abstrak

advertisement
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UMBI TANAMAN KENTANG
(Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DARI BIBIT G0
YANG DIBERI ZAT PENGATUR TUMBUH
GROWTH AND PRODUCTION OF TUBER OF POTATO PLANTS
(Solanum tuberosum L.) VARIETIES OF GRANOLA FROM G0
WHICH IS GIVEN SUBSTANCES REGULATOR GROW
Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat
Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA UPI
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pertumbuhan dan produksi umbi tanaman kentang
(Solanum tuberosum L.) varietas Granola dari bibit G0 yang diberi perlakuan zat
pengatur tumbuh atonik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pertumbuhan dan produksi umbi tanaman kentang setelah diberi perlakuan atonik
pada tanaman. Parameter yang diukur, yaitu tinggi tanaman, kadar klorofil, jumlah
daun, biomassa (berat basah dan berat kering), bobot umbi per tanaman, serta jumlah
umbi pertanaman. Perlakuan dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan zat
pengatur tumbuh atonik pada daun tanaman kentang dengan konsentrasi 0 ml
(kontrol), 0,5 ml, 1,0 ml, dan 1,5 ml yang dilarutkan dalam satu liter akuades.
Perlakuan dilakukan seminggu sekali dari awal tanam sampai menjelang panen.
Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi per tanaman, bobot umbi pertanaman,
biomasa yang meliputi berat basah dan berat kering serta kadar klorofil pada tanaman
kentang yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh atonik dengan konsentrasi 0
ml/liter, 0,5 ml/liter, 1,0 ml/liter, dan 1,5 ml/liter tidak menunjukkan pengaruh yang
nyata.
Kata kunci: Kentang, Atonik, Pertumbuhan, Produksi umbi
ABSTRACT
Research about the growth and production of tuber of potato plants (Solanum
tuberosum L.) varieties of Granola from the G0 of a given substance treatment
regulator grow atonik was conducted. The purpose of this research is to find out how
the growth and production tuber of potato plants after being given treatment of atonik
on plants. The parameters measured, i.e. high plants, chlorophyll levels, number of
leaves, biomass (wet weight and dry weight), tuber weight/plant, and the number of
tubers/plant. The treatment is done by pouring solution of growing regulatory
substances atonik on leaves of potato plants with concentrations of 0 ml (control), 0.5
ml, 1.0 ml, and 1.5 ml dissolved in one liter of aquades. The treatment is carried out
once a week from the beginning of the cropping up ahead of the harvest. Height of
plants, number of leaves, the number of tubers/plant, tuber weight/plant, biomass
including wet weight and dry weight and the levels of the chlorophyll the potatoes
that are grown atonik regulator substances treatment with concentration 0 ml/liter, 0.5
ml/liters, 1.0 ml/liter, and 1.5 ml/liter shows not significant.
Keywords: Potatoes, Atonik, Growth, Production tubers
________________________
1 Penulis Penanggung Jawab
Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat
Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Bibit G0
yang Diberi Zat Pengatur Tumbuh
Kentang (Solanum tuberosum L.)
adalah pangan utama keempat setelah padi,
gandum, dan jagung. Kentang sudah
menjadi alternatif diversifikasi pangan
masyarakat Indonesia sehingga konsumsi
bahan pangan berumbi ini semakin
meningkat (Setiadi, 2009), maka produksi
kentang perlu ditingkatkan secara kualitas
maupun kuantitas. Kebutuhan kentang
yang semakin meningkat disebabkan
karena meluasnya pendayagunaan produksi
kentang untuk berbagai bahan makanan,
baik sebagai bahan sayuran maupun
makanan ringan (Parman, 2007), namun
produktivitas kentang di Indonesia masih
rendah. Kualitas umbi bibit masih
merupakan salah satu faktor pembatas bagi
peningkatan produksi umbi kentang
(Sutapradja, 2008). Pembudidayaan bibit
umbi kentang dapat dilakukan di dalam
rumah kasa (screen house) yang berfungsi
untuk melindungi tanaman dari faktorfaktor iklim yang secara alamiah kurang
menguntungkan (Wibisono, 2010). Usaha
peningkatan produksi tanaman kentang saat
ini sudah banyak dilakukan, diantaranya
penggunaan kultivar unggul dan zat
pengatur tumbuh tanaman. Pemanfaatan
zat pengatur tumbuh untuk meningkatkan
produksi umbi mini kentang merupakan
salah satu teknologi yang dapat dipilih
untuk diterapkan. Zat pengatur tumbuh
yang biasa digunakan saat ini adalah zat
pengatur tumbuh sintetik. Salah satu
senyawa sebagai zat pengatur tumbuh
untuk tanaman yang dikenal yaitu atonik.
