar diterima dan dihormati oleh masyarakat. Hubungan Sikap dan Tingkah Laku Dalam uraian mengenai sikap, kita mengetahui bahwa banyak perilaku yang didasari oleh sikpa seseorang terhadap suatu objek. Sikap A terhadap B mendasari perilaku A terhadap B, tetapi sikap A terhadap B yang berbeda suku dapat menjadi sumber perilaku yang berbeda (diskriminasi) terhadap B. Mengapa sikap dan perilaku tidak selalu sejalan? Atau, dengan kata lain, mengapa sikap kita terhadap suatu hal bertentangan dengan perilaku yang kita tampilkan? ‘13 7 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Ternyata, sikap tidak selalu dapat meramalkan perilaku. Hal ini dibuktikan oleh penelitian seorang sosiolog, La Piere pada tahun 1934. Selama 2 tahun, ia berkeliling Amerika Serikat bersama sepasang orang Cina. Mereka mendatangi 184 restoran dan 6 hotel/motel serta hanya satu kali mereka ditolak untuk dilayani. Kemudian, ia menyurati dan menanyakan para pengelola tempat-tempat tersebut, “Apakah mau melayani orang Cina? Dari 128 tempat yang memberikan jawaban, 92% restoran dan 91% hotel/motel menjawab “tidak”. Bagaimana pula sikap dan perilaku orang-orang di Amerika setelah peristiwa 11 September 2001? Situasi sosial pasca serangan 110901 mengakibatkan orang Arab dan muslim dicurigai secara berlebihan, tetapi banyak yang mengaku bahwa mereka tidak memiliki prasangka. Namun, reaksi mereka terhadap orang-orang Arab atau Muslim yang berupa penolakan dan curiga secara berlebihan, dianggap sah. Hal ini terjadi semata-mata karena mereka adalah warga negara Amerika dan serangan 110901 tersebut secara hukum dinilai sebagai perbuatan teroris. Banyak perilaku/perbuatan yang kita lakukan, tidak sejalan dengan dengan sikap kita atau mungkin bertentangan sama sekali. Misalnya, pemilik restoran yang mempunyai sikap negatif terhadap orang Cina dala penelitian La Piere, mengapa mau melayani mereka? Mungkin pertimbangan ekonomis menjadi salah satu alasannya, sehingga tamu yang dapat menjadi sumber pemasukan bagi mereka. Apalagi, penampilan pasangan orang Cina itu cukup sopan dan bonafide karena mereka datang bersama dengan orang kulit putih serta tampaknya mereka kaum terpelajar, dan anggapananggapan positif lainnya. Dari hal tersebut, dapat dipahami bahwa antara sikap dan perilaku tidak selalu berhubungan secara langsung, tetapi melalui proses yang cukup rumit. Perilaku yang ditampilkan oleh seseorang bergantung pada situasi, terutama dalam konteks yang paling relevan dari sudut pandang orang tersebut. Oleh karena itu, timbul pertanyaan mengapa dan kapan sikap dapat menentukan atau berpengaruh terhadap perilaku. Ekstremitas Sikap terdiri dari tiga komponen yang intensitasnya dapat berbeda-beda pada masing-masing orang. Orang yang sikap yang ekstrem, yaitu orang yang melibatkan intensitas perasaan yang sangat mendalam tentang suatu hal. Menurut Krosnick dalam Sarwono dan Mainarno (2009) salah satu determinan dari ekstremisme adalah adanya vested interest, yaitu sejauh mana keperdulian orang terhadap suatu hal, khususnya bila konsekuensi dari hal tersebut menyangkut dirinya sendiri. ‘13 8 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Banyak penelitian yang membuktikan bahwa semakin besar vested interest seseorang, semakin besar pula pengaruh sikap terhadap perilakunya. Sebuah penelitian dilakukan pada mahasiswa di suatu universitas besar di Amerika. Mereka ditanyai melalui telepon, apakah mau ikut demo menentang perubahan kebijakan hukum yang akan meningkatkan batas usia orang dewasa yang boleh minum minuman beralkohol dari usia 18 tahun menjadi 21 tahun. Tentu saja, responden mahasiswa yang berumur 21 tahun ke bawah paling terkena dampak kebijakan hukum tersebut. Mereka tergolong sebagai responde yang paling kuat vested interest-nya dan diduga akan lebih banyak yang mau mengikuti demo. Kelompok responden yang berumur 21 tahun ke atas mempunyai vested interest yang paling kecil. Hal ini menguatkan dugaan tersebut bahwa 47% golongan yang vested interest-nya kuat menyetujui ikut demo dan hanya 12% yang vested interestnya rendah yang setuju ikut demo. Jadi, sikap ekstrem dengan didasari vested interest yang kuat, akan lebih mudah berubah wujud menjadi suatu perbuatan atau perilaku, dibandingkan sikap dengan vested interest yang lemah atau