PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DARI BIBIT G0 YANG DIBERI ZAT PENGATUR TUMBUH GROWTH AND PRODUCTION OF TUBER OF POTATO PLANTS (Solanum tuberosum L.) VARIETIES OF GRANOLA FROM G0 WHICH IS GIVEN SUBSTANCES REGULATOR GROW Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA UPI ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang pertumbuhan dan produksi umbi tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) varietas Granola dari bibit G0 yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan produksi umbi tanaman kentang setelah diberi perlakuan atonik pada tanaman. Parameter yang diukur, yaitu tinggi tanaman, kadar klorofil, jumlah daun, biomassa (berat basah dan berat kering), bobot umbi per tanaman, serta jumlah umbi pertanaman. Perlakuan dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan zat pengatur tumbuh atonik pada daun tanaman kentang dengan konsentrasi 0 ml (kontrol), 0,5 ml, 1,0 ml, dan 1,5 ml yang dilarutkan dalam satu liter akuades. Perlakuan dilakukan seminggu sekali dari awal tanam sampai menjelang panen. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi per tanaman, bobot umbi pertanaman, biomasa yang meliputi berat basah dan berat kering serta kadar klorofil pada tanaman kentang yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik dengan konsentrasi 0 ml/liter, 0,5 ml/liter, 1,0 ml/liter, dan 1,5 ml/liter tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Kata kunci: Kentang, Atonik, Pertumbuhan, Produksi umbi ABSTRACT Research about the growth and production of tuber of potato plants (Solanum tuberosum L.) varieties of Granola from the G0 of a given substance treatment regulator grow atonik was conducted. The purpose of this research is to find out how the growth and production tuber of potato plants after being given treatment of atonik on plants. The parameters measured, i.e. high plants, chlorophyll levels, number of leaves, biomass (wet weight and dry weight), tuber weight/plant, and the number of tubers/plant. The treatment is done by pouring solution of growing regulatory substances atonik on leaves of potato plants with concentrations of 0 ml (control), 0.5 ml, 1.0 ml, and 1.5 ml dissolved in one liter of aquades. The treatment is carried out once a week from the beginning of the cropping up ahead of the harvest. Height of plants, number of leaves, the number of tubers/plant, tuber weight/plant, biomass including wet weight and dry weight and the levels of the chlorophyll the potatoes that are grown atonik regulator substances treatment with concentration 0 ml/liter, 0.5 ml/liters, 1.0 ml/liter, and 1.5 ml/liter shows not significant. Keywords: Potatoes, Atonik, Growth, Production tubers ________________________ 1 Penulis Penanggung Jawab Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Bibit G0 yang Diberi Zat Pengatur Tumbuh Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah pangan utama keempat setelah padi, gandum, dan jagung. Kentang sudah menjadi alternatif diversifikasi pangan masyarakat Indonesia sehingga konsumsi bahan pangan berumbi ini semakin meningkat (Setiadi, 2009), maka produksi kentang perlu ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas. Kebutuhan kentang yang semakin meningkat disebabkan karena meluasnya pendayagunaan produksi kentang untuk berbagai bahan makanan, baik sebagai bahan sayuran maupun makanan ringan (Parman, 2007), namun produktivitas kentang di Indonesia masih rendah. Kualitas umbi bibit masih merupakan salah satu faktor pembatas bagi peningkatan produksi umbi kentang (Sutapradja, 2008). Pembudidayaan bibit umbi kentang dapat dilakukan di dalam rumah kasa (screen house) yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari faktorfaktor iklim yang secara alamiah kurang menguntungkan (Wibisono, 2010). Usaha peningkatan produksi tanaman kentang saat ini sudah banyak dilakukan, diantaranya penggunaan kultivar unggul dan zat pengatur tumbuh tanaman. Pemanfaatan zat pengatur tumbuh untuk meningkatkan produksi umbi mini kentang merupakan salah satu teknologi yang dapat dipilih untuk diterapkan. Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan saat ini adalah zat pengatur tumbuh sintetik. Salah satu senyawa sebagai zat pengatur tumbuh untuk tanaman yang dikenal yaitu atonik. Atonik adalah zat pengatur tumbuh yang disusun oleh bahan utama komponen aktif yang terdiri dari garam natrium dan berbagai senyawa fenol, yaitu: (1) Natrium ortho-nitrofenol (C6H4NO3Na) 0,2%, (2) Natrium paranitrofenol (C6H4NO3Na) 0,3%, (3) Natrium 5-nitroguaiakol (C7H6NO4Na), (4) Natrium 2,4-dinitrofenol (C6H3N2O5Na), 0,05%, dan air 99,35% (Asahi, 1979 dalam Sumiati, 1990). Atonik adalah zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang aliran protoplasma dalam jaringan tanaman. Aliran protoplasma tersebut mengangkut zat organik hasil fotosintesis bersama-sama dengan ion anorganik, enzim, dan beberapa senyawa seperti auksin, dari daun menuju organ yang membutuhkan melalui floem. Penelitian mengenai pengaruh atonik terhadap beberapa tanaman lain juga telah dilakukan, yaitu terhadap tanaman anggrek (Laeliocattleya sp.) (Soebiyanto et al., 1988) menunjukkan bahwa atonik pada konsentrasi 1 : 2500, dapat meningkatkan jumlah tunas anakan 60% dan pada konsentrasi 1 : 2000, dapat meningkatkan pertambahan berat basah tanaman sampai 68%, sedangkan atonik tidak menunjukkan pengaruh nyata pada pertambahan panjang daun, lebar daun, dan tinggi tanaman. Penelitian mengenai atonik terhadap bawang putih (Allium sativum L.) (Hilman, 1993) menunjukkan bahwa perlakuan atonik dengan konsentrasi 900 ppm berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan vegetatif (diameter batang dan jumlah daun umur 13 minggu setelah tanam), maupun terhadap hasil (berat basah dan berat kering brangkasan, dan berat kering umbi). Pemberian zat pengatur tumbuh atonik pada Pitcairnia angustifolia Red. efektif dan efisien dalam meningkatkan pembentukan tunas anakan (Widiastoety, 1988). Penelitian mengenai Lupinus termis L. yang diberi atonik dan benziladenin (Ayad & Gamal, 2011) menunjukkan dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan meningkatkan kualitas minyak pada perlakuan 90 mg / l atonik dan 60 mg / l benziladenin. Respon tanaman terhadap zat pengatur tumbuh berbeda-beda, dapat menguntungkan atau merugikan tergantung dari konsentrasi yang diberikan dan keadaan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan tanaman dan produksi umbi tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) yang diberi zat pengatur tumbuh atonik. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh atonik terhadap pertumbuhan tanaman Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014 kentang, pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh atonik terhadap produksi umbi tanaman kentang, dan pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh atonik terhadap kadar klorofil pada tanaman kentang. klimatik yang diukur adalah intensitas cahaya, suhu udara, dan kelembaban udara. Faktor edafik yang diukur antara lain pH tanah, kelembaban tanah dan Materi Organik Tanah (MOT). METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di rumah kasa (screen house) di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang. Analisis dan ekstraksi sampel, serta pengujian klorofil dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Fisiologi Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan kaidah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pemberian zat pengatur tumbuh atonik menggunakan 4 taraf perlakuan, yaitu kontrol = 0 ml, P1 = 0,5 ml, P2 = 1,0 ml, dan P3 = 1,5 ml yang dilarutkan dalam satu liter akuades. Untuk setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Uji Anova dan Uji Kruskal Wallis pada taraf kepercayaan 5% digunakan untuk mengetahui tingkat perbedaan antar perlakuan. Beberapa aspek pertumbuhan tanaman dan aspek produksi umbi diamati untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh atonik. Parameter yang diamati meliputi : tinggi tanaman, jumlah daun, biomassa tanaman (berat basah dan berat kering), kadar klorofil, jumlah umbi, serta bobot umbi. Media yang akan digunakan, yaitu tanah, sekam, dan pupuk kascing (1:1:1) yang dimasukan ke dalam polybag berdiameter 40 cm kemudian dilanjutkan dengan penanaman bibit, serta pemeliharaan yang meliputi pemupukan, penyiraman, penyiangan dan pembumbunan sampai pada proses panen. Pemberian zat pengatur tumbuh diberikan dengan cara disemprotkan pada daun dengan interval seminggu sekali selama ± 70 hari sampai menjelang panen. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran faktor klimatik dan faktor edafik. Faktor HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Abiotik Faktor klimatik yang diamati adalah intensitas cahaya, suhu udara, dan kelembaban udara. Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata intensitas cahaya dan suhu yang teramati cukup tinggi, sedangkan kelembaban rendah. Intensitas cahaya yang tinggi mempengaruhi suhu sehingga suhu juga menjadi tinggi yang menyebabkan kelembaban rendah karena pada saat suhu tinggi akan terjadi penguapan sehingga kelembaban pun menurun. Faktor edafik yang diamati adalah pH (potential hydrogen) tanah, kelembaban tanah dan materi organik tanah (MOT). Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata pH tanah yang teramati berkisar antara 4,5-5,6 dan tergolong asam. Kelembaban tanah yang teramati berkisar antara 55-60% yang tergolong cukup rendah. Berdasarkan hasil pengukuran presentase MOT yang paling tinggi pada sampel tanah dari tanaman kontrol yaitu 8,04, sampel tanah dari tanaman kentang yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik dengan konsentrasi 0,5 ml/liter dan 1 ml/liter memiliki presentase MOT yang sama yaitu 5,36 dan presentase MOT yang paling rendah pada sampel tanah dari tanaman kentang yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik dengan konsentrasi 1,5 ml/liter yaitu 2,68. Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang Rata-rata pertambahan tinggi tanaman kentang setiap minggu pada tanaman kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik dengan konsentrasi yang berbeda disajikan pada Tabel 4.1. Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Bibit G0 yang Diberi Zat Pengatur Tumbuh Tabel 4.1 Rata-rata Tinggi Tanaman Kentang pada Empat Perlakuan Atonik Rata-rata pertumbuhan dan produksi tanaman kentang pada saat panen disajikan pada Tabel 4.2 dan 4.3. Tabel 4.2 Rata-rata Pertumbuhan Tanaman Kentang pada Saat Panen Tabel 4.3 Rata-rata Produksi Tanaman Kentang Pada Saat Panen Hasil yang diperoleh dari uji statistik pada taraf 0,05 pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi per tanaman, bobot umbi per tanaman, berat basah, berat kering, dan total kadar klorofil pada tanaman kontrol dan tanaman kentang yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik dengan konsentrasi yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan nyata. Tinggi tanaman menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tanaman kontrol dengan tanaman yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik. Hal ini terjadi diduga karena konsentrasi yang diberikan kurang tepat serta larutan atonik yang tidak menyerap secara optimal pada tanaman kentang karena pengaruh intensitas cahaya dan suhu yang tinggi. Konsentrasi larutan atonik yang kurang tepat dapat menghambat pertumbuhan batang karena senyawa fenol yang terkandung dalam larutan atonik berinteraksi dengan IAA. Penyerapan larutan atonik yang tidak optimal juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tinggi tanaman. Penyerapan larutan atonik yang tidak optimal disebabkan terjadinya penguapan sebelum zat pengatur tumbuh atonik diserap sempurna oleh tanaman karena intensitas cahaya dan suhu yang tinggi. Penguapan yang terjadi karena intensitas cahaya dan suhu yang tinggi berlangsung bersamaan dengan transpirasi. Intensitas cahaya dan suhu pada saat pengamatan tergolong cukup tinggi. Intensitas cahaya dan suhu yang tinggi menyebabkan zat pengatur tumbuh atonik lebih cepat menguap sebelum terjadi penyerapan yang sempurna oleh tanaman. Menurut