Investor Asing Kembali Masuk Setelah selama empat pekan berturut

advertisement
Jakarta, 30Mei 2016 Investor Asing Kembali Masuk Setelah selama empat pekan berturut‐turut tertekan, IHSG sepekan lalu mencatat kenaikan 2,18%.Investor nampak memburu saham‐saham domestik terutama bank,telekomunikasi dan konsumer yang telah terkoreksi dalam. Kami cermati, kenaikan IHSG ini nampak sejalan dengan bursa regional yang diduga terkait menurunnya kecemasan Fed menaikkan bunga secara agresif seperti akan kami jelaskan dibawah. Seperti terlihat pada peraga Bloomberg dibawah ini, investor asing secara gradual menunjukkan pembelian bersih pada saham (series warna biru berbintik). Hal berbeda bila dibanding obligasi (warna merah) yang menunjukkan penurunan. Sangat bisa jadi investor obligasi sebetulnya sudah priced‐in peluang investment grade diberikan kepada Indonesia. Media melansir lembaga pemeringkat S&P terkesan dengan kemajuan di Indonesia. Namun peningkatan peringkat diduga menunggu penyelesaian revisi APBN‐2016 dan skema tax amnesty. Ada kemungkinan investor asing dalam obligasi melakukan rotasi kepada negara berkembang lain seperti Brazil yang memberikan nominal yield yang lebih tinggi sementraperkembangan politik nampak membaik paska impeachment Presiden Dilma. Secara internal, sentimen positif investor saham diduga dipacu oleh upaya upaya BI untuk mendorong permintaan kredit dengan melonggarkan aturan macroprudential khususnya yang terkait sektor properti dan otomotif. Stimulus BI ini kami cermati merespon laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari dugaan untuk triwulan pertama 2016 sementara penyaluran kredit terus melambat. Fed Hike Mungkin Hanya Sekali Lagi Pekan lalu, petinggi Fed Janet Yellen kembali menegaskan rencana meningkatkan suku bunga yang akan dilakukan secara gradual. Mencermati kecenderungan the Fed yang semakin mempertimbangkan faktor gejolak global, kami tidak menduga kenaikan akan terjadi pada pertemuan Fed bulan Juni mendatang. Sebab the Fed kemungkinan mengantisipasi hasil mengejutkan dari referendum Brexit tanggal 23 Juni atau sekitar sepekan setelah FOMC meeting. Yang lebih mungkin kenaikan itu terjadi pada bulan Juli. Peluang kenaikan itu memang beralasan bila memperhatikan Bloomberg economic surprise index (ECSU) yang untuk pertama kali memasuki teritori positif. Seperti terlihat pada peraga dibawah ini, tidak hanya komponen domestik seperti aktivitas perumahan dan rumah tangga yang menggembirakan, tetapi indikator siklus bisnis juga membaik. Kondisi lapangan kerja juga membaik dengan pertumbuhan upah tahunan 2,5% dan angka pengangguran lima persen. Model Taylor’s rule memang sudah lama menyarankan kenaikan bunga. Namun kenaikan the Fed rate mungkin hanya satu kali selama tahun ini mengingat saat ini terjadi penurunan tingkat keuntungan perusahaan yang selanjutnya dikuatirkan akan mengurangi minat melakukan investasi. Selain itu faktor eksternal relatif kurang mendukung dengan perlambatan ekonomi China dan deflasi yang kembali terjadi di Jepang. Pemerintah Jepang sendiri diduga akan menunda kenaikan pajak penjualan untuk memacu pengeluaran rumah tangga. Saran ini nampak menjadi kritik mitra negara G7 yang mengingatkan Jepang untuk tidak terlalu mengandalkan stimulus ekspansi moneter yang secara struktural memicu pelemahan yen. Kami mencermati rasio posisi asset Bank of Japan terhadap GDP – sebagai indikator aggresifitas quantitative easing ‐‐ melambung hingga 83%. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding the Fed (25%) dan ECB (24%). Pemerintah Focus Pengendalian Inflasi Makanan Pekan lalu saya sempat bertemu dengan seorang tim ekonomi Presiden Jokowi yang menegaskan bahwa pemerintah berusaha mengendalikan inflasi makanan terutama terkait daging dan gula. Kami menyambut baik langkah ini sebab secara empiris tingkat kepercayaan konsumen sangat berkorelasi dengan inflasi makanan. Langkah pemerintah itu dilakukan dengan mengimpor sekitar 10.000 ton daging sapi dan menjaga harga gula tidak melebihi Rp12.500 per kilo. Pemerintah menginginkan Idul Fitri sebagai festival yang menggembirakan bagi rakyat. Sumber kami tersebut menyanggah bila pemerintah akan memaksa memberikan discount untuk layanan jalan tol. Seperti kami ulas sebelumnya, Idul Fitri merupakan ujian kekuatan daya beli masyarakat. Pemerintah juga memberikan stimulus dengan pencairan gaji ke‐13 pada bulan Juni mendatang. Salam Budi Hikmat Chief Economist and Director for Investor Relation 
Download