Kondisi Perubahan Iklim Global dan Indonesia: Upaya dan Kebijakan oleh Dr.Ir. Ukar W. Soelistijo, M.Sc., APU - Dosen Magister Rekayasa Pertambangan, Program Khusus Ekonomi Mineral, FTTM –ITB -Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung Abstract Within the last 50 years since early of 1970s, the various international parties be aware that climate change happened causing the global warming. It means that the temperature of the earth atmosphere has significantly increased and the increasing temperature is felt. The international awareness and efforts on climate change are initiated by the Conference of Environmental Anniversary celebrated in Stockholm and the more intensive efforts through the establishment of UNFCC COP in Rio de Janeiro in 1992,COP-13 in Bali, COP-14 in Poznan,COP-15 in Copenhagen, and COP-16 in Cancun as well. Based on the awareness that climate change is as the integral part of the economic development, it is necessarily overcome by the international funding with the special anticipation on the developing countries in the condition of their burden on economic development in addition with new mission of climate change, led by the developed countries. It is expected that those matters would be solved beyond the year of 2012 after the Kyoto Protocol terminated, in which the US did not actually sign it. Abstrak Dalam 50 tahun terakhir sejak awal tahun 1970-an berbagai pihak dunia internasional menyadari adanya perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan global dalam arti bahwa temperatur atmosfir bumi telah meningkat cukup berarti sehingga dirasakan makin memanas. Kesadaran dan upaya internasional tentang Perubahan Iklim berkembang diawali dengan Konferensi Hari Lingkungan Hidup di Stockholm tahun 1972 dan makin intensif sampai dengan diadakannya UNFCC COP di Rio de Janeiro tahun 1992 dan COP-13 di Bali, COP-14 di Poznan, COP15 di Copenhagen, dan COP-16 di Cancun. Dengan kesadaran bahwa PI merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi dan perlu ditanggulangi dengan pendanaan internasional dengan perhatian khusus terhadap negara berkembang dalam memikul berbagai masalah pembangunannya ditambah dengan beban baru tentang PI. Diharapkan hal itu akan terpecahkan sesudah tahun 2012 setelah berakhirnya Protokol Kyoto, di mana AS memang tidak turut menandatanganinya. I. Pendahuluan. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengadakan observasi terhadap apa yang dialami dan upaya ke depan masyarakat dunia oleh adanya perubahan iklim, dengan akibat adanya pemanasan global yang semua orang merasakannya. Perubahan iklim tersebut dirasakan perkembangannya dalam 50 tahun terakhir ini. Sebagai yang penulis rasakan pada tahun 60-an di Bandung kalau pulang kuliah sesudah ashar 1 perlu memakai jaket karena telah terasa dingin di badan, maka pada waktu ini malampun kalau tidur jarang memakai selimut karena terasa panas. Pemanasan global mempunyai implikasi terhadap adanya perubahan iklim di bumi ini. Untuk meminimalisasi perubahan iklim tersebut diperlukan upaya untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang diakibatkan oleh emisi terutama oleh gas CO2 dan gas-gas lain (CH4, CFC, NOx dll) oleh akibat ulahg manusia. GRK tersebut terutama diakibatkan oleh deforestasi, degradasi hutan, penggunaan lahan, gambut, industri dan trenaportasi (pembakaran bahan bakar fosil), bangunan, komersial. Dengan upaya pengurangan emisi gas-gas tersebut terutama CO2 akan mempengaruhi penebangan huitan dan industri yang secara langsung akan mempengaruhi laju pembangunan di tiap negara baik negara maju maupun negara berkembang. Implikasi terutama akan dirasakan oleh negara berkembang yang membangun negeri masing-masing dalam rangka mengurangi dan mengentaskan kemiskinan. Untuk itu diperlukan mekanisme tertentu dengan adanya semacam dana internasional guna memberikan kompensasi kepada negara berkembang tersebut yang perlu dipimpin oleh negara maju. Untuk realisasi gerakan bersama tersebut diperlukan kebijakan pembangunan global agar dunia secara bersama memikul sebab dan akibat dari adanya perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global tersebut dengan sasaran tertentu ke depan antara lain tingkat kadar CO2 diupayakan agar menghasilkan kenaikan temperatur atmosfir bumi tidaka melebihi 2 derajat Celcius sampai tahun 2030. Berbagai upaya tersebut dibahas dalam berbagai pertemuan dunia baik tngkat PBB (UNFCCC) maupun badan dunia yang lain dalam dua dasa warsa terakhir sejak UNFCCC COP 3 1997 dengan Kyoto Protocol-nya sampai dengan COP 15 di Copenhagen tahun 2009 yang akan diteruskan pada COP 16 yang direncanakan diadakan di Mexico tahun 2010. Berturut-turut UNFCCC COP-13 di Bali dengan Bali Action Program, COP14 di Poznan Polandia dengan perhatian tentang perlunya bantuan terhadap negara berkembang untuk mengatasi masalah pembangunannya dan lingkungan hidup khususnya perubahan iklim, COP-15 UNFCCC di Copenhagen dengan Copenhagen Accord dengan konsep-konsep untuk mengatasi perubahan ilkim dalam konteks pembangunan secara lebih spesifik, dan COP-16 Cancun merefleksikan tingkat 2 keseimbangan politik dalam mitigasi, komitmen negara maju untuk mendukung negara berkembang dalam keuangan, teknologi dan capacity building dan posisi kuat negara berkembang dalam adaptasi (Gambar 1). Dengan melihat akan berakhirnya mekanisme Kyoto Protocol tahun 2012 yang nota bene AS tidak turut menandatanganinya, maka upaya dunia terhadap perubahan iklim akan mempunyai mekanisme tertentu dalam berbagai kegiatan terutama adanya pendanaan internasional secara lebih komit dalam program-program aksi yang lebih nyata. Diharapkan hasil perundingan tersebut akan dilaksanakan sebelum tahun 2015, atau paling tidak sesudah Kyoto Protocol berakhir tahun 2012, dimana AS memang tidak ikut menendatanganinya. Nampaknya, secara tersirat AS sangat menentukan akan berlakunya berbagai pelaksanaan hasil perundingan dunia di bidang perubahan iklim ini. Tentang pentingnya lingkungan hidup, bahkan jauh sebelumnya pada tahun 1972 UNEP yang mengadakan konferensi di Stockholm dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia, telah menyadarkan dunia tentang pengertiannya akan LH dan perhatiannya terhadap negara berkembang. Selanjutnya diikuti Konferensi UNED tahun 1992 di Rio de Janeiro dengan “declaration on environment and develoment” dan bahwa “Human being is the center of concern in sustainable development”, serta adanya Agenda Abad 21: “Programme upon to manage the environment and development programme”. Global Warming (Pemanasan Global) Climate Change (Perubahan Iklim / PI) Aksi Dunia Aksi Indonesia: Oleh Sebab: -REDD -Penggunaan Lahan -Gambut -Penggunaan Energi (Industri, PLTU,RT, Komersial,Trsnportasi) -Bangunan. Green House Gases/GHG Gas Rumah Kaca/GRK Cahaya matahari ke bumi, sebagai diserap dan sebagian dipantulkan sebagai infra red. Infra red sebagian diteruskan ke ruang angkasa, sebagian di pantulkan oleh GRK ke bumi yang membuat kenaikan temperatur bumi. - Emisi GRK (CO2) Sektor-sektor penghasil CO2 yang Perlu ditangani Agriculture sector, Power sector, Transportation sector, dengan catatan bahwa:Sektor penggunaan lahan dan kehutanan masih penghasil em isi terbesar – mulai di akui oleh Indonesia. Berbagai fihak melakukan perhitungan dengan pendekatan berbeda.Emisi dari penggunaan energi (fosil) m asih relatif kecil – Namun meningkat pesat minimal 5x dari tahun 2005 – 2020. -Opsi-opsi Pembangunan Rendah Karbon untuk Indonesia dalam hal ini peluang dan Kebijakan Pengurangan Emisi Sektor Manufaktur (SM): >> Sektor manufaktur sebagai salah satu sum ber terbesar em isi GRK yang berasal dari bahan bakar fosil di Indonesia. Menyumbang lebih dari 40% em isi gas dari bahan bakar fosil pada tahun 2005 (termasuk pembangkitan listrik untuk sektor manufaktur). Meningkat 6% setahun. >> Mengkaji opsi pembangunan endah karbon tanpa mengorbankan tujuan pembangunan. 1. UNEP 1972 Stockholm: pengerian Lh dan perhatian thd NB. 2. UNED 1992: Manusia pusat konsen, Agenda abad 21 – memanaj EDP dng 4 dimensi: Sosek, konservasi, pok utama, sarana. 3. Kyoto Protocol sd 2012 (AS tidak menandatangani). 4. IPP 2004: mematuhi kewajiban umum. 5. UNFCCC COP 13 BAP& RM: Mitigasi GRK, MAT. 6. UNFCCC COP 14 Pozna: PI merupakan masalah pembangunan; mendukung Pasar Carbon Global. 7. UNFCCC COP 15 Copenhagen Accord: Kanikan Temperatur Dunia < 2 0 C, Copenhagen GloBal Climate Funds, MAT, < 2015. 8. UNFCC-COP 16: keseimbangan politik dalam mitigasi, komitmen negara maju untuk mendukung negara berkembang dalam keuangan, teknologi dan capacity building dan posisi kuat negara berkembang dalam adaptasi 9. Pasca 2012 (Berakhirnya Kyoto Protocol): PI bagian dari pembangunan, Pendanaan bagi NB, Pasar C rendah (Panas bumi dll). Badan-badan Dunia yang lain: - IPCC 2007 PI =perubahan keadaan cuaca. - G-20, 2009: kebij. fiskal dan finansial untuk atasi PI. Gambar 1 KeterkaitanGlobal Warming dengan Upaya Internasional dan Indonesia 3 II. Pembahasan 2.1 Metodologi. Studi dilakukan dengan metodologi observasi berdasarkan data dan informasi dari sejarah kegiatan internasional di bidang lingkungan hidup, membaca literatur tentang lingkungan hidup serta mengikuti perkembangan berbagai kegiatan yang menyangkut perihal lingkungan hidup secara kronologis dan historis dari tahun 1960-an sampai kini dengan adanya berbagai kegiatan badan-badan internasional dan PBB dan yang terakhir adalah UNCCC COP-16 di Cancun Mexico 2010, serta skenario bersama global dan nasional ke depan. 2.2. Studi Pustaka: Kondisi Perubahan Iklim Global oleh adanya Gas Rumah Kaca (GRK). Gas Rumah Kaca (GRK) atau Green House Gases (GHG) yang berefek terhadap adanya perubahan ikllim oleh akibat timbulnya gas-gas CO2, methan (CH4), CFC dari AC, NOx, dan lain-lain yang masuk ke atmosfir dunia yang makin bertambah dari hari ke hari oleh adanya berbagai sebab (Gambar 2). Dari skema Gambar 2 diketahui bahwa GRK berasal dari CO2 mengambil bagian yang terbesar yaitu sekitar 50%. Sisanya adalah gas-gas lain misaknya CFC, methan, NOx, Ozon dan gas-gas lain yang dihasilkan oleh kegiatan hidup manusia. Oleh adanya GRK tersebut menyebabkan temperatur atmosfir bumi meningkat dari waktu ke waktu, yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat dunia. Oleh karena itu upaya dunia dalam mengatasi GRK tersebut terfokus pada upaya untuk mengatasi bagaimana menekan produk CO2 yang tidak dapat terisap kembali oleh kehidupan di bumi dan masuk ke dalam atmosfir, sudah barang tentu upaya untuk mengatasi terhadap gas-gas lainnya tersebut. Dari hasil berbagai studi disimpulkan bahwa CO2 dihasilkan yang terbesar dari deforestasi dan degradasi hutan, kemudia disusul dari sektor industri manufaktur, kemudian transpoprtasi, rumah tangga dan lain-lain. 4 A. Kontribusi relatif emisi gas-gas rumah kaca 50% Sumber:Sullivan, KM, “Coal Technologies and their Impact on the greenhaouse Effect”, 1989. 