BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan tentang oseanografi fisika sangat diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik air laut dan manfaatnya bagi kehidupan. Pengetahuan secara mendalam tentang oseanografi fisika dapat kita peroleh dari banyak sumber, salah satunya adalah yang tercantum dalam buku yang berjudul Descriptive Physical Oceanography karangan Lynne D Talley, George L Pickard, William J Emery dan James H Swift. Materi yang terdapat dalam buku tersebut dapat menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya program studi ilmu kelautan. Banyak sekali manfaat yang diperoleh dalam mempelajari oseanigrafi fisika antara lain adalah untuk mengetahui gejala pemanasan global (global warming) yang saat ini sedang melanda dunia dan mempengaruhi berbagai factor lingkungan laut termasuk peningkatan duduk tengah (sea level rise), suhu air laut, dampak terhadap terumbu karang dan kehidupan laut lainnya. Hidrodinamika merupakan salah satu parameter laut yang merupakan keseluruhan bagian dari komponen oseanografi fisika yang mengadakan interaksi atau saling mempengaruhi satu sama lain dan cukup kompleks. Beberapa materi yang harus dipelajari dalam deskripsi oseanografi fisika adalah zaman, pergantian waktu dan jarak edar laut dan sifat optik air laut. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai dua pokok bahasan tersebut. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah zaman, pergantian waktu dan jarak edar dari air laut? 2. Apa yang dimaksud dengan sifat optik air laut? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan nilai dari mata kuliah oseanografi fisika dan menambah wawasan tentang deskripsi oseanografi fisika secara detail dan terperinci. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembentukan Laut dan Sifat Kimia Air Laut Kita menyadari bahwa terjadinya sesuatu secara ilmiah tentu melalui suatu proses dan proses itu bersifat sebagai historis atau sejarah. Untuk dapat mengungkapkan sejarah tersebut secara kronologis dan ilmiah tentunya harus ditunjang dengan adanya hipotesis dan bukti-bukti yang relevan dan akurat. Dari hipotesis itulah timbul beberapa teori yang menceritakan tentang sejarah terjadinya laut. Hipotesis tersebut mengatakan bahwa semua daratan di dunia pada awalnya menjadi satu kontinen yang dinamakan Pangea yang dikelilingi laut Tethys. Salah satu teori yang umum dikenal dan diikuti oleh para pakar kelautan adalah teori Wegener atau disebut sebagai Teori Gerakan Kontinen. Teori ini mengatakan bahwa Pangaea mengalami gerakan kontinen (gerak orogenetik) dan terpecah menjadi beberapa benua seperti yang kita lihat sekarang (Wibisono, 2011). Pangaea adalah benua purba yang terdiri dari Eurasia, Afrika, Amerika Selatan, India, Australia dan Antartika yang kesemuanya menjadi satu kesatuan daratan yang terbentuk pada kurang lebih 225 juta tahun yang lalu. Salah satu bukti bahwa pada zaman dahulu Afrika meyatu dengan Eurasia adalah ditemukannya jajaran pegunungan bawah laut di kawasan Laut Tengah (Suryono, 2010). Gerakan kontinen dari bumi dimulai dari 200 juta tahun yang lalu dengan adanya gerakan split dari blok Amerika Selatan lepas dari Antartika dan juga lepas dari benua Afrika bagian barat menuju kea rah barat hingga terbentuk Laut Atlantik bagian selatan. Sementara itu blok India bergerak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Zaman, Pergantian Waktu dan Jarak Edar Perkiraan zaman dan kecepatan perubahan lautan berhubungan dengan pemahaman keseluruhan distribusi dari temperatur dan salinitas di laut, penambahan kecepatan dari nutrient di lapisan permukaan dan pertukaran gas diantara atmsofer dan lautan. Waktu pemakaian air laut adalah waktu sejak paket air memenuhi lapisan permukaan laut dalam interaksinya dengan atmosfer. Kecepatan pembentukan laut adalah pengangkutan air menjadi lembaran formasi permukaan dan pergerakan menuju bagian dalam laut. Turnover time adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk mengisi tempat penampung air, seperti bagian dalam laut dan lapisan-lapisan kolom air. Residence time adalah waktu yang dibutuhkan partikel-partikel air laut untuk tenggelam