yang tidak mengandung vested interest sama sekali. Pengalaman Pribadi Sikap yang terbentuk melalui pengalaman langsung akan lebih menetap dalam ingatan dan mudak diaktifkan lagi ketika kita menemui objek sikap yang serupa. Sebagai ilustrasi, pengalaman kehilangan barang berharga dalam tas yang disilet pencopet ketika naik kereta api yang penuh penumpang, membentuk sikap tertentu terhadap situasi kereta api yang telah penuh penumpang. Pengalaman tersebut akan mengurungkan niat seseorang untuk naik kereta api yang sudah penuh sesak dan menunggu kereta berikut yaitu, KA ekspress eksekutif yang lebih lapang dan tersedia tempat duduk yang sudah membeli tiket. Misalnya, teman anda menceritakan pengalaman yang menyenangkan dan memuji mobil barunya, kemudian bandingkan dengan pengalaman pribadi Anda dengan mobil bermerk yang sama dengan teman Anda. Menurut Anda mobil tersebut boros bensin, mesinnya suka mogok ketika melewati genangan air di jalan bila musim hujan dan beberapa pengalaman pahit lainnya. Sampai di sini, sudah dapat diduga bahwa perilaku Anda berkenaan dengan mobil bermerk yang dibanggakan teman Anda, hampir dapat dipastikan mengikuti sikap dari pengalaman pribadi Anda sendiri daripada pengalaman teman Anda, bukan? Sikap yang terbentuk langsung melalui pengalaman pribadi lebih kuat atau lebih ‘13 9 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menetap daripada yang didapatkan orang secara tidak langsung melalui pengalaman orang lain. Uraian di atas menggambarkan bahwa sikap dapat mempengaruhi perilaku. Kuat atau lemahnya sikap tergantung pada ekstremisme dan pengalaman pribadi seseorang (Petty & Krosnick dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Konsistensi hubungan sikap dan perilaku dipengaruhi oleh : (1) kuat/lemahnya sikap yang dimiliki seseorang dan (2) faktor situasional yang dapat menghambat seseorang untuk berperilaku sesuai dengan sikap yang dimilikinya. Teori tentang Hubungan Sikap dan Perilaku Berikut akan diuraikan tentang teori yang membahas tentang bagaimana sikap mempengaruhi perilaku. 1. Teori perilaku beralasan (theory of reason action – Fishbein & Ajzen dalam Sarwono dan Meinarno, 2009) Menurut Fishbein dan Ajzen keputusan untuk melakukan perilaku tertentu merupakan hasil dari proses yang rasional. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sikap dan perilaku, sehingga objek sikap yang dimaksud tidak lain adalah perilaku itu sendiri. Beberapa pilihan perilaku dipertimbangkan, konsekuensi dan hasilnya dinilai, kemudian dibuat keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (intense). Keputusan yang diambil menunjukkan atau tercermin dari intense untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Dalam hal ini, intense merupakan predictor utama dari perbuatan atau tindakan yang akan dilakukan orang dalam situasi tertentu. Intensi untuk melakukan dan tidak melakukan suatu perbuatan ditentukan oleh dua determinan dasar, yaitu determinan diri dan determinan pengaruh sosial. Determinan diri adalah sikap terhadap perbuatan dan determinan pengaruh sosial adalah persepsi seseorang mengenai tekanan sosial yang diperoleh dari orang-orang di sekitarnya untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan. Perilaku yang berada dalam kendali individu secara sadar dan rasional, misalnya jual beli, memilih sekolah, menentukan tujuan rekreasi dan lain-lain. 2. Teori perilaku berencana (theory of planned behavior-Azjen dalam Sarwono dan Mainarno , 2009) Ajzen menganggap bahwa hubungan antara sikap dan perilaku dalam teori perilaku beralasan, tidak menjelaskan mengenai perilaku yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh orang, meski ia mempunyai sikap yang positif terhadap perilaku ‘13 10 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang dimaksud. Misalnya, seorang siswa yang lulus SMA hendak meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi yang diinginkan. Ia memiliki sikap positif terhadap perguruan tinggi tersebut dan orang-orang disekitarnya, seperti orang tua, teman, sahabat, guru dan saudara kandung mendukung keinginan tersebut. Namun untuk masuk perguruan tinggi tersebut, banyak faktor lain yang berpengaruh, seperti kesempatan untuk lulus ujian masuk perguruan tinggi dan sumber dana financial yang dibutuhkan agar