50% - CO2 dari kegiatan manusia. -CO2 dari migas bahan bakar padat lain, dan industri. -CO2 dari penggunaan energi dan aktivitas Industri. - CFC metan, Ozon, NOx dll. -Gas-gas rumah kaca lain dari kegiatan manusia. B. Peran bahan bakar fosil dan gas-gas lainnya dalam emisi gas rumah kaca Efek rumah kaca Gas-gas radiatif hasil ulah manusia Gas-gas lain:CFC,methane, nitrous oxide, ozone CO2 Penggunaan tanah Tabung smprot, AC, almari es, Pertanian, perkebunan, proses industri Pembabatan/pembakaran hutan Energi, migas,batubara, Industri lain Seluruh sektor pasaran Lain-lain PLTU Gambar 2 Kondisi Perubahan Iklim Global oleh adanya Gas Rumah Kaca (GRK) 2.3. Kronolgi dan Konfigurasi Perubahan Iklim dan Pemanasan Global. Secara kronologis, PBB dan berbagai lembaga inyternasional seperti IPCC, Gleneagles dan MEF (Major Economies Forum Energy and Climate Change) telak beraksi mengingatkan dunia akan adanya perubahan iklim dan pemanasan global yang apabila tidak diantisipasi secara cepat dan tepat akan mengakibatkan kefatalan secara katastropis bagi kehidupan manusia. Diperingatkan tentang penanganan sistematis, terencana dan terarah terhadap sektor-sektor utama penyebab perubahan iklim tersebut misalnya hutan, penggunaan lahan, gambut, manufaktur, transportasi dan rumha tangga (Gambar 3) dalam pemanfatan lahan dan penggunaan energi khususnya bahan bakar fosil. UNFCCC pada tahun 2004 telah mengingatkan bahwa dunia perlu mematuhi kewajiban umum dan mengingatkan bahwa perubahan iklim ini disebabkan terutama oleh ulah manusia sendiri. Apalagi pertumbuhan junlah manusia mengikuti tren secara eksponensial, akan diikuti timbulnya permasalahan pembangunan termasuk permasalahan lingkungan hidup akan tumbuh secara eksponensial pula, misalnya pertumbuhan emisi CO2. Club of Rome pada tahun 1972 dalam bukunya “The Limits to Growth” telah mengingatkan dunia bahwa oleh akibat pertumbuhan jumlah manusia yang eksponensial tersebut (Gambar 4), maka kebutuhannya akan lahan produktif juga tumbuh secara eksponensial pula (Gambar 5). 5 Climate Change/CC (Perubahan Iklim/PI) Global Warming/Pemanasan Global : Target sekitar 2oC, - emisi 26% < 2020; menuju - emisi 41% Ngr berkembang (NB) perlu > finansial, > kapasitas, technology transfer (T) (Dipimpin Ngr Maju) UNF CCC – COP: UNEP 1972 perhatian dunia thd LH dan NB; UNCED 1992 Rio de Janeiro: Human is the center of concern – Agenda Abad 21 LH dng 4 segi ; UNFCCC 1997 COP 3 Kyoto Protocol penurunan emisi 5,2% di bawah tk th.1990; COP 2004 : kepatuhan thd kewajiban umum (Mitigasi/M dan Adaptasi/A PI); COP-13 2007 Bali Action Plan: > inisiatif penyediaan sumber keuangan & invetasi mendukung M-A-Technology; COP-14 2008 Poznan: PI sebagai Isu Pembangunan, NB memerlukan biaya bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pengentasan kemiskinan dengan biaya tambahan pengembangan pendanaan PI; COP-15 2009 Copenhagen: Copenhagen Accord: Combat CC stabilize < 2 oC, To reduce global emissions (low emission dev strat; Implement A actionKyoto Protocal (<Em); Implement M actions; REDD >GHG Em; Adequate fundings for REDD plus; Sources of revenue; To support PPP ( project, programmes, policiers and other activities in Dev’ing Cs) to M (REDD plus-A-cap. Building); T dev & transfer; T Mechanism; completed < 2015, COP-16 Cancun: merefleksikan tingkat keseimbangan politik dalam mitigasi, komitmen negara maju untuk mendukung negara berkembang dalam keuangan, teknologi dan capacity building dan posisi kuat negara berkembang dalam adaptasi Program Aksi PI Dalam Mitigasi dan Adaptasi (MA) - Diperlukan manajemen ekonomi makro, perencanaan keb fiskal, alternatip peningkatan pendapatan; pasar asuransi; pilihan investasi jk panjang. - CDM. TransPortasi Down To earth Kelem bagaan/ Dampak peraturan REDD + Ind. Manu (Extend- faktur: ed -Prior tiREDD). nggi. -Prior menengah. Tata ruang Energi Alternatif: -Pns bumi. -Biotech. -….. Badan Keu & Mitra Internasional: - MDB ADB WB, BFID, PTL, AFD - JICA, Austr Treasury - LSM Indonesia: - DN-PI: Titik pusat penanganan PI. - Koordinasi antar lembaga Pmrth Studi Low Carbon DEPKEU – WB Pemnanfaatan CO2 a.l.PLT Sampah, briket biomas dll Program Aksi Sektoral Gambar 3 Kronologi dan Konfigurasi Tentang Global Warming dan Climate Change - Sejak 1650 penduduk tumbuh eksponensial. - 1970 lebih tinggi dari proyeksi tahun 1950. - LPP 2,1%, doubling dalam 33 tahun. Sumber: . : Meadows, D.H., cs., 1972, “The Limits to Growth: A Report for the Club of Rome’s Project on the Predicament of Mankind,” A Potomac Associates Book, Washington, D.C. Gambar 4 Tren Pertumbuan Eskponensial Penduduk Dunia 6 - Tanah produktif dunia 3,2 milyar Ha: 0,4 Ha/kapita. Kurva kebutuhan tanah menggambarkan pertumbuhan penduduk. Tanah produktif menurun luasnya oleh industri. Kurva grs putus menggambarkan kebutuhan luas tanah (doubling/quadruppling). Sumber: Meadows, D.H., cs., 1972, “The Limits to Growth: A Report for the Club of Rome’s Project on the Predicament of Mankind,” A Potomac Associates Book, Washington, D.C. Gambar 