Koentjoro (2008) peranan senyawa fenol terhadap pertumbuhan ditunjukkan dengan senyawa monofenol yang berperan sebagai kofaktor dari enzim IAA oksidase, sehingga aktifitas dari enzim ini meningkat dan jumlah IAA akan menurun, tetapi sebaliknya senyawa difenol dan polifenol justru menghambat aktifitas enzim IAA oksidase sehingga jumlah IAA akan meningkat. Saifuddin (1986) menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh atonik pada waktu dan konsentrasi yang tepat dapat merangsang perbanyakan pertumbuhan akar tanaman. Menurut Martodireso dan Suryanto (2001) kentang yang dapat tumbuh di daerah tropis tetap saja membutuhkan daerah bersuhu rendah. Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah pada suhu 18oC-21oC, serta kelembaban udara 80-90 %. Intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan suhu lingkungan juga menjadi tinggi dan terjadi transpirasi. Transpirasi yang tidak diimbangi oleh penyerapan air dalam tanah menyebabkan kelembaban menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lakitan Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014 (2010) bahwa kelembaban berpengaruh terhadap laju transpirasi. Bersadarkan hasil analisis uji statistik pada jumlah daun menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tanaman kontrol dengan tanaman yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik. Hal ini diduga pertumbuhan batang turut mempengaruhi pertumbuhan daun karena batang merupakan tempat melekat dan tumbuhnya daun. Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sangat tergantung pada sumber-sumber yang tersedia di dalam tanah dan di udara. Unsur nitrogen sangat dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk pertumbuhan tanaman. Zat pengatur tumbuh atonik mengandung unsur nitrogen. Unsur nitrogen berguna dalam pembelahan dan pembesaran sel-sel yang terjadi pada meristem apikal sehingga memungkinkan pertambahan tinggi tanaman dan pertumbuhan daun yang dapat terbentuk dengan pesat, dimana batang merupakan tempat tumbuhnya daun. Kondisi lingkungan yang sesuai dapat mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman kentang. Kelembaban tanah yang teramati berkisar antara 55-60% dan pH tanah yang teramati berkisar antara 4,5-5,6. Kelembaban pada tanah ini cukup rendah dan pH tanahnya tergolong asam. Kelembaban pada tanah ini cukup rendah diduga disebabkan juga oleh intensitas cahaya dan suhu yang tinggi, sehingga kelembaban tanah cenderung rendah dan terjadi transpirasi. Keadaan pH tanah berpengaruh pada ketersediaan unsur hara. Presentase MOT yang paling tinggi pada sampel tanah dari tanaman kontrol. Pada sampel tanah yang diberi perlakuan atonik cenderung lebih rendah. Materi organik yang ada di tanah merupakan sumber unsur hara tumbuhan. Tanah yang memiliki kadar materi organik yang rendah akan menghasilkan produktivitas tanaman yang rendah pula karena dengan kandungan materi organik yang tinggi memungkinkan tanaman untuk menyerap unsur hara lebih maksimal sehingga pertumbuhan dan produktivitasnya pun akan menghasilkan hasil yang maksimal. Menurut Haris (2010), unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah besar adalah unsur hara makro primer yaitu nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Menurut Kuswandi (1993), meningkatnya pH tanah sangat berpengaruh pada ketersediaan unsur hara terutama pada unsur phosfat (P) dan kalium (K), suplai unsur-unsur hara tersebut akan terhambat karena diikat oleh unsur kalsium (Ca) yang tinggi sehingga dapat menurunkan tingkat pertumbuhan. Menurut Setiadi (2009), tanah yang paling baik untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman kentang adalah tanah yang berdrainase baik, tekstur sedang, gembur atau sedikit mengandung pasir agar mudah diresapi air, dan banyak mengandung bahan organik (humus yang tinggi). Tanah dengan kondisi seperti ini, dapat menjaga kelembaban tanah. Kelembaban tanah yang cocok untuk umbi kentang adalah 70% dan pH tanah yang cocok untuk umbi kentang adalah 5,0-5,5. Berdasarkan hasil penelitian