Atonik adalah zat pengatur tumbuh
yang disusun oleh bahan utama komponen
aktif yang terdiri dari garam natrium dan
berbagai senyawa fenol, yaitu: (1) Natrium
ortho-nitrofenol (C6H4NO3Na) 0,2%, (2)
Natrium paranitrofenol (C6H4NO3Na)
0,3%, (3)
Natrium
5-nitroguaiakol
(C7H6NO4Na), (4) Natrium 2,4-dinitrofenol
(C6H3N2O5Na), 0,05%, dan air 99,35%
(Asahi, 1979 dalam Sumiati, 1990). Atonik
adalah zat pengatur tumbuh yang dapat
merangsang aliran protoplasma dalam
jaringan tanaman. Aliran protoplasma
tersebut mengangkut zat organik hasil
fotosintesis bersama-sama dengan ion
anorganik, enzim, dan beberapa senyawa
seperti auksin, dari daun menuju organ
yang membutuhkan melalui floem.
Penelitian mengenai pengaruh atonik
terhadap beberapa tanaman lain juga telah
dilakukan, yaitu terhadap tanaman anggrek
(Laeliocattleya sp.) (Soebiyanto et al.,
1988) menunjukkan bahwa atonik pada
konsentrasi 1 : 2500, dapat meningkatkan
jumlah tunas anakan 60% dan pada
konsentrasi 1 : 2000, dapat meningkatkan
pertambahan berat basah tanaman sampai
68%, sedangkan atonik tidak menunjukkan
pengaruh nyata pada pertambahan panjang
daun, lebar daun, dan tinggi tanaman.
Penelitian mengenai atonik terhadap
bawang putih (Allium sativum L.) (Hilman,
1993) menunjukkan bahwa perlakuan
atonik dengan konsentrasi 900 ppm
berpengaruh
paling
baik
terhadap
pertumbuhan vegetatif (diameter batang
dan jumlah daun umur 13 minggu setelah
tanam), maupun terhadap hasil (berat basah
dan berat kering brangkasan, dan berat
kering umbi). Pemberian zat pengatur
tumbuh atonik pada Pitcairnia angustifolia
Red.
efektif
dan
efisien
dalam
meningkatkan pembentukan tunas anakan
(Widiastoety, 1988). Penelitian mengenai
Lupinus termis L. yang diberi atonik dan
benziladenin (Ayad & Gamal, 2011)
menunjukkan
dapat
meningkatkan
pertumbuhan vegetatif dan meningkatkan
kualitas minyak pada perlakuan 90 mg / l
atonik dan 60 mg / l benziladenin. Respon
tanaman terhadap zat pengatur tumbuh
berbeda-beda, dapat menguntungkan atau
merugikan tergantung dari konsentrasi
yang diberikan dan keadaan lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pertumbuhan tanaman dan
produksi umbi tanaman kentang (Solanum
tuberosum L.) yang diberi zat pengatur
tumbuh atonik. Tujuan khusus dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh
atonik terhadap pertumbuhan tanaman
Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014
kentang, pengaruh pemberian zat pengatur
tumbuh atonik terhadap produksi umbi
tanaman kentang, dan pengaruh pemberian
zat pengatur tumbuh atonik terhadap kadar
klorofil pada tanaman kentang.
klimatik yang diukur adalah intensitas
cahaya, suhu udara, dan kelembaban udara.
