ANALISIS POLA INTERAKSI MASYARAKAT PENDATANG

advertisement
1
ANALISIS POLA INTERAKSI MASYARAKAT PENDATANG
TERHADAP MASYARAKAT LOKAL Di SUMBAWA BARAT
Studi di Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat, NTB
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
HALIKIN
NIM: 109015000072
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
2
3
4
5
ABSTRAK
Halikin (NIM. 109015000072). Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap
Masyarakat Lokal Di Sumbawa Barat, (Penelitian deskriptif kualitatif di Kecamatan
Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat).
Hubungan manusia dengan alam sekitar maupun dengan manusia lainnya selalu akan
menghasilkan interaksi. Dalam hidup bersama, manusia menciptakan hubungan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tampak pada masyarakat Kecamatan Maluk
dengan masyarakat pendatang dalam hubungannya baik dalam agama, sosial, budaya dan
ekonomi. Penulis merasa tertarik mengkaji tentang pola interaksi masyarakat pendatang
terhadap masyarakat lokal di Kecamatan Maluk untuk mengetahui bentuk dan pola hubungan
yang terjalin antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal.
Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif, yakni penulis berusaha menceritakan keadaan yang sesungguhnya dengan cara
mencari beberapa pendatang diantaranya pedagang dan beberapa tokoh masyarakat di daerah
penelitian.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa interaksi masyarakat pada daerah penelitian antara
masyarakat lokal dan pendatang berjalan dengan baik. Hubungan baik tersebut ditunjukkan
oleh para masyarakat dengan sikap antusia masyarakat pendatang yang selalu aktif dalam
mengikuti dan melestarikan berbagai bentuk acara keagamaan khusunya yang berhubungan
dengan kegiatan hari-hari besar Islam. Selanjutnya adanya konsep baru pada masyarakat
yaitu terbentuknya pembaruan sosial, kondisi sosial, tatanan sosial, interaksi sosial, sistem
sosial, sistem kepercayaan, norma sosial, sistem adat dalam hal perkawinan.
Kata kunci: Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap Masyarakat Lokal
6
ABSTRACT
Halikin (NIM. 109015000072). Community Interaction Pattern Analysis Arrivals Local
Community In West Sumbawa (Qualitative descriptive study in District Maluk, West
Sumbawa, West Nusa Tenggara).
Human relationship with the environment and with other human beings will always
generate interaction. In living together, creates human relationships in order to make ends
meet. This relationship is shown in the District community Maluk immigrant community in
conjunction with either the religious, social, cultural and economic. The author was interested
in studying the interaction patterns of immigrant communities on the local communities in
the District of Maluk to know the shape and pattern of the relationship between immigrant
communities and local communities.
To answer the above problems the writer uses descriptive qualitative research methods,
the authors are trying to tell the real situation by finding some of them newcomers merchants
and some community leaders in the area of research.
It is shown that the interaction between the research community in the area of local and
migrant communities goes well. The good relationship with the community is shown by the
attitude of those colonists antusia always active in following and preserving the various forms
of religious events especially related to the day-to-day activities of Islam. Furthermore, the
existence of a new concept in society, namely the formation of social reform, social
conditions, social structure, social interaction, social systems, belief systems, social norms,
customs system in terms of marriage.
Keywords: Community Interaction Pattern Analysis Newcomer Local Community
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian pendidikan ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya,
para sahabatnya, dan para pengikutnya.
Penelitian ini dilakukan guna memenuhi persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidkan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan IPS
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan penelitian pendidikan ini, penulis menyadari sepenuhnya masih
terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulismiliki. Namun
berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penelitian pendidikan ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian pendidikan ini. Ucapan
terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph,d, Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS, beserta seluruh
Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. H. Syaripulloh, M.Si, sebagai dosen Pembimbing Akademik dan
dosen pembimbing skripsi yang banyak membantu serta membimbing penulisan
skripsi ini selama mengikuti perkuliahan di Universitas ini.
4. Para dosen pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen
pengajar di Jurusan Pendidikan IPS. Penulis mengucapkan banyak terima kasih.
5. Kepada seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Fakultas Tarbiyah Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta penulis mengucapkan banyak terima
kasih.
6. Bapak Jhon Rayes selaku ketua adat Desa Maluk, Akhairuddin, S.Pd.I Selaku
ketua karang taruna, semua responden terkait dalam penyusunan skripsi ini yang
siap memberikan waktu dan ilmunya hingga pada akhirnya dapat terselsaikan.
7. Kepada orang tua terkasih, serta kakak tersayang, kakak ipar, dan keluarga besar
ku terima kasih atas segala doa, perhatian, motivasi dan kasih sayang.
8
8. Teman-teman Seperjuangan di Jurusan IPS angkatan 2009 Universitas Islam
Nrgeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Septi Lesmalasari, Desi Hanani, Sonia
Awalokita, Ulin Nadroh, Akbar Fauzi, Wahyu Dwijyanto, Agus Suherman (cikal),
Ajami Solichin (jamong), M. Wahyudin (beles), M. Faisal Sudrajat (ical), Halimi,
Abduh Abdurohman, Lufi Saputra, M. Bus Julis, Awang Julian, Abdul Aziz,
Anjayudin sahabat dan teman-teman semua yang telah memberikan motivasi,
waktu, tenaga, dan kesempatan untuk membantu menyelesaikan skripsi ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah
semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki.
Jakarta, 15 Juli 2014
Penulis
9
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ………
i
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ……………………
ii
ABSTRAK........................................................................................
iii
ABSTRACT........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………
v
DAFTAR ISI ………………………………………………………
vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………
x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
…….. ………………………..
1
B. Identifikasi Masalah ……………………………
3
C. Pembatasan Masalah ……………………………...
4
D. Perumusan Masalah ……………………………...
4
E. Tujuan Penelitian .……………..................……...
4
F. Manfaat Penelitian................................................
5
KAJIAN TEORI
A. Pola Interaksi Sosial.…………………………….
6
B. Pengertian Interaksi Sosial .…. …………………
9
C. Syarat-syarat Terjadinya Kontak Sosial..............
11
D. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial............................
13
E. Proses-proses Terjadinya Kontak Sosial ………
14
F. Interaksi Simbolik.......……………………….....
20
G. Masyarakat Menurut Teori Simbolik……….......
24
10
BAB III
BAB IV
H. Perubahan Sosial dan Kebudayaan.......................
25
I. Masyarakat dan Unsur-unsur Kebudayaan……..
31
J. Kerangka Berfikir……………………...................
36
METODOLOGI PENELITIAN
A. TempatdanWaktuPenelitian ……………………
37
B. Metodologi Penelitian .……………….................
37
C. Teori dan Pendekatan Yang Menjadi Dasar…….
39
D. Teknik Pengumpulan Data....................................
43
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data…………...
45
F. Teknik Penelitian dan Keabsahan Data …………
46
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Daerah Resetlemen (Tahun 1984)……..............
49
B. Desa Maluk……………………………………
51
C. Kecamatan Maluk………………………………
53
a. Kondisi Wilayah……………………………….
54
b. Pemerintahan……………………………………
54
D. Pola Interaksi Masyarakat Lokal dengan
Masyarakat Pendatang …………………………
57
1. Pola Interaksi Masyarakat Terhadap
Pergaulan Hidup dengan Pendatang….
59
2. Pengadopsian Perilaku Positif
Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang....
62
3. Persepsi Negatif Masyarakat Lokal
Terhadap Pendatang.........................
62
E. Pola Interaksi Masyarakat Desa Maluk
Dengan Pedagang (Pendatang)…………….
63
F. Agama Sebagai Perekat Harmoni Sosial….
65
G. Kehidupan Sosial, Adat dan Kebiasaan Masyarakat
70
H. Perubahan Nilai Adat, Hukum dan Kebiasaan
Masyarakat Lokal…………………………
72
11
I. Nilai-nilai Kekerabatan dan Perkawinan Suku
Sumbawa (Tau Samawa)………………….
75
J. Pola Interaksi Masyarakat Terhadap Tatanan Sosial
BAB V
Budaya………………………………
81
K. Analisis dan Pembahasan……………
83
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………
86
B. Saran ……………………….………………….
87
DAFTAR PUSTAKA....................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
88
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diterangkan bahwa suku Sumbawa atau “Tau Samawa” awal terbentuknya, nenek
moyang mereka adalah terdiri dari berbagai jenis suku yang berdatangan dari berbagai
bagian nusantara kita ini. Mereka mengadakan hubungan perkawinan dengan penduduk
yang lebih dahulu mendiami daerah sumbawa. Walaupun mereka tidak bersama pada
waktu datangnya, tetapi karena telah berabad-abad lamanya hidup dalam lingkungan
kekerabatan dan kekeluargaan, maka dari keturunan mereka inilah akhirnya merupakan
satu rumpun yang menamakan dirinya “Tau Samawa”. 1 Dari pengaruh pencampurannya
yang banyak dan luas ini, maka dapat kita lihat, bahwa watak orang sumbawa adalah
kompromis dan penuh rasa toleran.
Penduduk Sumbawa pada masa lalu, berasal dari berbagai-berbagai tempat dan
datangnya secara berkelompok lalu masing-masing membuat tempat kediamannya.
Kemudian mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain terdesak oleh
suasana dan keadaan, baik karena arus perpindahan yang baru, maupun karena tarikan
alam untuk mereka jadikan tempat bercocok tanam dan pemeliharaan ternak. Tempattempat ini akhirnya merupakan tanah ulayat, yang dimana dalam istilah adat Sumbawa
dikenal dengan nama “larlamat” “Nyaka”. 2.
Tanah samawa atau yang dikenal dengan sebutan Sumbawa adalah merupakan salah
satu wilayah indonesia yang didiami oleh berbagai suku, agama, ras yang hidup bersama
dalam satu kerukunan. Keberadaan pendatang di Sumbawa selalu disambut baik oleh
warga penduduk lokal asli, semua hidup dalam satu kesatuan tanpa memandang adanya
perbedaan.
Kaitan dari pada penjelasan diatas bahwa pada masa ini masyarakat Sumbawa Barat
khususnya wilayah penelitian adalah masyarakat yang sedang mengalami proses transisi
globalisasi dan moderinisasi, transisi modernisasi dalam artian bahwa masyarakat yang
dulu
merupakan
masyarakat
yang
budayais
yang
sulit
diretas
akan
nilai
ketradisionalannya yang memegang teguh menjalankan, dan menjunjung tinggi nilai,
1
Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa Dulu, Suatu Tinjauan Sejarah, (Sumbawa Besar: CV. Samratulangi,
2011), h. 15.
2
Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa DuluSuatu Tinjauan Sejarah, h. 8.
13
norma dan adat istiadat yang telah mereka yakini secara turun temurun sedikit demi
sedikit mulai luntur disebabkan pengaruh arus globalisasi dan penetrasi budaya luar.
Perubahan dinamika yang menjembatani pola pikir, karakter, pola berperilaku, gaya
hidup adalah salah satu bentuk pengaruh yang disebabkan oleh modernisasi itu sendiri.
Dapat disebutkan adalah salah satu contoh gambaran yang terjadi akibat adanya pengaruh
dari berbagai latar belakang dan kemajemukan budaya yang ada di Kabupaten Sumbawa
Barat (KSB) terutama di daerah yang akan saya jadikan tempat penelitian. Secara sadar
bahwa dapat dikatakan adalah wilayah ini merupakan wilayah yang didiami oleh berbagai
suku dan adat istiadat yang beragam. Tidak dapat dipungkiri dengan adanya
kemajemukan budaya mengakibatkan suatu budaya asli itu tidak mungkin tidak
terpengaruh oleh adanya budaya lain. Oleh karena itu nampak jelas perbedaan yang
sangat signifikan.
Secara sadar manusia memiliki naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak
dilahirkan dan disosialisasikan dalam kehidupan masyarakat. Hubungan dengan
sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia. Itulah sebabnya, individu
menjalin hubungan dengan individu atau kelompok yang lain, sebab manusia tidak dapat
bertahan hidup tanpa berhubungan dengan individu atau kelompok yang lainnya.
Hubungan antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok juga disebut
dengan interaksi sosial. Dalam beberapa kasus, timbul konflik yang tajam antara
masyarakat lokal dengan warga pendatang. Baik itu disebabkan oleh perebutan dominasi
sektor perekonomian maupun penguasaan aset-aset strategis ataupun yang disebabkan
oleh indikator-indikator lain. Konflik antar etnis ini memang bukan yang pertama terjadi
di wilayah Sumbawa. Menurut pemberitaan, konflik di wilayah ini sudah terjadi semenjak
tahun 1981. Beralih pada konteks penelitian, terkait dengan masalah yang akan dikaji
pada daerah Kecamatan Maluk yang menjadi dasar penelitianya itu sebagai media untuk
menemukan maslah-masalah pada masyarakat itu sendiri. masyarakat kecamatan Maluk
memiliki penduduk yang majemuk, yaitu suku Samawa sebagai penduduk asli. Selain itu,
juga terdapat suku Jawa, Bugis, Melayu dan Sasak yang berdiam di sana, dengan adat
istiadat, agama, dan latar belakang yang berbeda. Bukan hanya itu saja, proses assimilasi
dan akulturasi yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Maluk pun menarik untuk diteliti.
Bagaimana akhirnya proses interaksi dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan
penerimaan unsur kebudayaan pendatang atau justru mengakibatkan perubahan pada
unsur kebudayaan lokal. Berikut adalah sediki tgambaran daerah penelitian yang penulis
14
letakkan dalam latar belakang masalah penelitian ini agar menjadi sudut pandang dan
tolak ukur dalam penyesuaian penelitian.
Oleh karena dari latar belakang masalah tersebut saya sebagai penulis bermaksud
mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang
Terhadap Masyarakat Lokal di Sumbawa Barat” (Studi di Kecamatan Maluk,
NTB).
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan masalahnya yaitu:
1. Lunturnya kebudayaan lokal disebabkan adanya kebudayaan lain.
2. Kesadaran masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KecamatanMaluk) dalam
menerima budaya lain.
3. Proses assimilasi dan akulturasi di Kabupaten Sumbawa Barat (Kecamatan Maluk).
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis uraikan dan luasnya masalah
yang diidentifikasi serta mengingat terhadap keterbatasan waktu yang digunakan. Oleh
karena itu untuk memudahkan kegiatan proses penelitian dan demi terarahnya penulisan
ini, penulis terlebih dahulu menetapkan atau membatasi variabel atau faktor yang akan
dijadikan sebagai fokus kajian. Dimana yang menjadi variabel masalah pada penelitian ini
adalah indikator-indikator yang menyebabkan terjadinya konflik serta hubungannya
dengan interaksi masyarakat lokal terhadap masyarakat pendatang sebagai suatu variabel
terhubung antara keduanya.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka timbul beberapa pokok permasalahan yang
hendak dibahas dalam penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimanakah pola interaksi antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang?
2. Bagaimanakah gambaran proses assimilasi atau akulturasi yang berlangsung di
Kecamatan Maluk antara kebudayaan
pendatang?
masyarakat lokal dengan masyarakat
15
E. TujuanPenelitian
Sedangkan mengenai tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian dapat di uraikan
sebagai berikut:
1. Untuk
mendapatkan
data
dan
fakta
serta
menggambarkan
bagaimana
berlangsungnya pola interaksi antara masyarakat pendatang dengan masyarakat
lokal.
2. Untuk menggambarkan faktor-faktor yang mengintegrasikan proses assimilasi
atau akulturasi yang berlansung di Kecamatan Maluk antara kebudayaan
masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat-manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan kontribusi berupa informasi, data, fakta, analisis terhadap studistudi yang terkait dengan kajian interaksi sosial. Walaupun penelitian ini berkisar pada
pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat asli, namun sedikit banyak dapat
digeneralisasikan secara umum.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)
1. Memberikan masukan dalam bentuk bacaan khususnya disertakan kepada masyarakat
Sumbawa Barat baik bagi masyarakat lokal maupun bagi masyarakat pendatang dan
dapat di jadikan sebagai bahan tolak ukur positif dari adanya kemajemukan itu, serta
harapan demi berlansungnya masyarakat yang ideal.Untuk memperkaya wawasan
terutama bagi kaum muda mudi yang yang berwawasan intlektual sebagai pesan, bahan
kajian dan renungan bagi yang membaca hasil penelitian ini tentang analisis pola
interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat
(Studi di Kecamatan Maluk).
2. Menjadi wahana untuk memperkaya khazanah edukasi khususnya bagi publik
masyarakat Sumbawa Barat tentang adanya interaksi masyarakat lokal dan masyarakat
pendatang.
b. Bagi penulis
Bagi penulis sendiri adalah menambah wawasan dan pengetahuan tentang interaksi
masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pola Interaksi Sosial
a. Pengertian Pola Interaksi
Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan
dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling membutuhkan
untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas dari manusia
lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecenderungan manusia berhubungan
melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Komunikasi terjadi karena saling
membutuhkan melalui sebuah interaksi.
Interaksi merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah
dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. 3Hubungan antara
manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan menghasilkan produkproduk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai dan norma yang berupa kebaikan
dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut. Pandangan tentang apa yang dianggap
baik dan apa yang dianggap buruk tersebut mempengaruhi perilaku sehari-hari. 4
Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi
dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan seharihari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi
sosial yang ada di lingkungan masyarakat, di antaranya; Menurut H. Booner dalam
bukunya, Sosial Psychology, memberikan rumusan interaksi sosial, bahwa: “interaksi
sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu
memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya.”
Menurut Gillin and Gillin yang menyatakan bahwa “interaksi sosial adalah hubunganhubungan antara orang-orang secara individual. Antarkelompok orang, dan orang perorang
dengan kelompok”. 5
3
Elly M. Setiadi dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi: pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial:
teori, aplikasi, dan pemecahannya. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2011) h. 62
4
Ibid, h. 38
5
Setiadi, Elly M, dkk. Ilmu sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2007) h. 9091
17
Dengan demikian pada dasarnya, interaksi ialah hubungan antar inividu, kelompok,
dimana dengan adanya hubungan itu dapat saling mempengaruhi, merubah baik dari yang
buruk menjadi lebih baik atau sebaliknya.
Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah gambar, corak, model, sistem, cara
kerja, bentuk, dan struktur. 6 Sedangkan interaksi artinya hal yang saling melakukan aksi,
berhubungan, memengaruhi, dan antar hubungan 7 Apabila kata tersebut dikaitkan dengan
interaksi maka dapat diartikan pola interaksi adalah bentuk dasar cara komunikasi individu
dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan individu dengan
memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau hal-hal
tertentu guna mencapai tujuan.
Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola adalah
gambar yang dibuat contoh atau model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah
bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Interaksi yang bernilai pendidikan dalam
dunia pendidikan ataupun yang disebut dengan interaksi edukatif, sebagai contoh dari pola
interaksi adalah dalam hal seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan
suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi tersebut pada taraf pertama
akan tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi
berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling pengaruh-mempengaruhi antara
kedua belah pihak. Sebagai contoh lain seorang guru mengadakan diskusi diantara anak
didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan, disinilah proses interaksi itu akan terjadi,
adanya saling memberikan pendapat yang berbeda satu sama lain.
Dapat disimpulkan bahwa pola interasksi merupakan suatu cara, model, dan bentukbentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh dan mempengaruhi dengan adanya
timpal balik guna mencapi tujuan. Guru sebagai pengajar memiliki peran penting utuk
dapat mengatur jalannya kegiatan belajar mengajar melalui pola interaksi dimana guru
berperan sebagai pemberi aksi melalui pengajaran dan juga bisa menjadi penerima aksi
melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan oleh siswa. Sebaliknya siswa pun memiliki
peran yang sama dengan guru bisa sebagai pemberi aksi melalui melalui pertanyaanpertayaan yang diajukan olehnya dan juga bisa menjadi menjadi penerima aksi melaui
belajar dan mendengarkan. Namun, kerja sama dapat sangat membantu dalam proses
kegiatan belajar mengajar yang diperlukan oleh guru dan siswa.
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa. (Jakarta. PT Gramedia Pustaka
Utama. 2008) h. 1088
7
Ibid, hlm 542
18
Pola dalam sosiologi berarti gambaran atau corak hubungan sosial yang tetap dalam
interaksi sosial. Contoh pola, antara lain:
a. Seorang anak harus menghormati orang tuanya.
b. Seorang bawahan harus menghormati atasannya
c. Seorang siswa harus mengormati gurunya.
Terbentuknya pola dalam interaksi sosial tersebut melalui proses cukup lama dan
berulang-ulang. Akhirnya, muncul menjadi model yang tetap untuk dicontoh dan ditiru oleh
anggota masyarakat. Pola sistem norma pada masyarakat tertentu akan berbeda dengan pola
sistem norma masyarakat lainnya karena pola interaksi masyarakat diterapkan berbeda-beda.
Adanya pola interaksi dalam sebuah masyarakat tersebut nantinya akan menghasilkan sebuah
keajegan, di mana keajekan adalah gambaran suatu kondisi keteraturan sosial yang tetap dan
relatif tidak berubah sebagai hasil hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai
dalam interaksi sosial.