perilaku tersebut dapat terlaksana. Secara keseluruhan, semuanya berpengaruh terhadap niat atau kehendak, yaitu intense orang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Intensi merupakan predictor utama dari perilaku. Artinya, intense merupakan faktor motivasional yang sangat kuat pengaruhnya terhadap perilaku, sehingga orang dapat mengharapkan orang lain berbuat atua tidak berbuat sesuatu berdasarkan intensi. Dalam teori Planned Behavior, Ajzen menambahkan satu lagi determinan perilaku, yang disebutkan sebagai perceived behavior control (PBC) atau kendali perilaku yang dipersepsikan. PBC merupakan persepsi terhadap tingkat kesulitan sebuah perilaku untuk dapat dilaksanakan. PBC merefleksikan pengalaman masa lalu dan antisipasi terhadap hambatan yang mungkin terjadi ketika melakukan sebuah perilaku. Menurut teori perilaku berencana, intense dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu sikap, norma subjektif (Fishbein & Azjen dalam Sarwono dan Mainarno, 2009) dan PBC (kendali perilaku yang diperspesikan—azjen dalam Sarwono dan Mainarno, 2009). Intensi mempengaruhi perilaku secara langsung serta merupakan indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang untuk mencoba suatu perilaku dan seberapa besar usaha yang akan digunakannya untuk melakukan sebuah perilaku. Sikap Norma Subyektif Intensi Percieved Behavioral Control (PBC) ‘13 11 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tingkah Laku 3. Attitude to Behavior Process Model (Fazio dalam Sarwono dan Mainarno, 2009) Hubungan sikap dan perilaku berlangsung spontan. Model teoritis yang dikembangkan oleh R.H. Fazio, menjelaskan bahwa bila kita dihadapkan pada kejadian atau peristiwa yang berlangsung cepat, secara spontan sikap yang terdapat pada diri kita akan mengarahkan perilaku. Kejadian-kejadian yang kita alami menimbulkan sikap tertentu terhadap objek sikap yang kita temui. Sikap yang terbentuk akan mempengaruhi persepsi kita terhadap objek sikap tersebut. Pada waktu bersamaan, pengetahuan kita tentang norma sosial—perilaku apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan oleh seseorang yang berkenaan dengan suatu kejadian—juga mempengaruhi persepsi mengenai kejadian tersebut. Sikap dan pengetahuan yang terdapat dalam memori kita, mempengaruhi persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi perilaku kita. Hubungan antara sikap dengan perilaku menurut attitude-to-behavior process model, dapat dilihat dalam skema berikut Sikap Perilaku Memori (Pengetahuan tentang Kejadian) Persuasi Teori yang diuraiakan di atas menunjukkan bahwa sikap berperan menentukan perilaku. Dengan kata lain, sikap dapat mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu, dengan mengubah sikap, diharapkan perilaku tertentu akan dilakukan seseorang atau beberapa orang. ‘13 12 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Saat ini kita membahas tentang persuasi, yaitu upaya mengubah sikap orang lain melalui penggunaan berbagai macam pesan. Beberapa contoh dari kegiatan persuasi adalah sebagai berikut : - Iklan merupakan pesan tentang produk tertentu yang dikemas dengan menarik dan ditampilkan melalui media massa yang cakupannya luas, baik melalui koran, TV, majalah maupun media lainnya. - Kampanye merupakan pesan yang disampaikan melalui pidato dalam acara yang mengumpulkan massa dan diselenggarakan oleh parti tertentu, biasanya menjelang pemilu. - Sosialisasi merupakan pesan yang berisi mengenai perencanaan sesuatu, seperti tentang apa, bagaimana dan mengapa suatu kegiatan pembangunan (program) perlu dilaksanakan. Biasanya kegiatan ini dilakukan oleh aparat pemerintah, agen perubahan dan tokoh masyarakat serta ditujukan kepada masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mendapatkan pengetahuan atau informasi melalui berbagai pesan persuasive yang dikemas dengan berbagai cara agar menarik. Namun, tidak semua informasi yang kita terima mampu membentuk atau mengubah sikap kita terhadap hal yang disampaikan dalam pesan tersebut. Orang menerima berbagai informasi melalui indra dan mempersepsikan informasi secara selektif (memilih yang relevan dengan kepentingan dirinya saja), untuk selanjutnya diproses terlebih dahulu dengan caracara tertentu (diintepretasi melalui dievaluasi) sebelum menjadi sikap