kedalam dasar laut. Umur dari air dapat ditentukan menggunakan tracers. Tracers pasif secara biologic lebih maju dibadingkan tracers aktif. Pengetahuan manusia tentang tracers sementara waktu digunakan untuk menghitung sejarah atmosfer yang berguna untuk menganalisis lapisan permukaan laut dan membuka bagian ventilasi di dasar laut. Bagian dari tracers yang rasio konsentrasinya berubah seiring waktu dapat digunakan untuk menentukan kisaran waktu suatu senyawa, termasuk didalamnya yaitu intensitas dari senyawa CFCs yang semakin bertambah akibat adanya pencemaran. Untuk dasar lautan, dimana temperature suhunya lebih rendah dapat digunakan oleh manusia untuk menentukan waktu tracers dan dapat juga menjadi cara alternatif untuk memperkirakan umur dari air laut, tracers alam seperti oksigen, nutrient dan karbon yang sangat penting peranannya dalam air laut. Radiokarbon dapat digunakan untuk menentukan waktu sama seperti material organic daratan. Karbon diproduksi atau dihasilkan di atmosfer oleh sinar kosmik. 3.2 Sifat Optis Air Laut Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari. Hal ini berkaitan dengan besarnya sudut penyinaran yang dibentuk cahaya yang tiba dipermukaan. Cahaya yang mencapai permukaan bumi dan permukaan perairan terdiri atas cahaya yang langsung (direct) berasal dari matahari dan cahaya yang disebarkan (diffuse) oleh awan (yang sebenarnya juga berasal dari cahaya matahari). Penetrasi cahaya kedalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air dan bahanbahan yang terlarut dan tersuspensi di dalam air. Cahaya matahari yang mencapai permukaan perairan tersebut sebagian diserap dan direfleksikan kembali. Sebagian cahaya matahari dipantulkan kembali kepermukaan air, dengan intensitas yang bervariasi menurut sudut datang cahaya dan musim. Sudut datang cahaya matahari kepermukaan air bervariasi secara harian. Pada sudut datang tepat 90⁰ (terjadi pada sekitar pkul 12.00), intensitas cahaya matahari yang dipantulkan sekitar 1,5% - 2,0%. Semakin kecil sudut datang cahaya, semakin banyak cahaya yang dipantulkan. Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari. Sifat optis air dimiliki semakin bervariasi bila besar sudut datang semakin besar. Intensitas matahari semakin besar maka sifat optis air akan semakin hangat. Kondisi optis dalam air selain dipengaruhi oleh cahaya matahari juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat dalam air. Misalnya oleh plankton yang terlarut dalam air. Kemampuan sinar matahari pada kondisi cerah dapat diabsorbsi sebanyak 1% pada kedalaman 100 meter dan untuk perairan yang keruh hanya mencapai kedalaman 10-30 meter dan tiga meter pada perairan estuari. Penetrasi cahaya menjadi rendah apabila tingginya kandungan partikel tersuspensi di perairan dekat pantai, akibat aktivitas pasang surut dan juga tingkat kedalaman. Pada kedalaman tertentu, apabila kemampuan intensitas cahaya dapat melampauinya, akan mempengaruhi produktifitas total dan tumbuhan yang dominan dalam ekosistem. Dalam hubungannya dengan fotosintesa, intensitas dan panjang gelombang sangat penting. Bentuk-bentuk yang hidup di laut cenderung menyukai sinarsinar dengan spektrum hijau dan biru. Keadaan ini secara tidak langsung mempengaruhi daya dukung ekosistem perairan. Secara vertikal kawasan pelagik dibagi berdasarkan daya tembus cahaya matahari ke dalam kolom perairan air laut, yaitu : a. Zona Fotik atau eufotik merupakan perairan pelagik yang masih mendapatkan cahaya matahari. Batas bawah zona ini tergantung pada batas kedalaman tembus cahaya, dan biasanya bervariasi berdasarkan tingkat kejernihan air. Umumnya batas bawah zona fotik terletak pada kedalaman 100-150 meter. Istilah lain untuk zona fotik adalah zona epipelagik, merupakan daerah tempat b. Zona Disfotik terdapat dibawah zona eufotik dimana cahaya yang ada sudah terlalu redup untuk mendukung proses fotosintesis, Disebut: Zona Mesopelagis (150-1.000 meter). c. Zona Afotik adalah zona yang tidak dapat ditembus cahaya matahari (selalu dalam kegelapan), yang posisinya terdapat di bawah zona fotik. Afotik dibagi menjadi 3 kedalaman : Zona Batipelagis antara 150/1.000 – 3.000 meter Zona