B. Pengertian Interaksi Sosial
Sudah menjadi kenyataan bahwa manusia adalah mahluk sosial, mahluk yang mempunyai
keterbatasan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sebagai mahluk sosial
manusia saling bergantung kehidupannya satu sama lain. Depedensi manusia ini tidak saja
terdapat pada awal kehidupannya, akan tetapi dialami manusia seumur hidupnya.
Interaksi merupakan syarat terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Didalam interaksi sosial
terkandung makna-makna tentang kontak secara timbal-balik dan respon antara individuindividu atau kelompok. Interaksi sosial adalah istilah yang dikenal oleh parah ahli sosiologi
secara umum sebagai aspek inti bagi berlangsungnya kehidupan bersama. Interaksi sosial
berarti suatu kehidupan bersama yang menunjukkan dinamikanya, tanpa itu masyarakat akan
kurang atau bahkan tidak mengalami perubahan. Menurut Soerjono Soekanto dalam
Zainuddin Ali, interaksi sosial merupakan “hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang
menyangkut hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara
orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antar perorangan dengan
kelompok manusia”. 8Bila menyimak pendapat Soerjono Soekanto tersebut, dapat dipahami
bahwa interaksi sosial merupakan proses individu dalam melakukan hubungan sepanjang ia
hidup sebagai anggota masyarakat, sehingga individu akan merasa menjadi sebagian dari
8
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 17.
19
masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan suatu wadah
yang berfungsi sebagai perekat dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks kehidupan
pranata keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Apabila interaksi sosial berjalan dengan baik, masyarakat dapat hidup dengan tenang.
Mereka dapat memperoleh hubungan yang baik melalui interaksi antar sesamanya, baik
dalam bentuk berkomunikasi melalui interaksi maupun dalam bentuk bekerja sama. Oleh
karena itu, hubungan masyarakat dalam bentuk apapun dapat diselsaikan dengan interaksi,
baik interaksi dengan masyarakat bawahan, menenengah, maupun sampai pada kalangan
masyarakat paling atas.
Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang
mempunyai makna bagi pelakunya yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok
lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi.
Suatu interaksi sosial dimungkinkan terjadi karena dua hal yakni, kontak sosial dan
komunikasi. Kontak sosial terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara
langsung misalkan melalui gerak fisik seseorang, misalnya dari berbicara, gerak isyarat.
Secara tidak langsung misalkan melalui tulisan atau komunikasi jarak jauh yang menjadi
syarat utama terjadinya kontak sosial.
Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa adanya
interaksi sosial tidak mungkin adanya kehidupan. Bertemunya orang perorangan secara
badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup suatu kelompok sosial. Pergaulan
baru akan terjadi apabila individu atau kelompok bekerja sama, saling berkomunikasi untuk
mencapai tujuannya masing-masing, bahkan mungkin terjadi persaingan, pertikaian,
pertentangan diantara individu atau kelompok.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor antara lain
imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri secara
terpisah maupun dalam keadaan bergabung. Imitasi adalah kecendrungan dalam diri
seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain dengan kata lain secara tidak disadari
seseorang mengambil sifat, sikap, norma, pedoman hidup sebagainya. Sugesti adalah
dorongan yang berasal dari dalam dirinya dan kemudian diterima oleh orang lain dan
dijadikan sebagai pedoman untuk berinteraksi. Sedangkan identifikasi mempunyai peranan
penting yaitu dapat mendorong seseorang untuk mematuhi nilai-nilai yang berlaku, tetapi
juga dapat melemahkan atau dapat mematikan perkembangan daya kreasi seseorang. Simpati
merupakan perasaan individu tertariknya dengan individu lain.
20
Hal tersebut merupakan faktor minimal yang menjadi dasar bagi keberlangsungan proses
interaksi sosial, walaupun kenyataan proses tersebut sangat kompleks sehingga terkadang
sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut.
C. Syarat-syarat Terjadinya Kontak Sosial
Suatu interaksi tidak mungkin dapat terjadi apabila tidak memenuhi kedua syarat yaitu
adanya kontak sosial dan komunikasi.
1. Kontak Sosial
Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang
mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau
kelompok lain. Secara fisik kontak baru akan terjadi apabila terjadi hubungan
badaniyah atau tanpa menyentuh seperti halnya berhubungan melalui telepon,
telegraf, radio, televisi, internet dan lain-lain. Lebih jelasnya dijelaskan dengan bahasa
lain adalah kontak sosial memiliki dua sifat yang pertama bersifat primer artinya
terjadi apabila hubungan diadakan secara langsung dengan berhadapan muka. Yang
kedua bersifat skunder artinya suatu kontak memerlukan suatu perantara. Cara
pertama bersifat verbal atau gestural, yaitu kontak yang terjadi akibat saling menyapa,
berbicara dan berjabat tangan. Cara kedua adalan nonverbal atau nongestural yaitu
kontak yang terjadi dengan tidak menggunakan kata-kata atau bahasa melainkan
dengan adanya isyarat. Misalkan dengan adanya timbul bau keringat, bau minyak
wangi, lambaian tangan dan sebagainya.
2. Komunikasi
Manusia merupakan mahluk yang saling menggantungkan satu sama lain.
Keinginan dan kebutuhan yang dimilikinya tidak dapat dipenuhi tanpa bantuan orang
lain. Untuk mewujudkannya, ia berupaya menyampaikan keinginan tersebut kepada
orang lain baik secara verbal maupun simbol-simbol tertentu, sehingga orang lain
dapat memahaminya dan meresponnya, ketika itu terjadilah komunikasi. Webster s
new dictionary 1981: 225) dalam Abdul Chaer dan Leoni dikatakan, komunikasi
adalah: Communication is process by which information is exchange between
individualals through a common system of symbol, sign, or behaviour (Komunikasi
adalah proses pertukaran informasi antar individu melalui sistem simbol, tanda, atau
21
tingkahlaku
yang umum). 9Sedangkan dalam Bambang Pranowo
ditegaskan
hubungannya dengan bahasa adalah sistem komunikasi simbolikmenggunakan katakata yang diucapkan sesuai dengan pola-pola tertentu serta memiliki makna yang
telah distandarisasikan.Bahasa mencakup juga tanda (sign), dan simbol. Bahasa
memiliki dua karakteristik utama sebagai sebuah sistem komunikasi. Pertama adalah
kualitas simbolnya. Kedua adalah norma atau yang bisa disebut sebagai
gramatikalnya. 10 Oleh karena itu bahasa dan komunikasi mencakup juga tanda dan
simbol yang memiliki karakteristik utama sebagai sebuah sistem komunikasi. Tafsiran
tersebut dapat berwujud melalui pembicaraan, gerak gerik badan atau sikap-sikap
perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Komunikasi terjadi apabila sesorang memberi arti pada kegiatan orang lain serta
perasaan-perasaan apa saja yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, orang yang
bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan-perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Interaksi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan minimal dua orang atau lebih.
2. Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak sosial.
3. Adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara satu dan yang
lainnya.
4. Interaksi cendrung bersifat positif, dinamis, dan berkesinambungan.
5. Interaksi cendrung menghasilkan penyusuain diri bagi subjek-subjek yang menjalin
interaksi.
6. Berpedoman pada norma-norma atau kaidah sebagai acuan dalam interaksi.
D. Bentuk-bentuk Interaksi sosial
Bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan bahkan pertentangan
atau pertikaian. Suatu pertikaian mungkin mendapat suatu penyelesaian. Mungkin
penyelsaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, proses ini
dinamakan akomodasi. Dibawah ini akan dijelaskan bentuk-bentuk interaksi sosial,
yaitu:
1. Kerja sama
2. Persaingan
9
Abdul Chaer, Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h.17.
M. Bambang Pranowo,Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam,
(Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 145.
10
22
3. Pertentangan
Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai semenjak masa kanak-kanak
dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Kerja sama timbul
karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya yaituin-group-nya dan
kelompok lainnya yang merupakan out-group-nya. Kerja sama tersebut mungkin akan
bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakantindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan secara tradisionil atau institusionil telah
tertanam di dalam kelompok-kelompok tersebut, dalam diri seorang atau segolongan
orang.Persaingan atau compeetition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana
orang perorangan atau suatu kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat
perhatian dari publik (Tidak perseorangan maupun kelompok manusia). Selanjutnya
Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman
dan kekerasan.
E. Proses-proses interaksi sosial
1. Proses Asosiatif
a. Kerja sama
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya
yaitu in- group dan kelompok lainnya yang merupakan out group. Kerja sama akan
mungkin bertambah kuat apabila adanya bahaya-bahaya dari luar yang mengancam
atau ada tindakan-tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara
tradisional atau institusional yang mengancam terhadap suatu kelompok.Betapa
pentingnya kerja sama digambarkan oleh Charles H. Cooley dalam Soerjono
Soekanto dikatakan bahwa:
Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa merekamempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai
cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingankepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting
dalam kerja sama yang berguna. 11
Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat, maka kebudayaan
itulah yang mengarahkan dan mendorong terjadinya kerja sama. Lain halnya dengan
11
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005), Cet. 38, h.73.
23
keadaan yang dijumpai pada msayarakat indonesia umumnya. Dikalangan masyarakat
indonesia dikenal dengan nama gotong royong.
b. Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa
menghancurkan
pihak
lawan,
sehingga
lawan-lawan
tersebut
kehilangankepribadiannya.Menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto
dikatakan bahwa:
Akomodasi adalah suatu pengertian yang dipergunakan oleh parasosiolog untuk
menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya
dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi
untuk menunjuk pada suatu proses dimana mahluk-mahluk hidup menyesuaikan
dirinya dengan alam sekitarnya. 12
Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang
perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang saling mengadakan penyesuaian
diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan dari akomodasi dapat berbedabeda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok- kelompok
manusia sebagai akibat perbedaan paham. Untuk mencegah meledaknya suatu
pertentangan, untuk sementara untuk atau secara temporer.
2. Akomodasi kadang-kadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara
kelompok-kelompok sosial yang sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan
kebudayaan, hidupnya terpisah seperti, misalnya yang dijumpai pada masyarakatmasyarakat yang mengenal sistem berkasta.
3. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya,
melalui perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti yang luas.
Akomodasi sebagai suatu proses, dapat mempunyai beberapa bentuk, yaitu:
a. Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh suatu
paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam
keadaan yang lemah sekali, dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat
dilakukan secara fisik yaitu secara langsung, maupun secara psikologis yaitu secara tidak
langsung. Misalnya perbudakan, adalah suatu coercion, dimana interaksi sosialnya
12
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h.75.
24
didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya, dimana yang terakhir
dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun juga.
b. Compromise, yaitu suatu bentuk akomodasi, dimana pihak-pihak yang terlibat masingmasing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelsaian terhadap perselisihan
yang ada. Sikap untuk dapat melaksanakan compromise berarti bahwa salah satu pihak
bersedia untuk merasakan dan mengerti pihak lainnya begitupun sebaliknya.
c. Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak
yang berhadapan, masing-masing tidak
sanggup
untuk mencapainya sendiri.
Pertentangan diselsaikan oleh pihak atau oleh suatu badan yang kedudukannya lebih
tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan itu, seperti contohnya adalah penyelsaian
suatu perselisihan suatu perselisihan perbuatan.
d. Mediation, hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga
yang netral dalam soal perselisihan yang ada.
e. Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang
berselisih, untuk mencapai persetujuan bersama.
f. Tolerantion, yang juga sering dinamakan tolerant-participation, ini merupakan suatu
bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil bentuknya, kadang-kadang tolerantion
timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, hal mana disebabkan karena adanya
watak orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia.
g. Stalamete, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena
mempunyai kekuatan yang seimbang, berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan
pertentangannya.
h. Adjudication. Yaitu penyelsaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Secara panjang lebar, Gillin dan Gillin mengurauikan hasil-hasil dari terjadinya proses
akomodasi, dengan banyak mengambil contoh-contoh dari sejarah. Antara lain hasilhasilnya sebagai berikut:
1. Akomodasi menyebabkan usaha-usaha untuk sebanyak mungkin menghindarkan diri
dari benih-benih yang dapat menyebabkan pertentangan yang baru, untuk kepentingan
integrasi masyarakat.
2. Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu
kelompok tertentu misalnya golongan produsen demi kerugian pihak lain misalnya
golongan konsumen.
25
3.
Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula
bersaing akan dapat
menyebabkan turunnya harga, oleh karena barang-barang dan jasa lebih mudah sampai
kepada konsumen.
4. Koordinasi berbagai keperibadian yang berbeda. Hal ini tampak dengan jelas apabila
dua orang misalnya, bersaing untuk menduduki kedudukan atau sebagai pimpinan suatu
partai politik.
5. Perubahan dari lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan yang
baru.
6. Perubahan-perubahankedudukan. Sebetulnya akomodasi menyebabkan suatu penetapan
yang baru dari kedudukan orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia.
7. Akomodasi membuka jalan kearah assimilalsi. Dengan adanya proses assimilasi, para
pihak lebih sering mengenal dan dengan demikian juga lebih mudah untuk saling
mendekati, oleh karena timbul benih-benih toleransi.
c. Assimilasi
Assimilasi merupakan suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara
orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha
untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Proses assimilasi timbul apabila ada
kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya. Memperjelas maksud di
atas adalah:
1. Orang-perorangan sebagai warga kelompok-kelompok tadi saling bergaul secara
langsung dan intensif untuk waktu yang lama.
2. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing
berubah dan saling menyesuaikan diri.
Dan faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu assimilasi adalah antara lain:
a. Toleransi
b. Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang.
c. Suatu sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
d. Sikap yang terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
f. Perkawinan campuran (Amalgamations).
g. Adanya bersama dari luar.
26
Faktor-faktor yang dapat menjadi penghalang terjadinya assimilasi adalah antara lain:
1. Terisolirnya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (Biasanya golongan
minoritas). Suatu contoh misalnya orang-orang indian di Amerika Serikat yang
diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu yang tertutup (Reservation) .
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi itu.
3. Perasaan takut terhadap kekuatan kebudayaan yang dihadapi itu.
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu, lebih superior dari
pada kebudayaan golongan atau kelompok biasanya.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniyah
dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya assimilasi. Faktor ini merupakan
salah satu dari terhalangnya proses assimilasi.
6. Suatu in-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang terhadap terjadinya
assimilasi. In-group feeling artinya bahwa suatu perasaan yang kuat sekali bahwa
individu terkait pada suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada suatu
kelompok yang bersangkutan.Suatu hal lain yang dapat mengganggu proses assimilasi
adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang
berkuasa.
2. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering juga disebu sebagai oppositional proces, persis halnya dengan
kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya
ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.
Proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Persaingan
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana
orang perorangan atau suatu kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat
perhatian dari publik (Tidak perseorangan maupun kelompok manusia).
Bentuk-bentuk persaingan, yaitu antara lain: Pertama, persaingan di bidang
ekonomi.Kedua, persaingan dalam bidang kebudayaan. Ketiga, persaingan untuk
mencapai kedudukan dan peranan yang tertentu dalam masyarakat. Keempat, kersaingan
karena perbedaan ras.
27
2. Kontravensi
Kontravensi pada hakekatnya merupakan suatu bentuk proses sosial antara
persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Contravention terutama ditandai oleh
gejala-gejala adanya ketidak pastian mengenai seseorang atau suatu rencana dan
perasaan tidak suka disembunyikan, kebencian atau keraguan-keraguan terhadap
kepribadian seseorang. Dalam bentuk yang murni, contervention adalah suatu sikap
mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur
kebudayaan suatu golongan tertentu.Proses contravention mencakup lima sub proses,
yaitu:
a. Proses yang umum dari contravention meliputi perbuatan-perbuatan seperti
penolakan,
keengganan,
perlawanan,
perbuatan
menghalang-halangi
protes,
gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan dan perbuatan mengacaukan rencana pihak
lain.
b. Bentuk-bentuk dari contravention yang sederhana seperti misalnya menyangkal
perbuatan orang lain dimuka umum, memaki-maki orang lain, melalui surat-surat
selembaran, mencerca dan sebagainya.
c. Contravention yang bersifat rahasia, seperti umpamanya mengumumkan rahasia
pihak lain, perbuatan khianat dan seterusnya.
d. Bentuk-bentuk
contravention
yang
intensif
yang
mencakup
penghasutan,
menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak lain dan sebagainya.
e. Contravention yang bersifat taktis, misalnya mengejutkan lawan. Mengganggu atau
atau membingungkan pihak lain, umpamanya dalam kampanye pemilihan umum. Hal
itu sering terjadi antara partai-partai politik yang memperubutkan kedudukan melalui
suatu pemilihan umum.
Contoh lain adalah memaksa pihak-pihak lain untuk menyesuaikan diri (Conformity)
dengan memakai kekerasan, mengadakan provokasi, dan sebagainya.
3. Pertentangan
Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok
berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman dan kekerasan. Sebab musabab dari pertikaian ini antara lain:
a. Perbedaan antara orang perorangan. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin
menyebabkan bentrokan antara orang-perorangan.
28
b. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung
pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta
perkembangan kepribadian tersebut.
c. Bentrokan antara kepentingan-kepentingan. Bentrokan-bentrokan kepentingan
orang perorangan maupun kelompok-kelompok manusia merupakan sumber lain
dari pertentangan.
d. Perubahan-perubahan sosial. Perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam
masyarakat, untuk sementara waktu merubah nilai-nilai dalam masyarakat tadidan
menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya mengenai
reorganisasi dari sitem nilai-nilai yang sebagai akibat perubahan-perubahan sosial
menyebabkan suatu disorganisasi.
F. Interaksionisme Simbolik
Istilah interaksionalisme simbolik yang digunakan pertama kali oleh Herbert Blumer,
pada dasarnya merupakan satu perspektif psikologi sosial. Perspektif ini memusatkan
perhatiannya pada analisa hubungan antar pribadi. Individu dipandang sebagai pelaku yang
menafsirkan, dan bertindak. Kendati istilah ini digunakan pertama kalinya oleh Blumer,
dalam kenyataannya, beberapa pemikir sebelumnya telah memberikan sumbangan penting
bagi perkembangan perspektif ini.
Teori interaksionalisme simbolik ini berkembang pertama kali di Universitas Chicago
dan dikenal juga dengan aliran Chicago. Dua orang tokoh besarnya yaitu Jhon Dewey dan
Charles Horton Cooley adalah filsuf yang mula mengembangkan teori interaksionisme
simbolik di universitas Michigan. Tokoh modern dari teori ini adalah Herbert Blumeryang
menjelaskan perbedaan antara teori ini dan teori behaviorisme.Charles Horton Cooley
dalam Bernard Raho SVD menjelaskan dua hal tentang selfadalah:Petama, dia melihat self
sebagai proses dimana individu-individu biasa melihat diri mereka sendiri sebagai obyek
bersama dengan obyek-obyek lainnya didalam lingkungan sosial mereka. Kedua dia
mengakui bahwa ‘self’ muncul dari komunikasi dengan orang lain. Dalam berinteraksi
dengan orang lain, seseorang individu menafsirkan gerak-gerik orang lain dan dengan
demikian ia dapat melihat dirinya berdasarkan sudut pandangan orang lain. Mereka
membayangkan bagaimana orang lain menilai mereka. Dengan demikian mereka
membentuk gambaran-gambaran tentang diri sendiri. Cooley menamakan proses ini
“looking glass self”(diri berdasarkan penglihatan orang lain). Dia juga mengakui bahwa
29
‘self’ muncul dari interaksi berdasarkan konteks kelompok. Dialah yang mengembangkan
konsep tentang kelompok primer yang mencakup perkembangan keperibadian seseorang.
13
Selanjutnya Jhon Deweydalam Bernard Raho SVD dikatakan, dia sebagai pendukung
utama pragmatisme, dia memusatkan perhatiannya pada proses-proses penyesuaian diri
manusia dengan lingkungannya. Menurut dia, “keunikan manusia muncul dari proses
penyesuaian diri dengan kondisi-kondisi hidupnya”. 14 Dewey menegaskan bahwa apa yang
unik dalam diri manusia adalah kemampuaan untuk berpikir.
Bagimana proses kehidupan bermasyarakat itu terjadi menurut pandangan teori
interaksionalisme simbolik?. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:Individu
atau unit-unit tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu, saling menyesuaikan
atau saling mencocokkan tindakan mereka satu sama lain melalui proses interpretasi.
Interpretasi yaitu proses berpikir yang merupakan kemampuan yang dimiliki manausia. Jadi
dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adannya stimulus atau
ransangan secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan tetapi antara stimulus
yang diterima direspon melalui proses interpretasi atau berpikir.
Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial,
dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik. Pendekatan ini
bersumber pada pemikiran Geroge Herbert Mead. Simbol merupakan sesuatu yang nilai atau
maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Herbert Blummer,
salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai
interaksionisme simbolik dalam Kamanto Sunarto, menurut Blumer pokok pikiran
interaksionisme simbolik ada tiga; pertama bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu
(thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Kedua, makna
yang dipunyai tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan
sesamanya. Ketiga, bahwa makna diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran,
(interpretative process), yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang
dijumpainya. 15
Yang hendak ditekankan oleh Blumer disini adalah bahwa makna yang muncul dari
interaksi tersebut tidak begitu saja diterima oleh seseorang melainkan ditafsirkan terlebih
dahulu.