Faktor edafik yang diukur antara lain pH
tanah, kelembaban tanah dan Materi
Organik Tanah (MOT).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan
Februari sampai Juli 2013. Penelitian ini
dilakukan di rumah kasa (screen house) di
Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)
Lembang. Analisis dan ekstraksi sampel,
serta pengujian klorofil dilakukan di
Laboratorium Ekologi dan Fisiologi
Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI
Bandung. Penelitian ini dirancang dengan
menggunakan kaidah Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Pemberian zat pengatur
tumbuh atonik menggunakan 4 taraf
perlakuan, yaitu kontrol = 0 ml, P1 = 0,5
ml, P2 = 1,0 ml, dan P3 = 1,5 ml yang
dilarutkan dalam satu liter akuades. Untuk
setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali.
Uji Anova dan Uji Kruskal Wallis pada
taraf kepercayaan 5% digunakan untuk
mengetahui tingkat perbedaan antar
perlakuan. Beberapa aspek pertumbuhan
tanaman dan aspek produksi umbi diamati
untuk mengetahui pengaruh zat pengatur
tumbuh atonik. Parameter yang diamati
meliputi : tinggi tanaman, jumlah daun,
biomassa tanaman (berat basah dan berat
kering), kadar klorofil, jumlah umbi, serta
bobot umbi.
Media yang akan digunakan, yaitu
tanah, sekam, dan pupuk kascing (1:1:1)
yang dimasukan ke dalam polybag
berdiameter 40 cm kemudian dilanjutkan
dengan
penanaman
bibit,
serta
pemeliharaan yang meliputi pemupukan,
penyiraman,
penyiangan
dan
pembumbunan sampai pada proses panen.
Pemberian zat pengatur tumbuh diberikan
dengan cara disemprotkan pada daun
dengan interval seminggu sekali selama ±
70 hari sampai menjelang panen. Pada
penelitian ini juga dilakukan pengukuran
faktor klimatik dan faktor edafik. Faktor
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor Abiotik
Faktor klimatik yang diamati adalah
intensitas cahaya, suhu udara, dan
kelembaban udara. Berdasarkan hasil
pengukuran rata-rata intensitas cahaya dan
suhu yang teramati cukup tinggi,
sedangkan kelembaban rendah. Intensitas
cahaya yang tinggi mempengaruhi suhu
sehingga suhu juga menjadi tinggi yang
menyebabkan kelembaban rendah karena
pada saat suhu tinggi akan terjadi
penguapan sehingga kelembaban pun
menurun. Faktor edafik yang diamati
adalah pH (potential hydrogen) tanah,
kelembaban tanah dan materi organik tanah
(MOT). Berdasarkan hasil pengukuran
rata-rata pH tanah yang teramati berkisar
antara 4,5-5,6 dan tergolong asam.
Kelembaban tanah yang teramati berkisar
antara 55-60% yang tergolong cukup
rendah. Berdasarkan hasil pengukuran
presentase MOT yang paling tinggi pada
sampel tanah dari tanaman kontrol yaitu
8,04, sampel tanah dari tanaman kentang
yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh
atonik dengan konsentrasi 0,5 ml/liter dan
1 ml/liter memiliki presentase MOT yang
sama yaitu 5,36 dan presentase MOT yang
paling rendah pada sampel tanah dari
tanaman kentang yang diberi perlakuan zat
pengatur tumbuh atonik dengan konsentrasi
1,5 ml/liter yaitu 2,68.
Pertumbuhan dan Produksi Umbi
Tanaman Kentang
Rata-rata pertambahan tinggi
tanaman kentang setiap minggu pada
tanaman kontrol dan tanaman yang diberi
perlakuan zat pengatur tumbuh atonik
dengan konsentrasi yang berbeda disajikan
pada Tabel 4.1.
Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat
Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Bibit G0
yang Diberi Zat Pengatur Tumbuh
Tabel 4.1 Rata-rata Tinggi Tanaman
Kentang pada Empat Perlakuan Atonik
Rata-rata pertumbuhan dan produksi
tanaman kentang pada saat panen disajikan
pada Tabel 4.2 dan 4.3.
Tabel 4.2 Rata-rata Pertumbuhan Tanaman
Kentang pada Saat Panen
Tabel 4.3 Rata-rata Produksi Tanaman
Kentang Pada Saat Panen
Hasil yang diperoleh dari uji statistik
pada taraf 0,05 pada parameter tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah umbi per
tanaman, bobot umbi per tanaman, berat
basah, berat kering, dan total kadar klorofil
pada tanaman kontrol dan tanaman kentang
yang diberi perlakuan zat pengatur tumbuh
atonik dengan konsentrasi yang berbeda
tidak menunjukkan perbedaan nyata.
