Ekonomi Dunia Akan Menabrak Tembok Beton

advertisement
%
PERTUMBUHAN EKONOMI ZONA EROPA MELEMAH
1%
0.8%
0.6%
0.4%
0.2%
0%
Q2
2010
Q3
2010
Q4
2010
Q1
2011
Q2
Q3
2011
2011
SUMBER: EUROSTAT
INTERVIEW
EKONOMI DUNIA
AKAN MENABRAK
TEMBOK BETON
Data ekonomi Amerika Serikat (AS)
yang terus memburuk dan krisis utang
zona Eropa mengancam investor di
seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Oleh Andina Dwifatma
YA, EKONOMI dunia kembali dihantam badai
krisis. Sejumlah bursa saham di berbagai
negara mulai mengalami koreksi yang
terbilang tajam.
The Conference Board’s Consumer
Confidence Index di AS pun mencatatkan
penurunan 14,7 poin per Agustus 2011.
Angka ini menyentuh level terendah sejak
April 2009—suatu fakta yang cukup
mencemaskan, mengingat consumer
spending mewakili 70% Produk Domestik
Bruto (PDB) AS.
Sementara itu Zona Eropa, yang beberapa negara anggotanya terlilit utang,
justru mengalami perlambatan tajam
dalam pertumbuhan ekonomi kuartal
kedua. Jerman hanya tumbuh 0,1%, dan
Foto oleh GUGUN ANGGUNI SUMINARTO
Inves.indd 17
6 November 2011 FORTUNE INDONESIA
/11
10/13/11 6:25 PM
invest NICO OMER JONCKHEERE
JIKA AS TERUS MENERUS MENCETAK UANG, SAYA YAKIN, DOLLAR AS AKAN
KEHILANGAN NILAINYA DAN MENJADI TOILET PAPER.”
Perancis tidak tumbuh sama sekali.
Padahal kedua negara itu menjadi
motor utama perekonomian Uni
Eropa.
Pertanyaannya, seberapa dekat
perekonomian global dengan
kehancuran? Simak wawancara
Andina Dwifatma dari Fortune
Indonesia dengan Vice President
Riset Valbury Asia Futures, Nico
Omer Jonckheere. Nukilannya:
Dalam pandangan Anda, apa
sebenarnya masalah utama
perekonomian global saat ini?
Sangat jelas: kelebihan utang.
Banyak orang dan negara
menanggung besaran utang yang
tidak mampu mereka bayar.
Gawatnya, beberapa pemerintahan
dan bank sentral di dunia malah
bertindak melawan hukum
kapitalisme. Dalam kapitalisme,
jika Anda terlalu banyak berutang,
maka Anda akan bangkrut.
Anda tidak boleh mengharapkan
bantuan alias bailout, kecuali Anda
seorang fasis.
Baru-baru ini, The Fed berencana
membeli obligasi bertenor 6-30
tahun senilai US$400 miliar
hingga Juni 2012. The Fed
juga berencana mengeluarkan
stimulus keuangan dalam bentuk
quantative easing tahap tiga
(QE3). Pendapat Anda?
QE3 memang akan menopang
perekonomian untuk sementara
waktu, tapi pada akhirnya justru
mengakibatkan hiperinflasi.
Menggelontorkan uang secara
terus-menerus tidak akan menjadi
solusi. Buktinya, pada tahun 2007
penggunaan kredit di sektor privat
begitu tinggi sampai meledak.
Stimulus keuangan pada hakikatnya
sama seperti penambahan utang
publik, jadi belum tentu dapat
memperbaiki ekonomi.
Bagaimana proses terjadinya
hiperinflasi?
Ketika dollar AS yang beredar di
pasar sangat banyak, maka uang
itu akan terdepresiasi nilainya.
Contoh jika AS mengimpor barang
A, dan nilai dollar AS melemah,
maka uang yang harus dikeluarkan
untuk membeli barang itu pun akan
semakin banyak. Jika semula kita
cukup mengeluarkan US$1 untuk
membeli barang itu, kini, konsumen
harus membayar US$2 untuk
membeli barang yang sama. Jika AS
terus menerus mencetak uang, saya
yakin, dollar AS akan kehilangan
nilainya dan menjadi toilet paper.
Jadi, apa yang sebaiknya
dilakukan The Fed?