13
Bernard Raho, SVD. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007), Cet. I, h. 97.
Ibid.h. 97.
15
Kumanto Sunarto. Pengantar Sosioligi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), h. 47.
14
30
Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan
nama interactionist perspektive. Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk
mempelajari intreaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme
simbolik (Symbolic interaksionism). Pendekatan ini bersumber dari pemikiran George
Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah
interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.
Dalam interaksi sosial, ada asumsi teoretis yang distilahkan dengan interaksionisme
simbol. Herbert Blumer menyampaikan rumusan yang paling ekonomis menurutnya dari
asumsi-asumsi interaksionisme simboldimana hal ini berhubungan konsep “diri” konsep
perbuatan (action), konsep obyek, konsep interaksi sosial, konsep joint action. Ia
menyambung pada gagasan-gagasan Mead adalah sebagai berikut: konsep diri, konsep
perbuatan (action), konsep obyek. Ketiga konsep menurut Blumer tersebut bila dikaitkan
dengan gagasan Mead adalah dapat dijelaskan. Manusia bukan semata-mata organisasi saja
yang bergerak dibawah pengaruh perangsang-perangsang entah dari luar, entah dari dalam,
melainkan “organisme yang sadar akan dirinya”. (An organism having a self). Selanjutnya
perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan diri sendiri, maka
perbuatan itu berlainan sama sekali dengan gerak mahluk-mahluk yang bukan manusia.
Manusia menghadapkan diri pada macam-macam hal seperti kebutuhan perasaan, tujuan,
perbuatan orang lain, peraturan-peraturan masyarakatnya, situasinya, self image-nya,
ingatannya dan cita-cita untuk masa depan. Manusia hidup ditengah obyek-obyek. Kata
“obyek” dimengerti dalam arti luas dan meliputi semua yang menjadi sasaran perhatian arti
manusia. Menurut Blumer, obyek dapat bersifat fisik seperti kursi, atau khayalan, kebendaan
seperti Empire state Building atau abstrak seperti konsep kebebasan, hidup atau tidak hidup
terdiri dari golongan atau terbatas pada satu orang, bersifat pasti seperti golongan darah, atau
agak kabur seperti ajaran filsafat. Inti hakikat obyek-obyek tidak ditentukan oleh ciri-ciri
instrinsik mereka, melainkan oleh minat dan arti yang dikenakan kepada obyek-obyek itu.
Konsep interaksi sosial.
Dalam deskripsi Mead, “proses pengambilan peran” menduduki tempat penting. Interaksi
berarti bahwa para peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam
posisi orang lain. Konsep joint action. Blumer mengganti istilah sosial act dari mead dengan
istilah joint action. Artinya ialah aksi kolektif yang lahir dimana masing-masing perbuatanperbuatan peserta dicocokkan dan diserasikan satu sama lain.
31
G. Masyarakat Menurut Teori Simbolik
Interaksi simbolik menggambarkan masyarakat bukanlah dengan memakai konsepkonsep seperti sistem, struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, struktur
institusional, pola status, norma-norma, dan nilai-nilai sosial, melainkan dengan memakai
istilah “aksi”. Masyarakat, organisasi atau kelompok terdiri dari orang-orang yang
menghadapi keragaman stuasi dan masalah yang berbeda-beda.
Pengaruh interaksionisme yang paling umum adalah pandangan bahwa kita
menggunakan interpretasi orang lain sebagai bukti “kita”. Berarti, citra diri (Self-image).
Kesadaran kita adalah produk dari cara orang lain berpikir tentang kita. Akibatnya, dalam
hal ini “saya adalah apa yang saya pikir engkau berpikir tentang saya”. Bagi interaksi
simbolik inilah terutama apa yang dimaksud dengan sosialisasi itu. Jadi bukan aturanaturan kebudayaan sudah ada, bersifat eksternal, yang secara umum diinternalisasi oleh
manusia, seperti pendapat teori struktural. Citra diri adalah produk dari proses interpreatif.
Alokasi makna antara satu orang dengan orang yang lain. Yang bagi teori tindakan adalah
akar dari semua interaksi sosial. Maka muncullah suatu gambaran masyarakat yang dinamis,
bercorak serba berubah dan pruralis. Orang saling berhubungan satu sama lain dan saling
menyesuaikan kelakuan mereka secara timbal-balik. Mereka tidak bertindak dengan
berdoman pada satu kebudayaan, struktur sosial dan sebagainya, melainkan dengan
menghadapi situasi-situasi. Ciri-ciri struktural seperti kebudayaan, pelapisan sosial atau
peran-peran sosial yang menyediakan kondisi-kondisi tindakan mereka tetapi tidak
menentukannya.
Interaksionisme simbolik adalah nama yang diberikan kepada salah satu teori tindakan
yang paling terkenal. Melalui interaksionisme simboliklah pernyatan-pernyataan seperti
‘definisi situasi”, “realitas dimata pemiliknya”, dan “jika orang mendefinisikan situasi itu
nyata, maka hanyalah situasi itu dalam konsekuensinya”, menjadi paling relevan. Meski
agak berlebihan, interaksionisme simbolik itu jelas menunjukkan jenis-jenis aktivitas
manusia yang unsur-unsurnya memandang penting untuk memusatkan perhatian dalam
rangka memahami kehidupan sosial. Menurut ahli teori interaksionisme simbolik,
kehidupan sosial secara harfiah adalah interaksi manusia melalui penggunaan simbolsimbol”. Interaksionisme simbolik tertarik pada: Pertama,cara manusia menggunakan
simbol untuk mengungkapkan apa yang mereka maksud, dan untuk berkomunikasi satu
32
sama lain (Suatu interpreatif yang ortodok). Kedua, akibat interpretasi atas simbol-simbol
terhadap kelakuan pihak-pihak yang terlibat selama interaksi sosial. 16
Interaksionisme simbolik menekankan bahwa interaksi adalah proses interpretatif dua
arah. Kita tidak hanya harus memahami bahwa tindakan seseorang adalah produk
bagaimana ia menginterpretasi perilaku orang lain, tetapi bahwa interpretasi ini akan
memberi dampak terhadap pelaku yang berperilakunya diinterpretasi dengan cara tertentu
pula. Salah satu konstribusi interaksionisme simbolik bagi teori tindakan adalah elaborasi
dan menjelaskan berbagai akibat interpretasi terhadap orang lain terhadap identitas sosial
individu yang menjadi objek interpretasi tersebut.
H. Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Setiap manusia pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan
masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, susunan lembaga
kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.
1. Definisi Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan mengenai
pembatasan pengertian perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. William F.Ogburn
dalam Soerjono Soekanto, berusaha memberikan sesuatu pengertian tertentu, walau tidak
memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia mengemukakan ruang lingkup
perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun
yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
material terhadap unsur-unsur immaterial. 17 Kingsley Davis mengartikan perubahan
sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Misalnya timbul perorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan
perubahan-perubahan dalam hubungan-hubungan antara buruh dan majikan dan
seterusnya
menyebabkan
perubahn-perubahan
dalam
organisasi
ekonomi
dan
politik.18Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan
perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Kingsley Davis
berpendapat bahwa perubahan sosial meerupakan bagian dari perubahan kebudayaan.
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu: kesenian, ilmu
16
Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 142.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 303-304.
18
Ibid. h. 304.
17
33
pengetahuan, teknologi, bahkan dalam bentuk aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan
sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk yaitu:
2. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial dan kebudayaan
Perubahn sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk,
yaitu:
a.
Perubahan lambat dan perubahan cepat
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dan rentetanrentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan yang lambat, dinamakan
evolusi. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan
kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Rentetan perubahan-perubahn
tersebut tidak perlu sejalan dengan peristiwa-
peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.
b.
Perubahan kecil dan perubahan besar
Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas,
karena batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah
dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang
terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung
yang berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian, misalnya tidak akan
membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak
mengakibatkan perubahan-perubahn pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sebaliknya, suatu proses industrilisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris,
misalnya, merupakan pengaruh besar pada masyarakat.
c. Perubahan yang dikehendaki dan perubahan tidak dikehendaki
Perubahan yang dikehendaki adalah perubahan yang diperkirakan atau yang
telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang akan melakukan
perubahan di dalam masyarakat. Pihak yang menghendaki perubahan disebut agent
of change. Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial.
Dalam melaksanakannya, agent of change langsung tersangkut dalam tekanantekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin menyiapkan perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Selanjutnya perubahan
34
yang tidak dikehendaki merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa
dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat
menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.
Konsep perubahan yang dikehendaki atau tidak dikehendaki tidak mencakup
paham apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan oleh
masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan
dan diterima masyarakat. Bahkan para agent of change yang merencanakan
perubahan-perubahan yang dikehendaki telah memperhitungkan terjadinya
perubahan-perubahn yang tidak terduga di bidang-bidang lain.
3.faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dan kebudayaan.
Untuk mempelajari perubahan masyarakat, perlu diketeahui sebab-sebab yang
melatarbelakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab
terjadinya perubahn masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap
sudah tidak lagi memuaskan. Mungkin saja karena ada factor baru yang lebih
memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor-faktor lama itu. Pada umumnya
dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut mungkin sumbernya ada yang terletak di dalam
masyarakat itu sendiri da nada yang terletaknya di luar. Sebab-sebab yang terletak di
dalam masyarakat itu sendiri, antara lain adalah:
a. Bertambah atau berkurangnya penduduk
b. Penemuan-penemuan baru
c. Pertentangan konflik masyarakat
d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi
Selanjutnya suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada
sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain:
a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia
b. Peperangan
c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
35
4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Jalannya proses perubahan
Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor
yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah:
a. Kontak dengan kebudayaan lain. Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah
diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke
individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut
masyarakat mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang dihasilkan.
b. Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan mengajarkan kepada individu
aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi
manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga
bagimana cara berpikir secara ilmiah.
c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk
maju.
Apabila sikap tersebut melembaga dalam suatu masyarakat, maka masyarakat akan
merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru.
d. Sistem terbuka lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak
sosial vertical yang luas atau berarti atau memberi kesempatan kepada para individu
untuk maju atas dasar kemampuan diri sendiri. Dengan keadaan demikian, seseorang
mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status
lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa, sehingga
seseorang meras berkedudukan sama dengan orang atu golongan lain yang dianggap
lebih tinggi dengan harapan agar diberlakukan sama dengan golongan tersebut.
e. Penduduk yang heterogen. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang
mempunyai latar-belakang kebudayaan yang berbeda, ras yang berbeda, ideologi
yang berbeda dan seterusnya, mempermudah terjadinya pertentangan-pertentangan
yang
mengundang
kekgoncangan-kegoncangan.
Keadaan-keadaan
tersebut
mempermudah terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
f.
Ketidakpuasan
masyarakat
terhadap
bidang-bidang
kehidupsn
tertentu.
Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam masyarakat berkemungkinan
besar akan mendatangkan revolusi.
g. Orientasi ke masa depan
h. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar terjadinya perubahan
36
5. Faktor-faktor Yang Menghalangi terjadinya Proses Perubahan
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. Kehidupan asing menyebabkan
sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi
pada mamsyarakat lain yang mungkin akan memperkaya kebudayaannya sendiri.
Hal itu juga menyebabkan bahwa para warga masyarakat terkukung pola-pola
pemikirannya oleh tradisi.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat. Hal ini mungkin disebabkan hidup
masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh
masyarakat lain.
c. Sikap masyarakat yang sangat tradisionil. Suatu sikap yang mengagung-agungkan
tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa trasdisi secara mutlak tidak dapat
diubah, menghambat jalannya proses perubahan.
d. Adanya
kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat. Dalam
organisasi sosial yang mengenal sistem sosial pasti akan ada sekelompok orang yang
menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam mamsyarakat feodal
atau masyarakat yang sedang mengalami transisi.
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integritas kebudayaan. Memang harus
diakui kalo tidak mungkin integrasi semua unsur-unsur kebudayaan bersifat
sempurna. Beberapa perkelompokkan unsur-unsur tertentu mempunyai drajat
integritas tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan
integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu
masyarakat.
f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup. Sikap-sikap
demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsabangsa barat.
g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis. Setiap usaha pada unsur-unsur
kebudayaan rohaniah. Biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan
ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasr integritas masyarakat tersebut.
h. Adat atu kebiasaan. Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota
masyarakat di dalam memenuhi semua kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian
pola-pola perilaku tersebut efektif di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan
muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem
mata pencaharian, cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk
diubah.
37
I. Masyarakat dan Unsur-Unsur Persamaan Kebudayaan
Sejak lama para sarjana tertarik akan adanya bentuk-bentuk yang sama dari unsurunsur kebudayaan diberbagai tempat yang sering kali jauh letaknya satu sama lain. Ketika
cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan gejala
persamaan itu dengan keterangan bahwa persamaan-persamaan itu disebabkan karena
tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan di berbagai tempat di muka
bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yang mulai tampak di kalangan
ilmu
antropologi, terutama waktu cara berfikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan
pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19. Menurut uraian ini, gejala persamaan
unsur-unsur kebudayaan di berbagai tempat di dunia disebabkan karena persebaran atau
difusi dari unsur-unsur itu ke tempat–tempat tadi. Selanjutnya diterangkan bahwa
menurut Garebner yang disebutnya satu Kulturkreise. 19 Maksud istilah itu adalah
lingkaran kebudayaan di muka bumi yang mempunyai unsur-unsur kebudayaan yang
sama.
Metode klasifikasi unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat di muka bumi ke dalam
berbagai kulturkreis itu diterangkan dalam bukunya yang menjadi sangat terkenal, yaitu
Methode der Etnologie (1911) dalam Koentjaraningrat. Prosedur klasifikasi itu berjalan
sebagai berikut:
1. Seseorang peneliti mula-mula harus melihat di tempat-tempat mana di muka bumi
terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sama. Misalnya di tiga kebudayaan di tempattempat yang kita sebut A, B, dan C yang letaknya saling berjauhan, terdapat unnsurunnsur kebudayaan a yang sama, maka unsur itu yang di A kita sebutkan a,di B kita
namakan a, di C adalah a. Persamaan akan kesadaran tadi dicapai dengan alasan
pembandingan berupa ciri-ciri, atau kualitas, dari ketiga unsur tadi, dan disebut Qualitats
Kriterium.
2. Si peneliti kemudian harus melihat apakah di A ada unsur-unsur lain yang sama dengan
unsur-unsur di B dan C; dan misalkan ada unsur b,c, d, dan e di A yang sama dengan
unsur-unsur b, c, d, dan e di C, maka alasan pembandingan berupa suatu jumlah banyak
(kuantitas) dari berbagai unsur kebudayaan tadi di sebut Quantitats Kriterium. Tiap
kelompok unsur-unsur yang sama tadi, yaitu (a b c d e, (a’ b’ c’ d’ e’) dan (a” b” c” d”
e”), masing-masing disebut Kulturkomplex.
19
Koentjaraningrat,Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1987), h. 112-113.
38
3. Akhirnya peneliti menggolongkan ketiga tempat itu, yaitu A, B dan C, dimana terdapat
ketiga Kultu rkomplex tadi, menjadi satu, seolah-olah memasukkan ketiga tempat di atas
peta bumi bumi itu ke dalam satu lingkaran. Ketiga tempat tadi itu menjadi Kulturkreis.
Dengan melanjutkan prosedur tersebut, maka di atas peta bumi akan tergambar berbagai
Kulturkreis, yang saling berpadu dan bersimpangisiur. Dengan demikian akan tampak
gambaran atau difusi dari unsur-unsur kebudayaan di masa yang lampau.
Berhubungan dengan perhatian terhadap masalah persebaran kebudayaan tersebut di atas,
ada seorang sarjana ilmu hayat yang merangkap ilmu bumi bernama F. Ratzel (1844-1904)
yang pernah mempelajari berbagai bentuk senjata busur di berbagai tempat di Afrika. Ia
banyak menemukan persamaan bentuk pada busur-busur di berbagai tempat di Afrika itu, dan
kemudian juga pada unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng,pakaian dan
lain-lain. Anggapan dasar para sarjana tadi dapat diringkaskan sebagai berikut: Kebudayaan
manusia itu pangkalnya adalah satu, dan di suatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu
mahluk manusia baru muncul di dunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang,
menyebar, dan pecahah ke dalam banyak kebudayaan baru karena pengaruh keadaan
lingkungan dan waktu. Oleh Karena itu dari penjelasan teori kulturkreise di atas dapat
dihubungkan dengan realitas kebudayaan secara univesal yakni gejala-gejala persebaran atau
difusi kebudayaan yang ada di indonesia terdapat kesamaan unsur-unsur di dalamnya. Secara
umum terdapat bebrapa deminsi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-unsur
identitas itu secara normatif berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak
geografis. 20Selanjutnya keterkaitan antara teori tersebut akan dijelaskan pada hasil kajian
ilmiah ini apakah ada hubungan serta interpretasi dari hasil kajian tersebut.
Masyarakat dan kebudayaan adalah dwi tunggal yang tidak bisa dipisahkan. Ada yang
memamandang masyarakat dari sudut pandang kebudayaan dengan alasan bahwa unsur
kebudayaan merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat
dari aspek organisasi dan kerja sama karena unsur inilah yang terpentingdalam kehidupan
bermasyarakat. Dan ada pula yang memandang sebagai kelompok-kelompok karena
kelompok adalah unsur yang menentukan kehidupan masyarakat. Berikut ini adalah sejumlah
pengertian dari beberapa ahli mengenai masyarakat. Kehidupan masyarakat harus dipandang
sebagai suatu sistem atau sistem sosial, yaitu suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsurunsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan. Menurut Koentjaraningrat masyarakat
20
A. Ubaedillah, Abdul Rozak, Demokrasi Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2000), h. 97.
39
adalah “kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu
yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama”. 21Sementara
menurut Horton dan Hunt dalam M. Bambang Pranowo mengatakan;masyarakat adalah
“suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan
adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat
tersebut”. 22 Kemudian selanjutnya menurut Selo Soemardjan dalam
Jacobus Ranjabar
mengatakan; masyarakat adalah “orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan”. 23Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
masyarakat
adalah
suatu
kelompok
manusia
yang
saling
berhubungan:pengaruh-
mempengaruhi; mempunyai norma-norma; memiliki identitas yang sama; dan memiliki
teritorial kewilayahan tertentu.
Untuk memberikan penjelasan yang cukup detail mengenai unsur-unsur masyarakat
untuk membedakannya dengan istilah lain seperti komunitas, perkumpulan dan lain
sebagainya adalah:
1. Adanya kelompok manusia yang berinteraksi
Syarat pertama yang harus ada dalam kehidupan masyarakat adanya interaksi
diantara anggota kelompok masyarakat tersebut, berlansung lama, saling pengaruh
mempengaruhi dan memiliki prasarana untuk berinteraksi.
2. Adanya Norama-norma dan adat istiadat
Kehidupan masyarakat akan berlangsung tertib manakalah terdapat norma-norma
yang diterapkan secara kontinyu dan teratur, sehingga menjadi adat istiadat yang khas
untuk masyarakat tersebut yang menjadi pembeda dengan masyarakat lainnya.
3. Adanya identitas yang sama
Unsur lain yang membentuk adanya masyarakat adalah adanya identitas yang sama
yang dimiliki oleh warga masyarakatnya, bahwa mereka memamang merupakan suatu
kesatuan khusus yang berbeda dengan kesatuan-kesatuan lainnya.
21
M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 128.
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, (Yogyakarta: Gadjah Madah University Press,
1999), h. 62.
23
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h.
10.
22
40
4. Adanya batas wilayah
Suatu masyarakat umumnya mempunyai batas-batas wilayah yang jelas. Batas-batas
itu sering menjadi petunjuk bagi pengamat untuk memgetahui jenis suku bangsa yang
menghuni wilayah tersebut.
Oleh karena itu masyarakat tidak dapat dipisahkan dari manusia karena hanya
manusia saja yang hidup bermasyarakat. Sebaliknya manusia pun tidak dapat dipisahkan
dengan masyarakat. Dengan adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu adalah sebagai
bantuan yang sangat besar sekali pada individu-individu, baik dari sejak permulaan adanya
masyarakat sampai kini. Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam
bertindak dan berpikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman fundamental, oleh
sebab itulah kebudayaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat.
J.