Tinggi tanaman menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang signifikan antara
tanaman kontrol dengan tanaman yang
diberi perlakuan zat pengatur tumbuh
atonik. Hal ini terjadi diduga karena
konsentrasi yang diberikan kurang tepat
serta larutan atonik yang tidak menyerap
secara optimal pada tanaman kentang
karena pengaruh intensitas cahaya dan
suhu yang tinggi. Konsentrasi larutan
atonik
yang
kurang
tepat
dapat
menghambat pertumbuhan batang karena
senyawa fenol yang terkandung dalam
larutan atonik berinteraksi dengan IAA.
Penyerapan larutan atonik yang tidak
optimal juga menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tinggi tanaman. Penyerapan
larutan atonik yang tidak optimal
disebabkan terjadinya penguapan sebelum
zat pengatur tumbuh atonik diserap
sempurna oleh tanaman karena intensitas
cahaya dan suhu yang tinggi. Penguapan
yang terjadi karena intensitas cahaya dan
suhu yang tinggi berlangsung bersamaan
dengan transpirasi. Intensitas cahaya dan
suhu pada saat pengamatan tergolong
cukup tinggi. Intensitas cahaya dan suhu
yang tinggi menyebabkan zat pengatur
tumbuh atonik lebih cepat menguap
sebelum terjadi penyerapan yang sempurna
oleh tanaman.
Menurut Koentjoro (2008) peranan
senyawa fenol terhadap pertumbuhan
ditunjukkan dengan senyawa monofenol
yang berperan sebagai kofaktor dari enzim
IAA oksidase, sehingga aktifitas dari enzim
ini meningkat dan jumlah IAA akan
menurun, tetapi sebaliknya senyawa
difenol dan polifenol justru menghambat
aktifitas enzim IAA oksidase sehingga
jumlah IAA akan meningkat. Saifuddin
(1986) menyatakan bahwa pemberian zat
pengatur tumbuh atonik pada waktu dan
konsentrasi yang tepat dapat merangsang
perbanyakan pertumbuhan akar tanaman.
Menurut Martodireso dan Suryanto (2001)
kentang yang dapat tumbuh di daerah
tropis tetap saja membutuhkan daerah
bersuhu rendah. Lingkungan yang baik
untuk pertumbuhan tanaman kentang
adalah pada suhu 18oC-21oC, serta
kelembaban udara 80-90 %. Intensitas
cahaya yang tinggi dapat menyebabkan
suhu lingkungan juga menjadi tinggi dan
terjadi transpirasi. Transpirasi yang tidak
diimbangi oleh penyerapan air dalam tanah
menyebabkan kelembaban menjadi rendah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Lakitan
Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014
(2010) bahwa kelembaban berpengaruh
terhadap laju transpirasi.
Bersadarkan hasil analisis uji statistik
pada jumlah daun menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang signifikan antara
tanaman kontrol dengan tanaman yang
diberi perlakuan zat pengatur tumbuh
atonik. Hal ini diduga pertumbuhan batang
turut mempengaruhi pertumbuhan daun
karena batang merupakan tempat melekat
dan tumbuhnya daun. Pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan sangat tergantung
pada sumber-sumber yang tersedia di
dalam tanah dan di udara. Unsur nitrogen
sangat dibutuhkan dalam jumlah yang
besar untuk pertumbuhan tanaman. Zat
pengatur tumbuh atonik mengandung unsur
nitrogen. Unsur nitrogen berguna dalam
pembelahan dan pembesaran sel-sel yang
terjadi pada meristem apikal sehingga
memungkinkan
pertambahan
tinggi
tanaman dan pertumbuhan daun yang dapat
terbentuk dengan pesat, dimana batang
merupakan tempat tumbuhnya daun.
Kondisi lingkungan yang sesuai dapat
mendukung pertumbuhan dan produktivitas
tanaman kentang. Kelembaban tanah yang
teramati berkisar antara 55-60% dan pH
tanah yang teramati berkisar antara 4,5-5,6.