Amerika sekarang berada di
persimpangan jalan. Pembuat
kebijakan harus memutuskan
apakah mereka memilih resesi—
bahkan depresi—atau inflasi.
Biasanya dipilih yang kedua,
makanya mereka terus dan terus
mencetak uang, padahal inflasi
adalah the silent killer.
Jalan satu-satunya adalah
meyakinkan diri untuk memilih
depresi. The Fed harus berani
menaikkan suku bunga, sebab
ekonomi tumbuh bukan dari
spekulasi atau konsumsi, melainkan
simpanan. Itulah yang dulu
dilakukan Ketua The Fed era
1970an-1980an, Paul Volcker.
Jika suku bunga naik, orang
berani menyimpan uang. Zombie
companies dan zombie banks,
yang sekarang terus menerus
diselamatkan, akan tergerus habis.
Sistem akan membersihkan dirinya
sendiri. Baru pada saat itulah
ekonomi bisa bertumbuh lagi.
Sejauh mana hal ini akan
berpengaruh terhadap bursa di
seluruh dunia, dan Indonesia
pada khususnya?
Baik di negara maju maupun
negara berkembang, volatilitas
selama dua bulan ke depan akan
sangat tinggi, mungkin lebih
dari 2%-3% sehari. Bahkan
dalam jangka panjang, artinya
enam bulan sampai dua tahun
mendatang, saya khawatir ekonomi
dunia akan seperti menabrak
tembok beton. Belum pernah
terjadi begitu banyak negara terlilit
utang berbarengan.
Bagaimana di Indonesia? IHSG
memang relatif masih stabil, meski
terjadinya koreksi terbesar sejak
tahun 2008 (dari sekitar 4.200
hingga 3.590, atau sekitar 14,5%)
patut diwaspadai. Secara teknikal,
memang ada tanda kuning. Bukan
merah. Menurut saya, IHSG masih
bisa pecahkan 3.590. Tapi sekarang
bukan saatnya membeli saham
secara agresif. Bila Anda punya dana
Rp100 juta, masuklah sedikit-sedikit
/
1 2 FORTUNE INDONESIA 6 November 2011
Inves.indd 18
10/13/11 6:25 PM
dalam, misalnya, sepu
Kondisi Eropa sem
menentu setelah Ju
salah seorang anggo
gubernur Bank Sen
(ECB), mengundurk
September lalu. Pen
Arah pemulihan eko
kian suram. Mundur
Stark dinilai sebagai
ECB membeli obliga
gara anggota Uni Ero
krisis utang.
Ini bertentangan d
Perjanjian Lisbon. M
tersebut, ECB tidak b
surat utang pemerin
negara anggotanya. S
ECB mengeluarkan n
negara anggotanya y
didera krisis. Mereka
punya disiplin sepert
Jangan terpaku deng
risiko sistemik.
Kebijakan yang
menjamin pembayar
utang (bailout) akan
cenderung menimbu
berbagai tindakan d
itikad baik (moral h
Kondisi Yunani mem
tidak bisa diselamat
akan gagal-bayar (de
sudah menjadi rahas
Jadi, lebih baik men
dari Zona Eropa, at
bailout mereka?
Tentu saja mendepak
sebuah klub, Anda te
standar sendiri, siapa
menjadi anggota. Me
memenuhi syarat, ha
Pemerintah Jerman,
baik menyuntik mod
Bank daripada terus
bailout Yunani.
/
9
25 PM
invest NICO OMER JONCKHEERE
KONDISI YUNANI MEMANG SUDAH TIDAK BISA DISELAMATKAN LAGI. YUNANI AKAN
GAGAL-BAYAR (DEFAULT). ITU SUDAH MENJADI RAHASIA UMUM.”
Bagaimana soal ide untuk
menetapkan status gagal-bayar
dan penyelesaian utang yang
tertata rapi (orderly default)?
Tidak mudah. Proses default di
suatu negara cenderung tak terkendali. Kalaupun ada rekapitalisasi
perbankan, persoalannya bisa
berujung pada, “siapa dapat apa”.
Belum lagi, gejolak sosial-politik
dan efek domino yang bisa terjadi.
Jadi, arah pemulihan ekonomi dunia
masih lesu hingga tahun depan.
Mengapa banyak yang yakin
dengan perekonomian Indonesia?