Kerangka Berpikir
Pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Sumbawa barat
studi di kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat menggambarkan suatu bentukbentuk umum dalam suatu sudut pandang interaksi sosial pada suatu komunitas
masyarakat. Telah dijelaskan secara teoritis bahwa bentuk umum proses-proses sosial
adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial. Oleh karena intreaksi
sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Bentuk-bentuk lain dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk
khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Jelaslah dapat diterangkan bahwa dengan keeradaan masyarakat suatu interaksi sosial itu
dapat dilakukan. Oleh karena itu dengan berinteraksi mengarahkan kehadiran masyarakat
itu sendiri kearah perubahan, baik cara berpikir, gaya hidup, tingkah laku dan peran
seseorang dalam suatu sistem masyarakat. Namun dalam konteks interaksi faktor budaya
menjadi latar belakang yang sangat penting, karena melihat budaya menjadi tolak ukur
dan acuan oleh seseorang untuk bergaul antar sesama sehingga menghasilkan kerja sama
dan mencapai tujuan yang sama. Seseorang akan bergaul sesuai dengan apa yang
diharapkan yakni mengarah pada bentuk-bentuk perilaku yang positif terhadapnya tentu
dipengarui oleh latar belakang dan norma-norma yang sesuai dengan paham mereka
yang dianut dalam ajaran kebudayaannya. yang menjadi permasalahan pokok
dan
41
asumsi dasar dalam hal ini adalah pola berinteraksi masyarakat pendatang terhadap
masyarakat lokal sehingga membentuk suatu masyarakat yang dinamakan masyarakat
yang ideal baik dilihat dari sudut pandang agama, budaya,sosial dan ekonomi.
Pembahasan dalam kerangka berfikir ini, yang mencakup ruang lingkup yang luas,
merupakan serangkaian muatan-muatan ilmu pengetahuan mengenai interaksi sosial
yang akan dilakukan pada tingkat penelietian akan dilakukan. Maka pembahasan akan
dibatasi pada bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu bentuk-bentuk yang tampak apabila
orang perorangan ataupun kelompok-kelompok manusia itu mengadakan hubungan suatu
sama lain.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat,
Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan
September 2013.
B. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif Pada dasarnya sebuah penelitian sosial dilakukan untuk memahami berbagai hal
berkaitan dengan dinamika kehidupan sosial masyarakat. Walaupun demikian, berbagai
pengalaman melakukan serangkaian prosedur penelitian menunjukkan bahwa ternyata
metode penelitian kuantitatif tidak dapat sepenuhnya mengungkap kehidupan sosial secara
rinci dan mendalam. Metode penelitian kuantitatif ternyata tidak dapat digunakan untuk
mengungkap dinamika kehidupan sosial secara utuh. Penelitian kuantitatif menjadi tidak
tepat atau dirasa kurang tepat digunakan apabila ingin meneliti kehidpan sosial secara rinci
karena dengan alasan-alasan seperti: (1) kehidupan sosial yang diteliti sangat kompleks; dan
(2) hasil penelitian tidak memuaskan karena banyak hal yang belum dapat dijelaskan oleh
hasil penelitian tersebut.
Menurut Taylor dan Bogdan dalam Bagong Suyanto dan Sutinah Pengertian penelitian
kualitatif dapat diartikan sebagai “penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai
kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang
diteliti”. 24 Penelitian kualitatif yang berakar dari paradigma interpretatif, pada awalnya
muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap paradigma positivist, yang menjadi akar
penelitian kuantitatif.
Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian kualitatif perlu
kiranya dikemukakan beberapa definisi. Pertama, Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam Lexi J.
Moleong mendefinisikan
“metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif yang berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang yang
24
Bagong Suyanto, Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana,
2007), h. 166.
43
diamati”. 25Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke
dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu
keutuhan. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986:9) dalam Lexi J.Moleong
mendefinisikan penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan secara
fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya”. 26
Kemudian menurut Sugiyono (2007:32) dalam Andi Prastowo asumsi tentang gejala dalam
jenis penelitian kuantitatif dan kualitatif berbeda. Asumsi tentang gejala dalam penelitian
kuntitatif adalah “bahwa gejala dari suatu obyek penelitian bersifat tunggal dan
parsial”. 27Asumsi tentang gejala dalam jenis penelitian kualitatif adalah bahwa gejala dari
suatu objek itu sifatnya tunggal dan parsial. Dengan demikian, berdasarkan gejala tersebut
peneliti kuantitatif dapat menetukan variabel-variabel yang dapat diteliti. Sedangkan menurut
pandangan penelitian kualitatif, gejala itu bersifat holistik (menyeluruh) sehingga penelitian
kualitatif tidak akan menerapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian,
keseluruhan situasisosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan
aktivitas (aktivity) yang berinteraksi secara sinergis. Metode penelitian kualitatif dibedakan
dengan metode penelitian kuantitatif dalam arti metode penelitian kualitatif tidak
mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik.
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu
objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Tujuan metode dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambar-gambar
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Whitney (1960) dalam Moh. Nazir
bahwa;“metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat”. 28Penelitian
deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku
dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatankegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandanganserta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskriptif
peneliti bisa saja
membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komperatif.
25
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006),Cet. VII, h.
3.
26
Ibid.h. 3.
Andi Prastowo, MemahamiMetode-metodePenelitian, (Yoyakarta: AR-ruzMedia, 2011), h. 48.
28
Moh.Nazir,MetodePenelitian, (Darussalam: Ghalia Indonesia, 1983), h. 63.
27
44
Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu
keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab
dari suatu gejala tertentu (Travers, 1978) dalam Consuelo G. Sevilla dan kawan-kawan. 29Ada
beberapa teori pendekatan yang digunakan untuk penelitian kualitatif yaitu, perspektif ke
dalam fenomenologis, interaksi simbolis,dan etnometodologi.
Hakikat dari metode kualitatif adalah totalitas atau gestalt, yaitu ketetapan interpretasi
bergantung kepada ketajaman analisis, objektivitas, sistematik dan sistemik, bukan pada
statistika dengan menghitung beberapa besar probalitasnya bahwa peneliti benar dalam
interpretasinya.
C. Teori dan Pendekatan Yang Menjadi Dasar
Penggunaan metode kualitatif pertama-tama dikenal dalam studi-studi dari Chicago
school di tahun 1910-1940. Selama periode ini peneliti-peniliti Universitas Chicago
menghasilkan penelitian-penelitian dengan pengamatan terlibat (partisicipant observation)
dan berdasarkan pada catatan pribadi (personal document). Berbagai penelitian yang
dilakukan tersebut berakar dari sebuah paradigma yang disebut ‘paradigma interpretatif’.
Pada perkembangan selanjutnya penelitian kualitatif banyak digunakan dalam studi-studi
antropologi, sosiologi dan studi psikologi sosial. Setidaknya ada tiga pendekatan yang
termasuk dalam paradigma interpretatif, yaitu pendekatan fenomenologis, interaksi simbolis
dan etnometodelogi. Perspektif fenomenologis (phenomenologhy) (lihat Deutcher, 1973)
yang memiliki sejarah panjang dalam filosofi dan sosiologi mempelajari bagaimana
kehidupan sosial ini berlangsung dan melihat tingkah laku manusia yang meliputi apa yang
dikatakan dan diperbuat sebagai hasil dari bagaimana manusia mendefinisikan dunianya.
Berdasarkan pemikiran ini maka untuk mengerti sepenuhnya bagaimana kehidupan sosial
tersebut berlangsung maka harus memahaminya dari sudut pandang pelakunya sendiri.
Selanjutnya, dari sudut pandang teori dan pendekatan interaksionis simbolis, semua
perilaku manusia pada dasarnya memiliki socia lmeanings (makna-makna sosial). Maknamakna sosial dari perilaku manusia yang melekat pada dunia sekitarnya penting dipahami.
Blumer (lihat Taylor dan Bogdan, 1984: 9-10) mengembangkan tiga premis sehubungan
dengan hal tersebut, yaitu: (1) manusia bertindak terhadap sesuatu (orang) berdasarkan
bagaimana mereka memberi arti terhadap satu (orang) tersebut; (2) ‘meanings’ atau makna
29
Consuelo G. Sevilla (et.al), PengantarMetodePenelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia Press), h. 71.
45
merupakan produk sosial yang muncul dari interaksi sosial; dan (3) ‘social actor’ memberi
makna dari proses interpretasi.
Sedangkan pendekatan etnometodologi lebih merajuk pada bidang yang diteliti, yaitu
tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari-hari. Dalam
hal ini yang ingin dipahami adalah bagaimana orang-orang melihat, menerangkan dan
menguraikan keteraturan dunia tempat hidupnya. Fokus penelitiannya adalah realitas dari
kehidupan sosial sehari-hari. Jadi yang dipentingkan adalah hal-hal yang nyata dan apa
adanya menurut yang dilihat dan diketahui. Bendasarkan pemikiran pada pendekatanpendekatan tersebut maka peneliti harus dapat “menangkap” proses interpretasi dan melihat
segala sesuatu dari sudut pandang orang yang diteliti. Pendekatan ini berasumsi bahwa
peneliti tidak memenuhi segala sesuatu dari orang-orang yang diteliti. Menggunakan
pendekatan-pendekatan ini peneliti berusaha mendalami aspek ‘subjektif’ dari perilaku
manusia dari cara ‘masuk’ ke dalam dunia-dunia konseptual orang yang diteliti. Dengan cara
tersebut diharap peneliti dapat mengerti bagaimana makna sosial dan wacana-wacana
dikembangkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Pemahaman mengenai dasar teori
dan pendekatan dari penelitian kualitatif sangatlah
penting dipahami mengapa penelitian kualitatif berbeda dengan metode penelitian kuantitatif.
Dari
hal tersebut dapat dipahami mengapa penelitian kualitatif mengajukan research
questions yang berbeda. Selain itu, penelitian kualitatif juga mencari kehidupan yang berbeda
dari kehidupan sosial yang diteliti.karena itu penelitian kualitatif memerlukan prosedur
penelitian yang berbeda.
a. Variasi Penggunaan Teori dalam Penelitian Kualitatif
Para peneliti kualitatif menggunakan teori dalam penelitian untuk tujuan-tujuan yang
berbeda Pertama, dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan sebagai
penjelasan atas perilaku dansikap-sikap tertentu.Teori ini bisa jadi sempurna dengan
adanya variable-variabel, konstruk-konstruk, dan hipotesis-hipotesis penelitian. Misalnya,
para ahli etnografi memanfaatkan tema-tema kultural atau “aspek-aspek kebudayaan”
(walcott, 1999:113) untuk dikaji dalam proyek penelitian mereka, seperti kontrol sosial,
bahasa, stabilitas dan perubahan, atau organisasi sosial, seperti kekerabatan atau keluarga.
Kedua, para penelitian kualitatif sering kali menggunakan perspektif teoritis sebagai
panduan umum untuk meneliti gender, kelas, dan ras (atau isu-isu lain mengenai
kelompok marginal). Perspektif ini biasanya digunakan dalam penelitian advokasi
partisipatoris kualitatif dan dapat membantu peneliti untuk merancang rumusan masalah,
46
mengumpulkan dan menganalisi data, serta untuk membentuk call for action and change
(panggilan untuk melakukan aksi dan perubahan). Perspektif-perspektif ini juga
menunjukkan bagaimana peneliti harus memposisikan diri mereka dalam penelitian
kualitatif (seperti, berada diluar atau tidak condong pada konteks pribadi, kultural, atau
historis tertentu) dan bagaimana menulis laporan akhir (seperti, dengan tidak
memarjinalisasi lebih jauh individu-individu yang di teliti, atau dengan cara berbaur
langsung dengan mereka).Dalam penelitian etnografi kritis, peneliti memulai dengan satu
teori yang dapat menjelaskan keseluruhan proses penelitiannya. Teori kausatif teori ini
bisa berupa teori emansipasi atau resepsi (thomas, 1993).
Beberapa perspektif teoritis yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
sebagai berikut (Creswell, 2007): 30
1. Perspektif feminis menggunggat kondisi kaum wanita saat iniyang ditindas dengan
sewenang-wenang dan institusi-institusi yang turut membentuk kondisi tersebut.
Topik-topik peneliti bisa menncakup isu-isu kebijakan yang bebrhubungan dengan
realisasi keadilan sosial dalam ranah-ranah tertenntu atau pengetahuan tentang
kondisi-kondisi ketertindasan yang dialami oleh mereka (Olesan, 2000).
2. Wacana rasial memunculkan pertanyaan penting tentang konstruksi dan kontrol atas
pengetahuan–pengetahuan yang berbau ras, khususnya tentang orang-orang dan
komunitas-komunitas kulit berwarna (Landson-Billings,2000).
3. Prespektif teori kritis fokus pada pemberdayaan umat manusia agar dapat bebas dari
kungkungan rasial, kelas dan gender yang diletakan pada mereka (Fay, 1987).
4. Teori querr, begitulah istilah yang digunakan dalam literatur ini berfokus pada
individu-individu yang menamakan dirinya sebagai kelompok lesbian, gay, biseksual,
dan transgender. Penelitian-penelitian yang menerapkan perspektif teoritis ini bukan
berarti menjadikan individu-individu diatas sebagai objek mentah yang dapat
diperlakukan begitu saja, melainkan berusah mencari sisi-sisi kultural dan politis apa
yang membuat membuat mereka terkucilkan dalam ranah sosial. Teori ini bahkan
berusaha menyuarakan kembali hak-hak dan pengalaman-pengalaman individu yang
tertindas (Gamson, 2000).
5. Studi ketidak mampuan berfokus pada makna inklusi dalam sekolah, yang melibatkan
para pengurus sekolah, guru, dan orang tua yang memiliki anak-anak dengan
ketidakmampuan tertentu (Mortens, 1998).
30
JohnW. Crewell, Research Design,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),h. 93-95.
47
Ketiga, dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan sebagai point akhir
penelitian. Dengan menjadikan teori sebagai point akhir penelitian, berarti peneliti
menerapkan proses penelitiannya secara induktif yang berlangsung mulai dari data,
lalu ke tema-tema umum, kemudian menuju teori atau model tertentu.
Inilah pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif.
Pendekatn ini dapat dipakai sesuai dengan konteks dan permasalahan yang diangkat dalam
penelitian.
D. Teknik Pengumputan Data
Data digolongkan menurut asal sumbernya dapat dibagi menjadi dua: pertama data
primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang akan diteliti; kedua data skunder,
yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu, seperti Biro Pusat Statistik
(BPS), Departemen Pertanian dan lain-lain. Oleh karena itu, langkah teknik pengumpulan
data yang akan penulis lakukan mengacu berdasarkan pada teknik pengumpulan data yang
telah dijelaskan di atas yaitu melalui tahap penyusunan data primer dan data sekunder. Jenis
penelitian ini dengan menggunakan pendekatan structural fungsional. 31 Melalui metode ini
diharapkan interaksi social antara pendatang dan mmasyarakat lokal di daerah penelitian dan
factor-faktor pengua tinteraksi tersebut dapat diungkap dan dielaborasi lebih komprehensif
untuk kemudian dilakukan anlisis yang mendalam.
1. Data Primer
a. Teknik Observasi
Observasi adalah tindakan atau proses pengambilan informasi melalui media
pengamatan. Dalam melakukan observasi ini, peneliti menggunakan sarana utama indera
penglihatan. Melalui pengamatan mata dan kepala sendiri seorang peneliti diharuskan
melakukan tindakan pengamatan terhadap tindakan dan perilaku responden di lapangan dan
kemudian mencatat atau merekamnya sebagai material utama untuk dianalisis.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang akurat tentang keadaan di lapangan
dengan melakukan pengamatan langsung. Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan
observasi antara lain; pengamat harus selalu ingat dan memahami betul apa yang hendak
direkam dan dicatat, selain itu juga harus bisa membina hubungan baik antara penagamat
dan obyek pengamatan. Observasi ini dilakukan untuk mengamati dan membuat catatan
deskriptif terhadap latar belakang dan semua kegiatan yang terkait dengan interaksi sosial
31
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Metodelogi penelitian dan Aplikasinya,, (Jakarta: Ghalia Indonesia), h. 11.
48
masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang di Kecamatan Maluk sehingga dapat
diperoleh data yang akurat.
b. Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancara yang memberikan atas
pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan
Guba dalam Lexi J. Moleong, antara lain:
Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepeduliandan lain-lain; kebulatan-kebulatan demikian sebagai
yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah
diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memprevikasi, mengubah
dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun
bukan manusia (triangulasi); dan memperivikasi, mengubah dan memperluas
konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. 32
Dalam penelitian ini penulis akan melakukan wawancara dengan menggunakan
pendekatan wawancara pembicaraan infomasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada wawancara
itu sendiri, jadi bergantung pada spotanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada yang
diwawancarai. Wawancara demikian pada latar ilmiah. Hubungan wawancara dengan yang
diwawancarai adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaannya dan jawabannya
berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan informasi saja.
2. Data Sekunder
Dari data sekunder ini dapat berupa penalaahan terhadap dokumen tertulis. Data yang
diperoleh dari metode ini berupa cuplikan, kutipan, atau penggalan penggalan dari catatancatatan organisasi, klinis, atau program; memorandum-memorandum dan korespondensi;
terbitan dan laporan resmi; buku harian pribadi; dan jawaban tertulis yang terbuka terhadap
kuesioner dan survei. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data kedua atau
sumber-sumber dari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, dan untuk tahap selanjutnya.
Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan, peneliti mendapat suatu landasan
teori yang kuat untuk mendukung penulisan ini dari berbagai literatur seperti buku-buku
serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini.
32
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 135.
49
E. Teknik Keabsahan Data
a. Keabsahan Data
Teknik pemeriksaan keabsahan merupakan suatu strategi yang digunakan untuk
memeriksa keabsahan data atau dokumen yang didapatkan atau diperoleh dari penelitian,
supaya hasil penelitiannya benar-benar dapat dipertanggung-jawabkan dari segala segi.
Kriteria keabsahan data diterapkan dalam rangka dalam membuktikan temuan hasil
dilapangan dengan kenyataan yang diteliti dilapangan. Teknik-teknik yang digunakan untuk
melacak atau membuktikan kebenaran atau taraf kepercayaan data tersebut bias melalui
ketekunan pengamatan di lapangan (persistent observation), triangulasi (tringualation,
pengecekan dengan teman sejawat (peer debriefing), analisis terhadap kasus-kasus negative
(negative case analysis), referensi yang memadai (reverencial adequacy), dan pengecekan
anggota (member chek). Beberapa teknik-teknik tersebut, peneliti menggunakan peneliti
menggunakan teknik pengamatan lapangan dengan triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut. Denzin dalam Moleong,membedakan empat macam triangulasi yakni sumber,
metode, penyelidik, dan teori. 33 Peneliti menggunakan triangulasi sumber, dengan
pertimbangan bahwa untuk memperoleh data yang benar-benar valid, informasi dari subyek
harus dilakukan cross check dengan subyek lain serta informan lain. Informasi yang
diperoleh diusahakan dari narasumber yang betul-betul mengetahui tentang waria yang
dijadikan subyek penelitian. Informasi yang diberikan oleh salah satu subyek dalam
menjawab pertanyaan peneliti akan di cek ulang dengan jalan menanyakan ulang pertanyaan
yang sama kepada subyek yang lain. Apabila kedua jawaban yang diberikan sama maka
jawaban itu dianggapApabila kedua jawaban yang diberikan sama maka jawaban itu
dianggap sah. Menurut Patton (dalam Moleong, 2009: 331) Triangulasi dengan metode yaitu
melalui dua strategi pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa
teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan.
Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi
kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai
kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa triangulasi, peneliti
dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode,
atau teori.
33
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 303.
50
F. TeknikAnalisis Data
Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah karena dengan
analisis, data mentah yang dikumpulkan oleh peneliti dapat diberi arti dan makna yang berguna
dalam memecahkan masalah penelitian, sehingga akan didapat suatu kesimpulan yang benar.
Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2009:248), analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi suatu yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat di ceritakan kepada
orang lain. Berdasarkan rumusan tersebut digaris bawahi bahwa analisis data dalam hal ini
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengkategorikannya.
Sedangkan menurut Moleong (dalam Sukardi, 2006:72). analisis data pada umumnya
mengandung tiga kegiatan yang saling berkaitan yaitu a) kegiatan mereduksi data, b)
menampilkan data, c) melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan. Proses analisis
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dengan berbagai sumber yaitu
wawancara, observasi dan dokumentasi. Dari hasil perolehan data, maka hasil penelitian
dianalisis secara tepat agar simpulan yang diperoleh tepat pula. proses analisis data memiliki
tiga unsur yang dipertimbangkan oleh penganalisis yaitu:
a. Reduksi data
Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan tertulis dilapangan (Miles dan Huberman, 1992:16). Proses analisis
data ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber,
setelah itu membuat rangkuman setiap pertemuan dengan responden dan kemudian
peneliti melakukan reduksi data.
b. Penyajian
Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan kesimpulan
dapat ditarik (Miles dan Huberman, 1992:17). Melihat suatu sajian data,
penganalisis akan dapat memahami apa yang terjadi, serta memberikan peluang bagi
penganalisis untuk mngerjakan sesuatu pada analisis atau tindakan lain berdasarkan
pemahaman tersebut.
c. Penarikan Simpulan / Verifikasi
51
Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penting lainnya.
Untuk dapat menggambarkan dan menjelaskan kesimpulan yang memiliki makna,
peneliti pada umumnya dihadapkan pada dua kemungkinan strategi atau taktik yaitu:
a) memaknai analisis spesifik b) menarik serta menjelaskan kesimpulan (Sukardi,
2006:73). Simpulan akhir dalam proses analisis kualitatif ini tidak akan ditarik
kecuali setelah proses pengumpulan data berakhir. Simpulan yang ditarik perlu
diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali.