5 Tren Pertumbuhan Kebutuhan Lahan Subur Dunia 2.4 Upaya Internasional dan Indonesia. a. Upaya Internasional. CO2 merupakan komponen gas utama dalam Gas Rumah Kaca (GRK / GHG) yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim (climate change) oleh akibat adanya pemanasan global (global warming). Negara maju dan berkembang membuat kebijakan dan program penurunan emisi CO2, yang berdampak terhadap kegiatan industri dan investasi. UNFCCC 1992 menyatakan bahwa Perubahan Iklim disebabkan oleh kegiatan manusia. Pada tahun 2004 UN-COP tentang PI menyatakan sepakat dipatuhinya sejumlah kewajiban umtum mengenai formulasi, publikasi, pembaharuan langkah program nasional dalam Mitigasi PI, pelepasan GRK,dan tentang fasilitasi Adaptasi PI). UNFCCC COP-13 tahun 2007 di Bali menghasilkan Bali Action Plan dan Bali Road Map yang intinya menyatakan bahwa kita harus berusaha melakukan mitigasi GRK untuk mencegah pemanasan global. Di luar UNFCCC (UN Framework Convention on CC) ada Gleneagles dan MEF (Major Economies Forum Energy and Climate Change) juga berupaya untuk menjaga agar kenaikan temperatur rata-rata dunia tidak melebihi 2o C atau mempertahankan konsentrasi CO2 sebanyak 450 ppm di atmosfir. Diharapkan konsentrasi CO2 akan mencapai tidak melebihi 650 ppm pada tahun 2030. 7 IPCC tahun 2007 menyatakan bahwa PI merupakan perubahan keadaan cuaca yang dapat diidentifikasi dalam perubahan rata-rata, keragaman sifatnya dalam periode panjang. Pada dasanya lebih spesifik UNFCCC – COP 13 Bali 2007 menghasilkan tentang: > RAB (Rencana Aksi Bali) mengupayakan dalam peningkatan inisiatif penyediaan sumber keuangan dan investasi untuk mendukung dalam Mitigasi, Adaptasi dan T eknologi. > RAB sebagai dasar negosiasi di UNFCCC COP-14 Poznan Polandia 2008 dan COP-15 Kopenhagen. Pada tahun 2007 COP-13 memulai diskusi yang berkelanjutan ke arah pendekatan pembangunan dengan karbon rendah. Selanjutnya pada tahun 2008 COP-14 dinatakan sebagai awal negosiasi intensif tanggapan internasional yang intensif dan ambisius terhadap PI agar disetujui di COP-15, bahwa: > PI adalah masalah pembangunan; > Pembangunan merupakan upaya berinvestasi pada energi yang lebih bersih; ke energi yang dapat diperbaharui, dan pengelolaan hutan dan lahan pertanian secara bijaksana. > Negara berkembang memerlukan aliran dana bantuan (hibah atau pinjaman lunak) dan tambahan untuk pembangunan, di samping untuk PI. PI mempengaruhi pendekatan pengelolaan ekonomi makro, pilihan kebijakan fiskal, alternatif peningkatan pendapatan, pasar asuransi dan opsi-opsi jangka panjang. UNFCCC COP-14 Poznan Polandia 2008 mempersiapkan tanggapan internasional untuk mencapai kesepakatan di Kopenhagen 2009. Banyak disadari bahwa krisis finansial global mempersulit pendanaan untuk MA. PI merupakan isu poleksos, bukan hanya isu lingkungan. Para pihak mendesak pengembangan pasar karbon global, dengan MDB memperluas pelaksanaan pendanaan pemerintah negara maju dan membantu meningkatkan kapasitas dan kesiapan pasar di negara berkembang untuk mengakses pasar karbon global. G20 di Pitsburgh dan Skotlandia 2009: penjajakan dan peningkatan peran kebijakan fiskal dan finansial dalam rangka mengatasi PI menjadi target utama. Selanjutnya UNFCC – COP 15 Copenhagen 2009 menghasilkan Copenhagen Accord. Pada kesempatan itu Preisden RI SBY menyatakan keinginannya tentang beberapa hal antara lain: > Membatasi peningkatan pemanasan global kisaran 2o C. > Negara maju harus memimpin. > “Pekuncuran pendanaan cepat”. > Komitmen pembanguan rendah karbon. Indonesia bertarget penurunan emisi 26%. > Pendanaan dari negara maju dialirkan dengan baik. Mempertahankan pohon berdiri daripada menabangnya. REDD plus menjadi bagian dari solusi global. UNFCCC 2009 di Copenhagen telah menyetujui Copenhagen Accord. yang diharapkan dapat segera operasional, dengan pokok-pokok sebagai berikut: 8 > Secara politis perlu memerangi perubahan iklim (PI), menyetabilkan konsentrasi GRK dalam atmosfir sehingga peningkatan dalam temperatur global ada di bawah 2 derajat Celcius. > Khususnya untuk negara berkembang (NB) bahwa strategi pembangunan emisi rendah adalah tidak semata-mata dan sejauh tidak menghambat pembangunan berkelanjutan. > Memperkuat kerjasama internasional dalam mempermudah dan mendukung dalam aksi adaptasi. > Memperkuat pengurangan emisi yang diawali oleh Kyoto Protocol, dan pendanaan oleh negara maju akan menjamin sasaran dan keuangan secara tepat, kuat dan transparan. > Akan melaksanakan aksi mitigasi dengan support teknologi pendanaan dan pemngembangan kapasitas secara relevan. > Peranan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang muskil memerlukan jaminan insentif positif dengn melaksanakan mekanisme REDDplus untuk mempermudah mobilisasi sumberdaya pendanaan dari negara maju. > Memperkuat cost-effectiveness dan menggelar aksi mitigasi, khususnya bagi negara berkembang. > Meningkatkan pendanaan yang memadai bagi negara berkembang dalam aksi mitigasi dalam mengurangi emisi dari REDD-plus, adaptasi, pengembanga dan alih teknologi serta pengembangan kapasitas. Komitmen kolektif negra maju menjamin sumberdaya baru sebesar $ 30 miliar dalam tahun 2010. 