Kelembaban pada tanah ini cukup rendah
dan pH tanahnya tergolong asam.
Kelembaban pada tanah ini cukup rendah
diduga disebabkan juga oleh intensitas
cahaya dan suhu yang tinggi, sehingga
kelembaban tanah cenderung rendah dan
terjadi transpirasi. Keadaan pH tanah
berpengaruh pada ketersediaan unsur hara.
Presentase MOT yang paling tinggi pada
sampel tanah dari tanaman kontrol. Pada
sampel tanah yang diberi perlakuan atonik
cenderung lebih rendah. Materi organik
yang ada di tanah merupakan sumber unsur
hara tumbuhan. Tanah yang memiliki kadar
materi organik yang rendah akan
menghasilkan produktivitas tanaman yang
rendah pula karena dengan kandungan
materi organik yang tinggi memungkinkan
tanaman untuk menyerap unsur hara lebih
maksimal sehingga pertumbuhan dan
produktivitasnya pun akan menghasilkan
hasil yang maksimal. Menurut Haris
(2010), unsur hara utama yang dibutuhkan
tanaman kentang dalam jumlah besar
adalah unsur hara makro primer yaitu
nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K).
Menurut Kuswandi (1993), meningkatnya
pH tanah sangat berpengaruh pada
ketersediaan unsur hara terutama pada
unsur phosfat (P) dan kalium (K), suplai
unsur-unsur hara tersebut akan terhambat
karena diikat oleh unsur kalsium (Ca) yang
tinggi sehingga dapat menurunkan tingkat
pertumbuhan. Menurut Setiadi (2009),
tanah yang paling baik untuk tumbuh dan
berkembangnya tanaman kentang adalah
tanah yang berdrainase baik, tekstur
sedang, gembur atau sedikit mengandung
pasir agar mudah diresapi air, dan banyak
mengandung bahan organik (humus yang
tinggi). Tanah dengan kondisi seperti ini,
dapat
menjaga
kelembaban
tanah.
Kelembaban tanah yang cocok untuk umbi
kentang adalah 70% dan pH tanah yang
cocok untuk umbi kentang adalah 5,0-5,5.
Berdasarkan hasil penelitian Widiastoety
(1988) larutan atonik mengandung nitrogen
sehingga pemberian zat pengatur tumbuh
atonik seharusnya dapat menyediakan
kebutuhan unsur hara N bagi tanaman.
Berat basah dan berat kering pada
tanaman kontrol dan tanaman yang diberi
perlakuan zat pengatur tumbuh atonik
berdasarkan hasil analisis uji statistik
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan antara tanaman kontrol dengan
tanaman yang diberi perlakuan zat
pengatur tumbuh atonik. Hal ini diduga
karena intensitas cahaya yang tinggi yang
mempengaruhi penyerapan larutan zat
pengatur tumbuh atonik yang tidak
sempurna sehingga laju pertumbuhan
tanaman menjadi tidak optimal, laju
pertumbuhan tanaman yang tidak optimal
ini berpengaruh pula terhadap berat basah
dan berat kering tanaman. Berat basah
tanaman dapat dipengaruhi oleh kadar air
yang diserap. Di dalam tubuh tanaman air
dapat masuk ke jaringan tanaman melalui
Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat
Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Bibit G0
yang Diberi Zat Pengatur Tumbuh
proses difusi. Pengukuran berat basah
tanaman dapat menyatakan besarnya
akumulasi bahan organik dan air yang
terkandung di dalamnya. Pertumbuhan
tanaman tidak lepas dari peristiwa
fisiologis yang terjadi pada tamanan
tersebut, salah satunya adalah proses
fotosintesis.