52
BAB IV
HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN
Sebelum menganalisa lebih lanjut dan lebih dalam mengenai studi analisis tentang
analisis pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Kabupaten
Sumbawa Barat (Studi di Kecamatan Maluk), penulis akan menguraikan secara singkat
kondisi keadaan Maluk yang pada saat itu masih berstatus Dusun yang berdiri sendiri
pada masa sebelum terjadinya pemekaran wilayah menjadi lima desa dalam lingkup
wilayah andministratif Kecamatan Maluk. Berikut ini penulis akan menjelaskan sedikit
gambaran tentang sejarah Maluk pada masa sebelumnya agar dapat memberikan
sebagian gambaran mengenai keadaannya hingga saat ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan Ketua Adat Kecamatan Maluk.
A. Daerah Resetlemen (Tahun 1984)
Dipilihnya Maluk sebagai daerah tujuan program pemukiman kembali penduduk
(Resetlement) tentunya telah melalui analisa yang cukup mendalam baik tentang luas
wilayah pertanian maupun sosial budaya masyarakat setempat serta analisa tentang
perkembangan penduduknya.
Dalam kurun waktu 20 tahun sejak tahun 1984, perkiraan jumlah perkembangan
penduduk Maluk berkisar 3,075 %. Angka ini didasarkan pada perkembangan penduduk
Kabupaten Sumbawa. Pada tahun 2004 jumlah penduduk Desa Maluk diperkirakan sekitar
+/- 1.000 jiwa dengan asumsi tidak ada penambahan penduduk baru di daerah lain dalam
kurun waktu tersebut.
Dapat di analisa bahwa perkembangan penduduk yang terjadi dalam wilayah Maluk pada
saat itu cukup padat dikrenakan belum ada didaerah lain di sekitar Kecamatan lain di
Kabupaten Sumbawa pada saat itu penduduknya yang begitu padat. Apabila dilihat lagi
sebagai pertimbangan bahwa Maluk pada saat itu masih berstatus dusun. Namun yang
terjadi justru tidaklah sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan beroperasinya
PT.Newmont Nusa Tenggara dan beberapa kontraktor memaksa Dusun Maluk berbenah
diri tanpa persiapan yang cukup. Gambar tabel dibawah ini akan menjadi data
pertimbangan serta data ukur oleh penulis mengenai luas wilayah yang sangat terbatas ini
dilihat dari luas dan fungsinya pada masa Maluk masih bersetatus Dusun.
Tabel 4.1: Luas wilayah berdasarkan fungsinya
53
NO
Jenis Lahan
Luas (Ha)
1
Sawah irigasi teknisi
-
2
Sawah irigasi sederhana
45
3
Sawah tadah hujan
25
4
Tegalan/Ladang
65
5
Kebun rakyat
45
6
Pekarangan
628
7
Hutan Negara
1.231
8
Hutan Rakyat
169
9
Lain-lain
147
10
Total Jumlah
11.25
Sumber: Kantor Kecamatan Maluk
Dengan total luas wilayah +/- 11.25 Ha, memaksa Dusun Maluk pada saat itu
menampung lebih dari 20.000 jiwa yang datang dari seluruh wilayah di indonesia yang
notabennya sebagai masyarakat pencari kerja dan lain-lain. Sehingga yang terjadi adalah
terbentuklah maluk yang pada saat itu sebagai daerah yang krisis dengan wajah yang cukup
suram, kumuh, tanpa penataan yang baik serta tidak ada data kependudukan yang cukup
akurat. Lebih parah lagi, kemampuan pemerintah tidak dapat mengikuti perubahan sosial
kehidupan masyarakat yang begitu cepat tanpa dapat dibendung sedikitpun. Hal ini
dibenarkan dari hasil wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat dan selaku ketua
adat Kec. Maluk, Desa Maluk John Rayes S.P.
Dibentuknya Maluk sebagai daerah tujuan dan penetapan program pemukiman
kembali oleh pemerintah daerah tentunya telah melalui analisa, proses yang cukup
mendalam baik tentang luas wilayah pemukiman, wilayah pertanian maupun sosial
budaya masyarakat setempat serta analisis tentang perkembangan penduduknya.
Kedatangan pendatang yang banyak, infrastruktur yang tidak memadai, masyarakat
yang belum siap mental semakin menambah suasana yang tidak teratur pada masa-masa
awal konstruksi oleh PT. Newmont Nusa Tenggara. Semua serba tiba-tiba, sehingga
masyarakat harus membangun kamar-kamar kos apa adanya, ada yang membangun
secara permanen tetapi lebih banyak yang membangun dari triplek bekas box barang.
Tawuran antar geng, antar suku menjadi pemandangan yang rutin terjadi bahkan tidak
terelakkan. Kondisi itu semakin mencekam suasana Maluk pada saat itu. Sementara di
satu sisih pemerintah kami pada saat itu jauh dan berada di Sumbawa Besar dan kepala
54
desa juga berjarak 18 Km. Benar-benar kondisi yang semeraut, kacau dan tidak
diantisipasi dengan baik. 34
Oleh karena itu banyaknya tambahan penduduk dari pencari kerja ini yang akhirnya
dijadikan salah satu acuan perubahan status Dusun Maluk menjadi Desa Maluk. Pemerintah
Kabupaten melihat, salah satu solusi dari permasalahan yang dihadapi adalah menaikkan
status Dusun menjadi Desa, sehingga Maluk memiliki Kepala Desa yang akan menjalankan
roda pemerintahan yang cepat dan efektif.
B. Desa Maluk
Tanggal 5 Juni 2006 terjadi pertemuan beberapa tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh
pemuda, tokoh agama, LPM, BPD dalam rangka membahas keinginan masyarakat untuk
dilakukannya pemekaran Desa Maluk menjadi empat Desa yang berdiri sendiri.
Didasarkan atas jumlah penduduk yang cukup banyak +/- 7.200 jiwa, minimnya perangkat
desa yang melayani jumlah penduduk yang berskala besar sehingga dikhawatirkan
timbulnya keterlambatan pelayanan terhadap masyarakat, serta disahkannya peraturan
daerah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), No. 6 Tahun 2007 tentang pembentukan
Kecamatan Maluk. Hal terkait adalah menjadi alasan mengerucutnya harapan dan
keinginan masyarakat Maluk.
Pada pertemuan tersebut terbentuklah suatu komite perumusan pemekaran Desa Maluk
dan diangkat John Rayes S.P sebagai ketua. Komite ini terus bekerja dan menyerap
aspirasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Tanggal 15 Juni 2009 mengirim surat
permintaan resmi kepada Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) untuk secepatmungkin
dilakukannya pemekaran Desa Maluk menjadi empat Desa. Di bawah ini penulis
rangkumkan kondisi Maluk dalam angka yang pada akhirnya data ini dijadikan salah satu
dasar pertimbangan demi perlengkapan data.
Tabel 4.2: Data Masyarakat Maluk
No
Uraian
Total
DUSUN
Maluk
Pasir
Bukit
Mantu
Putih
Dama
n
i
1
Luas Wilayah
34
780 Ha 735
472
365
2.352 Ha
John Rayes, Wawancara,Ketua Lembaga Adat,tempat kediaman, Kecamatan Maluk, Sumbawa barat, Nusa
Tenggara Barat.
55
Ha
2
Pertanian/Hutan 677 Ha 727.4
Ha
Ha
117.8
278.2
1797.4 Ha
Ha
Ha
3
Penduduk
1.756
1.710
2.098
1.297
6.861
4
Kepala
433
450
461
438
1.782
Keluarag
5
Perumahan
480
390
292
343
1.505
6
Sarana
4
4
4
1
13
5
2
2
1
12
7
6
5
6
24
27
12
17
17
73
316
484
133
332
1.255
Peribadatan
7
Sarana
Pendidikan
8
Sarana olah
Raga
9
Sarana
Komunikasi
10
Sarana
Transportasi
11
Pedagang/Jasa
247
45
29
35
365
12
Perternakan
2.463
1.516
583
1.729
588.708
13
Wisata/Hiburan
2
13
2
-
17
Sumber: Perumusan pemekaran daerah Kec. Maluk 2008
Dapat dijelaskan bahwa luas wilayah, jumlah penduduk serta sarana dan prasarana yang
tidak merata ini tidaklah menjadi persoalan saat pemekaran dilakukan. Semua berjalan
dengan lancar, karena pembagian wilayah dilakukan berdasarkan batas-batas desa pada saat
masih beretatus dusun.
C. Kecamatan Maluk
Disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 6 Tahun 2007
tentang Pembentukan Kecamatan Maluk, semakin jelaslah arah kebijakan Bupati
Kabupaten Sumbawa Barat. Pemekaran Desa Maluk menjadi empat desa yang berdiri
sendiri tidak lagi dianggap sebagai langkah pemborosan keuangan daerah tetapi lebih
kepada untuk memperpendek dan mempercepat serta meningkatkan pelayanan dibidang
pemerintahan,
pembangunan
dan
kemasyarakatan
juga
menjamin
kesejahteraan
56
masyarakat. Kemampuan ekonomi, potensi masing-masing desa, faktor sosial budaya,
politik, dan luas wilayah merupakan dasar pertimbangan pembentukan Kecamatan Maluk.
Dengan disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat tentang
Pembentukan Desa Maluk, Desa Mantun, Desa Pasir Putih, Desa Bukit Damai, Desa
Benete maka Peraturan Bupati Kabupaten Sumbawa Barattentang pembentukan lima desa
tersebut secara hukum tergantikan dengan peraturan daerah tersebut.
c. Kondisi Wilayah
Kecamatan Maluk memiliki luas wilayah 92.42 km2, di bagian utara berbatasan
dengan Kecamatan Sekongkang, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jereweh,
sebelah barat berbatasan dengan Selat Alas, dan sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Jereweh dan berada 5 (lima) meter di atas permukaan laut.
Berikut gambar umum Kecamatan Maluk dalam kurun waktu 2007 sampai 2008.
Gambaran yang akan dijelaskan berikut ini adalah sebagian dari kelengkapan data yang
akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam analisis penulisan ini.
Tabel 4.3: Luas wilayah desa
Uraian
Desa
Maluk
Benete
Pasir Putih
Mantun
Bukit
Total
Damai
Km2
9.62
60.87
9.35
5.86
6.72
92.42
%
10.41
65.86
0.12
6.34
7.27
100
Sumber: KCD Kecamatan Maluk
Sesuai dengan data tabel 4.2 di atas dijelaskan pembagian luas wilayah ini lebih
didasarkan pada batas-batas wilayah masing-masing desa sebelum terjadi pemekaran atau
pada saat semua desa ini masih bersetatus dusun. Sehingga ketika tapal batas masing-masing
desa ditetapkan, tidak menimbulkan permasalahan, dan semua pihak menerima dengan baik
walaupun luas wilayah untuk masing-masing desa tidak merata.
57
d. Pemerintahan
Keberadaan pemerintahan dalam suatu wilalyah mutlak diperlukan, yaitu agar dalam
setiap kegiatan pembangunan maupun dalam setiap kegiatan masyarakat dapat berjalan
dengan teratur. Dalam setiap pememrintahan diperlukan adanya pemimpin untuk
membantu dalam menjalankan roda pemerintahantersebut. Dalam hal ini desa terdapat
Kepala Desa sebagai pemimpin tersebut dan dibantu oleh perangkat-perangkat desa dan
kepala dusun.
Seiring dengan tuntutan zaman, maka mutlak diperlukan aparat pemerintahan tingkat
desa yang mampu memimpin, baik dari segi pendidikan maupun kedekatannta dengan
masyarakat. Hal ini akan dapat memperlancar roda pembangunan perekonomian dan
pembangunan masyarakat secara umum. Berikut gambar umum perangkat aparat
pemerintahan Kecamatan Maluk.
Tabel 4.4: Jumlah aparat pemerintahan
Desa
Perangkat
Kepala
Desa
Dusun
Maluk
9
Benete
Bukit
Total
RT
RW
4
11
4
28
9
4
8
4
25
9
33
13
3
58
Mantun
10
3
10
3
26
Pasir Putih
9
3
13
3
28
Jumlah
46
17
55
17
135
Damai
Sumber: Kecamatan Maluk.
Jumlah aparat pemerintahan, sudah sesuai denngan aturan yang berlaku. Mulai dari
tingkat RT, RW, dan perangkat Staf Desa pun sudah mencukupi. Pada awal
pengangkatannya, faktor kemampuan dan pendidikan tidakllah menjadi prioritas dalam
proses seleksi, hal ini disebabkan karena minimnya kualitas Sumber Daya Manusia yang
tersedia. Faktor pengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat menjadi dasar utama dalam
menentukan atau memeilih perangkat desa.
Selanjutnya penjelasan lebih dalam lagi akan dijileskan pada uraian-uraian sub bab
terkait dengan judul penelitian yang penulis lakukan. Dari keterangan diatas telah dijelakan
58
baik itu dari proses awal sejarah Maluk yang pada saat itu masih berstatus Dusun sampai
pada akhirnya Maluk menjadi Kecamatan yang mempunya wilayah administratif sendiri.
Dibentuknya Kecamatan Maluk sebagai daerah tujuan dan penetapan program pemukiman
kembali oleh pemerintah daerah tentunya telah melalui analisa, proses yang cukup mendalam
baik tentang luas wilayah pemukiman, wilayah pertanian maupun sosial budaya masyarakat
setempat serta analisis tentang perkembangan penduduknya
Seluruh proses kelahiran, kematian dan migrasi penduduk merupakan bagian dari
berfungsinya masyarakat manusia yang peka terhadap pola struktur sosial dan mempengaruhi
sifat kehidupan sosial. Pengkajian terhadap peran yang berubah-ubah dari proses
kependudukan sebagai faktor penentu maupun sebagai akibat struktur sosial dan perubahan
sosial.
Untuk mengenal pertalian antara kependudukan dan sistem sosial diperlukan
penyelidikan yang saksama atas unsur-unsur kependudukan dalam konteks dinamika
masyarakat manusia. Salah satu cara untuk mengungkapkan antar hubungan dan kaitan pokok
ini ialah menyelidiki betapa fertilitas, mortalitas dan migrasi yang secara variabel sosial.
Menurut Malthus dalam J. Dwi Narko dan Bagong Suyanto bahwa “premisbahwamanusia
dapat disempurnakan bahwa, kesejahteraan masyarakat senantiasa diganggu oleh kenyataan
bahwa pertambahan penduduk lebih cepat dari pertumbuhanbahan makanan”. 35Oleh karena
itu dengan melihat realita masyarakat pada umumnya dengan meningkatnya populasi dan
volume masyarakat secara kolektif tentunya akan memerlukan aturan dan kontrol yang sangat
kuat didalamnya terkait dengan peran kelembagaan dan institusi sosial itu sendiri.
Dapat dijelaskan bahwa suatu kelompok masyarakat yang di dalamnya terdapat
kehidupan dari populasi manusia. yang mempunyai aktivitas-aktivitas serta pola pikir dan
pola perilaku dalam wadah lingkungan yang sama. Oleh karena itu lembaga sosial yang
berfungsi sebagai kontrol sosial memainkan perannya agar dinamika kehidupan masyarakat
dapat hidup secara teratur.
D. Pola Interaksi Masyarakat lokal dengan Masyarakat Pendatang
Manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam kehidupan untuk menghasilkan
pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Bentuk dan pola-pola interaksi dapat
dijumpai pada kehidupan masyarakat.Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah
proses-proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis terkait
35
J. Dwi Narko,Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:Kencana 2007), Cet. II, h.
305-306.
59
dengan hubungan masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang yang ada di Kecamatan
Maluk dan sekitarnya. Selanjutnya keterangan masyarakat lokal sendiri bahwa pendatang
dinilai banyak yang larut kedalam budaya masyarakat lokal, dan banyak pula anggota
masyarakat lokal yang mencontohi budaya para pendatangtersebut. Berdasarkan uraian ini,
maka dapat ditegaskan bahwa interaksi sosial di kecamatan Maluk berlangsung cukup baik
hingga tidak menimbulkan distorasi sosial dalam proses pembaruaannya. Keterangan lain
yang menyebutkan bahwa, masjid-masjid berperan nyata dalam membangun pembaruan
sosial antara masyarakat pendatang dan masyarakat lokal. Keaktifan para pendatang dalam
Majlis Ta’lim dan kegiatan ibadah rutin di masjid-masjid semakin mempercepat
penerimaan masyarakat lokal terhadap masyarakat pendatang. Interaksi yang terjadi ini
dinilai sangat mampu melekatkan hubungan sosial pendatang dengan masyarakat lokal.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal
sangat dighargai, menghormati dan keterbukaannya terhadap masyarakat pendatang yang
dinilai taat dalam menjalankan ibadah. Tentunya hal ini berdampak sangat positif, baik
oleh masyarakat lokal maupun pendatang dalam kerangka masyarakat yang utuh.
Dalam studi ini, untuk memberi gambaran menurut John rayes S.P yang menjadi
ketua komite adat Desa Maluk tentang proses interaksi antara masyarakat lokal dan
masyarakat pendatang dalam keterbukaannya serta timbal-balik yang terjadi antara
masyarakat lokal dan masyarakat pendatang. Sehingga dari proses interaksi tersebut
terbentuknya suatu keterikatan emosional dan saling memiliki demi terbentuknya
masyarakat yang saling menghargai perbedaan. Hasil wawancara dari informan kunci
sebagai berikut:
Karena sangat kuat orientasi bau marua dengan, bau batempu ke dengan, balong dan
bakalako,boat iwit, boat ela, boat tleko, (Bisa setara dengan orang lain, bisa
berkecimpung dengan orang lain juga, sangat kuat orientasi untuk menjadi orang yang
baik dan berguna baik dalam tindakan,tanduk, perkataan, maupun hati nurani). Kameri
kamore dan seling sanyaman ate, Pariri lema bari, saling sakiki, sabalong sama lewa
(Selain itu sangat kuat orientasi untuk menjalani hidup dengan orang lain secara suka
ria dan saling memberikan kenyamanan hati. yang penting no semal pia boat lenge,
parakkonene (Yang terpenting malu untuk berbuat buruk dan selalu mendekatkan diri
kepada tuhan). 36
Dari konsep ajaran filsafat pariri lema bari, saling sakiki, sabalong sama lewa, no semal
pia boat lenge, parak ko nene yang diyakini oleh segenap masyarakat Sumbawa dapat
dibahasakan sebagai suatu landasan dalam semua aspek kehidupan baik agama, sosial dan
36
Jhon Rayes, wawancara.
60
budaya. Dimana pariri lema bariri, saling sakiki, sabalong sama lewa,no semal boat lenge,
parak ko nene dapat di artikan sebagai pentingnya saling menjaga satu sama lain atas asas
kemanusiaan tidak adanya sekat-sekat yang merintangi, malu untuk berbuat buruk dan selalu
mendekatkan diri kepada tuhan sang pencipta. Semua itu dianggap agar di kemudian hari dari
semua bentuk konsep ajaran yang diyakini itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar yang
tidak mudah digoyahkan dalam kehidupan, saling menghargai suatu perbedaan dan dari
perbedaan itu dijadikan dalam bentuk ikatan yaitu sabalongsama lewa (Sama rasa sama rata,
ringan sama dijinjing berat sama dipikul). Oleh karena itu masyarakat Sumbawa dapat
dikatakan sebagai masyarakat yang kompromis, mempunyai jiwa kepedulian yang tinggi
terhadap sesama. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kebudayaan yang berlaku dan
dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata perilaku, norma,
nilai dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat dengan
masyarakat lainnya.
Interaksi yang terjalin di Kecamatan Maluk khususnya di Desa Maluk antara masyarakat
lokal dengan masyarakat pendatang adalah hubungan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya bahkan dengan lingkungan sekitar, dalam hal ini ada keuntungan antara kedua belah
pihak dan menimbulkan suatu bentuk kehidupan yang harmonis dan nyaman dalam
kehidupan sosial, agama dan lain sebagainya yang dapat diwujudkan dalam bentuk
solidaritas, toleransi serta menghormati dan menghargai masyarakat sekitar.
Interaksi yang terjadi antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal adalah
interaksi kelompok. Hubungan yang dilakukan oleh masyarakat kecamatan maluk dengan
ppendatang adalah hubungan yang berlangsung lama yang ditandai dengan drajat keeratan
yang semakin kuat.