2012 dengan alokasi berimbang dalam mitigasi dan adaptasi. Dan komitmen negara maju secara bersama-sama dapat memobilisasi dala sebesar $ 100 miliar setahun sebelum tahun 2020 untuk memenuhi kebutuhan negara berkembang. > COP mempelajari tentang kontribusi potensi sumber-sumber dana. > Copenhagen Green Climate Fund mendukung proyek-2, program, kebijakan dan kegiatan lain di negara berkembang dalam hal untuk mitigasi termasuk REDD-plus, adapatasi, pengembangan kapasitas, pengembangandan alih teknologi. > Untuk memperkuat pengembangan dan alih teknologi ditentukan untuk pengukuhan suatu Mekanisme Teknolgi untuk percepatannya. > Pelaksanaan Accord ini selesai sebelum 2015. UNFCCC COP-16 2010 di Cancun Mexico, dari pandangan Indonesia merupakan capaian yang signifikan sejak COP13 di Bali, 2007. Bukanmerupakan hasil akhir, melainkan merupakan capaian antara yang masih harus banyak ditindak lanjuti, terutama pada COP mendatang. Belum memenuhi harapan semua pihak, tetapi merupakan kompromi maksimal yang dapat dihasilkan. Sekurang-kurangnya telah merefleksikan keseimbangan politik, dengan capaian antara lain: > Mitigasi berdasarkan LCA terhadap mitigasi berdasarkan KP. > Semua aspek mitigati berdasarkan paragraf 1.b dari BAP. >Komitmen negara maju untuk membantu negara berkembang dalam segi keuangan, teknologi dan capacity building. > Ditekankan secara baik tentang posisi penting dari negara berkembang dalam adaptasi. 9 Khusus tentang REDD +, kesepakatan yang diperoleh mencerminkan kepentingan Indonesia sebaga negara yang mempunyai hutan tropis yang luas. b. Upaya Indonesia. 1). Beberapa milestone internasional yang berkaitan dengan PI: Beberapa catatan dari perkembangan internasional yang menjadi catatan dan aksi pihak Indonesia antara lain adalah bahwa: > Pemerintah Indonesia telah membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim sebagai titik pusat penanganan PI dan koordinasi antarlembaga di Indonesia. > COP-15 belum sepenuhnya memberikan hasil seperti yang diharapkan dalam Bali Action Plan: – Mitigasi CO2 yang lebih ambisius terutama bagi negara maju. – Pelaksanaan Technology Transfer dan Climate Fund yang masih terkendala. – AS masih belum ikut ke dalam Kyoto Protocol. – Masih terpecah kepentingan negara-negara berkembang dalam penjabaran CBDR (Common But Deliberated Responsibility) – China bertahan sebagai negara berkembang. > Copenhagen Accord baru sebatas wacana, belum menjadi kesepakatan yang mengikat. > Isu baru: perlu transparansi tentang emisi CO2, implementasi MRV (Monitoring Reporting and Verification) dan NAMAS (National Appropriate Mitigation Actions). > COP-16 Cancun merupakan capaian yang signifikan dalam perjalanan sejak COP-13 Bali, 2007. > Pidato Presiden RI pada G20 di Pittsburgh menyampaikan bahwa Indonesia bisa menurunkan emisi 26% dan bisa lebih (41%) dengan bantuan negara maju hingga tahun 2050 – dengan sebutan the climate change hero! Di samping itu diperoleh beberapa pandangan tingkat makro antara lain bahwa: > PI sebagai tantangan ekonomi, pembangunan dan investasi. > Perubahan Iklim sebagai Isu Pembangunan. > Negara berkembang memerlukan biaya bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pengentasan kemiskinan dengan tambahan pengembangan pendanaan PI. Kemkeu RI sebagai lembaga sentral dalam pendana pembangunan di Indonesia, berperan dalam: > mengelola iklim investasi, KF, pembelanjaan langsung, risko dan pasar uang. > Mengundang/mempengaruhi investasi domestik dan asing berdasarkan prioritas M(itigasi) dan A(daptasi) PI. > kuasa anggaran dan mempengaruhi pasar finansial dan asuransi sebagai sumber penting pembangunan dan pendanaan iklim yad. > Instrumen kebijakan ekonomi untuk mitigasi dan adaptasi. > Kelompok Kerja Depkeu mengadakan studi tentang metode dan pilihan optimasi kebijakan fiskal untuk Mitigasi dan Adaptasi PI dalam perekonomian Indonesia. 10 Green Paper yang disusun oleh Pemerintah Indonesia dan Australia sebagai masukan guna kepentingan Penyusunan Kebijakan Ekonomi Insonesia dengan nuansa Prubahan Iklim memuat perihal penting sebagai berikut: > Peranan Indonesia dalam Mitigasi Perubahan Iklim Global. Indonesia memainkan peranan aktif dan konstruktif di dalam perundingan internasional dan telah komit untuk memberikan kontribusi yang kuat kepada mitigasi perubahan iklim global. Memenuhi komitmen ini memerlukan konsistensi dalam mencapai tujuan pembangunan dan pengurangan kemiskinan dan memerlukan kebijakan ekonomi yang prima. > Green Paper: Menuju Kebijakan Iklim bernuansa Ekonomi. Green paper merinci pendekatan kebijakan untuk pengurangan hasilgunaongkos dalam emisi GRK.Prinsip-2 untuk kebijakan iklim perlu digambarkan dalam kebijakan yang dilaksanakan, dan merupakan suatu langkah ke depan menuju kerangka kerj kebijakan iklim yynag efisien jangka panjang. > Singkat Tentang Strategi. Menempatkan Indonesia untuk masa depan dengan hambatan Carbon berarti merestrukturisasi awal menuju struktur ekonomi dengan emisi rendah. Strategi dalam sektor energi, sektor perubahan tataguna tanah dan kehutanan, pendanaan internasioal untuk Carbon, dan pengembangan kelembagaan. > Emisi dan tujuan pengurangannya. Emisi dari peerubahan tataguna lahan, hutan dan gambut mendominasi profil emisi Indonesia saat ini, tetapi energi akan meningkat pesat dalam beberapa dasawarsa mendatang. Suatu upaya kebijakan terpadu lintas semua sektor diperlukan untuk keluaran yang efisien, daripada sekedar perencanaan untuk