yang relative menetap dalam ruang kognisi. Menurut teori the elavoration likehood model (ELM) dari Petty & Cacioppo (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009), ada dua macam cara untuk memproses pesan persuasive, yaitu : 1. Systematic processing 2. Heuristic processing Pengolahan pesan persuasive menurut the elaborative likehood model dijelaskan melalui skema berikut : Message important; processing capacity high ‘13 13 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Central Route Careful processing of information in message Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Attitude change depend on strength of arguments in message Persuasive message Pajak untuk Pembangunan Message unimportant; processing capacity low Peripheral Route Heuristic processing of information in message Attitude change depend on presence of persuasion cues, which trigger heuristic processing Orang bijak membayar Kewajiban warga membayar pajak disosialisasikan pemerintah, khusunya oleh Direktorat pajak Pajak, berupa penyuluhan secara langsung maupun tidak langsung melalui koran, televise serta tulisan di papan dan pamphlet. Pengolahan pesan dikatakan sebagai “systematic processing”, bila orang mempertimbangkan kekuatan isi pesan dengan sungguh-sungguh. Dalam hal ini, pertimbangan orang tentang isi pesan dapat melalui central route, yaitu process pemikiran yang menggunakan logika atau rasio serta mengikuti alur pemikiran yang mendalam dan terinci. Misalnya, orang-orang membayar pajak karena pertimbangan bahwa uangnya dapat meningkatkan pendapatan pemerintah dan digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan yang dapat mensejahterakan masyarakat. Pesan persuasive dioleh secara heuristic processing jika pesannya dioleh menggunakan pemikiran yang sederhana atau mental shortcuts. Dalam hal ini, kekuatan isi pesan tidak dianggap penting, pertimbangan dilakukan secara sepintas dengan menggunakan peripheral route. Misalnya, perbuatan membayar pajak semata-mata dilakukan karena sering melihat papan reklame bertuliskan “orang bijak membayar pajak”. Seseorang membayar pajak tanpa pemikiran yang mendalam seperti yang dilakukan dalam contoh yang pertama. Tidak semua pesan persuasive dapat mengubah sikap kita. Pernahkan anda menghadapi orang yang menjual produk tertentu seperti cairan pembersihh lantai dan bahan pembersih lain untuk keperluan di rumah? Ia datang dengan sopan dan mendesak meminta waktu kita untuk menjelaskan barang dagangannya. Ia dengan lancar mempromosikan bawaaannya, sedangkan kita merasa bosan dan terganggu dengan uraian tersebut; pekerjaan yang seharusnya sedang kita kerjakan menjadi tertunda karena kedatangannya. Mengapa dan kapan pesan yang disampaikan secara persuasive justru dapat menguatkan reaksi penolakan kita? Berikut akan dijelaskan lima macam reaksi penolakan terhadap persuasi : ‘13 14 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1. Reaksi penolakan Perlawanan terhadap persuasi terjadi karena seseorang merasa kebebasannya terancam. Misalnya, pesan untuk tidak merokok di dalam ruangan dipersepsikan membatasi kesenangan seseorang terhadap rokok. Hal-hal yang sifatnya membatasi kebebasan seseorang akan menimbulkan reaksi penolakan. Begitu pula hal-hal yang dapat mengurangi kebebasan pribadi seseorang akan menimbulkan perlawanan. Misalnya, pesan agar sebuah film tidak ditonton oleh anak-anak dan remaja di bawah umur, justru membangkitkan minat mereka untuk menontonnya. 2. Peringatan sebelum kejadian Bila orang mengetahui bahwa dirinya menjadi sasaran dari upaya persuasi, biasanya ia akan waspada terhadap isi pesan yang disampaikan dan cenderung menolak pesan-pesan atau argumentasi yang berbeda dengan sikapnya. Jika seseorang mengetahui bahwa ia menjadi target persuasi maka ia mempunyai kesempatan untuk menyiapkan bantahan (counter argument). Sebagai contoh, sebagai pemirsa televise, kita menonton berbagai acara persuasive di TV, sebagai iklan, tayangan diskusi, kampanye partai, jelajah pariwisata, dan sebagainya. Namun kita akan segera mengubah saluran TV karena tahu bahwa iklan yang tidak kita sukai akan muncul. 3. Menghindari selektif Seperti contoh diatas, kita akan menghindar atau tidak memperhatikan isi pesan dan informasi yang tidak sesuai dengan sikap kita. Orang memilih acara TV baik berupa isi pesan, maupun pembawa pesan yang disukainya, yang sesuai dengan minat dan ikap mereka. 