1. Pola Interaksi Masyarakat Lokal Terhadap Pergaulan Hidup dengan
Pendatang
Meningkatnya intensitas masyarakat dan penambahan penduduk di sebabkan oleh
pendatang yang mempengaruhi mayarakat lokal sehingga mempercepat terjadinya
pembaruan sosial terhadap masyarakat lokal itu sendiri.Keseragaman pada masyarakat
akan terwujud suatu hubungan yang baik bilamana didalamnya terdapat individu yang
menilai baik antar individu dan adanya saling mempengaruhi satu dengan yang lain yakni
hubungan saling toleran untuk bertindak.Tanggapan masyarakat lokal mengenai penilaian
mereka terhadap masyarakat pendatang.Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa
61
“keleluasaan dalam berbaur dalam suatu sistem sosial lebih mudahdipandang dari
pendatang yang berasal dari Lombok, Jawa, dan Sunda”. 37
Dalam pandangan masyarakat lokal, masyarakat pendatang dari suku Jawa, Sunda
memiliki kelebihan-kelebihan, seperti semangat dan ketekunan dalam bekerja serta
memiliki kreativitas yang tinggi. Selain itu, mereka juga terkesan dengan sifat
kesederhanaan, hemat dan keramah-tamahan yang pada umumnya banyak terdapat pada
masyarakat pendatang dari daerah Jawa, Jawa barat dan Lombok. Banyak pendatang
dari Lombok tersebut dilibatkan dalam meperkerjakan masyarakat, seperti dibidang
pertanian dan pekerjaan fisik lainnya. Demikian juga penilaiannya terhadap pendatang
dari Jawa dan Sunda yang dipandang mudah diajak untuk bekerja sama dan sangat
kreatif dalam berbagai hal. Implikasinya adalah banyaknya masyarakat lokal yang
merasa termotivasi berperilaku sebagaimana perilaku pendatang dari Jawa dan Sunda.
Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat disetiap masyarakat. Corak
kehidupan yang subsisten sangat bergantung pada pembaruan sosial sesuai dengan
keadaannya tersebut menyebabkan tindakan sosial masyarakat lokal dalam berperilaku
sosial diadopsi oleh masyarakat lokal terhadap perilaku masyarakat pendatang dan
dimulai oleh kalangan pemuda yang cendrung lebih pleksibel dalam berinteraksi dengan
pendatang.Dalam pemikiran Peter L. Berger dalam bukunya perubahan sosial adalah
sebuah proses yang terjadi secara terinstitusi. perubahan sosial tidak semata berasal dari
tindakan individu yang memiliki kebebasan penuh. Dalam proses perubahan sosial,
dibutuhkan aspek kolektifitas, aspek kebersamaan sebagai kelompok manusia,
sebagaimana Marx menekankan bahwa penjungkirbalikan terhadap kelas sosial yang
baku dimungkinkan melalui aksi bersama yang terstruktur. 38Untuk memperkuat teori
tentang perubahan sosial selanjutnya menurut Wilbert Moore dalam Elly M. Setiadi dan
kawan-kawan memandang perubahan sosial sebagai “perubahan struktur sosial, pola
perilaku, dan interaksi sosial”. 39Masyarakat membutuhkan peranserta pemuda untuk
kemajuan bersama. Pemuda adalah tulang punggung masyarakat. Generasi tua memiliki
keterbatasan untuk memajukan bangsa. Selanjutnya alasan perubahan atau adopsi nilai
akibatnya perubahan sosial dari berbagai aspek kehidupan oleh masyarakat pendatang
37
Responden, Wawancara, Pasar Tradisional Desa Maluk,Kecamatan Maluk, Kabupaten sumbawa barat,
Nusa Tenggara Barat.
38
Peter L. Berger, Perspektif Metateori Pemikiran, (Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009), h. 133.
39
Elly M. Setiadi, H. Kamma A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana,
2008), h. 49.
62
yang menular dari kalangan muda sampai kalangan tua termasuk tokoh masyarakat dan
tokoh agama adalah:
1. Keinginan untuk menjadi masyarakat yang maju seperti masyarakat lain.
2. Faktor kemampuan untuk melakukan perubahan sosial dan berperilaku cukup tinggi.
1. Faktor pendorong perubahan
a. Meningkatnya aksesbilitas di kawasan.
b.Banyakdanberagamnya
asal
dan
etnik
pendatang
yangnotabanenya
sebagai
masyarakat pekerja.
c. Kurangnya penyaringan atau filter sosial yang dilakukan masyarakat lokal
d. Berubahnya orientasi nilai budaya masyarakat lokal.
e. Meningkatnya pendapatan dan status sosial atas masyarakat.
f. Meningkatnya ketersentuhan masyarakat dengan informasi dari luar.
2. Faktor penghambat perubahan
a. Masih adanya masyarakat tertentu, terutama dari masyarakat penganut agama Islam
taat, yang tidak menginginkan perubahan sosial secara revolutif.
b. Adanya kelompok atau kelembagaan masyarakat yang notabenenya menentang
berbagai akses negatif perubahan sosial pada berbagai kalangan atau lapisan
masyarakat.
Faktor penting perubahan adalah berubahnya orientasi dan perilaku masyarakat
dari nilai kekerabatan lokal (Lokalit) menjadi masyarakat terbuka (Kosmopolit) yang
berorientasi maju (Modern).
2. Pengadopsian Perilaku Positif Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang
Dari hasil penelitian teridentifikasi bahwa masyarakat lokal mengadopsi perilaku
masyarakat pendatang yang dinilai baik secara selektif. Beberapa perilaku masyarakat
dari daerah lain yang dinilai positif dan cendrung di adopsi oleh masyarakat lokal yaitu:
1.Semangat dan ketekunan dalam bekerja
2.Keragaman keahlian dan keterampilan
3.Kreaktivitas dalam berusaha
4.Kesederhanaan, hemat dan penuh perhitungan
63
3. Persepsi Negatif Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang
Selain perilaku yang ingin ditiru itu ada juga persepsi dan perilaku pendatang yang tidak
di sukai oleh kalangan tua masyarakat lokal diantaranya adalah:
1. Kebiasaan minum-minuman keras.
2. Kecendrungan pada pergaulan bebas.
3. Mengekspresikan perilaku yang tidak sesuai dengan keyakinan agama masyarakat
lokal.
Artinya, bahwa pada situasi atau kondisi semacam ini kontak sosial dan
kebudayaan antara masyarakat pendatang dan masyarakat lokal itu terjadi.Sehingga
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang berarti pada komunitaskomunitas tersebut. Meskipun ada unsur-unsur negatif yang dianggap oleh masyarakat
lokal terhadap masyarakat pendatang pada dasarnya telah terjadi hubungan atau kontak
pada kedua kelompok masyarakat tersebut.
E. Pola Interaksi Masyarakat Desa Maluk Dengan Pedagang (Pendatang).
Gambaran pola interaksi yang menjadi media
pengamatan oleh penulis adalah
dipusatkan pada Desa Maluk. Dengan alas an yang sangat jelas bahwa desa maluk merupakan
salah satu desa yang merupakan pusat ekonomi yang cukup signifikan terhadap pergerekan
ekonomi yang menjadi pusat terbesar dari beberapa desa yang berada di Kecamatan Maluk.
Dengan keberadaan pasar swalayan maupun pasar tradisional. Interaksi masyarakat Desa
Maluk denagan pedagang tercipta cukup baik dan berlangsung cukup lama. Hal ini
diungkapkan dari hasil wawancara.
Di Desa Maluk sangat banyak masyarakat pendatang yang berbelanja di pasar ini, ada
yang berasal dari tetangga desa, namun ada juga dari luar desa. Rata-rata orangnya baikbaik, sopan dan tidak banyak tingkah. Walaupun ada yang beda tetapi ada satu dua
orang, itupun mungkin karakter bawaan dari daerah asal. Namun karakter itu tidak
sampai menimbulkan masalah di sini. 40
Gambaran hidup yang demikianlah yang mempunyai pengaruh besar terhadap hubungan
sosial yang terjalin antara masyarakat local dengan masyarakat pendatang dalam kehidupan
sosial maupun dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut mewarnai segala kehidupan
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Para pendatang yang berprofesi sebaga pedagang
40
Esa, Wawancara. Pasar Tradisional, Desa Maluk, Kec. Maluk, NTB.
64
mempunyai kegiatan lain dibalik kegiatan berdagangya saja, mereka tidak mungkin
memikirkan kegiatan berdagang saja dan mencari keuntungan yang banyak, tetapi mereka
mempunyai lingkungan di luar aaktivitas kesehariannya yaitu, berinteraksi
dengan
masyarakat karena kehidupan sosial dan keagamaan sangat penting penting selain juga untuk
menjaga hubungann kita sebagai mahluk sosial.
Para pedagang merupakan bagian masyarakat Kecamatan Maluk, khususnya yang tinggal
di Desa Maluk yang hadir di tengah-tengah suatu budaya masyarakat setempat dan erat lewat
interaksi sosial yang terbangun didalamnya. Pedagang sebagai mahluk sosial berupaya untuk
mengikuti kebudayaan setempat yang ada, akan tetapi ada tuntutan bagi mereka untuk
berpikir dan bertindak sesuai dengan tindakan mereka sendiri sebagai pendatang. Mereka
lebih memilih sebaagai pedagang untuk memenuhi kebutuhan hidup namun mereka juga
selalu berusaha untuk mengikuti aktivitas-aktivitas yang ada di desa tersebut dengan
mengikuti-mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat sebagai salah satu perwujudan sosial dan
sebagai salah satu alat untuk melakukan interaksi.
Para pedagang dalam aktivitas berjualan rata-rata sangat ramaah sekkali dengan
masyarakat setempat. Sikap ramah tersebut ditunjukkan oleh pedagang dalam menyikapi
pembeli masyarakat sekitar. Sikap pedagang yang ramah dan baik inilah yang dijadikan
sebagai media yang diharapkan dapat diterima masyarakat dan berdampak terhadap interaksi
terhadap masyarakat sekitar walaupun tidak secara langsung mereka mengikuti aktivitasaktivitas keagamaan di desa setempat.
Para pedagang dalam aktivitas sehari-harinya tentu akan bersentuhan secara langsung
dengan masyarakat dimana mereka tinggal. Untuk mempertahankan eksistensinya di tengahtengah masyarakat pedagang harus bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan yang
ada. Interaksi yang terjadi antara pedagang dan masyarakat lokal biasanya terjadi ketika
mereka melakukan aktivitas jual beli.
Dalam realitas sosial hubungan interaksi yang terbangun antara masyarakat pendatang
dengan masyarakat menunjukkan hubungan tidak baik atau konflik. Konflik yang terjadi
dalam haal ini adalah konflik yang bersifat manifest antara berbagai kelompok yang terlibat.
Interaksi yang terjadi dalam masyarakat selalu mempunyai dua sisi. Di samping maslah
positif yang mengarah kepada keharmonisan dalam tatanan masyarakat terdapat juga masalah
yang mengarah kepada bentuuk konflik. Model kedua inilah yang terjadi masyarakat di
Kecamatan Maluk khususnya di Desa maluk yang menjadi pusat perhatian bagi peneliti.
65
Melihat sekilas hubungan antara masyarakat tersebut rentan terjadi konflik dengan beberapa
hal yang perlu diperhatikan. Konflik yang disebabkan antara lain muncul protes dalam
hubungan perpindahan lahan parkir kendaraan disekitar pasar tersebut.
F. Agama Sebagai Perekat Harmoni Sosial
Pada dasarnya agama dan masyarakat saling mempengaruhi, agama mempengaruhi
jalannya masyarakat, selanjutnya pertumbuhan manusia mempengaruhi pemikiran
terhadap agama. Agama Islam harus tampil sebagai suatu sistem totalitas dan kemampuan
pengarah, guna penataan kembali nilai dan tujuan kehidupan, pengaturan kembali fungsi
dan norma tentang pandangan struktur dan makna. Jelas tidak ada masyarakat yang statis
dan sama sekali tidak berubah, demikian pula agama. Agama tidak hanya asyik di alam
metafisik yang tertutup, tetapi juga senantiasa berjuang bersama manusia. Secara
sosiologis-historis hakikat agama selalu merupakan suatu hakikat yang historis, yang
berjuang bersam perubahan dan kefanaan. Ibadah suatu bentuk interaksi positif antara
kelompok pribumi yang beragama Islam dengan kelompok pendatang yang beragama
Islam telah memberikan suatu bentuk kehidupan yang harmonis. Bentuk kehidupan yang
harmonis ini tidak terbentuk begitu saja melainkan melalui proses yang cukup panjang.
Selanjutnya toleransi adalah sikap memberikan kebebasan kepada setiap orang yang
berbeda, baik dalam pendapat, sudut pandang agama dan keyakinan tanpa ada rasa benci,
pertentangan dan permusuhan. Namun dengan demikian hal ini memberikan suatu
pendekatan dengan cara dialog, dan musyawarah untuk memberikan argumentasi dan
informasi tentang apa yang diterima sebagai kebenaran, sehingga tidak menimbulkan
konflik.
Sikap ini di tandai oleh penerimaan kelompok pribumi yang memberikan hak dan
kebebasan kepada kelompok pendatang untuk mempercayai mazhabnya terkait dengan
peribadatan dan pelaksanaannya. Selain itu mereka tidak mempersalahkan seig-segi
perbedaan dalam beragama tetapi sebaliknya mereka menonjolkan segi persamaan dan
walaupun
perbedaan
itu
tidak
dapat
meributkannya dan menganggap sebagai
disatukan
masing-masing
mereka tidak
suatu keunikan. Mereka menjauhkan sikap
egoisme dalam beragama sehingga tidak mengklaim dirinyalah yang paling merasa
benar.Interaksi seperti inilah telah memberikan konstribusi yang baik terhadap
terbentuknya toleransi beragama antara kelompok pribumi yang beragama Islam dengan
66
kelompok pendatang yang beragama Islam.Sehingga kehidupan harmonis dapat dinikmati
oleh masyarakat daerah penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dari kelompok
pendatang, Bapak Galang yang berasal dari Malang, diperoleh informasi bahwa:
Maluk ini saya telah mengenalnya cukup lama jauh sebelum keadaan terjadi yang saat
ini. Saya orang jawa yang lebih kental keagamaannya dan tidak pernah menganggap
saya berbeda dengan mereka dalam hal agama, kami ngobrol dengan akrab dan juga
saya sering bermain kerumahnya karena rumah kami berdekatan”. 41“agama tidak
membelenggu kita, tetapi malah mengetur kita dalam bertingkah laku dan mengetahui
yang mana dibolehkan dan mana yang tidak. 42
Salah satu bukti kemaha kuasaan Allah SWT adalah dia menciptakan seluruh mahlukNya dengan perbedaan-perbedaan sesuai dengan kehendaknya.Allah maha kuasa itu
menjadikan perbedaan itu sebagai rahmat, terutama pada manusia.Perbedaan-perbedaan
itu, termasuk dalam berpikir dan berpendapat menjadikan hidup manusia lebih dinamis
dan lebih berwarna.Sesuai dengan ayat yang terdapat didalam Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang banyaknya perbedaan-perbedaan pada manusia, salah satu contohnya
adalah;
perbedaan-perbedaan
manusia
dalam
berpendapat,
sebagaimana
firman
Allah.“Sesungguhnya kamu benar-benar dalam berbeda pendapat” (Az-Dzariyat: 8)”. 43
Kemudian kemuliaan dan keutamaan manusia antara lain dijelaskan dalam surat at-Tin,
sebagai berikut:
“Sesungguhnya kami Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.
(Q.S. at-Tin:4). 44
Perbedaan itu jika disikapi dengan cara yang positif maka akan mendatangkan suatu
kebaikan begitu pula dengan sebaliknya apabila perbedaan itu disikapi dengan cara negatif
kemungkinan besar akan menuai perdebatan dan menimbulkan konflik. Dari hal semacam
inilah yang dibutuhkan terkait dengan toleransi bergama agar masyarakat selalu dalam
kehidupan yang menciptakan rasa harmonis. Pertemuan antara masyarakat pendatang
dengan masyarakat pribumi, pada akhirnya mempertemukan dengan dua nilai budaya dan
dua nilai sikap yang sama. Dalam pembahasan ini penulis akan menjabarkan jalur-jalur
hubungan sosial keagamaan antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang
41
Galang, Wawancara, DesaBukit Damai, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara
Barat.
42
Galang, Wawancara.
43
Lajnah Penthashih Mushaf Alqur’an, Departmen Agama Republik Indonesia, Alquran dan terjemahannya,
( Bandung: CV Jumanatul Ali Art, 2004), h. 521.
44
M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, (Ciputat: Karsa Utama Mandiri dan PB
Mathla’ul Anwar, 1998), h. 140.
67
yaitu, kegiatan-kegiatan ritual keagamaan dalam masyarakat. Manusia dituntut oleh tuhan
untuk selalu berbakti atau ibadah. Hal ini sesuai dengan firman Allsh dalam Surat AdzDzariat ayat 56: “Tiada Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”. 45 Beribadah berarti menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sesuai dengan keyakinan atau
agama yang dipeluknya.
1. Kegiatan keagamaan dan Pengembangannya
a.
Kegiatan keagamaan
Masyarakat yang tinggal di daerah Kecamatan Maluk dan sekitarnya adalah
masyarakat yang agamais, dimana mayoritas penduduknya menganut agama Islam.
Karena itu akan memudahkan masyarakat untuk saling berhungan atau berkomunikasi
dengan masyarakat lainnya sebagai pendatang yang beragama Islam. Hal tersebut dapat
dilihat dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang sangat berkembang dan hampir diikuti oleh
seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal etnis dan suku.
1. Shalat berjamaah
Shalat berjamaah diikuti oleh seluruh masyarakat, baik masyarakat pendatang dan
masyarakat pribumi. Shalat berjamaah merupakan sarana yang baik untuk mengenal,
bersilaturrahmi satu sama lain tanpa mengenal adanya perbedaan baik lapisan dan stratifikasi
sosial. Diterangkan oleh penuturan tokoh agama H. Muhammad Nawawi adalah:“Shalat
berjamaah yang sering dilakukan oleh masyarakat pribumi, yaitu shalat shalat magrib, shalat
isya, shalat jumat, tarawih dan witir, shalat hari raya islam (Idul Fitri dan Idul Adha)
meskipun shalat ini jarang sekali diikuti oleh masyarakat pendatang”. 46
Hubungan shalat berjamaah sering sekali dilihat dari kebiasaan para jamaah sesudah
shalat magrib yang tidak langsung pulang ke rumah, tetapi mereka malah berbincang-bincang
untuk menunggu waktu datangnya shalat isya dan setelah itu mereka saling berjabat tangan
dan merupakan proses saling mengenal satu sama lain.
45
Djoko Widagdho, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Ed 1, Cet. 2, h. 11.
H. Muhammad Nawawi, Wawancara.Tempat kediaman, Desa Maluk, Kecamatan Maluk, Nusa Tenggara
Barat.
46
68
2. Pengajian Mingguan
Kegiatan mingguan ini dilakukan oleh bapak-bapak, ibu-ibu dan remaja yang
mempunyai waktu luang yang tidak sibuk dengan pekerjaannya, baik dari kelompok pribumi
dan kelompok pendatang. Kegiatan pengajian ini selain membaca Al-Quran, tapi juga bersifat
sosial seperti kegiatan arisan, menabung , kegiatan infaq dan sodaqoh yang diminta kepada
jamaah pengajian pada setiap minggunya yang digunakan untuk santunan anak yatim, para
jamaah yang terkena musibah, dan juga sebagai modal usaha bagi para jamaah pengajian
untuk membuka usaha atau kegiatan lainnya. Hal inilah yang membuat pengajian di daerah
ini sangat berkembang. Selain itu acara pengajian ini tidak hanya dilakukan di Mushollah saja
tapi juga dilakukan dirumah seseorang yang mempunyai hajat dengan tujuan meminta do’a
bagi keluarganya, seperti tujuh bulanan, selamatan pernikahan atau sunatan atau juga tahlilan.
Kegiatan pengajian ini tidak memandang dari mana mereka berasal, kaya atau miskin yang
terpenting adalah mencari keridhaan Allah SWT.
3. Kegiatan dalam memperingati Hari-hari Besar Islam
PHBI adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan setiap tahunnya oleh umat Islam, seperti
Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Tahun Baru Islam, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dan
sebagainya. Salah satu PHBI yang sering menguatkan persaudaraan baik dikalangan pribumi
dan pendatang yaitu, Maulid Nabi, Tahun Baru Islam yang berupa pengajian.Penuturan dari
tokoh agama H. Najamuddin
“Kegiatan-kegiatan tersebut dikordinir oleh panitia yang berasal dari para remaja Mushollah
di bawah naungan RT/RW dan juga melibatkan bapak-bapak dan ibu-ibu pengajian. Panitian
peringatan ini juga melibatkan kaum pribumi dan kaum pendatang, mereka bersama-sama
melaksanakan kegiatan tersebut”. 47
Selain PHBI yang sudah jelas dipaparkan diatas, ada juga PHBI yang selalu
diselenggarakan oleh Umat Islam, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.Dimana kaum transmigrasi
yang tidak mudik ke kampung halaman beserta masyarakat lainnya saling mengunjungi para
tetangga, saudara dan kerabatnya dari rumah ke rumah dengan membawa kue lebaran.Selain
itu dengan adanya hari raya tersebut mereka saling mengucapkan selamat dan meminta maaf
atas segala kesalahannya yang dilakukan sehari-hari. Hari yang sama juga dilakukan oleh
tuan rumah dengan cara menghidangkan kue-keu lebaran. Sedangkan bagi mereka yang
pulang kampung, mereka akan kembali ke tempat inni dengan membawa kue khas asal
47
Hj. Najamuddin. Wawancara. Masjid Al-Ikhlas Desa Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara
Barat.