Pertumbuhan
tanaman
ditunjukkan oleh pertambahan ukuran dan
berat kering tanaman. Pertambahan berat
kering
menunjukkan
bertambahnya
protoplasma
yang
terjadi
karena
bertambahnya jumlah sel sehingga berat
kering juga akan bertambah. Laju
pertumbuhan daun yang rendah dapat
menghambat proses fotosintesis karena
daun merupakan komponen utama suatu
tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hasil
penelitian Widiastoety (1988) kandungan
unsur natrium yang terdapat dalam larutan
atonik dapat meningkatkan kandungan air
dalam jaringan tanaman, sehingga berat
basah tanaman dapat meningkat. Menurut
Sumarsono (2008) akumulasi bahan kering
pada tanaman mencerminkan kemampuan
tanaman dalam mengikat energi dari
cahaya
matahari
melalui
proses
fotosintesis, serta interaksinya dengan
faktor-faktor lingkungan lainnya.
Rata-rata kadar klorofil pada tanaman
kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan
zat pengatur tumbuh atonik berdasarkan
analisis statistik tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan. Hal ini diduga
karena terjadinya cekaman kekeringan
pada media tanam karena suhu dan
intensitas cahaya yang tinggi. Air sangat
berpengaruh pada sintesis dan kadar
klorofil. Peran air dalam pembentukan
klorofil adalah air dapat membawa unsurunsur hara penting untuk pempentukan
klorofil yang terdapat di dalam tanah, salah
satunya adalah nitrogen. Nitrogen erat
kaitannya dengan sintesis klorofil dan
sintesis protein maupun enzim. Menurut
Hendriyani & Setiari (2009) tanaman yang
kekurangan
unsur
nitrogen
akan
menunjukkan gejala antara lain klorosis
pada daun.
Pada jumlah dan bobot umbi
pertanaman yang diberi zat pengatur
tumbuh atonik tidak memberikan pengaruh
nyata. Banyaknya umbi yang terbentuk
untuk setiap tanaman relatif hampir sama
walaupun ukuran dan bobot umbi yang
dihasilkan untuk setiap tanaman berbeda
(Tabel 4.3). Hasil uji analisis statistik
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan antara tanaman kontrol dengan
tanaman yang diberi perlakuan zat
pengatur tumbuh atonik. Hal ini diduga
karena
konsentrasi
dan
frekuensi
penyemprotan larutan atonik yang tidak
tepat menghambat terbentuknya stolon,
selain itu jumlah dan bobot umbi
dipengaruhi pula oleh hasil fotosintesis.
Daun berperan penting dalam proses
fotosintesis, dengan laju pertumbuhan daun
yang rendah maka proses fotosintesis
menjadi terhambat sehingga pembentukan
umbi tidak optimal. Hasil produksi
fotosintesis juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, salah satunya adalah intensitas
cahaya. Intensitas cahaya yang tinggi dapat
mempengaruhi produksi fotosintat, dimana
pada intensitas cahaya yang tinggi terjadi
transpirasi yang tidak diimbangi oleh
penyerapan air dalam tanah sehingga hasil
fotosintat menjadi berkurang. Intensitas
cahaya matahari yang diserap digunakan
tanaman untuk memecah molekul air
menjadi oksigen dan hidrogen. Oksigen
akan dikeluarkan oleh tanaman dan
hidrogen bersama gas karbondioksida dari
udara dibuat menjadi zat gula atau glukosa.
Glukosa yang terbentuk disimpan dalam
bentuk pati. Hasil fotosintesis inilah yang
akan di translokasikan ke umbi. Jadi jika
dikaitkan dengan jumlah daun maka
semakin banyak jumlah daun dengan
intensitas cahaya yang cukup maka akan
semakin besar penimbunan pati di dalam
umbi sehingga berat umbi pun menjadi
semakin besar. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Gardner et al. (1991) yang
mengungkapkan bahwa semakin tinggi
hasil fotosintesis, maka semakin besar
penyimpanan cadangan makanan ke
Formica Online, Volume 1, Nomor 1, Januari 2014
jaringan penyimpan cadangan makanan
(umbi) dengan asumsi bahwa faktor lain
seperti cahaya, air, suhu dan hara dalam
keadaan optimal. Menurut Haris (2010)
jumlah daun yang banyak diharapkan
proses fotosintesis akan berjalan dengan
optimal sehingga dapat meningkatkan
pembentukan umbi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini,
dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan
produksi umbi tanaman kentang yang
diberi zat pengatur tumbuh atonik tidak
menunjukkan pengaruh nyata pada α 0,05.