Widiastoety (1988) larutan atonik mengandung nitrogen sehingga pemberian zat pengatur tumbuh atonik seharusnya dapat menyediakan kebutuhan unsur hara N bagi tanaman. Berat basah dan berat kering pada tanaman kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tanaman kontrol dengan tanaman yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik. Hal ini diduga karena intensitas cahaya yang tinggi yang mempengaruhi penyerapan larutan zat pengatur tumbuh atonik yang tidak sempurna sehingga laju pertumbuhan tanaman menjadi tidak optimal, laju pertumbuhan tanaman yang tidak optimal ini berpengaruh pula terhadap berat basah dan berat kering tanaman. Berat basah tanaman dapat dipengaruhi oleh kadar air yang diserap. Di dalam tubuh tanaman air dapat masuk ke jaringan tanaman melalui Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Bibit G0 yang Diberi Zat Pengatur Tumbuh proses difusi. Pengukuran berat basah tanaman dapat menyatakan besarnya akumulasi bahan organik dan air yang terkandung di dalamnya. Pertumbuhan tanaman tidak lepas dari peristiwa fisiologis yang terjadi pada tamanan tersebut, salah satunya adalah proses fotosintesis. Pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh pertambahan ukuran dan berat kering tanaman. Pertambahan berat kering menunjukkan bertambahnya protoplasma yang terjadi karena bertambahnya jumlah sel sehingga berat kering juga akan bertambah. Laju pertumbuhan daun yang rendah dapat menghambat proses fotosintesis karena daun merupakan komponen utama suatu tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hasil penelitian Widiastoety (1988) kandungan unsur natrium yang terdapat dalam larutan atonik dapat meningkatkan kandungan air dalam jaringan tanaman, sehingga berat basah tanaman dapat meningkat. Menurut Sumarsono (2008) akumulasi bahan kering pada tanaman mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Rata-rata kadar klorofil pada tanaman kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik berdasarkan analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini diduga karena terjadinya cekaman kekeringan pada media tanam karena suhu dan intensitas cahaya yang tinggi. Air sangat berpengaruh pada sintesis dan kadar klorofil. Peran air dalam pembentukan klorofil adalah air dapat membawa unsurunsur hara penting untuk pempentukan klorofil yang terdapat di dalam tanah, salah satunya adalah nitrogen. Nitrogen erat kaitannya dengan sintesis klorofil dan sintesis protein maupun enzim. Menurut Hendriyani & Setiari (2009) tanaman yang kekurangan unsur nitrogen akan menunjukkan gejala antara lain klorosis pada daun. Pada jumlah dan bobot umbi pertanaman yang diberi zat pengatur tumbuh atonik tidak memberikan pengaruh nyata. Banyaknya umbi yang terbentuk untuk setiap tanaman relatif hampir sama walaupun ukuran dan bobot umbi yang dihasilkan untuk setiap tanaman berbeda (Tabel 4.3). Hasil uji analisis statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tanaman kontrol dengan tanaman yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik. Hal ini diduga karena konsentrasi dan frekuensi penyemprotan larutan atonik yang tidak tepat menghambat terbentuknya stolon, selain itu jumlah dan bobot umbi dipengaruhi pula oleh hasil fotosintesis. Daun berperan penting dalam proses fotosintesis, dengan laju pertumbuhan daun yang rendah maka proses fotosintesis menjadi terhambat sehingga pembentukan umbi tidak optimal. Hasil produksi fotosintesis juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, salah satunya adalah intensitas cahaya. Intensitas cahaya yang tinggi dapat mempengaruhi produksi fotosintat, dimana pada intensitas cahaya yang tinggi terjadi transpirasi yang tidak diimbangi oleh penyerapan air dalam tanah sehingga hasil fotosintat menjadi berkurang. Intensitas cahaya matahari yang diserap digunakan tanaman untuk memecah molekul air menjadi oksigen dan hidrogen. Oksigen akan dikeluarkan oleh tanaman dan hidrogen bersama gas karbondioksida dari udara dibuat menjadi zat gula atau glukosa. Glukosa yang terbentuk disimpan