69
mereka yang sengaja dibawakan untuk tetangganya sambil meminta maaf lahir batin. Hari
raya Islam merupakan wadah silaturrahmi yang baik untuk mengguatkan Ukhuwa Islamiyah
dan membangun solidaritas pada masyarakat setempat.Agama pada dasarnya adalah
seperangkat nilai-nilai dan norma-norma yang berfungsi mendasari dan membimbing hidup
dan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat.
Pengembangan ide-ide keagamaan dimaksudkan sebagai uasah yang bersifat:
1. Reformasi konsep-konsep keagamaan, terutama di bidang sosial budaya dalam rangka
memberikan jawaban positif dan kreatif terhadap tantangan yang terus berkembang dalam
masyarakat. 48Oleh karena itu ide-ide yang bersumber pada nilai-nilai dan norma-norma
agama sangat besar pengaruhnya pada pemeluk agama.Dalam membina kerukunan hidup
antara umat beragama, kalau orang sungguh-sungguh berpegang pada ajaran kitab sucinya
secara konsekuen niscaya tidak akan sulit. Sebab kitab suci memberikan tuntunan, bimbingan
kepada umatnya bagaimana harus hidup selaras dengan kehendak Tuhan Allah. Setiap umat
beragama hendaknya senantiasa beroreantasi kepada kitab suci, sebab kitab suci merupakan
sabda Allah, firman Allah atau kalam Allah.
G. Kehidupan Sosial, Adat dan Kebiasaan Masyarakat
Pada dasarnya kehidupan ini tidak terlepas dari perubahan terhadap lingkungan, baik
lingkungan fisik, lingkungan biologis, maupun lingkungan sosial manusia. Kehidupan
suatu masyarakat akan berlangsung tertib manakalah terdapat norma-norma yang
diterapkan secara kontinyu dan teratur. Hal inilah yang menjadi dasar kehidupan sosial
dalam lingkungannya, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki
ciri-ciri kehidupan yang khas. Berbagai individu dan kelompok sosial mempunyai tingkah
laku yang teratur dan terpadu sebagai suatu kebenaran hidup dalam hidup dan
lingkungannya. Apabila sebagai contoh ditelaah suku bangsa di Indonesia,maka akan
tampak suatu masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yangberhubungan satu
dengan yang lain, dalam kaitannya pula dengan alam yang tidak tampak, terhadap dunia
luar dan terhadap alam kebendaan, sehingga mereka bertingkah laku sedemikian rupa,
yang mana untuk gambaran yang jelas, kelompok-kelompok masyarakat ini dapat disebut
sebagai masyarakat hukum (Rechtsgemeen schappen). 49 Dalam pergaulan hukum mereka
48
Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: PT. Unipress,
1982), h. 40.
49
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), Ed. I, h.
119.
70
yang merasa menjadi anggota dari ikatan-ikatan itu bersikap dan bertindak sebagai suatu
kesatuan.
Sebelum mengalami perubahan sosial terhadap penduduk lokal yang secara
signifikan umumnya masih bersifat tradisional, landasan tindakan perilaku sosial
masyarakat umumnya didominasi oleh pengalaman atau kebiasaan dan intuisi, seperti
dasar penyelenggaraan kegiatan sosial seperti tolong menolong, gotong royong,
mengembangkan kelembagaan sosial lokal dan perilaku keseharian atau gaya hidup.
Konsep tentang identitas kolektif merujukpada pengakuanterhadap makna keanggotaan
atau makna kebersamaan, batas-batas dan aktivitas-aktivitas dalam suatu kelompok.
Identitas kolektif itu dibangun secara bersama melalui interaksi antar sesama anggotanya,
untuk kepentingan bersama, dan keterkaitan kepentingan itu dengan lingkungannya.
Dengan ditandai dengan kuatnya rasa tolong menolong, gotong royong serta kuatnya
peran dan kedudukan tokoh masyarakat dimana mereka dipandang sebagai orang yang
memiliki kelebihan, seperti sandro (Dukun) dan tokoh masyarakat lainnya. Semua itu
menggambarkan kehidupan masyarakat yang dekat dengan alam,dengan pola kehidupan
substensi, yakni bekerja untuk memenuhi untuk kebutuhan sehari-hari. Pola dan sistem
bersosial berdasarkan pada kebiasaan dan pengalaman setempat yang mereka terima dan
secara turun temurun. Kepekaan naluriah (Intuitif), yakni dengan mengedepankan faktorfaktor perasaan juga sering melandasi sikap dan tindakan sosial masyarakat lokal pada era
masa sebelum beroperasinya perusahaan tambang terkait dengan berindikasinya dan
menjadi daya tarik masyarakat untuk datang dan berdomisili untuk waktu yang lebih
lama. Bisikan perasaan (Intuisi) sebagai landasan interaksi tercermin dengan tingginya
rasa hormat menghormati antar sesama anggota masyarakat terutama dalam stratifikasi
yang berbeda. Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu
masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan bahwa religi atau agama serta
kepercayaan yang dianut adalah yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga
masyarakat yang bersangkutan bersama-sama agar mempunyai fungsi sosial untuk
mengintensifkan dan menggerakkan solidaritas masyarakat.Merupakan aturan batiniah
bahwa beberapa orang dianggap memiliki kekuasaan, dengan memiliki yaitu yang
bersifat materil yang harus dipelihara bersama, harus dipertahankan bersama oleh anggota
ikatan, dengan nilai-nilai yang sakral.
Dalam kenyataannya kehidupan masyarakat tentu tak terpisahkan satu dengan yang
lainnya. Namun tidak dapat ditepiskan bahwa kebudayaan ideal dan adat istiadat yang
mengatur dan memberi arah kepada arah tindakan masyarakat , baik pikiran dan ide
71
lambat laun jauh dari wadah keasliannya. Unsur-unsur kebudayaan asli akan tercampur
oleh unsur-unsur budaya lain dan menjadi suatu keraturan kebudayaan yang baru
dikarenakan adanya masyarakat lain yang membawa budaya yang berbeda.Secara teoritis,
terjadinya interaksi sosial terjadi karena adanya pembaruan sosial dalam masyarakat baik
akibat dari intensitas, jumlah masyarakat itu sendiri yang menjadikan masyarakat
bergeser dari lingkungan alamiahnya yang mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya,
bahkan juga cara berpikirnya.
H. Perubahan NilaiAdat, Hukum dan Kebiasaan Masyarakat Lokal
Kebudayaan merupakan kelanjutan yang bertahap kearah yang semakin kompleks.
Dimana unsur-unsur kebudayaan terintegrasi menjadi satu sistem budaya dan memiliki
keterkaitan antara unsur-unsur kebudayaan yang universal yaitu sistem teknologi,
peralatan, sistem mata pencaharian, organisme, sosial, religi, dan bahasa.Istilah peradaban
sering dipakai untuk menyebutkan suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi,
ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, sehingga taraf kehidupan semakin
kompleks.Meningkatnya akses informasi dengan dunia luar tentunya memperluas
khasanah wawasan dan pengetahuan masyarakat.Oleh karena iklim nasional saat ini
diwarnai iklim egaliter dan demokratis maka dengan mudah diikuti oleh masyarakat.
Menurut Gillin dan Gillin dalam Elly M. Setiadi dan kawan-kawan dikatakan bahwa:
perubahan-perubahan sosial untuk suatu variasi dari cara hidup yang lebih diterima
yang disebabkan baik karena perubahan dari cara hidup yang diterima yang
disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, kompetisi
penduduk, ideologi atau pun karena adanya difusi ataupun adanya perubahanperubahan baru dalam masyarakat tersebut”. 50
Perubahan masyarakat terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan
diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul dengan pertumbuhan
masyarakat. Oleh karena itu dari penjelasan teori di atas bila dianalisa lebih dalam lagi
tentu konsekuensinya bila dihadapkan pada hukum kebiasaan atau hukum adat yang
berlaku pada masyarakat itu sendiri barang tentu tidak adanya pertalian hukum adat yang
mengatur masyarakat itu sendiri. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ideologi baru
ataupun adanya perubahan-perubahan hukum dari berbagai aspek sudut pandang dari
masyarakat itu sendiri. Demikian halnya dijelaskan lagi menurut sundut pandang
50
Elly M. Setiadi, H. Kamma A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, h. 50.
72
sosiologi hukum, bahwa masalah-masalah sosiologi hukum menurut Durkheim dalam
Alvin S. Johson adalah dilihatnya dalam dua segi: Pertama, faktor morfologis dan
khususnya demografis (Jumlah kepadatan penduduk) dan kedua faktor keagamaan atau
lebih tepat: Pengaruh kepercayaan-kepercayaan akan yang keramat (termsuk di dalamnya
pula, menurut Durkheim adanya hubungan-hubungan lepas dari agama. 51 Melihat adanya
hubungan-hubungan antara kedua faktor ini , yang pertama tidak langsung karena
kepadatan materil tidak dapat diselsaikan dari kepadatan moril, yang lain bersifat
langsung dengan taraf-taraf kesadaran kolektif, yang ragam-ragamnya ialah dasar-dasar
perubahan lemmbaga-lembaga hukum.
Kesimpulan yang penting bahwa hukum, sebagaimana halnya agama, moral, estetika
pendeknya segala fenomena-fenomena sosial yang asasi, adalah sistem-sistem nilai-nilai,
yang timbul dari cita-cita kolektif. Cita-cita yang kolektif ini merupakan dasar bagi gerak
lembaga-lembaga hukum; karena masyarakat tak menciptakan atau menciptakan kembali
dirinya sendiri, tanpa sementara itu pula menciptakan suati cita, dengan ciptaan ini, ia
secarapriodik membuat dan mengubah dirinya sendiri.
Tokoh masyarakat atau tokoh adat Kecamatan Maluk menuturkan bahwa sejak
banyaknya pendatang yang ada tampaknya terjadi pembaruan adat dan budaya di sejumlah
lokasi tempat bermukim. Eksesnya semakin melonggar ikatan adat istiadat yang
sebelumnya dianut kuat oleh penduduk lokal.Sebagai contoh, dalam hal model bangunan
rumah banyak diantara penduduk lokal merubah bentuk rumahnya cendrung pada model
rumah yang umum di tempat lain, yakni rumah permanen (Rumah batu). Seperti diketahui
sebelumnya bahwa masyarakat lokal di kecamatan Maluk memiliki rumah adat dengan
model rumah panggung dari bahan kayu dan sejenisnya. Semakin besar rumah atau
semakin banyak tiang rumah panggungnya mencirikan status sosial ekonomi pemiliknya
relatif lebih baik dibandingkan dengan warga lainnya.
Perubahan selera masyarakat atas model rumah juga diransang oleh harapan yaitu
untuk dijadikan rumah sewa kepada para pendatang. Tentunya secara ekonomis hal ini
cukup diuntungkan, tetapi telah melonggarkan pertalian sosial yang diatur dalam adat dan
kebiasaan masyarakat. Perubahan model rumah sebagian penduduk, terutama yang
memiliki kemampuan ekonomi mencerminkan perubahan gaya hidup mereka. Pada model
rumah asli yang dibangun atas nilai spirit atas adat setempat lebih sederhana baik dari segi
51
Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 111.
73
kualitas, model dan fungsinya.Dalam hal ini penduduk lokal tidak lagi merasa terikat oleh
adat kebiasaan menyangkut model rumah yang dikembangkan.
Dari hasil penelitian animo masyarakat lokal mengembangkan rumah dengan gaya
kontemporer semakin tinggi. Sejumlah tokoh masyarakat mengungkapkan bahwa
keleluasaan penduduk memilih model bangunan rumah memang memungkinkan
mengingat tidak ada sangsi sosial berkaitan dengan masalah perumahan tersebut.
Konsekuensinya adalah bagi penduduk yang tidak membangun rumah panggung adalah
tidak adanya anggota masyarakat besenata (Bergotong royong) kebiasaan yang dilakukan
oleh masyarakat Sumbawa (Tau samawa) dalam membangun rumah sebagaimana
lazimnya bila membangun rumah model panggung. Ditegaskan pula bahwa walaupun
yang dibangun adalah rumah panggung hasrat bergotong royong anggota masyarakat juga
telah berkurang. Cerminan nilai-nilai adat yang masih melekat dalam bangunan rumah
baru masyarakat lokal terdapat pada bentuk atap rumah.Sebagian besar rumah batu
permanen yang dibuat atapnya tetap mencirikan rumah khas suku samawa, seperti bentuk
konopi dan kongsol rumah bersusun. Berdasarkan gambaran tersebut, dapat ditegaskan
bahwa meskipun masa perubahan sosial telah berlangsung cukup lama tampak bahwa
melekatnya nilai-nilai sosial tradisional pada masyarakat lokal.
I. Nilai-nilai Kekerabatan dan Perkawinan Suku Sumbawa (Tau Samawa)
Kekerabatan yang digunakan oleh masayarakat suku Sumbawa, yaitu sistem
penarikan garis keturunan berdasarkan garis silsilah nenek moyang laki-laki dan
perempuan secara serentak. Dalam sistem kekerabatan ini, baik kerabat pihak ayah mapun
pihak ibu diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah yang sama, misal eaq untuk saudara
tua ayah atau ibu, dan nde untuk saudara yang lebih muda dari ayah atau ibu. Kelompok
keluarga yang lebih luas yaitu pata, yaitu kerabat dari laki-laki atau wanita yang ditarik
dari kakek atau nenek moyang sampai derajat keenam, sehingga dalam masyarakat
sumbawa dikenal sepupu satu, sepupu dua sampai sepupu enam. Mereka memiliki nilai
kekerabatan yang begitu kuat seperti tercermin dalam lawas:
Ngungku ayam ling Samawa (Denyut kehidupan di Sumbawa)
Samung ling sanak do tokal (Mengetuk hati kerabat di rantau)
Mole tu sakompal ate (Pulang untuk menyatukan hati)
Ate ku belo ke sempu (Hatiku dekat dengan sepupu)
Kusalontak mega pitu (Melampaui apa saja)
Ngantung no ku beang bosan (Tak bosan bergantung dan berharap)
Mara punti gama ina (Seperti pohon pisang duhai ibunda)
74
Den kuning no tenri tana (Meski daunnya menguning tak mau jatuh ke tanah)
Mate bakolar ke lolo (Mau hancur bersama sanak kerabat)
Tata cara perkawinan dalam masyarakat sumbawa diselenggarakan dengan upacara adat
yang kompleks, mengadopsi prosesi perkawinan adat Bugis-Makassar yang diawali dengan
bakatoan (Barajak), basaputis, nyorong, dan upacara barodak pada malam hari menjelang
kedua calon pengantin dinikahkan. Upacara barodak ini mengandung unsur-unsur kombinasi
ritual midodareni dan ruwatan dalam tradisi Jawa.Sebagian masyarakat Sumbawa percaya
apabila upacara barodak ini tidak dilaksanakan akan muncul musibah bagi pengantin maupun
keluarganya dalam bentuk munculnya penyakit, seperti benjol-benjol di kepala disertai gatalgatal, kesurupan, keluar darah dari mata bila menangis, tiba-tiba tulang rusuk keluar bebepa
centimeter, dan berbagai jenis penyakit aneh lainnya yang disebabkan melanggar upacara
daur kehidupan. Selanjutnya pada sebagian masyarakat sumbawa yang mempercayai
pandangan ini, sandro (Dukun) berperan dalam menentukan hari baik, menemukan jenis
benda yang digunakan untuk proses penyembuhan penyakit, serta melakukan pengobatan dan
membangun komunikasi secara gaib dengan leluhur si sakit. Akan tetapi, kepercayaan ini
mulai nampak memudar seiring pemahaman mereka pada bidang kesehatan dan bergesernya
pola berpikir yang menganggap tidak masuk akal menghubungkan antara munculnya
berbagai jenis penyakit tertentu ini dengan bentuk upacara adat daur kehidupan, selain juga
dianggap oleh sebagian masyarakat bentuk kepercayaan demikian ini sangat tidak Islami.Satu
hal manarik dalam sistem perkawinan masyarakat Sumbawa yang dianggap ideal adalah
perkawinan antar saudara sepupu, seperti tampak dalam lawas:
Balong tau no mu gegan (Secantik apapun seseorang jangan terlalu berharap)
Lenge sempu no gantuna (Sejelek-jeleknya sepupu masih ada rasa sayangnya)
Denganmu barema ngining (Bersamamu mengarungi suka dan duka)
Lawas ini berisi nasihat orang tua kepada anak laki-lakinya agar tidak mudah terpikat
pada kecantikan seorang gadis yang tidak jelas asal-usulnya dan bukan berasal dari sanak
kerabat sendiri, sedangkan saudara sendiri walaupun tidak cantik tetapi memiliki garis
keturunan yang jelas dan dapat dijadikan teman setia dalam mengarungi suka dan duka.
Lawas ini mengindikasikan bahwa adat-istiadat perkawinan dalam masyarakat sumbawa
adalah mengutamakan mencari pasangan dari kerabat sendiri yang seringpula dirumuskan
dalam ungkapan peko-peko kebo dita atau biar bengkok tapi kerbau sendiri yang bermakna
bangga terhadap kediriannya dan lebih mengutamakan milik sendiri.
75
Dalam perkawinan adat sumbawa juga terdapat pantangan yang dinamakan kawin sala
basa atau perkawinan yang naif dilakukan karena dianggap tidak sejajar dalam garis silsilah
sehingga dianggap kurang santun dalam pandangan adat, seperti seorang paman mengawini
anak saudara sepupunya walau dalam syariat islam diperbolehkan.
Delik perkawinan lain yang dianggap menyimpang adalah merarik atau melarikan anak
gadis orang karena tidak mendapat restu dari kedua orang tua sendiri maupun orang tua gadis
pujaanya. Membawa kabur anak gadis (Merarik) bisa berakibat kemarahan bagi keluarga
anak gadis yang dilarikan, ini sering diungkapkan dengan mengamuk dan merusak harta
milik keluarga pihak laki-laki sebagai luapan amarah, ketersinggungan harga diri pihak
korban.Bagi anak lelaki yang melarikan anak gadis orang, harus segera minta perlindungan
pada pemuka adat atau pemuka masyarakat sebelum pihak keluarga wanita menemukannya,
bila terlambat meminta perlindungan bisa berakibat fatal berupa kematian atau pembunuhan
oleh pihak keluarga wanita yang menurut adat-istiadat dibenarkan.
Adapun tahapan-tahapan dalam pernikahan pada masyarakat Sumbawa yaitu :
1. Silahturrahmi antar kedua belah pihak keluarga (Barajak)
Barajak adalah pertemuan dua keluarga, atau silahturahhmi antar kedua keluarga.
Dalam barajak ini lebih kepada perkenalan antar kedua belah pihak keluarga. Pihak
laki-laki datang menemui pihak perempuan dengan maksud ingin mengetahui apakah
ada orang lain yang sudah meminang atau melamar si perempuan atau tidak.
Seandainya tidak ada maka pihak laki-laki akan menyatakan maksud kalau mereka
ingin melamar si perempuan untuk anak laki-laki mereka.
2. Melamar (Tama Bakatoan)
Melamar (Tama Bakatoan) yaitu dimana pihak laki-laki datang menemuipihak
perempuan dan membicarakan tentang pernikahan. Dalam adatmasyarakat Sumbawa,
saat proses Bakatoan itu pihak laki-laki datang ke rumah pihak perempuan dengan
membawa sito.Sitoadalah bungkusan segi empat yang diisi dengan kain kebaya, dan
uangseikhlasnya, kemudian bungkusan itu diletakan diatas piring dan dibungkus
dengan kain putih. Sito ini digunakan sebagai lambang diterima atau tidaknya lamaran
tersebut. Apabila sito ini di terima maka lamaran diterima, tapi apabila sito ini
dikembalikan maka lamaran tersebut tidak diterima.
3. Keputusan Akhir (Saputes Leng)
76
Setelah lamaran diterima oleh pihak perempuan maka yang dilakukan selanjutnya
yaitu keputusan akhir (Saputes Leng).Dalam proses ini kedua belah pihak
membicarakan tentang berapa banyak barang-barang yang harus dipenuhi oleh pihak
laki-laki, proses ini lebih pada mufakat. Dan banyaknya barang tersebut berdasarkan
keputusan kedua belah pihak agar hajat pernikahan tercapai.
4. Memberitahukan mempelai perempuan bahwa dia akan dinikahkan (Bada
Pangantan).
Pada Prosesi ini yaitu memberitahukan kepada mempelai perempuan bahwa dia
akan dinikahkan. Yang memberitahukan mempelai perempuan dalam prosesi ini
biasanya seorang Nyai.Prosesi ini biasanya diiringi denganbaguntung dan bagenang.
Baguntung yaitu memukul rantok (Alat menumbuk padi tradisonal Sumbawa)
menjadi sebuah melodi yang indah.