Untuk mendapatkan pertumbuhan dan
produktivitas umbi yang optimal, maka
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada
konsentrasi zat pengatur tumbuh atonik
yang lebih tinggi (di atas 1,5 ml/liter) untuk
mendapatkan konsentrasi yang optimum
dengan intensitas waktu pemberian zat
pengatur tumbuh atonik yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ayad, S.H. & Gamal, M.K. (2011). “Effect
of Atonik and Benzyladenine on
Growth and Some Biochemical
Constituents of Lupine Plant (Lupinus
termis L.)”. Journal Agric. & Environ.
Sci. 10, (4), 519-524.
Gardner, F.P., Pearce, R.B., Mitchell, R.L.
(1991). Fisiologi Tanaman Budidaya.
Diterjemahkan oleh : Susilo, H. Jakarta
: UI Press.
Haris. (2010). “Pertumbuhan dan Produksi
Kentang
Pada
Berbagai
Dosis
Pemupukan”. Jurnal Agrisistem. 6, (1),
15-22.
Hendriyani, I. S. & Setiari, N. (2009).
“Kandungan
Klorofil
Dan
Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna
sinensis) Pada Tingkat Penyediaan Air
yang Berbeda”. J. Sains & Mat. 17, (3),
149-154.
Hilman, Y. (1993). “Respon Bawang Putih
(Allium sativum L. c. v. Lumbu Hijau)
Terhadap Enam Macam Konsentrasi
Zat Pengatur Tumbuh Atonik”. Buletin
Penelitian Hortikultura. 3, (24), 95101.
Koentjoro, Y. (2008). “Aplikasi Pemberian
Zat Pengatur Tumbuh pada Tanaman
Cabai Kecil yang Ditanam di Musim
Hujan”. Jurnal Pertanian Mapeta. 10,
(3), 170-178.
Kuswandi. (1993). Pengapuran Tanah
Pertanian. Yogyakarta : Kanisius
Lakitan, B. (2010). Dasar-Dasar Fisiologi
Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Martodireso, S. & Suryanto, W.A. (2001).
Terobosan
Teknologi
Pemupukan
dalam Era Pertanian Organik.
Yogyakarta : Kanisius.
Parman, S. (2007).” Pengaruh Pemberian
Pupuk
Organik
Cair
terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Kentang
(Solanum tuberosum L.)”. Buletin
Anatomi dan Fisiologi. 15, (2), 21-31.
Saifuddin, S. (1986). Kesuburan dan
Pemupukan Tanah Pertanian. Jakarta :
Pustaka Buana.
Setiadi. (2009). Budi Daya Kentang.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Soebiyanto, Widiastoety, D., Suwanda.
(1988). “Pengaruh Atonik pada
Tanaman Anggrek (Laeliocattleya
sp.)”. Buletin Penelitian Hortikultura.
1, (16), 117-122.
Sumarsono. (2008). “Analisis kuantitatif
pertumbuhan tanaman kedelai (soy
beans)”. Jurnal UNDIP. Universitas
Diponegoro.
Dwi Ferliati, R. Kusdianti1, dan Rini Solihat
Pertumbuhan dan Produksi Umbi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dari Bibit G0
yang Diberi Zat Pengatur Tumbuh
Sumiati, E. (1990). “Pengaruh Konsentrasi
Zat Pengatur Tumbuh Atonik 6,5 L
Terhadap Hasil dan Kualitas Buah
Cabe Besar Kultivar Padang”. Buletin
Penelitian Hortikultura. 2, (20).
Sutapradja, H. (2008). “Pengaruh Jarak
Tanaman dan Ukuran Umbi Bibit
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Kentang Varietas Granola Untuk
Bibit”. Jurnal Hortikultura. 18, (2),
155-159.
Wibisono, K. (2010). Anomali Iklim
Turunkan Produktivitas Pertanian.
[Online].
Tersedia:
http://www.
antaranews.com/berita/1280422000/an
omali-iklim-turunkan-produktivitaspertanian [30 Desember 2012]
Widiastoety, D. (1988). “Penggunaan
Atonik pada Pertunasan Tanaman
Pitcairnia angustifolia Red”. Buletin
Penelitian Hortikultura. 3, (15), 76-83.
Download