Abisal antara 3.000 – 6.000 meter Zona Hadal sampai > 6.000 meter Oleh karena itu sifat optis di permukaan air mempengaruhi tingkat hangatnya lapisan permukaan. Jadi temperatur lapisan permukaan dan interaksi atmosfer dan laut dipengaruhi oleh sifat optic permukaan laut sendiri. Untuk mengihitung atau mengukur tingkat kecerahan di suatu perairan laut, maka secchi disk ditenggelamkan di kolom air laut dari sisi perahu yang langsung mendapat sinar matahari penuh, sementara itu simpulsimpul pada tali yang terentang dihitung sehingga mendapatkan angka dalam satuan meter. Cara penggunaan secchi disk adalah sebagai berikut : - dimasukkan kedalam laut secara perlahan-lahan sampai batas tidak tampak pertama kali - ditandai tali secchi disk yang berada pada batas permukaan air laut dengan karet gelang - dicatat sebagai d1 - dimasukkan kedalam laut hingga tidak tampak dan ditarik secara perlahan hingga tampak pertama kali - ditandai tali secchi disk yang berada pada batas permukaan air laut dengan karet gelang - dicatat sebagai d2 - dihitung kecerahan dengan rumus Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa selain intensitas cahaya matahari, kecerahan permukaan juga dipengaruhi oleh plankton-plankton yang hidup melayanglayang di kolom air, salah satunya adalah fitoplankton yang memiliki klorofil yang menjadi produktivitas primer di lautan. Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu chloros artinya hijau dan phyllos artinya daun. Ini diperkenalkan pada tahun 1818, dimana pigmen tersebut diekstrak dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut organik. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya matahari menjadi tenaga kimia. Dengan proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu yg pertama memanfaatkan energy matahari, kedua memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan yang ketiga menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Klorofil menyebabkan cahaya berubah menjadi radiasi elektromagnetik pada spektrum kasat mata(visible). Misalnya, cahaya matahari mengandung semua warna spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi seluruh panjang gelombang unsurnya tidak diserap dengan baik secara merata oleh klorofil. Klorofil dapat menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya atau pigmen lainnya melali fotosintesisi, sehingga fotosintesis disebut sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis. Dalam proses fotosintesis tumbuhan hanya dapat memanfaatkan sinar matahari dengan bentuk panjang gelombang antara 400 – 700 nm. Supaya mempermudah memantau lautan yang sangat luas dengan sistem pemetaan maka digunakan bantuan satelit. Untuk menghubungkan fenomena energi matahari dengan perkembangan teknologi satelit ini, manusia menciptakan alat optik yang diletakan pada satelit dan dapat merekam energi matahari yang dipantulkan (reflected) , diserap (absorbed) maupun di pancarkan (emitted) oleh obyek-obyek di bumi. Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan teknologi inderaja optik (optical remote sensing) yang antara lain dapat menggunakan wahana satelit sebagai sarananya atau dikenal dengan sebutan satellite remote sensing. Fenomena yang terjadi di alam pada dasarnya mengacu pada kaidah bahwa energi matahari yang berinteraksi dengan obyek-obyek di bumi ini berada pada kisaran gelombang elektromagnetik tertentu. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Lillesand and Kiefer, 1987) Energi elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dialirkan maupun di pancarkan ini sifatnya sangat bervariasi tergantung pada karakteristik obyek-obyek di permukaan bumi tersebut. Keadaan ini menunjukan bahwa setiap obyek dibumi mempunyai spectral respond (reaksi spektral) yang berbeda. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam sistim inderaja melalui sistim sensor pada satelit yang juga mempunyai spectral sensitivity (kepekaan terhadap spektral) tertentu sebagai dasar terbentuknya data inderaja. Adapun karakteristik spektral dari beberapa unsur-unsur utama di permukaan bumi, yaitu tumbuhan, tanah dan air. Karakteristik spektral reflektansi tanah, air dan vegetasi (Lillesandand Kiefer, 1987) Adapun kaitan antara fenomena alam dari gelombang elektromagnetik ini dengan perikanan pada prinsipnya mengacu pada pangkal dari semua bentuk kehidupan dalam laut, yaitu aktivitas fotosintetik tumbuhan akuatik. Diantara semua tumbuhan akuatik fitoplanktonlah yang mengikat sebagian besar energi matahari, dan menjadi dasar (level pertama) terbentuknya rantai makanan dalam ekosistem bahari, dan sangat penting keberadaannya bagi semua penghuni habitat bahari. Klorofil yang berwarna hijau inilah yang pada dasarnya menjadi sumber informasi perikanan laut karena keterkaitannya yang erat dengan produktivitas primer perikanan, sehingga dapat disimpulkan dimana terdapat konsentrasi klorofil yang tinggi disitu terdapat juga konsentrasi biota atau ikan laut yang tinggi. Dalam kaitannya dengan inderaja, klorofil merupakan obyek yang mudah dianalisa untuk memprediksi potensi perikanan laut karena unsur ini akan menyerap gelombang tampak mata biru dan memantulkan gelombang tampak mata hijau secara kuat. Sehingga ketika terjadi peningkatan kandungan klorofil, dapat dilihat adanya peningkatan energi yang dipantulkan oleh gelombang tampak mata hijau. Spektral reflektans dari air laut dgn konsentrasi klorofil yang berbeda (Swain and Davis, 1978) Akan tetapi, fitoplankton atau klorofil umumnya hanya menghuni suatu lapisan air permukaan yang tipis dimana terdapat cukup cahaya matahari, dan mempunyai suhu yang relatif homogen. Sedangkan zat hara anorganik yang dibutuhkan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak terletak pada zona fotik yang terdapat jauh dari permukaan dengan suhu yang berbeda jauh (lebih dingin) dengan suhu permukaan. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengangkat massa air yang kaya akan hara ini ke permukaan sehingga dapat bercampur dengan massa air permukaan dan dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang. Dalam hal ini perpindahan massa air ke atas (upwelling), arus-arus divergensi dan arus-arus khusus, yang menyebabkan terjadinya fenomena front dan eddie di laut, dapat memindahkan dan mencampurkan kedua massa yang tersebut berbeda dengan angin. penaikan suhu bantuan Upwelling massa air dan kaya nutrien ke atasnya. air kekuatan merupakan laut lapisan dingin di Distribusi klorofil pada perairan Nusa Tenggara Timur Klorofil menjadi indicator penting mengenai sirkulasi local (adveksi) dan upwelling. Adveksi dan upwelling ini digunakan untuk menggambarkan sirkulasi regional dan ekosistem di dalamnya. Front merupakan pertemuan dua massa air yang berbeda karakteristiknya, misalnya pertemuan antara massa air laut Jawa yang agak panas dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin dan ditandai dengan gradient suhu permukaan laut yang sangat jelas pada kedua sisi front. Berikut ini merupakan gambaran dari proses terjadinya upwelling. BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan a. Turnover time adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk mengisi tempat penampung air, seperti bagian dalam laut dan lapisan-lapisan kolom air. b. Residence time adalah waktu yang dibutuhkan partikel-partikel air laut untuk tenggelam kedalam dasar laut. c. Sifat optis air laut dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan substrat yang terlarut di dalamnya. d. Secara vertikal kawasan pelagik dibagi berdasarkan daya tembus cahaya matahari ke dalam kolom perairan air laut, yaitu : fotik, disfotik, dan afotik. e. Sifat optis pada permukaan air laut mempengaruhi tingkat suhu di permukaan air laut. f. Klorofil merupakan zat hijau daun yang mempengaruhi produktivitas primer di laut karena salah satu sumbernya adalah fitoplankton yang menjadi awal dari rantai makanan di laut. g. Perpindahan massa air ke atas (upwelling), arus-arus divergensi dan arus-arus khusus, yang menyebabkan terjadinya fenomena front dan eddie di laut, dapat memindahkan dan mencampurkan kedua massa air yang berbeda suhu tersebut dengan bantuan kekuatan angin. 4.2. Saran Seharusnya dalam memberikan literatur acuan materi, disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa sehingga tidak mempersulit pemahaman materi yang sudah cukup rumit.