5. Basamula
Basamula yaitu proses mengawali pekerjaan, atau hajatan yang dimaksud. Proses
ini dilakukan dengan mengadakannuja rame, (Menumbuk padi rame-rame) dengan
mengajak semua sanak saudara dan warga kampong yang perempuan. Serta membuat
atau memasak minyak Kelapa dengan syarat hanya 3 butir kelapa. Pertanda sebagai
awal mengawali semua kegiatan atau pekerjaan dalam hajatan.
6. Serah terima (Sorong Serah)
Sorong Serah yaitu prosesi dimana pihak laki-laki membawa hantaran berupa apa
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Acara sorong serah (Nyorong) ini
biasanya dilaksanakan dengan sangat meriah dengan iringan ratib rabana ode,
bagenang (Musik tradisional dengan iringan lawas), dan lain-lain.
7. Mandi kembang (Satokal Ai’)
Yaitu Prosesi dimana dalam adat suku Sumbawa ada seorang ketua ritual yang
mengatur alat-alat ritual seperti : kendi batu (Telku Batu), payung, pisang matang dan
pisang mentah, padi gutis, dan lain-lain. Proses ini juga diiringi oleh bagenang, air
yang diletakkan dalam sebuah kendi batu tersebut digunakan untuk memandikan
mempelai dan mempelai dimandikan diatas “tutuk apit” (Bagian dari alat menenun).
8. Memainkan gendang (Bagenang)
Bagenang adalah memukul gendang (Alat musik yang dibuat dari kulit sapi,
kerbau, atau kulit kambing) yang dikombinasikan dengan gong dan seruling menjadi
sebuah nada.
9. Luluran (Barodak)
77
Barodak atau luluran adalah salah satu prosesi atau ritual dalam pernikahan
masyarakat Sumbawa. Prosesi ini biasanya dilakukan 3 hari 3 malam sebelum akad
nikah dilaksanakan. Dimulai dari prosesi awal yang dinamakan bajalok(Dilakukan
oleh tujuhNyai) dengan diiringin oleh genang, gong, seruling. Proses selanjutnya
dilakukan oleh orang yang dipercaya untuk menanggung jawab prosesi itu sampai
akhir. Diakhir prosesi awal mempelai dikelilingi dengan lilin lalu ditiup oleh
mempelai sebagai lambang biar wajah mempelai berseri-seri di hari pernikahannya.
Setelah prosesi itu dilakukan prosesi Badait. Badait yaitu menghilangkan bulu-bulu
halus dari tubuh mempelai sebagai tanda mempelai akan mengakhiri masa lajangnya.
10. Akad Nikah
Prosesi sakral dalam menuju kehidupan baru, dimana wali atau orang tua
menikahkan atau menyerahkan putrinya kepada mempelai laki-laki sebagai awal
orang tua melepas putrinya untuk menjalani hidup baru. Prosesi akad nikah ini
dilakukan oleh mempelai laki-laki setelah sah baru mempelai laki-laki dipertemukan
dengan mempelai perempuan.
11. Resepsi
Resepsi dilakukan setelah prosesi akad nikah. Resepsi ini dilaksanakan bila kedua
belah pihak sepakat tapi bila keadaan tidak memungkinkan biasanya resepsi ini tidak
dilaksanakan.
1. Perubahan Nilai Adat dan Kebiasaan Dalam Hal Perkawinan
Interaksi yang positif akan menciptakan suatu kerjasama (Cooperation) yang dapat
mempermudah terjadinya asimilasi.Secara khusus penulis akan menggambarkan suatu bentuk
proses assimilasi yang terjadi dalam suatu proses perkawinan antara dua kebudayaan yang
berbeda tanpa harus menghilangkan unsur-unsur dari kedua kebudayaan tersebut. Dalam hal
semacam persilangan budaya terkait dalam hal perkawinan beda budaya yang terjadi pada
masyarakat lokal sendiri nampaknya belum begitu mencolok dan itu hanya terjadi pada
sebagian kecil masyarakat saja. Namun dalam hal ini memberi warna pembeda terhadap
kebudayaan, dalam artian adanya unsur-unsur budaya baru didalam wadah keaslian dari
budaya masyarakat lokal.
Dari studiterungkap bahwa terjadinya perkembangan intensitas penduduk terkait dengan
masyarakat pendatang ikatan adat dalam hal perkawinan mengalami perubahan dalam hal
perkawianan. Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur
78
kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas yaitu
masyarakat lokal, sedemikian rupa sehingga lambat laun memungkinkan kahilangan
kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Tetapi tidak
menghilangkan budaya minoritas. Berikut kutipan hasil wawancara dengan Makawaru:
“kerap kali terjadi pernikahan antara orang asli sini dengan orang luar, misalkan pihak pria
maupun pihak wanita asli penduduk sini mengadakan acara perkawian. Tapi biasanya dalam
perkawinan itu biasanya budaya sini lebih ditonjolkan tanpa harus menghilangkan budaya
dari pihak lain yang beda adatnya dengan kita”. 52
Dari kutipan diatas dapat diterangkan bahwa dalamkegiatan, tahap-tahap serta ritus
perkawinanya masih menggunakan adat sumbawa. Contohnya kegiatan melamar membawa
bawaan (Semacam mengantar mahar), barodak (Luluran) yang disertai dengan berbagai
upacara nampaknya masih taat dilakoni oleh masyarakat lokal.Meskipun mereka telah
banyak mengenal kebudayaan dari masyarakat lain dalam hal perkawinan. Namun dalam hal
perkawinan tetap mengacu kepada aturan adat samawa.Bahkan dalam tahap percampuran
budaya ini tampaknya hanya sebatas variasi saja yakni yang berkaitan dengan kesenian. Halhal yang prinsip dan sakral dalam adat perkawinan tidak dihilangkan. Lebih jauh lagi
diterangkan melaksanakan kolaborasi budaya ini yaitu menyelenggarakan adat perkawianan
lebih lengkap dirasakan apabila nilai-nilai budaya diantara kedua budayanya tidak
dihilangkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan
kecenderungan akulturasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan
jika ada kesadaran masing-masing kelompok.
J. Pola Interaksi Masyarakat terhadap Tatanan Sosial Budaya
Untuk mengetahui perubahan tatanan sosial budaya pada masyarakat terkait dilakukan
pengukuran terhadap beberapa parameter, yakni: Sistem gotong royong.
1. Sistem Gotong Royong Masyarakat Lokal
Lebel masyarakat yang hidup secara kolektifitas, asri akan ketradisionalannya,
menggambarkan pada aspek-aspek kehidupan sosial pada saat itu, dimana sendi-sendi
kehidupan yang sejalan dengan sistem tatanan sosial, budaya kemasyarakatan masih
sangat melekat. Mayoritas masyarakat
saat ini bertolak ukur kearah modernisasi
memungkinkan akan terjadi perubahan terhadap masyarakat lokal itu sendiri yang
52
Makawaru,Wawancara, tempat kediaman, Desa Benete, Kecamatan Maluk, Nusa Tenggara Barat.
79
mengarah kepada masyarakat yang individualis dan materialis dan lebih berorientasi
kepada kepentingan sendiri dan kerabat-kerabat mereka (Kelompok kepentingan khusus)
yang dianggaplebih mempunyai peluang untuk kesejahteraan kelompok. Yaitu menitik
beratkan kepada kepentingan kelompok sampai sedemikian rupa, sehingga mereka lebih
dapat mementingkan kepentingan kelompoknya dari pada mementingkan kepentingan
banyak orang.Hal di atas diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh D. Laswswell dan
Kaplan (Astrid S. Susanto, 1985: 56-58) dalam M. Bambang Pranowo, yaitu: Pertama,
Kelompok kepentingan(Interest groups), yaitu kelompok yang hanya menitik beratkan
realisasi dari tujuan bersama tanpa mempermasalhkan loyalitasnya. Kedua, Kelompok
kepentingan Khusus, yaitu menitik beratkan kepada kepentingan kelompok sampai
sedemikian rupa, sehingga mereka dapat mementingkan kepentingan kelompoknya dari
pada kepentingan banyak orang lain. Ketiga, kelompok kepentingan umum, jenis
kelompok ini merupakan kelompok yang berusaha mewujudkan kelompokya melalui dan
bersama-sama dengan realisasi tujuan dan kepentingan kelompok-kelompok lain serta
masyarakat luas.Walau demikian, Lasswell dan Kaplan mengakui bahwa setiap
kelompok mempunyai kepentingan-kepentingannya sendiri-sendiri. 53
Bila diamati kearah status ekonomi tatanan sosial semacam saling membantu atau
diistilahkan dengan basiru atau kegiatan gotong royong itu hanya terjadi pada
masyarakat laipisan-lapisan bawah saja. Gambaran realitas masyarakat yang diuraikan
diatas sangat bertolak belakang bahkan kontrassekalidengan gambaran realitas
masyarakat yang sedang terjadi saat ini, terkait pada masyarakat daerah
penelitian.Kegiatan kemasyarakatan yakni gotong royong dan tolong menolong saat
ini telah mengalami transformasi.
Dalam hal demikian, nampak memang terjadi pergeseran perubahan kebiasaan
terkait dengan kebudayaan dan adat istiadat terhadap masyarakat lokal itu sendiri
dalam hal semacam ini. Kegiatan semacam ini terjadi dikeranakan masyarakat lokal
mencontohi budaya-budaya baru yaitu budaya ala kota yang dipraktiskan oleh
masyarakat pendatang. Oleh karena itu, Kebiasaan semacam ini yaitu memberikan
uang kepada setiap
acara yang di selenggarakan oleh masyarakat memberikan
pengaruh yang cukup mendasari kebiasaan mereka. Seperti contoh lain dapat
diungkapkan bahwa aktivitas gotong royong yang mengarah kepada bentuk fasilitas
53
M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam,h. 92.
80
umum seperti membangun prasarana ibadah, kebersihan lingkungan mangalami
penurunan drastis. Implikasinya adalah masyarakat kurang bersedia untuk
berpartisipasi secara moral dan sosial terhadap kegiatan masyarakat tersebut. Dari
uaraian di atas dapat dikatakan bahwa telah berkurangnya kegiatan budaya gotong
royong terkait pengaruh keberadaan masyarakat pendatang. Oleh karena itu patut
untuk dicermati bahwa akses perubahan sosial akan terjadi dan sulit dihindari pada
sendi-sendi tatanan masyarakat yang sedang berkembang.
K. Analisis dan Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian di lapangan yang penulis lakukan kemudian diolah
menjadi suatu bentuk interpretasi data yang melalui berbagai proses yang pada akhirnya
penulis akan menjabarkan secara lugas dan terperinci menganai hasil penelitian dalam bentuk
kajian analisis dari studi lapangan yang penulis lakukan dalam hal mengenai judul penelitian
penulis. Maka dapat dianalisis sebagai berikut:
1. Kondisi sosialsesungguhnya sudah banyak mengalami perubahan namun, diketahui
ada kecendrungan penerapan nilai-nilai sosial budaya lokal semakin meluas. Gaya
hidup masyarakat berkembang kearah yang lebih rasional komplosit, norma dan nilai
sosial banyak dianut masyarakat bahkan ada kecendrungan semakin baik. Keamanan
dan ketertiban masyarakat dinilai makin kondusif, kehidupan keagamaan semakin
baik, dan partisipasi sosial dan kelembagaan masyarakat tetap terjaga dan lebih baik.
2. Tatanan sosial, budaya aspek gotong royongjuga menunjukkan perbedaan yang sangat
mencolok dalam kondisi masyarakat daerah penelitian dalam artian berkurangnya
kegiatan saling membantu satu sama lain yang mengarah kepada bentuk ikatan
tindakan yang kolektif kemasyarakatan, aktivitas gotong royong yang bersifat padat
karya (Curahan tenaga), dapat digambarkan dalam bentuk berkurangnya animo
masyarakat yang di jelaskan pada bab penjelasan di atas yakni eksennya terhadap
tindakan saling bantu membantu dalam hal sosial karya contohnya pembuatan rumah
panggung atau pun rumah permanen yang dapat dikatakan besenata dalam
masyarakat Sumbawa. Tetapi ada hal yang menjadi pembeda dalam masyarakat
sendiri yaitu aktivitas tolong menolong yang selalu terjaga yakni melalui bentuk
bantuan materi (Uang) yang dinilai lebih mengikat hubungan dan lebih dominan
dirasa dari pada membawa bawaan yang berbentuk sembako yang dahulunya menjadi
81
kebiasaan dalam hal-hal sakral pada masyarakat lokal contohnya seperti Berenok,
Basiru, dan penulung .
3. Sistem kepercayaan. Keberadaan masyarakat pendatang mempengaruhi masyarakat
lokal terhadap bentuk sistem kepercayaan yang merubah pada pola pikir masyarakat
lokal sehubungan dengan adanya ketertarikan terhadap cara berpikir masyarakat
pendatang yang lebih modern. Dapat di jelaskan seperti berkurangnya kepercayaan
dan ketaatan kepada aturan hukum adat yang berlaku pada masyarakat yang tertanam
yang menjadi kepercayaan pada masa lalu. Nilai kesakralan adat tidak begitu
mempengaruhi kelakuan dan tindakan masyarakat lokal. Hal ini di karenakan bahwa
anggapan masyarakat sekarang tanpa harus mengikuti aturan hukum adat yang telah
ditetapkan tidak akan terikat oleh hukum adat atau sangsi adat itu sendiri.
4. Norma sosial (Adat istiadat). Masyarakat di daerah penelitian mengalami perubahan
yang sangat signifikan. Perubahan terlihat bahwa pada masyarakat dalam
perkembanngannya sudah tidak lagi terikat dengan norma-norma adat yang mewadahi
masyarakat lokal sendiri seperti yang dijelaskan pada poin ketiga di atas. Dalam hal
ini terlihat dari perubahan cara dan bentuk pembangunan rumah. Sebelum terjadinya
perkembangan masyarakat terkait masyarakat pendatang, model-model bangunan
rumah masih mengarah kepada model dan bentuk rumah tradisional adat masyarakat
Sumbawa, yaitu rumah panggung. Perubahan itu terjadi pada saat ini, dan pada
kenyataannya masyarakat kini sudah banyak yang memiliki rumah dengan gaya dan
bentuk rumah yang modern (Rumah permanen) tetapi secara fisik masih
memprtahankan ciri khas adat contohnya bentuk atap rumah.
5. Pembaruan sosial (Interaksi sosial). Pada aspek ini menunjukkan perubahan yang
sangat mencolok terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi pada
masyarakat lokal. Artinya kepekaan terhadap tingkat kekerabatan masyarakat lokal
terhadap masyarakat pendatang semakin intensif. Dalam pengamatan studi ini
menunjukkan, sikap masyarakat lokal dipengaruhi perkembangannya oleh masyarakat
pendatang baik dalam pengadopsian tingkah laku, pola pikir dan gaya hidup
masyarakat lokal itu sendiri. Berbaurnya masyarakat pendatang dalam komunitas
lokal semakin mempercepat pembaharuan sosial. Hal ini ditunjukkan pada bentuk
kegiatan-kegiatan keagamaan yang lebih berperan pada proses ini. Dampak positif
dari pembaharuan sosial tersebut adalah perubahan perilaku pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Oleh karenanya berdampak pada masyarakat lokal yang semakin
membaik.
82
6. Dalam hal sistem perkawinan (Adat perkawinan) pada hakikatnya telah mengalami
perubahan dalam artian percampuran budaya. Hal diterangkan sebagian kecil
masyarakat lokal yang berjodoh dengan masyarakat pendatang, sehingga melakukan
hubungan pernikahan dengan masyarakat pendatang. Walaupun hal demikian terjadi
pada bentuk hubungan perkawinan, dipastikan budaya masyarakat lokal akan lebih
ditonjolkan sebagai kelompok yang mayoritas dari pada budaya masyarakat
pendatang sebagai masyarakat minoritas.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat adalah interaksi
yang bersifat asosiatif.
2. Kelembagaan sosial budaya beserta aktivitasnya diakui semakin berkembang dan
mengalami peningkatan setelah adanya interaksi yang positif antara masyarakat lokal
dan masyarakat pendatang terhadap pembentukan masyarakat. Indikasinya adalah
berkembangnya kelompok-kelompok dan kelembagaan sosial masyarakat dalam
bidang sosial, budaya dan agama tersebut sehingga mempengaruhi perkembangan
perilaku masyarakat dan orientasinya terhadap lingkungan sekitar. Hal demikian juga
didukung oleh sarana dan prasarana serta ketersedian tokoh-tokoh masyarakat dalam
keberlangsungan proses tersebut.
3. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang merupakan sarana untuk melakukan komunikasi
dan kontak sosial secara langsung antara masyarakat lokal dan masyarakat pendatang
ini telah memberikan konstribusi yang baik dalam menjalin interaksi yang positif.
Pendekatan dengan cara dialog dan musyawarah untuk saling memberikan
argumentasi dan informasi tentan gapa yang diterima sebagai kebenaran
mengantarkan pada pembentukan sikap toleransi. Dengan kata lain sebuah interaksi
sosial yang dilandasi rasa tenggang rasa dan saling menghargai perbedaan yang ada
telah mengantarkan kearah pembentukan sikap toleransi baik dalam kehidupan sosial
maupun dalam kehidupan beragama.
B. Saran
1. Penulis
Kompleksitas akan terus terjadi dan berkembang karena adanya masyarakat yang
dinamis yang selalu bergerak yang dilihat dalam tataran konteks sosial, budaya dan
agama. Saran yang lebih ditekankan dalam hal ini adalah adanya kesadaran, kemauan,
dan perlakuan yang sama pada semua warga masyarakatnya yang pada masa ini telah
mengalami perkembangannya. Diketahui dalam lingkungan penelitian adanya banyak
84
budaya serta adat istiadat yang sedang berkembang pada bentuk kesatuan masyarakat
yang ideal dalam kemajemukannya. Saran yang bersifat membangun dari penulis
adalah distorasi budaya akan memungkinkan terjadi terhadap masyarakat itu sendiri
oleh karena itu sangat penting adanya pengaruh peran semua pihak baik dari
pemerintah, tokoh dan kelembagaan sosial, budaya, dan agama. Sebagai sayarat
utama adalah adanya rasa saling memiliki dan menghargai antar sesama walaupun
banyak sekali perbedaan antara masyarakat itu sendiri.
Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih
banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan dalam skripsi ini.
85
DAFTAR PUSTAKA
Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta:
PT. Unipress, 1982).
A. Ubaidillah, dkk., Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM dan Masyaraka tMadani,
(Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000),Cet. I.
Alvin S. Jhonson, Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2006).
Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-ruz Media, 2011).
Abdul Chaer, Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2004).
Akhaeruddin S.Pd, Wawancara, ketua karang Taruna.
Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007). Cet.I.
Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana 2007).
Consuelo G. Sevilla, (eds), Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia
Press).
Djoko Widagdho, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Ed. 1, Cet. 2.
Elly M. Setiadi,H. Kamma A. Hakam, Ridwan Effendi, IlmuSosial Dan Budaya Dasar,
(Jakarta: Kencana, 2008). Edisi ke 2, Cetke 3.
Galang, Wawancara, desa Bukit Damai, kecamatan Maluk.
Hj. Najamuddin, wawancara, tempat Masjid Al-Ikhlas, kecamatan Maluk.
H. Muhammad Nawawi, Wawancara. tempat kediaman, Desa Maluk.Sumbawa Barat, NTB
86
H. Lalu Abdumuthalib, Wawancara, Kantor Kecamatan Maluk. Sumbawa Barat, NTB.
John Rayes, Wawancara, tempatkediaman, kecamatan Maluk, Nusa Tenggara Barat.
J. Dwi Narko, BagongSuyanto, Sosiologi teks pengantar dan terapan, cetakan ke II,
(Jakarta:Kencana 2007).
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2006).
JohnW. Crewell, Research Design, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
Kumanto Sunarto, Pengantar Sosioligi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993).
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1987).
Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa Dulu (Suatu Tinjauan Sejarah), (Sumbawa Besar: CV.
Samratulangi, 2011).
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakara, 2006),
Cet. KeVII.
Lajnah Penthashih Mushaf Alqur’an, Departmen Agama Republik Indonesia, Alquran dan
terjemahannya, ( Bandung: CV Jumanatul Ali Art, 2004)
Moh.Nazir, Metode Penelitian, (Darussalam: Ghalia Indonesia, 1983).
M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Perspektif Islam, (Jakarta: Labolatoruim Sosiologi Agama, 2008).
M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, (Ciputat: Karsa Utama Mandiri
dan PB Mathla’ul Anwar, 1998).
M. Arifin Hakim, Ilmu Sosial Dasar, Teori Dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Pustaka
Satya, 2001).
87
Makawaru,Wawancara, tempat kediaman, Desa Benete, Kecamatan Maluk.
Pip Jones. PengantarTeori-teoriSosial, (Jakarta: yayasanobor Indonesia 2009), Cet, I.
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, (Yogyakarta: Gadjah Madah
University Press, 1999)
Responden, Wawancara, Tempat Pasar Tradisional Desa Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2005),
Cet. 38.
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008).
Peter L. Berger, Perspektif Metateori Pemikiran, (Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009).
William A. Haviland, Antropologi, (Surakarta: Erlangga, 1985).
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
Download