pengurangan khsus di tiap sektor. > Pendanaan Carbon internasional. Indonesia dapat memperoleh suatu sumbangan yang lebi besar dari dana Carbon internasional daripada yang telah diperoleh sekarang. Menarik dana Carbon bukan merupakan tujuan akhir, agaknya itu dapat membantu Indonesia menyiapkan untuk Carbon rendah masa mendatang. Strategi yang cocok untuk Indonesia mencakup: pengusulan suatu sasaran untuk emisi bahan bakar fosil; penjaminan nilai yang memadai diperoleh dari ijin penjualan; dan mendukung kreasi dari suatu mekanisme REDD dengan pelaksanaan sub-nasional. > Penilaian harga energi dan Carbon. Distorsi harga yang memadai di sektor energi dan kebijakan iklim memberikan suatu kesempatan untuk memperkuat efisiensi ekonomi sebagai tambahan untuk mengurangi emisi. Introduksi penilaian harga Carbon penting pada jangka menengah ke jangka panjang untuk mencapai pengurangan emisi pada ongkos minimum. Penghilangan subsidi energi yang dipercepat dan introduksi harga Carbon merupakan hal diinginkan dan dapat dikerjakan secara paralel. 11 Suatu strategi yang sesuai adalah mengintroduksi pajak Carbon yang tepat pada pembakaran bahan bakar fosil secara awal. Penerapan dapat diperluas and pajak menggantikan dengan perdagangan emisi sebagai sistem pengukuran yang dapat diekmnbangkan lebih lanjut. Harga Carbon dapat menghasilkan perolehan baru yang lebih besar, yang dapat digunakan untuk membantu usaha dan rumah tangga miskin, sekaligus untuk pengukuran perubahan iklim sebagai tambahan. Suatu pajak Carbon dapat menghasilkan baik pengurangan laju kemiskinan maupun kenaikan PDB. Suatu sasaran emisi sektoral dapat menghasilkanjumlah nilai ekspor yang lebih besar untuk Indonesia, dan memberikan pertanda kuat secara internasional. Ada peranan ukuran pengaturan dan fiskal untuk membantu penilaian harga emisi. Kebijakan insentif untuk PLTP merupakan contoh hal ini. Sebagai tambahan premium terhadap harga Carbon untuk PLTP, bahwa tarif panas bumi perlu dapat menggambarkan biaya sebenarnya dari listrik saat ini yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Suatu perkiraan konservatif dari biaya listrik sebenarnya dari Pemerintah Indonesia adalah $13 sen per kWh. Strategi kebijakan panas bumi yang diusulkan mempunyai 3 pilar: memperkuat pembentukan investor potensial yang ada; menjamin tarif panas bumi sejalan dengan biaya listrik sebenarnya; dan adanya pengaturan sumbangan laba yang efisien. > Aksi regional terhadap emisi perubahan tataguna lahan, hutan dan gambut. Manajemen konversi lahan, hutan dan lahan gambut menawarkan kesempatan untuk memotong emisi. Upaya dalam pengaturan, fiskal dan anggaran akan menjadi penting dalam pencapaian pengurangan emisi. System transfer fiskal antarpemerintah merupakan jalur untuk mendukung aksi perubahan iklim regional. Kinerja berdasarkan mekanisme insentif regional merupakan sarana yang memadai. Tiga jalur potensial untuk pelaksanaan adalah menggunakan mekanisme transfer yang telah dan yang akan ada. Tinjauan kembali dan reformasi kebijakan fiskal dan pengaturan diperlukan, yang akan mempengaruhi perubahan tataguna lahan dan hutan. > Reformasi kelembagaan. Koordinasi kebijakan yang berhasilguna merupakan kunci ke arah keberhasilan kebijakan iklim. Depkeu merupakan pusat pengembangan dan pelaksanaan kebijakan. > Strategi yang diusulkan. - Mendirikan sebuah unit kebijakan iklim di dalam Kementrian Keuangan. - Membentuk sebuah Kelompok Kerja Kebijakan Iklim lintas lembaga Kementerian Keuangan – Bappenas – dan Menko Perekonomian. 12 - Mendorong review antarkementerian terhadap peraturan, perundangan, dan struktur lembaga yang mempengaruhi formulasi dan pelaksanaan kebijakan perubahan iklim. - Mendorong review terpadu terhadap kebijakan iklim. 2). Emisi GRK (CO2) Sektor-sektor penghasil CO2 yang perlu ditangani: Peat sector, Forestry sector, Agriculture sector, Power sector, Transportation sector, Cement sector, Buildings sector, dengan catatan bahwa: • Sektor penggunaan lahan dan kehutanan masih penghasil emisi terbesar – mulai di akui oleh Indonesia. • Berbagai fihak melakukan perhitungan dengan pendekatan berbeda. • Emisi dari penggunaan energi (fosil) masih relatif kecil – namun meningkat pesat minimal 5x dari tahun 2005 – 2020.. Beberapa temuan yang dapat diutarakan adalah bahwa * Emisi GRK tahunan di Indonesia berjumlah 2,23 Gigaton (2,23 Miliar Ton) pada tahun 2005. SEmentara pembangunan di Indonesia berlanjut terus, emisi total GRK diperkirakan meningkat menjadi 3,6 Gt sebelum 2030. Pada tahun 2005 dan 2030 emisi Indonesia berkisar 5% dari GRK global. Kontribusi emisi global Indonesia lebih tinggi daripada kontribusinya dalam PDB riel global sekitar 0,6% pada tahun 2005. • Analisis benefit-cost dari berbagaiupaya penurunan emisi GRK menganjurkan bahwa sebelum 2030 Indonesia mempunyai potensi untuk mengurangi emisi GRK sebesar 2,3 Gt, yang menunjukkan suatu reduksi sekitar 65% apabila dibandingkan dengan tren sekarang. Hal ini akan membawa emisi tahun 2030 65% lebih rendah daripada emisi tahun 2005. Reduksi sebesar itu merupakan kontribusi yang penting terhadap upaya global, yang berjumlah sekitar 7% dari reduksi global yang diperlukan sebelum 2030 untuk mencapai tingkat yang direkomendasikan Intergavernmental Panel on Climate Change (IPCC). IPCC adalah sebuah badan ilmiah