Beberapa menilai fundamental
perekonomian dalam negeri masih
cukup kebal terhadap gejolak
eksternal?
Bisa jadi karena mereka tidak
memahami persoalan ekonomi
global secara utuh. Atau, bisa juga
karena mereka berpikiran sempit.
Kita tidak bisa mengkaji kondisi
perekonomian Indonesia saja.
Jika indeks Dow Jones turun,
apakah mereka bisa menjamin
dengan pasti bahwa IHSG tidak
akan turun juga? Banyak yang
bilang, permintaan domestik
memang menjadi kunci
keberhasilan Indonesia. Atau,
apapun yang terjadi di AS atau
Eropa tidak akan membawa banyak
dampak terhadap Indonesia?
Jangan terlalu naif.
Ekonomi global sangat erat
kaitannya dengan bursa saham
lokal, sebab kapitalisasi pasarnya
masih sangat kecil dan didominasi
investor asing, untuk sekadar
menyebut contoh. Jadi, mau tidak
mau, aksi jual-beli investor asing
di pasar modal lokal, menjadi
pertimbangan kita.
Faktanya, banyak investor lokal
yang mengekor kepada pemainpemain asing. Kalau pihak asing
melakukan aksi beli, kita pun harus
mengikutinya.
Meski saya orang asing, saya tidak
menyukai kecenderungan yang
demikian. Investor lokal harus bisa
mandiri. Kalau memang sahamnya
bagus, ya beli. Jangan lihat, apakah
pihak asing membelinya atau tidak.
Itu tidak penting.
Pertengahan Oktober lalu, BI
menurunkan suku bunga acuan
(BI Rate), dari 6,75% menjadi
6,5%, untuk mengantisipasi
pelemahan pertumbuhan ekonomi
kelak. Pandangan Anda?
Bagi pasar, itu menunjukkan sinyal
yang bertolak-belakang. Sebelumnya,
BI yakin dengan pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Tapi, suku
bunga acuan kini diturunkan,
sebab BI khawatir dengan ancaman
melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Lagipula, kenaikan tarif dasar
listrik dan harga-harga pangan bisa
saja memicu lonjakan inflasi pada
tahun depan.
Cobalah berkaca dari pengalaman
Brazil, yang juga menurunkan suku
bunganya. Soalnya, kebijakan itu
bisa menekan real interest rate.
Jadi, rupiah berpotensi mengalami
tekanan lagi dalam jangka
menengah.
Apa alternatif instrumen investasi
yang Anda sarankan?
Perak bisa menjadi alternatif yang
menarik. Paling sedikit, nilainya bisa
naik sepuluh kali. Kini, rasio emasperak (gold-silver ratio) sekitar 46.
Jadi, 1 ons emas senilai dengan 46
ons perak. Biasanya, rasio tersebut
berkisar 10-15.
Sebab, emas semakin
mengemuka sebagai aset moneter,
bukan hanya komoditas biasa.
Namun, banyak yang lupa,
cadangan perak sebenarnya lebih
rendah daripada emas.
Soalnya, perak juga merupakan
kebutuhan industri, terutama
elektronik. Selain itu, biasanya
emas–dalam wujud perhiasan
atau benda lainnya–masih bisa
didapatkan kembali melalui berbagai
proses, termasuk daur ulang. Ini
berbeda dengan perak. Mendaur
ulang alat-alat elektronik untuk
mendapatkan kembali unsur perak,
masih tergolong mahal.
Dalam bentuk apa perak yang
layak dikoleksi untuk investasi?
Apakah perak termasuk instrumen
yang likuid?
Saya sudah membeli perak dalam
bentuk koin. Sudah ratusan koin
yang saya koleksi. Saya membeli koin
dinar dan dirham perak dari Wakala
Induk Nusantara. Jaringannya sudah
ada di sejumlah kota besar. Jadi,
instrumen ini sangat likuid.
Memang, banyak yang masih
meremehkan atau bahkan tidak
paham soal berinvestasi perak.
Tapi, perak adalah instrumen
investasi terbaik saat ini, bahkan jika
dibandingkan dengan emas, saham,
atau instrumen lainnya.
/
14 FORTUNE INDONESIA 6 November 2011
Inves.indd 20
10/13/11 6:25 PM
Download