4. Membantah aktif Orang secara aktif menentang dan membantah pendangan-pandangan yang berlawanan dengan sikap yang dimilikinya. Pandangannya berbeda dengan sikap yang sudah dianut akan menimbulkan kesan yang menimbulkan perasaan tidak nyaman dan mendorong orang untuk bertahan dengan sikapnya semula. Orang semakin yakin bahwa sikapnya akan menjadi lebih baik dengan secara aktif berargumentasi mempertahankan dan menyatakan kelebihan dari sikapnya. 5. Suntikan kekebalan ‘13 15 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id BIla orang mendapat pesan persuatif yang bertentangan dengan sikap yang sudah ada., isi pesan tersebut merupakan suntikan baginya untuk melawan ide-ide “buruk” tersebut. Ia tidak akan mau mengubah sikap yang sudah ada, menjadi “imun”, dan mempertahankan sikapnya walaupun pesan yang diberikan setelahnya berupa informasi yang sejalan dengan pandangannya. Menurut William Mc Guire (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009), orang akan menolak persuasi bila informasi yang diberikan terlebih dahulu bertentangan dengan sikap yang ada. Sebagai contoh, orang menolak berganti kepecayaan/ideology yang dianut oleh mereka. Informasi/pesan yang bertentangan dengan kepercayaan mereka, justru membangkitkan daya untuk mempertahankan dan menguatkan kepercayaan yang sudah dimiliki. Disonansi Kognitif Disonansi kogntif adalah keadaan internal yang tidak nyaman akibat adanya ketidaksesuaian antara dua sikap atau lebih serta antara sikap dan tingkah laku. Menurut Leon Festinger (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009), disonansi kognitif terjadi apabila hubungan yang bertolak belakang antara elemen-elemen kognitif yang satu dengan yang lain, misalnya antara sikap positif A terhadap B (A mencintai B) dan sikap negatif A terhadap perilaku B (berselingkuh). Dalam kehidupan sehari-hari, kita menemui keadaan tidak nyaman ketika menghadapi situasi dimana kita harus berperilaku berbeda dengan sikap yang kita miliki. Biasanya kita akan berusaha mengurangi ketidaknyamanan tersebut dengan mengubah sikap atau perilaku kita. Dengan kata lain, untuk mencapai keseimbangan dalam diri kita. Tiga jenis mekanisme untuk mengurangi disonansi kognitif adalah sebagai berikut : 1. Mengubah sikap atuau perilaku kita menjadi konsisten satu sama lain 2. Mencari informasi baru yang mendukung sikap atau perilaku untuk menyeimbangkan elemen kogntif yang bertentangan 3. Trivilization, yaitu mengabaikan atau menganggap ketidaksesuaian antara sikap atau perilaku yang menimbulkan disonansi sebagai sesuatu yang tidak penting. ‘13 16 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sejauhmana disonansi kognitif mempengaruhi kenyamanan seseorang? Penelitian yang dilakukan oleh Eddie Harmon dan Jones (dalam Sarwono dan Mainarno, 2009) membuktikan bahwa disonansi kogntiif dapat membangkitkan perasaan tidak nyaman. Dalam penelitian tersebut, partisipan dibagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama, partisipan diminta menulis esai dari suatu artikel yang membosankan, tetapi ia harus menggambarkan artikel tersebut sebagai suatu yang menyenangkan. Golongan kedua, partisipan diminta menulis esai dari artikel yang menurut mereka membosankan, tetapi akan lebih dihargai bila ia menuliskan artikel yang membosankan itu sebagai suatu uraian yang menyenangkan. Golongan yang kedua, mempunyai tingkat pilihan tinggi (the high choice condition). Mereka diharapkan akan mengalami disonansi, sedangkan golongan pertama tingkat pilihan rendah (the low choice condition) diharapkan tidak mengalami disonansi. Setelah selesai dengan tugasnya, mereka diminta mengisi kuesioner yang menjelaskan sikapnya terhadap artikel yang telah dibacanya dan bagaimana perasaannya tentang ketidaknyaman yang dialaminya. Hasilnya, seperti yang diduga, bahwa persentase dari jawaban kelompok dengan peringkat pilihan tinggi lebih besar dibandingkan jawaban dari kelompok dengan peringkat pilihan rendah. Daftar Pustaka Sarwono, S.W., & Meinarno, E.A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika ‘13 17 Psikologi Sosial 1 Filino Firmansyah, M.Psi Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id