dalam bentuk pati. Hasil fotosintesis inilah yang akan di translokasikan ke umbi. Jadi jika dikaitkan dengan jumlah daun maka semakin banyak jumlah daun dengan intensitas cahaya yang cukup maka akan semakin besar penimbunan pati di dalam umbi sehingga berat umbi pun menjadi semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner et al. (1991) yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi hasil fotosintesis, maka semakin besar penyimpanan cadangan makanan ke Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014 jaringan penyimpan cadangan makanan (umbi) dengan asumsi bahwa faktor lain seperti cahaya, air, suhu dan hara dalam keadaan optimal. Menurut Haris (2010) jumlah daun yang banyak diharapkan proses fotosintesis akan berjalan dengan optimal sehingga dapat meningkatkan pembentukan umbi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan produksi umbi tanaman kentang yang diberi zat pengatur tumbuh atonik tidak menunjukkan pengaruh nyata pada α 0,05. Untuk mendapatkan pertumbuhan dan produktivitas umbi yang optimal, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada konsentrasi zat pengatur tumbuh atonik yang lebih tinggi (di atas 1,5 ml/liter) untuk mendapatkan konsentrasi yang optimum dengan intensitas waktu pemberian zat pengatur tumbuh atonik yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Ayad, S.H. & Gamal, M.K. (2011). “Effect of Atonik and Benzyladenine on Growth and Some Biochemical Constituents of Lupine Plant (Lupinus termis L.)”. Journal Agric. & Environ. Sci. 10, (4), 519-524. Gardner, F.P., Pearce, R.B., Mitchell, R.L. (1991). Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh : Susilo, H. Jakarta : UI Press. Haris. (2010). “Pertumbuhan dan Produksi Kentang Pada Berbagai Dosis Pemupukan”. Jurnal Agrisistem. 6, (1), 15-22. Hendriyani, I. S. & Setiari, N. (2009). “Kandungan Klorofil Dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna sinensis) Pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda”. J. Sains & Mat. 17, (3), 149-154. Hilman, Y. (1993). “Respon Bawang Putih (Allium sativum L. c. v. Lumbu Hijau) Terhadap Enam Macam Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Atonik”. Buletin Penelitian Hortikultura. 3, (24), 95101. Koentjoro, Y. (2008). “Aplikasi Pemberian Zat Pengatur Tumbuh pada Tanaman Cabai Kecil yang Ditanam di Musim Hujan”. Jurnal Pertanian Mapeta. 10, (3), 170-178. Kuswandi. (1993). Pengapuran Tanah Pertanian. Yogyakarta : Kanisius Lakitan, B. (2010). Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Martodireso, S. & Suryanto, W.A. (2001). Terobosan Teknologi Pemupukan dalam Era Pertanian Organik. Yogyakarta : Kanisius. Parman, S. (2007).” Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.)”. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 15, (2), 21-31. Saifuddin, S. (1986). Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Jakarta : Pustaka Buana. Setiadi. (2009). Budi Daya Kentang. Jakarta : Penebar Swadaya. Soebiyanto, Widiastoety, D., Suwanda. (1988). “Pengaruh Atonik pada Tanaman Anggrek (Laeliocattleya sp.)”. Buletin Penelitian Hortikultura. 1, (16), 117-122. Sumarsono. (2008). “Analisis kuantitatif pertumbuhan tanaman kedelai (soy beans)”. Jurnal UNDIP. Universitas Diponegoro. Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Bibit G0 yang Diberi Zat Pengatur Tumbuh Sumiati, E. (1990). “Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Atonik 6,5 L Terhadap Hasil dan Kualitas Buah Cabe Besar Kultivar Padang”. Buletin Penelitian Hortikultura. 2, (20). Sutapradja, H. (2008). “Pengaruh Jarak Tanaman dan Ukuran Umbi Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola Untuk Bibit”. Jurnal Hortikultura. 18, (2), 155-159. Wibisono, K. (2010). Anomali Iklim Turunkan Produktivitas Pertanian. [Online]. Tersedia: http://www. antaranews.com/berita/1280422000/an omali-iklim-turunkan-produktivitaspertanian [30 Desember 2012] Widiastoety, D. (1988). “Penggunaan Atonik pada Pertunasan Tanaman Pitcairnia angustifolia Red”. Buletin Penelitian Hortikultura. 3, (15), 76-83.