antar pemerintah yang didirikan tahun 1988 di bawah naungan PBB dan ditugaskan untuk mengevaluasi risiko dari perubahan iklim yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Dinyatakan bahwa konsentrasi GRK global akan mencapai 650 ppm sebelum 2030 mengikuti tren waktu sekarang. Hal ini jauh melampaui tingat 450 ppm – suatu tingkat di mana para ilmiahwan berkeyakinan bahwa kita dapat mncegah perubahan iklim yang penuh katastropis itu dengan kenaikan temperatur global tidak melebihi 2 derajat Celcius. Menurut Project Catalyst, untuk membatasi konsentrasi GRK pada tingkat yang lebih aman ini, emisi GRK harus dipangkas paling sedikit 35 GtCO2e pada tahun 2030 dibandingkan dengan tren sekarang. • Lebih jauih, biaya rata-rata pengurangan emisi potensial Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan beberapa opsi penurunan yang ada di negaranegara maju. Opportunity cost dan biaya teknologi penurunan yang ada menunjukkan bahwa Indonesia memperkirakan biaya rata-rata sekitar 3EUR/ton CO2e sebelum 2030. 13 Opsi-opsi Pembangunan Rendah Karbon untuk Indonesia dalam hal ini peluang dan Kebijakan Pengurangan Emisi Sektor Manufaktur (SM): >> Sektor manufaktur sebagai salah satu sumber terbesar emisi GRK yang berasal dari bahan bakar fosil di Indonesia. Menyumbang lebih dari 40% emisi gas dari bahan bakar fosil pada tahun 2005 (termasuk pembangkitan listrik untuk sektor manufaktur). Meningkat 6% setahun. >> Mengkaji opsi pembangunan rendah karbon tanpa mengorbankan tujuan pembangunan. Pendekatan praktis dan terpadu dalam mengelola emisi Sektor Manufaktur khususnya beberapa sektor utama, perlu diupayakan pengurangan emisi yang hemat biaya. Dasar pendekatan dilakukan secara penapisan bertingkat (multi-tiered screening approach) dihasilkan bahwa: > 4 sektor ekonomi utama penyumbang emisi terbesar GRK: bahan galian bukan logam; tekstil; logam dasar, makanan dan minuman; termasuk garmen, pulp, porselen, suku cadang kendaraan, pupuk, dan karet remah. Subsektor tsb penting dalam nilai tambah: tekstil, garmen, alat transportasi, makanan dan minuman; angka pertumbuhan tahunan: suku cadang kendaraan, bahan galian bukan logam; efek ganda ekonomi: makanan dan minuman dan tekstil > Meningkatkan efisiensi energi hemat biaya dengan potensi yang sama: semen, logam, tesktil, garmen, makanan dan minuman. > Prioritas tinggi: Semen, bahan bangunan porselen, pupuk buatan tunggal, pertenunan, serat tekstil, tekstil jadi, karet remah. > Prioritas menengah: penggilingan baja, industri besi & baja dasar, pulp, pemintalan, komponen bermotor, suku cadang, kertas budaya, ban luar dan ban dalam, minyak sayur dan kelapa sawit mentah, bahan kimia dasar. > Rincian: 20 industri penghasil GRK terbesar; 8 kelompok industri sebgai prioritas tinggi dengan > 7 metrik; 9 kelompok lainnya sebagai prioritas menengah.dengan 4,5 metrik. > Tindakan yang tepat dengan 3 kategori: Manajemen energi dan pelaksanaan efisiensi; Investasi teknologi yang spesifik; Standar efisiensi. > Yang perlu ditindaklanjuti meliputi: Industri besar yang padat modal dengan jumlah sedikit dan kelompok industri yang terdiri dari sejumlah besar usaha kecil dan menengah. Intervensi: audit energi dan standar efisiensi > Opsi kebijakan fiskal: insentif tambahan misalnya aturan-aturan tentang depresiasi. Kebijakan energi dan perubahan iklim Indonesia dalam rangka ketahanan energi melalui konservasi dan diversifikasi ditempuh melalui upaya efisiensi, fuel switching, energi terbarukan, dan penggunaan teknologi energi bersih (Gambar 6). 14 Kebijakan Energi dan Perubahan Iklim Global Situation Climate Change ..things to do.. UU 30/2007 KONSERVASI Available Accessible Affordable Acceptable KETAHANAN ENERGI DIVERSIFIKASI Resource Management Energy Resources • • • • Efficiency Fuel Switching Renewable Clean Energy Technology Mitigasi Emisi CO2 Kebijakan: Memperkuat Ketahanan Energi SAMBIL menurunkan emisi CO2 Sumber: Kementerian Energy dan Sumber Daya Mineral. Gambar 6 Kebijakan Energi dan Perubahan Iklim di Indonesia Estimasi Emisi CO2 Berdasarkan Sektor Pengguna Utama MtCO2e 1000 900 800 700 10,000MW 600 500 400 300 200 100 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Industry Pow e r Ge n 2016 2017 2018 2019 Tra nsport 2020 2021 2022 2023 2024 2025 House holds Sumber: Kemetreian Energy dan Sumber Daya Mineral. Gambar 7 Estimasi Emisi CO2 Berdasarkan Sektor Pengguna Utama Perkiraan tren kenaikan emisi CO2 Indonesia dari sektor-sektor industri, tenaga listrik, tarnsportasi danrumah tangga dari tahun 2010 berjumlah sekitar 500 MtCO2e (0,5 GtCO2e) menjadi sekitar 875 MtCO2e (0,875 GtCO2e) pada tahun 2025 (Gambar 7). III. Penutup. a. Dalam perjalanan waktu, maka korelasi antara daya dukung alam dan tekanan penduduk akan berbalikan. Pada awalnya daya dukung alam adalah lebih tinggi 15 daripada tekanan penduduk. Pada periode selanjutnya, oleh makin kuatnya tekanan penduduk, maka daya dukung alam menurun dan tekanan penduduk makin kuat dan akan menjulang lebih tinggi. Di dalam upaya global perlu diupayakan agar ke depan daya dukung alam ini harus lebih tinggi daripada tekanan penduduk, agar tujuan berbagai kebijakan tentang lingkungan hidup tercapai yaitu manusia hidup dalam kondisi lingkungan hidup yang baik dan sehat (Gambar 8). Gambar III.11.2 Tekanan penduduk (PP) versus Daya dukung lingkungan (Q) PP PP2 & PP1 Q Q3 PP3 Q2 Q1 Waktu Awal Upaya keseimbangan Tujuan Gambar 8 Kurva Tekanan Penduduk dan Daya Dukung Lingkungan vs. Waktu b. Upaya global dan khususnya di Indonesia perlu diimplementasikan melalui program-program aksi bersama yang telah diikrarkan, agar cita-cita tersebut tercapai. c. Pemeritah RI telah mengerahkan segenap upayanya dengan dibentuknya Dewan Nasional Perubahan Iklim, khususnya Kementerian Keuangan beserta kementerian dan lembaga terkait dalam mengantisipasi permasalahan PI tersebut dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi, juga telah bekerjasama dengan pemerintah dan lembaga di LN serta Perguruan Tinggi di dalam negeri antara lain UNDIP di bidang kelembagaan dan fiskal. Hal tersebut perlu diperluas dengan berbagai Penguruan Tinggi lainnya agar di samping penanganan PI tersebut terasa menasional juga lebih terintegrasi dalam pemikiran solusinya. Pustaka. Badan Kebijakan Fiskal, Departtemen Keuangan RI, 2008, “ Opsi-opsi Pembangunan Rendah Karbon Untuk Indonesia - Tahap 1: Laporan Status dan Hasil Temuan,” Jakarta. Badan Kebijakan Fiskal, Departtemen Keuangan RI, 2008, “Isu-isu Perubahan Iklim & Kebijakan Fiskal: Inisiatif 2008,” Jakarta. 16 Badan Kebijakan Fiskal, Departtemen Keuangan RI, 2008, “Opsi-opsi Pembangunan Rendah Karbon Untuk Indonesia – Peluang dan Kebijakan Pengurangan Emisi – Sektor Manufaktur,” Jakarta. Badan Kebijakan Fiskal, Departtemen Keuangan RI, 2009, “Isu-isu Perubahan Iklim & Kebijakan Fiskal: Inisiatif 2009,” Jakarta. Ministry of Finance, Republic of Indonesia, Australia Indonesia Partnership, 2009, “Ministry of Finance Green Paper – Economics and Fiscal Policy Strategies for Climate Change Mitigation in Indonesia,” Jakarta. Departemen Energi dan Sumber Daya MIneral, 2009, “Sektor Energi dan Perubahan Iklim Pasca COP-15 Copenhagen,” Jakarta. Meadows, D.H., cs., 1972, “The Limits to Growth: A Report for the Club of Rome’s Project on the Predicament of Mankind,” A Potomac Associates Book, Washington, D.C. Efek rumah kaca terjadi di permukaan bumi yangdelubungi l O2a terjadinya pemanasan global dan >>>>>>>>>>>>>>> UWS <<<<<<<<<<<<<< Konsentrasi gas CO2 di atmosfir dan suhu rata-rata gloEfek rumah kaca terjadi di permukaan ukaan 17 Konsentrasi Gas CO2 di Atmosfir dan Suhu Rata-rata Global selama 1000 tahun terakhir 18 Kyoto Protocol: Clean Development Mechanism (CDM) • Kyoto Protocol provides the basis for the Carbon Market • The Protocol creates legally binding obligations for 38 industrialized countries to return their emissions of greenhouse gases to an average of 5% below their 1990 levels by 2012 • Marrakech Accords: Define the principles of the Kyoto Protocol’s flexible mechanisms including the Clean Development Mechanism (CDM) • Projects in the pipeline (as of August 2008) -3,700 projects /2.71 billion CERs (1 CER = 1 tonne of CO2) • China, India, South Korea and Brazil accounts for approximately 80 % of CERs both in the pipeline (i.e.,2.14 billion), and already 3 registered (i.e., 1.06 billion) 19 20 Keterkaitan Global Warming dan Upaya Internasional dan Indonesia Global Warming (Pemanasan Global) Climate Change (Perubahan Iklim / PI) Aksi Dunia Aksi Indonesia: Oleh Sebab: -REDD -Penggunaan Lahan -Gambut -Penggunaan Energi (Industri, PLTU,RT, Komersial,Trsnportasi) -Bangunan. Green House Gases/GHG Gas Rumah Kaca/GRK Cahaya matahari ke bumi, sebagai diserap dan sebagian dipantulkan sebagai infra red. Infra red sebagian diteruskan ke ruang angkasa, sebagian di pantulkan oleh GRK ke bumi yang membuat kenaikan temperatur bumi. - Emisi GRK (CO2) Sektor-sektor penghasil CO2 yang Perlu ditangani Agriculture sector, Power sector, Transportation sector, dengan catatan bahwa:Sektor penggunaan lahan dan kehutanan masih penghasil emisi terbesar – mulai di akui oleh Indonesia. Berbagai fihak melakukan perhitungan dengan pendekatan berbeda.Emisi dari penggunaan energi (fosil) masih relatif kecil – Namun meningkat pesat minimal 5x dari tahun 2005 – 2020. -Opsi-opsi Pembangunan Rendah Karbon untuk Indonesia dalam hal ini peluang dan Kebijakan Pengurangan Emisi Sektor Manufaktur (SM): >> Sektor manufaktur sebagai salah satu sumber terbesar emisi GRK yang berasal dari bahan bakar fosil di Indonesia. Menyumbang lebih dari 40% emisi gas dari bahan bakar fosil pada tahun 2005 (termasuk pembangkitan listrik untuk sektor manufaktur). Meningkat 6% setahun. >> Mengkaji opsi pembangunan endah karbon tanpa mengorbankan tujuan pembangunan. 21 1. UNEP 1972 Stockholm: pengerian Lh dan perhatian thd NB. 2. UNED 1992: Manusia pusat konsen, Agenda abad 21 – memanaj EDP dng 4 dimensi: Sosek, konservasi, pok utama, sarana. 3. Kyoto Protocol (1997) (AS tidak menandatangani). Penurunan 5,2% di bawah emisi tk 1990, s.d. 2012. 4. IPP 2004: mematuhi kewajiban umum. 5. UNFCCC COP 13 BAP& RM: Mitigasi GRK, MAT. 6. UNFCCC COP 14 Pozna: PI merupakan masalah Pembangunan; mendukung Pasar Carbon Global. 7. UNFCCC COP 15 Copenhagen Accord: Kanikan Temperatur Dunia < 20 C, Copenhagen GloBal Climate Funds, MAT, < 2015. 8. Pasca 2012 (Berakhirnya KyoTo Protocol): PI bagian dari pembangunan, Pendanaan bagi NB, Pasar C rendah (Panas bumi dll). Badan-badan Dunia yang lain: - IPCC 2007 PI =perubahan keadaan cuaca. - G-20, 2009: kebij. fiskal dan finansial untuk atasi PI.